TINJAUAN PUSTAKA. seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai


HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan sumber daya lainnnya sangat berpotensi dan mendukung kegiatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun

PENDAHULUAN. masih dilakukan secara tradisional, dikerjakan pada lahan-lahan yang sempit

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perilaku Petani dalam Usahatani Padi di Lahan Rawa Lebak

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara agraris yang terletak di daerah tropis dengan luas

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Padi merupakan komoditas yang sangat penting, karena saat ini beras

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan luas lahan garapan. Pofil tersebut menunjukkan hasil sebagai berikut.

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi daerah asal padi adalah India Utara bagian timur, Bangladesh Utara dan daerah

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. II. III. IV. V. I. PENDAHULUAN. yang diketahui memiliki potensi besar yang dapat terus dikembangkan dalam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara agraris yang artinya sebagian besar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Daerah Kabupaten Lampung Selatan mempunyai daerah daratan seluas

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. sifat-sifat bumi, menganalisa gejala-gejala alam dan penduduk, serta mempelajari corak khas

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Umi Pudji Astuti, Wahyu Wibawa, dan Andi Ishak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

TANAH SEBAGAI FAKTOR PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pertanian sudah pasti tidak dapat dilakukan. perbaikan cara bercocok tanam. (Varley,1993).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

ANALISIS SUMBANGAN NILAI EKONOMIS AIR PADA KINCIR AIR IRIGASI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DAN MASYARAKAT TANI. Oleh : ENDANG PURNAMA DEWI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Petani Salah satu indikator utama untuk mengukur kemampuan masyarakat adalah dengan mengetahui tingkat pendapatan masyarakat. Pendapatan menunjukkan seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi (Winardi, 1998). Setiap orang yang bekerja menginginkan pendapatan atau keuntungan yang maksimal supaya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Arsyad (2004), pendapatan seringkali digunakan sebagai indikator pembangunan suatu negara selain untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi antara negara maju dengan negara berkembang. Pendapatan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menentukan laba atau rugi suatu usaha. Laba atau rugi diperoleh dengan melakukan perbandingan antara pendapatan dengan beban atau biaya yang dikeluarkan atas pendapatan tersebut. Pendapatan dapat digunakan sebagai ukuran dalam menilai keberhasilan suatu usaha dan juga faktor yang menentukan keberlangsungan suatu usaha. Jhingan (2003) menyatakan bahwa pendapatan adalah penghasilan berupa uang selama

periode tertentu. Pendapatan dapat diartikan sebagai semua penghasilan yang menyebabkan bertambahnya kemampuan, baik yang digunakan untuk konsumsi maupun untuk tabungan, pendapatan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi keperluan hidup dan untuk mencapai kepuasan. Menurut Soekartawi (2002), penerimaan adalah hasil kali antara produk si yang diperoleh dengan harga jual. Mubyarto (1995), menyatakan bahwa pendapatan petani merupakan penerimaan yang dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani dan pemasaran hasil pertanian. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan petani padi sawah diantaranya adalah luas lahan, pendidikan formal dan kompetensi petani. 2.1.2. Lahan Pertanian 2.1.2.1 Pengertian Lahan Pertanian Menurut kamus umum Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan lahan adalah tanah terbuka dan tanah garapan. Tanah garapan adalah tanah terbuka yang digunakan untuk lahan pertanian. Jadi lahan dapat diartikan sebagai suatu tempat atau tanah yang mempunyai luas tertentu yang digunakan untuk usaha pertanian. Menurut Sukirno (2002) bahwa tanah sebagai fakto r produksi adalah mencakup bagian permukaan bumi yang dapat dijadikan sebagai tempat bercocok tanam, dan untuk tempat tinggal, termasuk pula segala kekayaan alam yang ada didalamnya. Selain itu tanah merupakan faktor produksi yang sangat penting, bisa dikatakan tanah merupakan suatu pabrik dari hasil pertanian, karena di sanalah diproduksi berbagai hasil pertanian. 15

2.1.2.2. Jenis Lahan Pertanian Menurut Nurmala (2012), bahwa lahan pertanian jika ditinjau menurut ekosistemnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu: 1. Lahan pertanian basah dan 2. Lahan pertanian kering. Lahan Pertanian Basah. Lahan pertanian basah lazim disebut sawah. Ciri-ciri umum dari lahan sawah adalah sebagai berikut: 1) Dari setiap petak dibatasi oleh pematang. Pematang tersebut ada yang lurus ada pula yang belok, 2) Permukaannya selalu datar atau topografinya rata meskipun di daerah bergunung-gungung atau berbukit. 3) Biasa diolah atau dikerjakan pada kondisi jenuh air atau berair. 4) Kesuburannya lebih stabil daripada lahan kering, sehingga memungkinkan diolah secara intensif tanpa adanya penurunan produktivitas yang signifikan. 5) Secara umum produktivitasnya lebih tinggi daripada lahan kering 6) Pada umumnya mempunyai sumber pengairan yang teratur kecuali sawah tadah hujan. Tanaman yang utama diusahakan adalah padi sawah. Ditinjau dari sistem irigasinya, lahan pertanian basah (sawah) dapat dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai berikut: 1) Sawah irigasi teknis, pada sawah tipe ini airnya tersedia sepanjang tahun dan debitnya dapat diatur sesuai kebutuhan. 2) Sawah irigasi setengah teknis, sawah tipe ini sumber airnya sama seperti sawah tipe irigasi teknis, hanya persediaan airnya tidak selalu ada sepanjang tahun. 3) Sawah irigasi perdesaan (irigasi sederhana), sawah tipe ini sumber airnya berasal dari mata air yang ada di lembah-lembah bukit yang ditampung di bak kolam 16

penampung air yang tidak permanen ataupun permanen. 4) Sawah tadah hujan, sawah tipe ini sumber airnya hanya mengandalkan dari curah hujan. 5) Sawah rawa, sawah rawa biasanya terdapat pada daerah-daerah cekungan yang biasanya tidak ada untuk pemasukan dan pembuangan air. 6) Sawah pasang surut, sawah system ini pengairannya sangat dipengaruhi pasang surutnya air laut. 7) Sawah lebak, sawah tipe ini biasa terdapat di muara-muara sungai yang lebar, seperti Bengawan Solo, Brantas dan Musi. 8) Tambak, termasuk lahan pertanian basah dan biasanya dipakai untuk memelihara udang, bandeng, nila dan mujair. 9) Kolam, termasuk lahan pertanian yang digunakan untuk usaha perikanan. Lahan Pertanian Kering Lahan pertanian kering secara umum mempunyai ciri sebagai berikut: 1) Produktivitas tanah pada umumnya rendah. 2) Topografi lahan sangat bervariasi dari datar, berbukit dan bergunung. 3) Tidak dibatasi oleh pematang antar satu petak dengan petak yang lainnya. Batas lahan biasanya berupa pohon/tanaman tahunan yang permanen atau batas-batas buatan. 4) Tingkat erosi pada umumnya tinggi, terutama jika tidak ada upaya pelestarian yang berupa sengkedan/terasering atau tidak ada tumbuhan (vegetasi). 5) Tidak dapat diusahakan secara intensif seperti sawah, karena persediaan air sangat terbatas ketika tidak ada curah hujan, kecuali untuk lahan kering yang lokasinya dekat dengan sumber air dapat diusahakan secara terus menerus sepanjang tahun. 6) Pada umumnya hanya diusahakan pada musim hujan sedangkan pada musim kemarau dibiarkan tidak ditanami. 17

2.1.2.3. Pengukuran Lahan Pertanian Dalam pengukuran luas lahan pertanian antara satu daerah dengan daerah lain berbeda-beda, bahkan antar negara mempunyai satuan yang berbeda-beda. Menurut Nurmala (2012), ditinjau dari keberlakuannya satuan luas lahan pertanian dapat dibedakan menjadi 4 (empat) kelompok yai tu : 1) Satuan luas lahan yang berlaku secara international misalnya hektar (ha) atau are, 2) Satuan luas lahan yang berlaku secara nasional, misalnya hektar (ha) dan meter persegi (m 2 ), 3) Satuan yang berlaku secara regional misalnya bahu, tumbak, bata (J awa Barat), ubin (Jawa Tengah) dan rantai (Sumatera Barat), 4) Satuan luas lahan yang berlaku lokal, misalnya piring. 2.1.2.4. Hubungan Luas Lahan Pertanian dengan Pendapatan Petani Menurut Mubyarto (1995) luas lahan adalah keseluruhan wilayah yang menja di tempat penanaman atau mengerjakan proses penanaman, luas lahan menjamin jumlah atau hasil yang akan diperoleh petani. Jika luas lahan meningkat maka pendapatan petani akan meningkat, demikian juga sebaliknya. Sehingga hubungan antara luas lahan dengan pendapatan petani merupakan hubungan yang positif. Di negara agraris seperti Indonesia, lahan merupakan faktor produksi yang paling penting dibandingkan dengan faktor produksi yang lain karena balas jasa yang diterima oleh lahan lebih tinggi dibandingkan dengan faktor produksi yang lain. Luas lahan pertanian mempengaruhi skala usahatani yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat efisiensi suatu usahatani yang dijalankan. Seringkali dijumpai makin luas lahan yang dipakai dalam usahatani semakin tidak efisien 18

penggunaan lahan tersebut. Ini didasarkan pada pemikiran bahwa lahan yang terlalu luas mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada segi efisiensi menjadi berkurang karena: 1) Lemahnya pengawasan pada faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan faktor produksi lainnya. 2) Terbatasnya persediaan tenaga kerja di daerah tersebut, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat efisiensi usahatani. 3) Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usahatani dalam skala besar. Sebaliknya pada lahan yang sempit, upaya pengawasan faktor produksi akan semakin baik, namun luas lahan yang terlalu sempit cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien pula, akibat penggunaan faktor-faktor produksi yang berlebihan. Produktivitas tanaman pada lahan yang terlalu sempit lebih rendah bila di bandingkan dengan produktivitas tanaman pada lahan yang luas. 2.1.3. Kompetensi Petani Kompetensi petani merupakan gambaran kemampuan petani dalam mengelola usahatani berdasarkan perencanaan yang efektif dan efisien sesuai dengan teknis budidaya tanaman. Kompetensi petani menunjukan kinerja dan tanggungjawab petani dalam menjalankan usahatani secara lebih baik dan berkesinambungan. Petani yang memiliki kompetensi adalah mereka yang memiliki karakteristik dan perilaku terukur dalam bertindak dan bertanggungjawab pada pada usahatani yang dikerjakannya, sehingga petani itu dianggap mampu oleh masyarakat lain. Petani yang kompeten adalah petani yang memiliki kemampuan teknis dan kemampuan manajerial dalam melaksanakan usahatani. Kemampuan teknis dari seorang petani dapat berguna dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi usahatani, sedangkan kemampuan manajerial seorang petani berguna dalam mengelola 19

usahatani dan memperoleh keuntungan. Keberhasilan petani dalam berusaha tani erat kaitannya dengan kompetensi agribisnis yang dimiliki petani dalam mengelola usaha taninya. Kompetensi agribisnis adalah kemampuan petani untuk berpikir, bersikap dan bertindak dalam merencanakan usaha tani untuk memperoleh keuntungan berusahatani, membangun kerjasama antar subsitem pertanian, mengelola pascapanen pangan untuk meraih nilai tambah produk pertanian, serta mewujudkan kegiatan pertanian yang berkelanjutan (Harijati, 2007). 2.1.3.1. Pendidikan Petani Mosher (1983) mengemukakan bahwa salah satu syarat mutlak keberhasilan pembangunan pertanian adalah adanya teknologi usahatani yang senantiasa berubah. Oleh sebab itu penggunaan teknologi dalam usahatani padi sangat dibutuhkan oleh petani dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan efisiensi usaha, menaikkan nilai tambah produk yang dihasilkan serta meningkatkan pendapatan petani. Kenyataan saat ini masih banyak petani yang belum sepenuhnya menerapkan teknologi dalam usahatani padi. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan petani tentang teknologi pertanian. Latar belakang sosial ekonomi, dan budaya sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya suatu inovasi dapat diterima oleh petani. Permasalahan utama yang dihadapi dalam bidang pertanian adalah pendidikan dan produktivitas petani yang rendah. Keterbatasan teknologi dan rendahnya pendidikan petani membuat pola produksi pertanian yang diterapkan sangat sederhana sehingga tidak menghasilkan produksi yang optimal. (Tambunan, 20

2003). Pengelolaan usahatani secara tradisional merupakan indikasi lemahnya kualitas SDM pertanian di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu diupayakan pembinaan secara kontinyu oleh semua pihak yang terkait terutama penyuluh pertanian. Rendahnya kualitas tenaga kerja tidak hanya mengakibatkan rendahnya produktivitas kerja dan pendapatan, tetapi juga menyulitkan usaha pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah (Soeharsono, 1989). Salikin (2003) menyatakan bahwa pengembangan SDM pertanian sebagai pelaku utama pembangunan pertanian sangat diharapkan dan merupakan suatu investasi masa depan menuju pertanian berkelanjutan. Tingkat pendidikan dapat mengubah pola pikir, daya penalaran yang lebih baik, semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan lebih baik cara berfikirnya, sehingga memungkinkan mereka bertindak lebih rasional dalam mengelola usahataninya. Sebagaimana dinyatakan Soekartawi (1988) bahwa mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi. Begitu pula sebaliknya, mereka yang berpendidikan rendah agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan seseorang berarti semakin lambat dalam menerima teknologi baru sehingga perlu diadakan penyuluhan yang lebih intensif agar dapat menerima teknologi baru yang diberikan (Padmowiharjo, 1996). 2.1.3.2. Penyuluhan Pertanian Penyuluhan dalam arti umum merupakan sistem pendidikan yang bersifat non formal atau suatu sistem pendidikan di luar sistem persekolahan biasa, dimana orang ditunjukkan cara-cara mencapai sesuatu dengan memuaskan, sambil orang 21

itu tetap mengerjakan sendiri, jadi belajar dengan mengerjakan sendiri. Sedangkan arti penyuluhan pertanian adalah suatu usaha atau upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar mengetahui dan mempunyai kemauan serta mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha atau kegiatan-kegiatan meningkatkan hasil usahanya dan tingkat kehidupannya (Sastratmadja, 1993) Penyuluhan Pertanian adalah suatu upaya untuk terciptanya iklim yang kondusif guna membantu petani beserta keluarga agar dapat berkembang menjadi dinamis serta mampu untuk memperbaiki kehidupan dan penghidupannya dengan kekuatan sendiri dan pada akhirnya mampu menolong dirinya sendiri. Pada kegiatan penyuluhan, petani harus diperkenalkan dengan sesuatu hal yang memiliki sifat pembaharuan atau inovasi sehingga mendorong terjadinya perubahan perilaku petani. Inovasi tidak hanya sekedar sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Selanjutkan dikatakan oleh Saleh, (2005). Penyuluhan pertanian adalah upaya pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal dibidang pertanian, agar mampu menolong dirinya sendiri baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik, sehingga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat dicapai. Tujuan penyuluhan jangka pendek menurut Kartasapoetro, (1998), adalah untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah dalam aktivitas usahatani di pedesaan, perubahan-perubahan tersebut hendaknya menyangkut tingkat pengetahuan, kecakapan dan kemampuan sikap serta motif tindakan petani. 22

Sedangkan tujuan penyuluhan jangka panjang yaitu agar tercapai peningkatan taraf hidup masyarakat petani, mencapai kesejahteraan petani yang lebih terjamin. Berdasarkan cepat lambatnya petani dalam menerapkan inovasi teknologi yang diterima melalui penyuluhan pertanian, Kartasapoetra (1998) membagi golongan petani menjadi 5 (lima) yaitu: 1). Golongan Inovator; 2) Penerap inovasi teknologi lebih dini (early adopter); 3) Penerap inovasi teknologi awal (early majority); 4) Penerap inovasi teknologi yang lebih akhir ( late majority); 5) Penolak inovasi teknologi (laggard). Petani sering dianggap sebagai individu yang tidak mempunyai kemampuan untuk merubah keadaan usahatani yang dijalaninya serta memperbaiki kualitas hidupnya. Adanya dorongan dari pihak luar sangat membantu petani keluar dari keadaan tersebut, Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk membantu petani agar mampu melakukan perubahan dalam usahataninya adalah dengan penyuluhan pertanian. Mengingat banyaknya inovasi baru yang akan dapat diperoleh petani dalam penyuluhan pertanian yang dapat diterapkan dalam usahataninya. 2.2. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian Damanik (2014) tentang Analisis Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi di Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, disimpulkan bahwa luas lahan dan biaya produksi berpengaruh signifikan 23

terhadap pendapatan petani, sedangkan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani padi Menurut Phahlevi (2013) dalam penelitian tentang faktor -faktor yang mempengaruhi pendapatan petani padi sawah di Kota Padang Panjang, disimpulkan bahwa: 1) Luas lahan, harga jual padi, dan jumlah biaya usaha tani berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi artinya dengan meningkatnya luas lahan, harga jual padi, dan jumlah biaya usaha tani maka produksi akan meningkat. 2) Luas lahan, harga jual padi dan jumlah produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani, artinya dengan meningkatnya luas lahan, harga jual padi, biaya usaha tani dan jumlah produksi maka pendapatan petani juga akan meningkat. Dalam penelitan Harahap, dkk (2012), tentang Pengaruh Sumber Daya Manusia (SDM) Petani Terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah menyatakan bahwa 1) Secara bersama-sama sumber daya manusia (pencurahan tenaga kerja, pendidikan, pengalaman berusaha tani, dan frekuensi penyuluhan/pelatihan) memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan padi sawah. 2). Secara bersama-sama karakteristik petani (umur, luas lahan, jumlah tanggungan dan modal) memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sawah. Secara terpisah yang memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sawah adalah luas lahan. Safaruddin, dan Arsyad (2010) dalam penelitian tentang Kontribusi Penyuluhan Terhadap Peningkatan Produksi dan Pendapatan Petani (Kasus Petani Padi) di 24

Kabupaten Luwu Utara, menyimpulkan bahwa pendidikan, pengalaman berusahatani, kontak dengan penyuluh, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan biaya usahatani memberi kontribusi positif terhadap pendapatan petani. Dalam penelitian Hubungan Antara Peran Penyuluh Dan Adopsi Teknologi Oleh Petani Terhadap Peningkatan Produksi Padi Di Kabupaten Tasikmalaya, Saridewi dan Siregar (2010), menyimpulkan bahwa hubungan peran penyuluh dan adopsi teknologi dengan peningkatan produksi cukup kuat dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,166 atau 16,66 persen. Sedangkan hasil uji F ternyata peran penyuluh maupun adopsi teknologi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi. 25