BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuliani Susilawati,2013

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dwi Ratnaningdyah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan. keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

I. PENDAHULUAN. dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

BAB I PENDAHULUAN. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada tingkat SMA/MA, mata pelajaran IPA khususnya Fisika dipandang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Model Pembelajaran Kreatif-Produktif Dalam pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Hasil Belajara Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi awal pada salah satu SMP swasta di Bandung,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada hari Jum at, tanggal 25 November

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Etty Twelve Tenth, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi pada semua guru yang memiliki tanggung jawab untuk. atas diantaranya adalah siswa harus memiliki kemampuan dalam

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran fisika merupakan salah satu wahana untuk menumbuhkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatkan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan kajian kuikulum pada pelajaran IPA, materi kelistrikan

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Bumi berputar pada porosnya dengan kecepatan yang konstan dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

I. PENDAHULUAN. konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menuntut individu untuk memiliki kecakapan berpikir yang baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

Ulya Dewi Annur, Wartono, dan Mudjihartono Universitas Negeri Malang

PENERAPAN MODEL PROBLEM SOLVING LABORATORY TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP KALOR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 PALU

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang merupakan hasil dari kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari serangkaian proses ilmiah (Wartono : 2003). Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Selain itu, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Mengingat pentingnya kedudukan fisika dalam kehidupan sehari-hari, maka fisika menjadi salah satu mata pelajaran yang diajarkan secara mandiri di SMA. Di dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 disebutkan bahwa salah satu pertimbangan fisika dipelajari di SMA adalah dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, salah satu tujuan dari diajarkannya mata pelajaran fisika di SMA adalah sebagai sarana pengembangan pengalaman siswa untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

2 Pernyataan di atas secara tidak langsung menunjukan bahwa proses pembelajaran fisika yang berlangsung di SMA seharusnya berlangsung sebagai sebuah wahana untuk melatihkan sejumlah kemampuan berpikir siswa untuk dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah melalui pemberian pengalaman nyata pada siswa, berupa kegiatan penyelidikan dalam rangka menjelejahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Hal tersebut sangatlah penting, karena pembelajaran yang berlangsung melalui proses interaktif dengan alam dapat menghasilkan perubahan yang mendasar dalam pemahaman, keterampilan dan nilai sikap siswa (Wingkel dalam Darsono : 2000). Namun, bertolak belakang dengan pernyataan di atas, berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan melalui observasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan di salah satu SMA di kabupaten Bandung, ditemukan fakta bahwa dalam pembelajaran Fisika yang berlangsung saat ini guru lebih banyak menggunakan sistem penyampaian konvensional. Pada sistem pembelajaran tersebut, pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh siswa tidak didasarkan pada suatu kegiatan nyata yang memberikan pengalaman langsung pada siswa untuk berinteraksi dengan alam sekitar, melainkan hanya melalui kegiatan transfer pengetahuan dimana guru berperan sebagai sumber pemberi informasi yang menyampaikan sejumlah pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa hanya berperan sebagai penerima informasi pasif dimana ia hanya duduk, mendengarkan dan mencatat segala sesuatu yang disampaikan oleh guru. Dengan mengunakan metode pembelajaran konvensional didalam kegiatan pembelajaran, memang memungkinkan untuk terjadinya suatu perubahan pada

3 beberapa aspek kognitif siswa, salah satunya adalah bertambahnya pengetahuan siswa seiring dengan banyaknya informasi yang disampaikan guru. Namun, dengan sistem pembelajaran tersebut, sejumlah sikap dan keterampilan proses sains (scientific processes) seperti: merumuskan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan observasi, merumuskan hipotesis, mengukur, menginterpretasi data, mengklasifikasi, meramal, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan hasil pengamatan yang berguna untuk melatihkan kemampuan memecahkan masalah bagi siswa seperti yang diharapakan didalam tujuan pembelajaran fisika tidak terbangun pada diri siswa secara optimal. Disamping itu, penggunaan metode pembelajaran konvensional pun kurang menitikberatkan pada kegiatan berfikir yang mendorong siswa untuk mengembangkan pengetahuannya secara mandiri, sehingga pengetahuan yang dimiliki siswa yang berguna sebagai penunjang kemampuan memecahkan masalah pun hanya terbatas pada apa yang diperoleh dari guru saja. Hal tersebut lebih jauh lagi berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar yang di capai siswa karena tidak terjadi kesesuaian antara hakikat pembelajaran fisika dengan metode pembelajaran fisika yang di gunakan. Untuk mengatasi permasalahan diatas, perlu diberikan suatu metode pembelajaran alternatif yang memberikan penekanan pada kegiatan pemecahan masalah berupa kegiatan yang melibatkan struktut kognitif, afektif dan psikomotor siswa, salah satunya adalah metode problem solving. Metode problem solving adalah suatu penyajian materi pelajaran dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan

4 pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa diharuskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang diberikan. Mereka menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis mengumpulkan dan menganalisis informasi, membuat referensi dan merumuskan kesimpulan (Hudojo : 2003). Pembelajaran problem solving sangat penting untuk dilakukan pada kegiatan pembelajaran, karena dalam belajar, peserta didik cepat lupa jika hanya dijelaskan secara lisan, mereka ingat jika diberikan contoh, dan memahami jika diberikan kesempatan mencoba menyelesaikan masalah (Steinbach dalam Santyasa : 2002). Berdasarkan penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa penerapan metode problem solving memberikan hasil yang lebih baik pada pemahaman konsep fisika, sikap dan strategi Problem masalah dibandingkan pembelajaran konvensional (Gamze Sezgin Selçuk, Serap Çalışkan, dan Mustafa Erol : 2008, Patricia Heller, Ronald Keith, Scott Anderson : 1991, Zafer Tanel and Mustafa Erol : 2008, Naki Erdemir: 2009) Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis melakukan suatu penelitian dalam rangka mengukur efektifitas penerapan metode problem solving dalam meningkatkan hasil belajar siswa (meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor) serta membandingkannya dengan ekeftifitas penerapan metode pembelajaran konvensional. Penelitian ini perlu untuk dilakukan agar kita mengetahui apakah metode problem solving cukup efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada semua ranah pembelajaran serta pada aspek-aspek pembelajaran mana saja

5 penerapan metode problem solving ini dikatakan lebih efektif jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan sebuah deskripsi mengenai kelebihan-kelebihan penerapan metode problem solving dalam meningkatkan hasil belajar siswa jika dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Sehingga untuk selanjutnya, metode problem solving dapat dijadikan suatu metode alternatif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran fisika disekolah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: Apakah penerapan metode problem solving dalam pembelajaran materi listrik dinamis secara signifikan dapat lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibanding penerapan metode pembelajaran konvensional? Untuk lebih mengarahkan penelitian, maka rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana efektifitas penerapan metode problem solving dalam meningkatkan hasil belajar belajar siswa? 2. Bagaimana perbandingan peningkatan tiap aspek penilaian hasil belajar antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode Problem Solving dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional?

6 3. Apakah penerapan metode Problem Solving secara signifikan lebih efektif jika dibandingkan dengan penerapan metode konvensional dalam meningkatkan hasil belajar siswa? C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dibuat batasan masalah dalam penelitian ini, mengingat terbatasnya kemampuan dan waktu yang dimiliki penulis. Batasan masalah tersebut adalah sebagai berikat : 1. Efektifitas yang dimaksud adalah nilai gain ternormalisasi yang diterjemahkan berdasarkan kriteria yang dikemukakan Hake 2. Berdasarkan analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada meteri listrik dinamis yang akan diteliti, maka hasil belajar ranah kognitif yang akan diteliti dibatasi pada aspek C1, C2, C3 dan C4. 3. Berdasarkan analisis Standar kompetensi yang menuntut terlatihkannya sikapsikap siswa dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, maka hasil belajar ranah afektif dibatasi aspek sikap Problem masalah, meliputi; sikap dalam memahami masalah, sikap dalam menguraikan masalah, sikap dalam merencanakan solusi, sikap dalam melaksanakan solusi dan sikap dalam mengevaluasi jawaban. 4. Berdasarkan analisis terhadap materi ajar serta kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa setelah melakukan proses pembelajaran, khususnya pada ranah psikomotor, maka hasil belajar pada aspek psikomotor dibatasi pada

7 keterampilan merancang alat eksperimen, menggunakan alat ukur, menuliskan data pengamatan dan mengkomunikasikan hasil pengamatan. D. Variabel Penelitian Variabel pada penelitian ini adalah: 1. Keterlaksanaan Metode problem solving sebagai variabel bebas 2. Hasil belajar siswa sebagai variabel terikat. E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui efektifitas penerapan metode problem solving dalam meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Membandingan peningkatan tiap aspek penilaian hasil belajar antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode Problem Solving dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional. 3. Mengetahui signifikansi perbedaan peningkatan hasil belajar siswa antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode Problem Solving dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional.

8 F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empirik tentang efektivitas penerapan metode problem solving dalam kegiatan pembelajaran fisika untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang nantinya dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan G. Definisi Operasional Agar tidak terjadi salah tafsir terhadap beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dibawah ini diberikan penjelasan terhadap istilah-istilah tersebut, yaitu sebagai berikut: 1. Metode Problem Solving adalah suatu pembelajaran dimana guru menyajikan beberapa permasalahan berkaiatan dengan konsep fisika untuk kemudian diselesaikan oleh siswa dengan cara mengimplemantasikan penguasaan konsep yang telah dimilikinya (Krulik & Rudnick : 1996). Langkah-langkah pembelajaran problem solving yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah ; Pertama, guru memberikan suatu masalah kontekstual kepada siswa berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Kedua, guru membimbing siswa melaksanakan diskusi kelas mengenai konsep dasar serta keterampilan yang mereka perlukan dalam memecahkan masalah. Ketiga, guru mengorganisasi siswa untuk mendiskusikan dan menyelesaikan permasalahan secara berkelompok. Keempat, guru mengevaluasi Solusi Pemecahan masalah yang di berikan siswa. Pada tahapan Pemecahan masalah siswa melakukan kegiatan eksperimen dengan dipandu oleh Lembar Instruksi

9 praktikum yang terdiri dari poin; Masalah (Problem), Peralatan (Equipment), Prediksi (Prediction), Pertanyaan metode (Method questions), Eksplorasi (Exploration), Pengukuran (Measurement), Analisis (Analysis), dan Kesimpulan (Conclusion) (Heller & Heller : 1999). Keterlaksanaan metode problem solving yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran di amati dengan menggunakan format observasi. 2. Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang setelah mengalami proses pembelajaran (Davis dalam Depdiknas : 2008). Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor (Bloom dalam Syambasri Munaf : 2001) Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. (Bloom dalam Syambasri Munaf : 2001) Data hasil belajar ranah kognitif di peroleh dengan metode tes dan mengunakan instrumen tes pilihan ganda. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai (Andersen dalam Depdiknas : 2008). Data hasil belajar ranah afektif di peroleh dengan metode Quisioner dan mengunakan instrumen Quisioner skala sikap dengan menggunakan skala likert. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan

10 pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan. (Leighbody dalam Depdiknas : 2008) Data hasil belajar ranah psikomotor di peroleh dengan metode tes kinerja dan mengunakan instrumen soal tes kinerja. Efektifitas peningkatan hasil belajar ranah kognitif, afektif dan psikomotor dihitung dengan menggunakan gain ternormalisasi <g> yang diterjemahkan ke dalam kategori efektifitas yang dikemukakan oleh Hake. Sedangkan signifikansi perbedaan peningkatan hasil belajar antara kelas yang menggunakan metode problem solving dan kelas yang menggunakan metode konvensional di hitung dengan menggunakan uji-t H. Hipotesis Kerja Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Hipotesis nol (H 0 : µ 1= µ 2 ) Tidak terdapat perbedaan signifikan yang menunjukan bahwa Penerapan metode problem solving lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan penerapan metode pembelajaran konvensional 2. Hipotesis satu (H 1 : µ 1 µ 2 ) Terdapat perbedaan signifikan yang menunjukan bahwa Penerapan metode problem solving lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan penerapan metode pembelajaran konvensional