BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes, 2005). Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan dan World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American Nurses

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. faktor keturunan merupakan salah satu penyebabnya. Candra (2006)

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. jiwa menjadi masalah yang serius dan memprihatinkan, penyebab masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh family..., Hasmila Sari, FIK UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan jiwa (Nurdwiyanti,2008),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan.kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh semua orang. Menurut Yosep (2007), kesehatan jiwa adalah. dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. berpikir, gangguan perilaku, gangguan emosi dan gangguan persepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010). masalah yang mesti dihadapi, baik menggunakan fisik ataupun psikologig

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita gangguan jiwa (skizofrenia). Sampai saat ini penanganan penderita gangguan jiwa masih sangat bervariasi di masyarakat. Pada umumnya keluarga-keluarga yang memiliki anggota keluarga yang terkena penyakit gangguan jiwa akan menangani sesuai dengan persepsi masing-masing dan merasa apa yang telah mereka lakukan adalah sebuah upaya maksimal untuk dapat menyembuhkan si penderita. Selain perilaku masyarakat dalam penanganan penderita gangguan jiwa, maka tindakan atau upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan, juga menjadi bagian dari kajian. Pengkajian upaya penanganan penderita gangguan jiwa dari sisi departemen kesehatan (baik instansi Rumah Sakit Jiwa dan Puskesmas) dikarenakan instansi tersebut juga memiliki tanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Ada beberapa alasan yang menjadi bahan pertimbangan sehingga tesis ini memilih perilaku masyarakat dengan subjek penelitian penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah masalah kesehatan masyarakat. Sampai saat ini ada kecenderungan penderita dengan gangguan jiwa jumlahnya mengalami peningkatan. Hasil studi Bank Dunia menunjukkan, global burden of disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1 persen, jauh lebih tinggi dari tuberklosis (7,2 persen),

kanker (5,8 persen), penyakit jantung (4,4 persen), atau malaria (2,6 persen) (http://www.gizi.net, 2001). Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan Badan Litbang Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1995, memperkirakan terdapat 264 dari 1000 anggota Rumah Tangga menderita gangguan kesehatan jiwa. Dalam kurun waktu enam tahun terakhir ini, jumlah tersebut dapat dipastikan meningkat karena krisis ekonomi dan gejolak-gejolak lainnya diseluruh daerah. Bahkan masalah dunia internasionalpun akan ikut memicu terjadinya peningkatan tersebut (http://faperta.ugm.ac.id, 2002). Angka itu menunjukkan jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa, mulai dari rasa cemas, depresi, stres, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Bukti lainnya, berdasarkan data statistik bahwa angka penderita gangguan kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang di antaranya meninggal dunia karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya (Azwar, 2002). Hasil penelitian Harvard dan International Organization for Migration (IOM) pada tahun 2007 terhadap masyarakat yang terkena dampak konflik di 14 kabupaten dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), memperlihatkan 35%

mengalami gejala depresi, 10 % gejala Post Traumatic Stress Disorder dan 3% dengan gejala kecemasan lainnya. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi NAD (2007), bahwa masyarakat yang terindikasi gangguan jiwa sebanyak 1.677 jiwa (31,12%) termasuk kategori berat, 1.591 jiwa (29,52%) dengan gangguan neurotic dan 1.190 jiwa (22,98%) dengan psikotik akut serta sebanyak 334 jiwa (6,20%) dengan depresi. Data tersebut menunjukkan bahwa masih tinggi kasus gangguan jiwa di Nanggroe Aceh Darussalam. Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik fisik maupun mental. Keabnormalan tersebut terdiri dari gangguan jiwa (neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan, rasa putus asa, murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), histeri, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk, dan sebagainya. Menurut Darajat, orang yang terkena gangguan jiwa masih mengetahui dan merasakan kesukarannya dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya, sedangkan penderita psikosa tidak ada integritas dan mereka hidup jauh dari alam kenyataan (Yosep, 2007). Hasil studi memperlihatkan bahwa 20-24 % pasien yang datang berobat ke pelayanan primer memperlihatkan sedikitnya satu gejala gangguan jiwa. Golberg and Huxley (1992) menyebutkan bahwa prevalensi populasi dewasa yang mengalami gangguan jiwa dan berobat ke dokter di pelayanan primer adalah 230/1000 penduduk,

sedangkan yang berobat ke pelayanan tersier (Rumah Sakit Jiwa) hanya 23,5/1000 penduduk. Dalam pengobatan penderita gangguan jiwa terdapat perbedaan pada setiap masyarakat. Sebagian masyarakat New Guinea misalnya, penderita gangguan jiwa dianggap kerasukan setan, karena itu perlu diobati dengan cara kaki dan tangannya diikat dan kemudian diasapi sampai muntah. Di Nigeria, sebagian penderita gangguan jiwa tinggal di rumah shaman atau dukun selama 3-4 bulan dan penderita dirawat oleh saudaranya yang tinggal bersama si pasien di rumah dukun. Biasanya si pasien dibelenggu dan diberi ramu-ramuan dan dukun memberikan korban binatang pada roh gaib. Apabila si pasien sembuh, lalu diadakan upacara ditepi sungai dengan diikuti korban darah binatang sebagai simbol membersihkan si pasien dari sakitnya atau kelahiran kembali (Sudarti, 1986). Akibatnya, banyak penanganan pasien gangguan jiwa yang dilakukan secara mandiri oleh keluarga dengan cara yang tidak tepat sesuai dengan prosedur kesehatan. Sebagai contoh, sebagian warga masyarakat di Aceh melakukan pemasungan, mengurung penderita gangguan jiwa dan memperlakukan pasien dengan tidak manusiawi bahkan ada keluarga dengan sengaja membuang anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa karena dianggap aib. Demikian juga ketika keluarga mengetahui salah satu anggotanya mulai menampakkan gejala gangguan jiwa, maka oleh sebagian kalangan ia dianggap kemasukan roh halus. Untuk kasus semacam ini, masyarakat memilih membawanya ke dukun, bukan ke dokter jiwa (http://www.depkes.go.id,2006).

Di Indonesia penanganan gangguan jiwa dilakukan dengan cara dipasung oleh sebagian kalangan. Bahkan keluarga dengan sengaja mendislokasi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa karena dianggap aib. Demikian juga ketika keluarga mengetahui salah satu anggotanya mulai menampakkan gejala gangguan jiwa, dianggap kemasukan roh halus. Masyarakat memilih membawanya ke dukun, bukan ke dokter jiwa (http://www.depkes.go.id,2006). Menurut Dinkes Prov. NAD tahun 2007, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi kesehatan jiwa masyarakat dan mulai dirintis pada tahun 2002 karena dikhawatirkan terjadi kecenderungan peningkatan kasus gangguan psikologis di masyarakat akibat adanya konflik yang berkepanjangan. Kegiatan awal yang dilakukan adalah pelatihan tenaga dokter dan perawat untuk mampu melakukan deteksi dini gangguan jiwa di masyarakat, mampu memberikan terapi sesuai kewenangannya dan memberikan konseling kepada klien yang dipastikan mengalami gangguan. Kondisi pasca tsunami ternyata membuktikan bahwa trend kejadian gangguan jiwa dan psikososial semakin meningkat. Menurut Dinkes Prov. NAD tahun 2007, kegiatan ini diawali dengan kajian kondisi masyarakat yang tinggal didaerah konflik dan kondisi masyarakat yang terkena bencana tsunami. Awal Juli tahun 2006 melalui lokakarya, seminar dan desiminasi, hasil kajian tentang kesehatan jiwa masyarakat di Provinsi NAD, maka ditetapkan suatu pendekatan Community Mental Health Nursing (CHMN) yaitu suatu pendekatan asuhan keperawatan jiwa masyarakat yang dapat dilakukan oleh perawat dengan pengawasan dokter. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kurangnya tenaga

kesehatan jiwa maupun psikiatri atau dokter spesialis kesehatan jiwa (Dinkes Prov. NAD, 2007). Seperti diketahui, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menjelaskan bahwa saat ini hanya tersedia sekitar 500 tenaga medis, seperti dokter jiwa, yang menangani 2.500 pasien. Artinya setiap dokter jiwa menangani 5 pasien gangguan jiwa, sehingga pemantauannya lebih menjadi tidak maksimal (Depkes RI, 2006). Menurut Profil Dinkes Kota Langsa tahun 2007, hal ini dapat dilihat dari data kasus yang sudah mendapatkan tindakan asuhan keperawatan oleh petugas Community Mental Health Nursing (CMHN) adalah hanya 3.656 kasus (47%) (Profil Dinkes Provinsi NAD, 2007). Di Kota Langsa tahun 2006 diketahui bahwa jumlah penderita gangguan jiwa yang ditangani oleh CHMN sebanyak 42%. Saat ini jumlah pasien yang dipasung sekitar 133 orang dan sebanyak 62 kasus yang ditangani sudah dilepas dari pasungannya (Dinkes Prov. NAD, 2007). Kepala Rumah Sakit Jiwa (RSJ) NAD, Saifuddin memperkirakan saat ini terdapat sekitar 100 orang penderita gangguan jiwa yang bertahun-tahun terpasung akibat kondisi keuangan keluarganya memprihatinkan. Faktor kemiskinan dan rendahnya pendidikan keluarga merupakan salah satu penyebab pasien gangguan jiwa berat hidup terpasung. Para penderita gangguan jiwa berat yang terpasung itu di antaranya banyak ditemukan di Kabupaten Bireuen, Pidie, Pidie Jaya dan Aceh Utara serta Aceh Timur (Serambi, 2008).

Di Kota langsa pada tahun 2006 dijumpai sebanyak 116 kasus penderita gangguan jiwa dan yang sudah ditanggani 57 kasus sementara jumlah kasus yang dipasung sebanyak 3 orang (Dinkes Kota Langsa, 2007). Berdasarkan wawancara dengan petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih di Kota Langsa bulan Mei 2007, salah satu penyebab masih tingginya penanganan pengobatan jiwa dengan cara dipasung adalah karena tingkat sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat yang masih rendah serta kekhawatiran keluarga terhadap perilaku pasien dengan gangguan jiwa, salah satunya adalah perilaku mengamuk dan melukai orang lain. Sementara untuk membawa mereka ke rumah sakit, tidaklah mungkin karena biaya dan tempat pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau. Berdasarkan paparan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang perilaku masyarakat dalam penanganan gangguan jiwa di Kota Langsa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimanakah masyarakat Aceh baik keluarga atau pemerintah menangani pasien gangguan jiwa yang semakin lama semakin meningkat. Yang dipicu oleh konflik dan modernisasi serta keterbatasan fasilitas yang tidak merata, walaupun alokasi dana dan pelatihan sudah sering dilakukan.

1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis perilaku masyarakat Aceh baik keluarga atau pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa yang semakin lama semakin meningkat, yang dipicu oleh konflik dan modernisasi serta keterbatasan fasilitas yang tidak merata walaupun alokasi dana dan pelatihan sudah sering dilakukan, dalam penanganan penderita gangguan jiwa di Kota Langsa. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Sebagai bahan informasi bagi lokasi penelitian tentang perilaku masyarakat Kota Langsa dalam penanganan penderita gangguan jiwa. 1.4.2. Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan dalam melakukan penelitian kualitatif tentang perilaku masyarakat dalam penanganan penderita gangguan jiwa. 1.4.3. Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan terutama dokter dan perawat jiwa agar mengetahui cara-cara masyarakat dalam penanganan penderita dan dapat meningkatkan asuhan keperawatan terutama di daerah terpencil.