SIMULASI DISTRIBUSI TEGANGAN PETIR DI JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20 KV PENYULANG KENTUNGAN 2 YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. utama bagi setiap orang. Ketergantungan masyarakat terhadap listrik

ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN LEBIH AKIBAT SAMBARAN PETIR UNTUK PERTIMBANGAN PROTEKSI PERALATAN PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH 20 kv di YOGYAKARTA

Studi Analisis Gangguan Petir Terhadap Kinerja Arrester Pada Sistem Distribusi Tegangan Menengah 20 KV Menggunakan Alternative Transient Program (ATP)

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

Studi Pengaruh Konfigurasi Peralatan pada Saluran Distribusi 20 kv Terhadap Performa Perlindungan Petir Menggunakan Simulasi ATP/EMTP

PROFIL SURJA HUBUNG KARENA PROSES ENERGIZED PADA SALURAN TRANSMISI 500 KV

II. TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KARAKTERISTIK TRANSIEN LIGHTNING ARRESTER PADA TEGANGAN MENENGAH BERBASIS PENGUJIAN DAN SIMULASI

PERBANDINGAN WATAK PERLINDUNGAN ARESTER ZnO DAN SiC PADA PERALATAN LISTRIK MENURUT LOKASI PENEMPATANNYA

Oleh: Dedy Setiawan IGN SatriyadiI H., ST., MT. 2. Dr. Eng. I Made Yulistya N., ST., M.Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK TEGANGAN LEBIH KONDISI TRANSIENT SAAT PROSES ENERGIZED (PEMBERIAN TENAGA) PADA SALURAN TRANSMISI 500 KV

ANALISIS RANGKAIAN GENERATOR IMPULS UNTUK MEMBANGKITKAN TEGANGAN IMPULS PETIR MENURUT BERBAGAI STANDAR

STUDI PENGARUH STRAY CAPACITANCE TERHADAP KINERJA ARRESTER TEGANGAN TINGGI 150 KV DENGAN FINITE ELEMENT METHODS (FEM)

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

ANALISIS TEGANGAN LEBIH TRANSIEN IMPULS PERSEGI PADA UJUNG SALURAN TRANSMISI SECARA EKSPERIMENTAL

Studi Pengaman Tegangan Lebih pada Saluran Kabel Tegangan Tinggi 150kV yang Dilindungi oleh Arester Surja

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK

Penentuan Nilai Impedansi Pembumian Elektroda Batang Tunggal Berdasarkan Karakteristik Response Impuls

Studi Pengaruh Lokasi Pemasangan Surge Arrester pada Saluran Udara 150 Kv terhadap Tegangan Lebih Switching

OPTIMASI PELETAKKAN ARESTER PADA SALURAN DISTRIBUSI KABEL CABANG TUNGGAL AKIBAT SURJA PETIR GELOMBANG PENUH

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TRANSIEN PEMBUMIAN GRID

PENGARUH PENGGUNAAN REAKTOR TERHADAP TEGANGAN LEBIH TRANSIENT PADA OPERASI PELEPASAN BEBAN DI GARDU INDUK 500 KV UNGARAN-PEDAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Model Arrester SiC Menggunakan Model Arrester ZnO IEEE WG

Perbandingan Tegangan Residu Arester SiC dan ZnO Terhadap Variasi Front Time

III. METODE PENELITIAN

SIMULASI DAN ANALISIS PENGARUH TEGANGAN LEBIH IMPULS PADA BELITAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20 KV

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc

METODE PENELITIAN. Pengukuran Besaran Elektrik Laboratorium Teknik Elektro Terpadu Jurusan

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

PEMBANGKITAN TEGANGAN TINGGI IMPULS

Dasman 1), Rudy Harman 2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

ANALISIS KOORDINASI ISOLASI SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 150 KV TERHADAP SAMBARAN PETIR DI GIS TANDES MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK EMTP RV

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Desain isolasi untuk tegangan tinggi (HV) dimaksudkan untuk

ANALISIS ARUS TRANSIEN PADA SISI PRIMER TRANSFORMATOR TERHADAP PELEPASAN BEBAN MENGGUNAKAN SIMULASI EMTP

SIMULASI PENENTUAN NILAI TAHANAN PENTANAHAN MENARA TRANSMISI 150 KV TERHADAP BACKFLASHOVER AKIBAT SAMBARAN PETIR LANGSUNG

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH

KINERJA ARRESTER AKIBAT INDUKSI SAMBARAN PETIR PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH 20 kv

Vol.3 No1. Januari

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

STUDI KARAKTERISTIK TRANSIEN LIGHTNING ARRESTER PADA TEGANGAN MENENGAH BERBASIS PENGUJIAN DAN SIMULASI

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

STUDI PENGARUH KORONA TERHADAP SURJA TEGANGAN LEBIH PADA SALURAN TRANSMISI 275 kv

ANALISA PROTEKSI PETIR PADA GARDU DISTRIBUSI 20 KV PT PLN (PERSERO) RAYON INDERALAYA

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di daerah khatulistiwa. Oleh karena itu Indonesia

ANALISIS PENGARUH DIAMETER DAN PANJANG ELEKTRODA PENTANAHAN ARESTER TERHADAP PERLINDUNGAN TEGANGAN LEBIH

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAMPAK PEMBERIAN IMPULS ARUS TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN ARRESTER TEGANGAN RENDAH

SIMULASI TEGANGAN DIP PADA SISTEM DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20 KV PT. PLN (Persero) APJ SURABAYA UTARA MENGGUNAKAN ATP-EMTP

STUDY ON SURGE ARRESTER PERFORMANCE DUE TO LIGHTNING STROKE IN 20 KV DISTRIBUTION LINES. Agung Warsito, Abdul Syakur, Liliyana NS *)

Studi Dampak Sambaran Petir Pada Peralatan Tegangan Rendah Rumah Tangga Menggunakan Perangkat Lunak EMTP

STUDI PENGARUH VARIASI PARAMETER SAMBARAN PETIR TERHADAP TEGANGAN INDUKSI PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 kv (Studi Kasus Feeder 3 GI Bumi Semarang Baru)

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

KOORDINASI ISOLASI. By : HASBULLAH, S.Pd., MT ELECTRICAL ENGINEERING DEPT. FPTK UPI 2009

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

DAMPAK PEMBERIAN IMPULS ARUS TERHADAP KETAHANAN ARRESTER TEGANGAN RENDAH

STUDI TEGANGAN LEBIH IMPULS AKIBAT PENGGUNAAN KONFIGURASI MIXED LINES (HIGH VOLTAGE OVERHEAD-CABLE LINES) 150 KV

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

SIMULASI INDUKSI SAMBARAN PETIR DAN KINERJA ARESTER PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. lebih impuls yang disebabkan oleh adanya operasi hubung-buka (switching. ketahanan peralatan dalam memikul tegangan lebih impuls.

STUDI TEGANGAN LEBIH IMPULS AKIBAT PENGGUNAAN KONFIGURASI MIXED LINES (HIGH VOLTAGE OVERHEAD-CABLE LINES) 150 KV

STUDI PENGARUH VARIASI PARAMETER SAMBARAN PETIR TERHADAP TEGANGAN INDUKSI PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 kv (Studi Kasus Feeder 3 GI Bumi Semarang Baru)

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

KINERJA RANGKAIAN R-C DAN R-L-C DALAM PEMBANGKITAN TEGANGAN TINGGI IMPULS

Hendri Kijoyo Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Insttut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

1 BAB I PENDAHULUAN. Petir adalah suatu gejala alam, yakni peluahan muatan listrik statis yang

TUGAS PAPER MATA KULIAH SISTEM PROTEKSI MENENTUKAN JARAK PEMASANGAN ARRESTER SEBAGAI PENGAMAN TRAFO TERHADAP SAMBARAN PETIR

DAMPAK PEMBERIAN IMPULS TEGANGAN BERULANG TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN ARRESTER TEGANGAN RENDAH

Analisis Arus Dan Tegangan Transien Akibat Pelepasan Beban Pada Sisi Primer Transformator Unit 5, Unit 6, dan Unit 7 Suralaya

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

Simulasi Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir terhadap Penentuan Jarak Maksimum untuk Perlindungan Peralatan pada Gardu Induk

BAB II SALURAN DISTRIBUSI

PROTEKSI PETIR PADA TRANSISI SALURAN UDARA DAN BAWAH TANAH TEGANGAN MENENGAH 20 kv

Rudi Salman Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Universitas Negeri Medan

ANALISIS KINERJA TRANSFORMATOR BANK PADA JARINGAN DISTRIBUSI GUNA MENGURANGI SUSUT TEKNIS ENERGI LISTRIK

SIMULASI SAMBARAN PETIR LANGSUNG PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV TERHADAP KAWAT FASA DENGAN VARIASI TAHANAN PENTANAHAN

ANALISIS PERAMBATAN TEGANGAN IMPULS PADA PENTANAHAN GRID GARDU INDUK DENGAN PEMODELAN RUGI SALURAN TRANSMISI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

atau pengaman pada pelanggan.

SIMULASI OPTIMASI PENEMPATAN KAPASITOR MENGGUNAKAN METODA ALGORITMA KUANTUM PADA SISTEM TEGANGAN MENENGAH REGION JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. gelombang berjalan juga dapat ditimbulkan dari proses switching atau proses

Analisis Kinerja Lightning Arester Pada Jaringan Transmisi 150 kv Sistem Minahasa Khususnya Pada Penyulang Kawangkoan - Lopana

PENGARUH KERJA RECLOSER PADA DISTRIBUSI TEGANGAN TRANSIEN RUMAH TANGGA

Efek Tegangan Impuls pada Panel Surya Disebabkan oleh Sambaran Petir

PEMELIHARAAN DAN PERTIMBANGAN PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV PT. PLN (PERSERO) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas dan kehandalan yang tinggi. Akan tetapi pada kenyataanya terdapat

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

BAB I PENDAHULUAN. Petir adalah suatu fenomena alam yang memiliki kekuatan sangat besar

Transkripsi:

Jurnal Penelitian Teknik Elektro dan Teknologi Informasi SIMULASI DISTRIBUSI TEGANGAN PETIR DI JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20 KV PENYULANG KENTUNGAN 2 YOGYAKARTA Chandra Fadlilah 1, T. Haryono 2, Suharyanto 2 Abstract In an electrical power system having a voltage of less than 20 kv, lightning surge is more dominant factor causing a transient over voltage more than the switching surge. Because of that, the knowledge of lightning strike effect occurring in 20 kv medium voltage distribution line is a very important thing so that the lightning strike effect can be anticipated to avoid the damage on distribution line equipment. In this research, a lightning strike simulation were done on Yogyakarta s Kentungan 2 feeder. The results show that a lightning strike occuring in one phase created a transient over voltage having the peak value of two times the lightning peak voltage s generated. In the other side, the magnitude of transient over voltage occuring in the other phases were 1%-76% smaller than the lightning peak voltage. Furthermore, the changes of peak voltage, front time, and tail time of the lightning impulse affected the transient over voltage values. Intisari Surja Petir merupakan faktor yang lebih dominan dalam menimbulkan tegangan lebih transien pada jaringan tenaga listrik dengan tingkat tegangan di bawah 20 kv, dibandingkan dengan faktor Surja Hubung. Oleh karena itu, pemahaman tentang pengaruh sambaran petir yang terjadi di jaringan distribusi tegangan menengah 20 kv sangat diperlukan agar efek sambaran petir bisa diantisipasi sehingga peralatan dan komponen yang ada di jaringan ditribusi tersebut tidak rusak. Pada penelitian ini, dilakukan simulasi sambaran petir terhadap jaringan distribusi tegangan menengah 20 kv penyulang Kentungan 2 Yogyakarta. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sambaran petir yang terjadi di salah satu fasa menimbulkan tegangan lebih yang nilainya mencapai 2 kali tegangan puncak petir itu. Di fasa yang tidak tersambar muncul tegangan lebih yang nilainya 1%-76% lebih kecil dari tegangan puncak petir. Perubahan nilai tegangan puncak petir, waktu muka dan waktu ekor gelombang impuls petir berpengaruh pada tegangan lebih yang dihasilkan. Kata Kunci Surja petir, jaringan distribusi, transien, ATP, parameter gelombang impuls. 1 Mahasiswa, Universitas Gadjah Mada, Jln. Kaliurang km 8, Gang Harjuna 6 Sleman 55581 INDONESIA(telp: 08564098495; e-mail: chandrafadlilah@gmail.com) 2 Dosen, Jurusan Teknik Elektro dan Teknnologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jln. Grafika 2 Yogyakarta 55281 INDONESIA (telp: 0274-6492201; fax: 0274-55205) I. PENDAHULUAN Daerah dengan lingkungan yang lembab seperti di Indonesia ini, kemungkinan terjadinya sambaran petir sangatlah tinggi. Seiring dengan tingginya curah hujan, semakin tinggi pula intensitas sambaran petir yang terjadi. Hal ini disebabkan karena hujan akan membuat udara menjadi lembab dan petir akan semakin mudah menyambar bumi. Tercatat bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah hari guruh terbanyak di dunia yaitu mencapai 180-260 hari guruh per tahun.oleh karena itu gangguan terhadap jaringan tenaga listrik akibat sambaran petir atau yang disebut dengan surja petir, juga banyak terjadi [1]. Surja petir merupakan faktor yang lebih dominan dalam menimbulkan tegangan lebih transien pada jaringan tenaga listrik dengan tingkat tegangan di bawah 20 kv, dibandingkan dengan faktor surja hubung. Sedangkan pada tingkat tegangan 20 kv ke atas, surja hubung merupakan faktor yang lebih dominan dalam menimbulkan tegangan lebih transien dibandingkan dengan faktor surja petir [2]. Maka penelitian mengenai tegangan lebih transien akibat sambaran petir yang terjadi di sepanjang saluran distribusi tegangan menengah 20 kv sangat diperlukan untuk mengetahui profil dan karakteristik tegangan lebih tersebut. Karena informasi mengenai profil dan karakteristik tegangan lebih transien yang terjadi pada suatu jaringan tenaga listrik diperlukan sekali dalam perencanaan koordinasi isolasi dan sistem proteksi []. Dalam penelitian ini distribusi tegangan surja petir yang terjadi di penyulang Kentungan 2 diamati ketika terjadi sambaran petir. Hal ini dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam merencanakan peralatan perlindungan terhadap kerusakan peralatan karena sambaaran petir. II. DASAR TEORI A. Petir Muatan awan bawah yang negatif akan menginduksi permukaan tanah menjadi positif sehingga terbentuklah medan listrik antara awan dan tanah (permukaan bumi). Semakin besar muatan yang terdapat di awan, semakin besar pula medan listrik Volume 1 Nomor 1, April 2014 1

Artikel Reguler yang terjadi dan bila kuat medan listrik tersebut telah melebihi kemampuan isolasi udara antara awan dan tanah, maka akan terjadi pelepasan muatan listrik. Peristiwa inilah yang disebut dengan petir [4]. Secara lebih detil, proses sambaran petir digambarkan seperti Gambar 1. Gambar 1.Proses terjadinya petir B. Jaringan Distribusi Sistem Distribusi Tegangan Menengah mempunyai tegangan kerja di atas 1 kv dan setinggi-tingginya 5 kv. Jaringan distribusi Tegangan Menengah berawal dari Gardu Induk/Pusat Listrik pada sistem terpisah/isolated. Pada beberapa tempat berawal dari pembangkit listrik. Bentuk jaringan dapat berbentuk radial atau tertutup (radial open loop) seperti tampak padagambar 2. Gambar 2. Konsep umum sisten tenaga listrik [5] C. Teori Tega ngan Lebih Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik perlu mendapat perhatian lebih mengenai proteksi terhadap tegangan lebih [6].Magnitude tegangan lebih tersebut di atas sangat berpengaruh terhadap ketahanan bahan isolasi pada peralatan sistem tenaga listrik. 1) Surja Petir : Surja Petir adalah gejala tegangan lebih transien yang disebabkan oleh sambaran petir baik secara langsung maupun tidak langsung yang terjadi pada sebuah rangkaian listrik. Bentuk gelombang Surja Petir dapat didefinisikan sebagai sebuah tegangan impuls yaitu, tegangan yang naik dalam waktu yang sangat singkat disusul dengan penurunan ke nilai tegangan nol yang lambat. Bentuk gelombang Surja Petir seperti tampak pada Gambar. Gambar. Bentuk gelombang impuls petir Menurut Gambar ini, Vs adalah tegangan puncak (volt), V adalah tegangan overshoot (lebih) yang nilainya kurang lebih 5% dari tegangan puncak (volt), Tf adalah waktu muka yang dalam hal ini bernilai 1,2 µs dan Tt adalah waktu ekor yang bernilai 50 µs. 2) Gelombang Berjalan: Gelombang tegangan bergerak maju secara gradual ke ujung saluran dengan menimbulkan gelombang arus ekivalen juga akibat dari proses pemuatan-peluahan (charge-discharge) komponen kapasitans dan induktans yang ada pada saluran distribusi. Propagasi gelombang tegangan dan arus ini disebut gelombang berjalan (traveling wave) dan gelombang ini kelihatan seolah-olah tegangan dan arus berjalan sepanjang saluran. Propagasi gelombang berjalan bergantung pada impedans karakteristik saluran yang nilainya dapat dihitung dengan persamaan (1). Z c = L C (1) denganzc adalah impedans surja atau karakteristik (ohm), L adalah induktans saluran (H/m), dan C adalah kapasitans saluran (F/m) ) Gelombang Pantul: Jika suatu saluran distribusi tersambar petir pada salah satu ujungnya, maka suatu gelombang tegangan V + R mulai berjalan sepanjang saluran kemudian diikuti oleh suatu gelombang arus I + R. Dengan adanya resistansi penutup Z R akan menimbulkan gelombang-gelombang yang berjalan ke belakang atau gelombang-gelombang pantulan yang - nilainya di ujung adalah V R dan I - R. Persamaan(2) menunjukkan ρ R sebagai perbandingan amplitudo gelombang pantul terhadap gelombang datang yang disebut dengan koefisien pantul. Dengan menghitung nilai koefisien pantul menggunakan persamaan(), maka nilai amplitudo gelombang pantul bisa dihitung. Kemudian, nilai amplitudo gelombang yang ditimbulkan di sisi penerima merupakan penjumlahan amplitudo gelombang datang dan gelombang pantul seperti persamaan(4). V = ρ R. V + (2) ρ R = Z R Z c Z R + Z c () V = V + + V (4) 2 Volume 1 Nomor 1, April 2014

Jurnal Penelitian Teknik Elektro dan Teknologi Informasi dengan V - adalah amplitude gelombang pantul (volt), V + adalah amplitude gelombang datang (volt), ρ R adalah koefisien gelombang pantul, Z R adalah impedans penutup sisi penerima (ohm), dan Z C adalah impedans karakteristik atau surja(ohm). D. Parameter Saluran 1) Resistans :Jika tidak ada keterangan lain, maka yang dimaksud dengan istilah resistans adalah resistans efektif. Resistan efektif sebuah penghantar adalah sama dengan resistans arus searah (DC) pada penghantar tersebut jika terdapat distribusi arus yang merata di seluruh penghantar. Resistans DC diberikan oleh persamaan. Resistans dari suatu penghantar saluran tenaga listrik adalah penyebab yang utama untuk rugi-rugi daya pada saluran tersebut. 2) Induktans :Suatu penghantar yang dialiri arus listrik akan menghasilkan fluks gandeng (flus linkages) per satuan arus saluran sepanjang penghantar tersebut. Di sisi lain, sebuah penghantar juga bersifat layaknya sebuah induktor karena bentuknya yang berserat. Nilai induktans saluran bisa dihitung dengan persamaan(5) dengan nilai jarak ekivalen yang bisa dihitung dengan persamaan(6). d eq = d 1 d 2 d (5) L = 2 x10 7 ln ( d eq d s ) (6) Dengan d eq adalah nilai jarak ekivalen (m), d 1 d 2 dan d adalah jarak antar penghantar (m), dan L adalah indukatns saluran (H/m) ) Kapasitans : Suatu penghantar pada saluran tenaga listrik mempunyai beda potensial antara penghantar yang satu dengan penghantar yang lainnya. Apabila dua buah penghantar yang mempunyai beda potensial dan dipisahkan oleh suatu ruang bebas atau bahan dielektrik, maka akan menghasilkan muatan kapasitif di antara kedua penghantar tersebut yang nilainya biasa dihitung dengan persamaan(7). C = 2πk ln ( d eq ) (7) r dengan C adalah kapasitansi saluran (F/m), k adalah permitivitas bahan dielektrik (8,855x10-12 ), d eq adalah nilai jarak ekivalen (m), dan r adalah jari-jari penghantar (m) E. Analysis Transients Program Analisis mengenai tegangan lebih transien secara numeris merupakan permasalahan yang sangat rumit. Untuk itu, digunakan ATP (Analysis Transients Program) untuk mensimulasikan kondisi transien tersebut, karena ATP sangat baik digunakan untuk analisis tegangan lebih transien yang diakibatkan oleh surja hubung dan surja petir. ATP menyediakan fasilitas pemodelan yang cukup lengkap seperti, pemodelan generator, pemutus tenaga, arrester, sumber surja hubung maupun petir, serta pemodelan untuk saluran tenaga listrik [7]. III. METODE PENELITIAN Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah mengenai distribusi tegangan lebih transien yang terjadi pada jaringan distribusi tegangan menengah 20 kv penyulang Kentungan 2 Yogyakarta, yang memiliki panjang kurang lebih 17, kms, pada saat terjadi sambaran petir pada saluran tersebut. Untuk itu dilakukan simulasi terhadap jaringan distribusi tegangan menengah 20 kv penyulang Kentungan 2 Yogyakarta dengan menggunakan ATP. Diawali dengan memodelkan saluran tersebut menjadi rangkaian ekivalen seperti Gambar 4 Gambar 4. Rangkaian ekivalen jaringan tegangan menengah 20 kv penyulang Kentungan 2 Yogyakarta Dari gambar tersebut, satu unit LCC mewakili saluran distribusi 20 kv fasa 4 kawat dengan panjang yang berbeda-beda, yaitu: 1. Antara A dan B panjangnya 2,44 km 2. Antara B dan C panjangnya 0,90 km. Antara C dan D panjangnya 1,0 km 4. Antara D dan E panjangnya 0,65 km 5. Antara E dan F panjangnya 0,20 km 6. Antara F dan G panjangnya 2,00 km 7. Antara B dan H panjangnya 0,10 km 8. Antara C dan I panjangnya 2,44 km 9. Antara D dan J panjangnya 2,44 km 10. Antara E dan K panjangnya 2,44 km 11. Antara F dan L panjangnya 2,44 km Kemudian dilanjutkan dengan simulasi dengan memvariasikan lokasi sambaran, tegangan puncak, waktu muka dan waktu ekor gelombang impuls petir. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui diagram alir Volume 1 Nomor 1, April 2014

Artikel Reguler pada Gambar 5 Gambar 6. Konfigurasi kawat jaringan distribusi fasa 4 kawat tampak depan yang terpisah jarak d 1, d 2, dan d Jaringan distibusi tegangan menengah 20 kv penyulang Kentungan 2 menggunakan kawat dengan spesifikasi: luas penamp. : 240 mm2 GMR : 6.628 mm = 0.6628 cm (Sabdulah,2005) diameter : 20 mm = 2 cm jari-jari : 10 mm = 1 cm d1, d2 : 84.8 cm d : 111.6 cm maka nilai induktansi dan kapasitansinya adalah, d eq = d 1 d 2 d d eq = 84.88 x 84.88 x 111.6 d eq = 92.624 cm d s = 0.6628 cm Gambar 5.Diagram alir penelitian IV. HASIL PEMBAHASAN Pada kenyataannya petir tidak bisa diprediksi.petir bisa menyambar dimana saja dan dengan spesifikasi gelombang impuls yang sangat bervariasi. Oleh karena itu, pada penelitian ini, akan disimulasikan berbagai kondisi yang mungkin terjadi. A. Variasi Lokasi Sambaran Variable yang divariasikan pertama adalah lokasi sambaran petir. Dilakukan simulasi sambaran petir di setiap titik yang sudah didefinisikan sebelumnya yaitu titik A hingga L. Hingga diperoleh hasil nilai tegangan lebih surja petir di seluruh titik pengukuran (A hingga L). Sebagai bahan untuk perhitungan, diambil sebuah nilai yaitu ketika petir menyambar fasa C di titik B. Kemudian dilakukan pengukuran tegangan lebih fasa C di titik A. Dari hasil simulasi dengan ATP diperoleh nilai tegangan lebih surja petir yang timbul sebesar 67048 V. Nilai tersebut bisa dihitung dengan teori gelombang berjalan dan gelombang pantul maka harus menghitung nilai indutansi dan kapasitansi saluran terlebih dahulu. Nilai induktansi dan kapasitansi saluran bisa kita hitung jika kita tahu nilai d1, d2, dan d pada Gambar 6 L = 2 x10 7 ln ( d eq d s ) L = 2 x10 7 ln ( 92.624 0.6628 ) L = 9.881 x10 7 H m C = 2πk ln ( d eq r ) 2 xπx 8.85 x10 12 C = ln ( 92.624 ) 1 C = 12.279 x10 12 F m Setelah diketahui nilai induktans dan kapasitans saluran, maka bisa dihitung nilai impedans karakteristiknya (Zc). Z c = L C = 9.881 x10 7 12.279 x10 12 Z c = 28.676 Ω Nilai koefisien pantul di ujung penerima bisa dihitung dengan persamaan 2.6, dengan asumsi nilai impedans di ujung penerima adalah impedans standar (default) yang diberikan oleh ATP sama yaitu 500 Ω, maka Karena maka ρ R = Z R Z c Z R + Z c 500 28.676 ρ R = 500 + 28.676 ρ R = 0.89262 V = ρ R. V + 4 Volume 1 Nomor 1, April 2014

Jurnal Penelitian Teknik Elektro dan Teknologi Informasi V = 0.89262 x 5 kv V = 1.251805 kv sehingga tegangan di ujung penerima, dalam hal ini adalah fasa C di titik A, adalah V = V + + V V = 5 + 1.251805 V = 66.251805 kv Jika dibandingkan dengan hasil simulasi dengan ATP yang bernilai 67.048 kv maka error yang terjadi sebesar 67.048 66.251805 error = x100% 67.048 error = 1.1875% Hasil lain yang diperoleh yaitu lokasi sambaran petir yang menghasilkan tegangan lebih surja petir yang paling tinggi di tiap fasanya seperti yang tampak pada Tabel 1. TABEL 1.LOKASI SAMBARAN PETIR DENGAN TEGANGAN LEBIH SURJA PETIR TERTINGGI DI TIAP FASA Gelombang Impuls Petir Lokasi Sambaran Lokasi Pengukuran Vp fasa A (volt) Vp fasa B (volt) Vp fasa C (volt) E K 1875 1,2x50 µs F L 491 5000 volt C A 765 Disisi lain, fasa A dan B akan mengalami tegangan lebih yang disebabkan oleh induksi elektromagnetik, kopling kapasitif, dan beberapa faktor lain. Induksi elektromagnetik disebabkan oleh adanya arus yang mengalir di fasa C akibat sambaran petir, Ketika ada arus mengalir pada sebuah penghantar, maka akan timbul fluks magnet dan menginduksi penghantar lain di dekatnya. Sedangkan kopling kapasitif disebabkan oleh timbulnya kapasitansi karena adanya perbedaan tegangan antara dua penghantar (antar fasa) yang terpisah oleh udara (bahan dielektrik) atau bisa disebut dengan stray capacitors. B. Variasi Tegangan Puncak Gelombang Impuls Petir Variabel kedua yang divariasikan dalam simulasi ini adalah tegangan puncak gelombang impuls petir.tidak semua lokasi sambaran disimulasikan lagi dengan tegangan puncak gelombang impuls petir yang berbeda. Dari hasil simulasi dengan variasi lokasi sambaran sebelumnya diperoleh lokasi sambaran dengan nilai tegangan lebih surja petir yang paling tinggi di setiap fasanya seperti yang ditunjukkan Tabel 1.Hasilnya bisa dilihat pada Gambar 7 Gambar 7. Grafik pengaruh perubahan tegangan puncak petir terhadap tegangan lebih surja petir Hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan tegangan puncak gelombang impuls petir akan menyebabkan kenaikan tegangan lebih surja petir yang bersifat linear. Hal ini disebabkan karena jaringan dalam kondisi tidak bertegangan sehingga ketika tegangan puncak sambaran petir naik, tegangan lebih juga akan meningkat. Kondisi ini berlaku untuk semua kondisi dan lokasi baik untuk sambaran langsung maupun tidak langsung (tegangan lebih surja petir akibat induksi). Standard PT. PLN menyebutkan bahwa BIL untuk trafo distribusi adalah 125 kv, maka sistem proteksi petir untuk jaringan distribusi tegangan menengah 20 kv harus mampu mengatasi sambaran petir langsung dengan tegangan puncak 70 kv (menimbulkan tegangan lebih sebesar 146 kv) dan sambaran petir tidak langsung dengantegangan puncak 140 kv (menimbulkan tegangan lebih sebesar 127-19 kv). Karena tegangan lebih surja petir yang timbul dari hasil simulasi menunjukkan nilai yang melebihi BIL. C. Variasi Waktu Muka Masih dengan asumsi yang sama, yaitu menggunakan lokasi dimana diperoleh nilai tegangan lebih surja petir yang tertinggi di tiap fasanya, maka dilakukan simulasi selanjutnya dengan memvariasikan nilai waktu muka gelombang impuls petir. Waktu muka divariasikan dengan nilai mulai dari 0,5-0 µs. Sedangkan waktu ekor tetap sesuai dengan standar IEC yaitu 50 µs (Arismunandar, 2001). Hasil simulasi, digambarkan dalam bentuk grafik seperti di tunjukkan pada Gambar 8 Gambar 8. Grafik pengaruh perubahan waktu muka gelombang impuls petir terhadap tegangan lebih surja petir Hasilnya menunjukkan bahwa Kenaikan waktu muka dimulai dari 10 µs akan menurunkan tegangan lebih surja petir yang timbul, sebelum itu kenaikan waktu muka akan meningkatkan tegangan lebih surja petir yang timbul.hal ini disebabkan karena waktu muka yang singkat membuat osilasi yang terjadi belum maksimal. Sedangkan ketika waktu mukalebih besar dari 10 µs, membuat gelombang impuls secara keseluruha akan semakin landai sehingga osilasi yang terjadi juga tidak maksimal. D. Variasi Waktu Ekor Variable terakhir yang divariasikan dalam tugas akhir ini adalah waktu ekor gelombang impuls petir. Waktu ekor gelombang impuls petir divariasikan dari 25 µs-10 ms. Dengan nilai waktu muka tetap sesuai Volume 1 Nomor 1, April 2014 5

Artikel Reguler standar IEC yaitu 1,2 µs.skenario yang digunakan pada simulasi ini juga masih sama yaitumenggunakan lokasi dimana diperoleh nilai tegangan lebih surja petir yang tertinggi di tiap fasanya. Hasilnya ditampilkan melalui grafik garis pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik pengaruh perubahan waktu ekor gelombang impuls petir terhadap tegangan lebih surja petir Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan nilai tegangan lebih surja petir sebanding dengan perubahan waktu ekor gelombang impuls petir.semakin besar nilai waktu ekor gelombang impuls petir menyebabkan nilai tegangan lebih surja petir juga meningkat.hal ini disebabkan karena waktu ekor yang panjang akan menghasilkan osilasi yang lama sehingga amplitude puncaknya akan lebih besar. Layaknya memberikan kesempatan lebih lama untuk gelombang impuls petir membentuk osilasi.kondisi ini terjadi pada semua fasa baik A, B, maupun C. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang bisa diperoleh dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Sambaran petir pada jaringan distribusi tegangan menengah 20 kv baik secara langsung maupun tidak langsung, akan menimbulkan tegangan lebih surja petir di sepanjang saluran tersebut. 2. Tegangan lebih surja petir paling tinggi yang timbul di fasa A terjadi di titik K ketika petir menyambar titik E yaitu 1875 V, di fasa B terjadi di titik L ketika petir menyambar titik F yaitu 491 V, dan di fasa C terjadi di titik A ketika petir meynabar titik C yaitu 765 V.. Kenaikan tegangan puncak gelombang impuls petir akan meningkatkan tegangan lebih surja petir secara linear. Hal ini disebabkan karena jaringan dalam kondisi tidak bertegangan sehingga ketika tegangan puncak sambaran petir naik, tegangan lebih juga akan meningkat. 4. Kenaikan waktu muka dimulai dari 10 µs akan menurunkan tegangan lebih surja petir yang timbul, sebelum itu kenaikan waktu muka akan meningkatkan tegangan lebih surja petir yang timbul. Hal ini disebabkan karena waktu muka yang singkat membuat osilasi yang terjadi belum maksimal. Sedangkan ketika waktu mukalebih besar dari 10 µs, membuat gelombang impuls secara keseluruha akan semakin landai sehingga osilasi yang terjadi juga tidak maksimal. 5. Semakin lama waktu ekor sebuah gelombang impuls petir, akan meningkatkan tegangan lebih surja petir yang timbul. Hal ini disebabkan karena waktu ekor yang panjang akan menghasilkan osilasi yang lama sehingga amplitude puncaknya akan lebih besar. B. Saran Beberapa saran yang bisa penulis sampaikan berdasarkan penelitian ini adalah: 1. Ada jenis konfigurasi jaringan distribusi lain yang ada di Indonesia seperti konfigurasi loop yang mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga tegangan lebih surja petir yang timbul juga akan berbeda. 2. Selain jenis jaringan distribusi fasa 4 kawat, masih ada jenis fasa kawat yang akan mengasilkan karakteristik tegangan lebih surja petir yang berbeda pula. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada laboran Lab. Teknik Tenaga Listrik dan Teknik Tegangan Tinggi yang telah mempersilakan penulis untuk belajardi Lab. Teknik Tenaga Listrik dan Teknik Tegangan Tinggi. REFERENSI [1] Hermawan, A. D. (2010). Optimalisasi Sistem Penangkal Petir Eksternal Menggunakan Jenis Early Streamer (Studi Kasus UPT LAGG BPPT). Jakarta: Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia. [2] Stevenson, W. D. (1990). Analisis Sistem Tenaga Listrik. Jakarta: Penerbit Erlangga. [] Yuniarto. (2002). Analisis Tegangan Lebih Transien Karena Proses Pemberian Tenaga Pada Saluran Transmisi 500 kv Dengan Menggunakan EMTP. Semarang: Program Studi Diploma III Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. [4] BMKG, B. M. (2010). Petir. Retrieved Oktober 12, 201, from Badan Meteorolodi, Klimatologi dan Geofisika: http://www.bmkg.go.id/rbmkg_wilayah_10/geofisika/petir.bmkg [5] PT PLN, P. (2010). Buku 1 Kriteria Disain Enjinering Konstruksi Jaringan Distribusi Tenaga Listrik. Jakarta: PT PLN (Persero). [6] Arismunandar, A. (2001). Teknik Tegangan Tinggi. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. [7] Herman W., a. D. (1996). Electromagnetic Transient Program. Vancouver, Canada.. 6 Volume 1 Nomor 1, April 2014