PENAMPILAN KARKAS DAN KOMPONEN KARKAS TERNAK RUMINANSIA KECIL (Performance of Small Ruminant Carcass) SRI USMIATI dan H. SETIYANTO Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor 16114 ABSTRACT Sheep and goat are small ruminant which are prospective as meat producer in Indonesia. Both of them have difference in some aspects that affect their carcass profile. The objectives of this study were to get profile of sheep and goat carcass. The study was designed based on Block Randomized Completely Design (BRCD) of factorial pattern 2 x 2 x 2 with three replications. Treatments were: (i) types of ruminant (A1 = sheep and A2 = goat); (ii) sex (B1 = female and B2 = male); and (iii) age (C1 = young/less than two years old and C2 = old/more than two years old). Animal of research was male and female local sheep and goat, at the ages less and more than 2 years old. Parameters measured were live weight, carcass, meat (loin, rump, meat mix), fat, and bone (g); carcass percentage (%); redness degree (a), cooking losses (%) and tenderness point (kg). The results showed that sheep carcass has better profile than goat based on weight of carcass (10.59 kg), total meat (2892.93 g), leg (1706.67 g), ribs meat (959.17 gram), longissimus dorsi (327.33 g), low of bone weight (1379.50 g) and good tenderness performance. Based on fat content of carcass in young female goat, performance of goat carcass was better for people who is dieting strictly. Key Words: Carcass, Carcass Component, Sheep, Goat ABSTRAK Domba dan kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang prospektif sebagai pemasok daging di Indonesia. Kedua jenis ternak tersebut memiliki perbedaan dalam beberapa hal dan diperkirakan dapat mempengaruhi profil daging yang dihasilkan. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan profil karkas domba dan kambing. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 2 x 2 x 2 dengan tiga ulangan. Faktor perlakuan adalah: (i) jenis ternak ruminansia kecil (A1 = domba dan A2 =kambing); (ii) jenis kelamin ternak (B1=betina dan B2=jantan); dan (iii) umur ternak (C1=muda/kurang dari dua tahun dan C2=tua/lebih dari dua tahun). Ternak percobaan merupakan domba dan kambing lokal jantan dan betina umur tua (> 2 tahun) dan muda (< 2 tahun). Parameter pengukuran meliputi penimbangan terhadap bobot hidup, karkas, daging (lulur, paha dan tetelan), lemak, dan tulang (g); persentase karkas (%); derajat kemerahan (a); susut masak (%) dan tingkat keempukan (kg). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Domba memiliki profil karkas lebih baik dibandingkan karkas kambing berdasarkan tingginya bobot karkas (10,59 kg), bobot daging total (2892,93 g), bobot daging paha (1706,67 g), bobot daging tetelan (959,17 g), dan bobot daging lulur (327,33 g), rendahnya bobot tulang (1379,50 g) serta tingkat keempukan yang baik. Berdasarkan kandungan lemak yang rendah pada ternak betina umur muda, penampilan karkas kambing lebih baik bagi masyarakat yang sedang melakukan diet ketat. Kata Kunci: Karkas, Komponen Karkas, Domba, Kambing PENDAHULUAN Ternak domba dan kambing merupakan jenis ternak yang prospektif sebagai penghasil daging di Indonesia. Usaha ternak domba dan kambing ini didominasi oleh peternakan rakyat (sekitar 90%) karena hanya memerlukan sedikit modal serta perawatan ternak yang relatif mudah dengan pengelolaan secara tradisional dan pakan seadanya. Bagi masyarakat pedesaan, peternakan domba dan kambing ini merupakan usaha sampingan atau sebagai tabungan. Dalam beberapa hal domba dan kambing memiliki perbedaan seperti jenis pakan dan perilaku merumput. Domba dan kambing 371
memiliki daya adaptasi tinggi terhadap agroekosistem yang ada dan mampu mengkonversi pakan berkualitas rendah menjadi daging yang bergizi tinggi. Di kawasan pantura, kambing banyak dipelihara dengan cara dilepas (tanpa penggembalaan), sedangkan domba dipelihara intensif dalam kandang dan pakan hijauan diberikan secara cut and carry atau grazing di padang penggembalaan. Kambing biasanya diberi pakan dari hijauan apa saja yang tersedia terutama dari lahan-lahan marjinal yang berserat kasar tinggi, rendah protein, energi dan mineral (BATUBARA et al., 2004). Kambing dianggap relatif ekonomis karena mampu memanfaatkan pakan berserat tinggi (KUSWADI dan THALIB, 2005). Produksi karkas seekor ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis kelamin dan umur disamping faktor nutrisi (BERG dan BUTTERFIELD, 1976). SOEPARNO (1994) menyatakan bahwa bobot potong yang tinggi menghasilkan karkas yang makin besar sehingga diharapkan bagian daging menjadi lebih besar RACHMADI dalam HASNUDI, 2005. Menurut SPEEDY (1980), bertambahnya umur ternak dan pertambahan bobot hidup maka bobot karkas semakin bertambah. Pada bobot tubuh dan bobot karkas yang sama, ternak domba jantan mempunyai lebih banyak daging dan tulang serta lebih sedikit lemak dibanding ternak domba betina (COLOMER-ROCKER et al., 1992). Hal ini disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan pada umur yang sama antara ternak jantan dan betina (SOEPARNO, 1994). Komponen utama karkas terdiri atas jaringan otot/daging, tulang dan lemak serta imbangan ketiganya menentukan kualitas karkas. NATASASMITA dalam HASNUDI, 2005 proporsi komponen dan potongan karkas yang dikehendaki konsumen adalah karkas atau potongannya yang terdiri atas proporsi daging tanpa lemak (lean) yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak yang optimal. Peningkatan bobot karkas biasanya diikuti oleh pertambahan persentase lemak serta penurunan persentase daging dan tulang (FORREST et al., 1975). Seekor ternak potong dianggap memiliki nilai ekonomis tinggi bila produksi karkas yang dihasilkan tinggi (OBERBAUER et al. dalam PURBOWATI et al., 2005). Faktor yang turut menentukan kualitas daging diantaranya adalah warna, keempukan (tenderness) dan susut masak (cooking loss). Warna daging banyak dipengaruhi oleh konsentrasi pigmen daging (mioglobin). Konsentrasi mioglobin berbeda antar umur dan bangsa ternak serta lokasi otot. Keempukan daging dipengaruhi oleh faktor antemortem antara lain umur, jenis kelamin, lokasi otot dan aktivitas ternak. Secara umum konsumen lebih menyukai daging dari ternak yang masih muda karena lebih empuk dengan perlemakan sedikit atau belum terbentuk. Hal ini menguntungkan peternak karena dengan masa pemeliharaan ternak yang cukup singkat telah mampu memberikan nilai ekonomi yang baik. Berdasarkan potensi domba dan kambing sebagai ternak potong yang dapat mensuplay kebutuhan daging dalam negeri maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat penampilan karkas kedua jenis ruminansia kecil ini. Penelitian dilakukan pada domba dan kambing dengan jenis kelamin dan tingkat umur yang berbeda. MATERI DAN METODE Ternak percobaan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 24 ekor yaitu tiga ekor domba lokal jantan, tiga ekor domba lokal betina, tiga ekor kambing lokal jantan dan tiga ekor kambing lokal betina masing-masing berumur muda (kurang dari dua tahun) dan tua (lebih dari dua tahun). Ternak diperoleh dari peternak di Ciawi Bogor. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan, Warner Bratzler Shear, dan alat-alat penyembelihan dan pemotongan karkas. Seluruh ternak percobaan dipuasakan selama 17 jam, setelah itu ditimbang untuk mendapatkan bobot hidup (bobot potong). Selanjutnya ternak disembelih dan dikuliti serta diambil komponen saluran pencernaan (visceral), darah, kepala, kulit dan keempat kaki mulai dari persendian carpus atau tarsus ke bawah kemudian ditimbang untuk mendapat bobot karkas. Tahap berikutnya karkas dipotong-potong dibagi menjadi komponen karkas berupa daging lulur (longissimus dorsi), daging paha, daging tetelan, lemak dan tulang. Seluruh komponen karkas masing-masing ditimbang, kemudian diukur pada derajat kemerahan (a), keempukan dan penghitungan susut masak (%). 372
Rancangan percobaan dan parameter pengukuran Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 2 x 2 x 2 dengan tiga kelompok ternak. Faktor perlakuan meliputi: (i) jenis ternak ruminansia kecil (A1 = domba dan A2 = kambing); (ii) jenis kelamin ternak (B1 = betina dan B2 = jantan); dan (iii) umur ternak (C1 = muda/kurang dari dua tahun dan C2 = tua/lebih dari 2 tahun). Parameter pengukuran meliputi bobot hidup, bobot karkas, bobot daging (daging lulur, paha dan tetelan), lemak, dan tulang (g); persentase karkas (%); derajat kemerahan (a); susut masak (%) dan tingkat keempukan (kg). HASIL DAN PEMBAHASAN Penampilan fisik karkas Pengamatan terhadap penampilan fisik karkas meliputi bobot hidup dan bobot karkas; bobot dari daging total, lemak, dan tulang; serta bobot dari daging lulur, daging paha, dan daging tetelan. Hasil selengkapnya disajikan pada bagian berikut ini. Bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas Rataan bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil sidik ragam, jenis dan umur ternak berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap bobot hidup/bobot potong, sedangkan jenis kelamin ternak tidak berpengaruh. Ketiga faktor tidak saling berinteraksi. Domba memiliki bobot hidup lebih berat (22,58 kg) dibandingkan dengan kambing (21,03 kg) dan ternak umur tua mempunyai bobot hidup lebih berat (24,85 kg) dibandingkan dengan ternak umur muda (18,75 kg). Menurut BERG dan BUTTERFIELD (1976), bobot potong/bobot hidup seekor ternak antara lain tergantung kepada faktor bangsa ternak disamping faktor pakan yang diberikan. Hasil uji keragaman menunjukkan bahwa jenis dan umur ternak sangat berpengaruh terhadap bobot karkas (P < 0,01), sedangkan jenis kelamin ternak tidak berpengaruh. Tidak ada interaksi antara ketiga faktor. Domba mempunyai bobot karkas lebih berat (10,59 kg) dibandingkan dengan kambing (9,01 kg) dan ternak umur tua memiliki bobot karkas lebih berat (11,26 kg) dibandingkan dengan ternak umur muda (8,34 kg). Beberapa Tabel 1. Bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas domba kambing jantan dan betina pada umur muda dan tua Jenis ternak Jenis kelamin ternak Umur ternak Bobot hidup (kg) Bobot karkas (kg) Persentase karkas(%) Domba Betina Muda 19,47 A 9,00 A 11,92 a Tua 25,13 B 11,70 B 13,63 a Rataan betina 22,30 a 10,35 a 12,78 a Jantan Muda 19,90 A 9,13 A 11,68 a Tua 25,80 B 12,53 B 13,64 a Rataan jantan 22,85 a 10,83 a 12,66 a Rataan domba 22,58 A 10,59 A 12,72 A Kambing Betina Muda 17,50 A 7,37 A 40,49 a Tua 24,27 B 9,77 B 39,38 a Rataan betina 20,88 a 8,57 a 39,94 a Jantan Muda 18,13 A 7,87 A 41,11 a Tua 24,23 B 11,03 B 42,48 a Rataan jantan 21,18 a 9,45 a 41,79 a Rataan kambing 21,03 B 9,01 B 40,87 B Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01); huruf kecil superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05) 373
faktor yang mempengaruhi produksi karkas seekor ternak antara lain bangsa ternak (BERG dan BUTTERFIELD, 1976). Bangsa ternak dengan bobot potong besar menghasilkan karkas yang besar pula. Menurut PURBOWATI et al. (2005), pemberian pakan yang baik pada domba lokal mampu menghasilkan karkas yang baik pada umur muda. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis ternak sangat nyata berpengaruh (P < 0,01) terhadap persentase karkas, sedangkan jenis kelamin dan umur ternak tidak berpengaruh. Antara ketiga faktor tidak menunjukkan ada interaksi. Persentase karkas ternak domba lebih kecil (12,72%) dibandingkan ternak kambing (40,87%). Hasil penelitian HENDRI (1986) pada kambing kacang juga menunjukkan bahwa persentase karkas kambing lebih tinggi dibandingkan dengan domba lokal. Terdapat hubungan antara bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi bobot karkasnya. Hasil penghitungan persentase karkas sejalan dengan hasil pengukuran terhadap pengukuran bobot potong (bobot hidup) dan bobot karkas karena persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup saat dipotong (dikurangi isi saluran pencernaan dan urin) dikali 100% (JUDGE et al. dalam HASNUDI, 2005). Bobot daging, lemak dan tulang Rataan bobot dari daging total, lemak dan tulang setengah karkas kiri domba dan kambing disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis ternak, umur dan jenis kelamin ternak berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap bobot daging, sedangkan ketiga faktor tidak ada interaksi. Bobot daging domba lebih berat (2892,93 g) dibandingkan dengan kambing (2460,45 g), bobot daging ternak jantan lebih berat (2866,35 g) dibandingkan dengan ternak betina (2487,03 g), dan bobot daging ternak umur tua lebih berat (2982,85 g) dibandingkan dengan ternak umur muda (2370,53 g). Tabel 2. Bobot daging total, bobot lemak dan bobot tulang setengah karkas kiri domba dan kambing Jenis ternak Jenis kelamin ternak Umur ternak Bobot Daging (g) Lemak (g) Tulang (g) Domba Betina Muda 2408,00 A 619,33 A 1251,33 A Tua 2852,67 B 1044,67 B 1397,00 B Rataan betina 2630,33 A 832,00 A 1324,17 a Jantan Muda 2739,13 A 891,67 A 1380,00 A Tua 3571,93 B 1281,00 B 1489,67 B Rataan jantan 3155,53 B 1086,33 B 1434,83 b Rataan domba 2892,93 A 959,17 A 1379,50 a Kambing Betina Muda 2097,67 A 508,33 A 1341,67 A Tua 2589,80 B 696,67 B 1512,00 B Rataan betina 2343,73 A 602,50 A 1426,83 a Jantan Muda 2237,33 A 633,33 A 1201,67 A Tua 2917,00 B 893,33 B 1820,00 B Rataan jantan 2577,17 B 763,33 B 1510,83 b Rataan kambing 2460,45 B 682,92 B 1468,83 b Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01); huruf kecil superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05) 374
Komponen utama karkas terdiri atas jaringan otot (daging), tulang dan lemak, serta imbangan ketiganya sangat menentukan kualitas karkas (BERG et al. dalam HASNUDI, 2005). Menurut COLOMER- ROCKER et al. (1992), domba jantan mengandung lebih banyak daging dibandingkan dengan domba betina. Selain itu terdapat perbedaan laju pertumbuhan pada umur yang sama antara ternak jantan dan ternak betina, laju pertumbuhan ternak jantan lebih cepat dibandingkan dengan ternak betina (SOEPARNO, 1994). Hasil bobot daging yang lebih rendah pada ternak muda disebabkan karena ukuran tubuh ternak muda belum maksimal, masih mengalami pertumbuhan yaitu terjadi pembelahan sel-sel sampai bobot tubuh tertentu yang selanjutnya mengalami diferensiasi pada umur tertentu (dewasa kelamin) yang dikenal dengan perkembangan. Ukuran pertumbuhan mengikuti suatu kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid (SOEPARNO, 1994). Bobot daging domba lebih berat dibandingkan dengan bobot daging kambing sejalan dengan hasil bobot potongnya. Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa jenis, umur dan kelamin ternak berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap bobot lemak, ketiga faktor perlakuan tidak saling berinteraksi. Bobot lemak domba lebih berat (959,17 g) dibandingkan kambing (682,92 g), bobot lemak ternak jantan lebih berat (924,83 g) dibandingkan ternak betina (717,25 g), dan bobot lemak ternak umur tua lebih berat (978,92 g) dibandingkan ternak umur muda (663,17 g). Pengaruh umur terhadap parameter karkas ternak telah dilakukan oleh VIRGILI et al. (2003) pada ternak babi yang menunjukkan bahwa parameter karkas seperti persentase daging, lemak dan tulang sangat dipengaruhi oleh umur ternak. Otot merupakan komponen karkas yang tumbuh setelah tulang yang berkembang paling awal pada masa pertumbuhan, sedangkan lemak adalah jaringan yang tumbuh terakhir (SOEPARNO, 1994). Setelah umur ternak dewasa terjadi penimbunan lemak di beberapa bagian tubuh, di bawah kulit dan di sekitar organ dalam. Urutan perkembangan deposisi lemak tubuh adalah lemak intermuskuler, perineal, ginjal, subkutan dan omental (SOEPARNO, 1994). Laju pertumbuhan otot mengalami penurunan setelah ternak mengalami pubertas (SOEPARNO, 1994). MAHGOUB dan LODGE dalam PURBOWATI et al., 2005) menyarankan untuk memotong domba pada bobot hidup/bobot potong yang rendah untuk menghindari kandungan lemak karkas yang semakin tinggi, atau menjelang kedewasaan pada saat perlemakan mencapai tingkat optimum (BLAKELY dan BADE dalam PURBOWATI et al., 2005). Rendahnya kandungan lemak pada kambing merupakan keuntungan karena konsumen yang peduli kesehatan atau diet ketat lebih menyukai daging yang sedikit lemak. Namun demikian konsekuensi atas hal ini menurut SEN et al. (2004) menyebabkan daging kambing lebih liat dibandingkan daging domba. Berdasarkan uji statistik jenis, umur dan kelamin ternak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap bobot tulang, namun ketiganya tidak saling berinteraksi. Bobot tulang kambing lebih berat (1468,83 g) dibandingkan domba (1379,50 g), bobot tulang ternak umur tua lebih berat (1554,67 g) dibandingkan dengan ternak umur muda (1293,67 g), sedangkan bobot tulang ternak jantan lebih berat (1472,83 g) dibandingkan dengan ternak betina (1375,58 g). Hasil penelitian OWEN et al. (1978) terhadap komponen karkas domba dan kambing menunjukkan bahwa persentase tulang pada kambing lebih tinggi dibandingkan tulang domba. Hasil yang sama dilaporkan oleh SUNARLIM dan SETIYANTO (2005) pada kambing kacang dan domba lokal jantan. Setiap bangsa ternak menghasilkan karkas dengan karakteristiknya masing-masing (FORREST et al., 1975), demikian pula proporsi komponen karkasnya. Bila proporsi salah satu komponen karkas lebih tinggi maka proporsi salah satu atau kedua komponen lainnya lebih rendah dan sebaliknya (SOEPARNO, 1994). Perbedaan bobot tulang disebabkan oleh pengaruh bangsa ternak terhadap laju pertumbuhan setiap komponen karkas termasuk tulang (SOEPARNO, 1992). Pola pertumbuhan tulang di awal fase pertumbuhan berjalan cepat. Dengan 375
bertambahnya umur, massa tulang makin bertambah mengikuti pola pertumbuhan sigmoid. Oleh karena itu, bobot tulang ternak umur tua menjadi lebih berat. Perbedaan bobot tulang pada ternak jantan lebih berat dibandingkan bobot tulang ternak betina kemungkinan disebabkan karena bobot hidup ternak jantan lebih berat dibandingkan ternak betina. Pada umur yang sama, ternak jantan memiliki laju pertumbuhan lebih cepat sehingga mempengaruhi bobot karkas dan proporsi masing-masing komponen karkas. Selain itu kemungkinan berhubungan dengan perbedaan faktor genetik antara ternak jantan dan betina yang menentukan proporsi masing-masing komponen karkas. Bobot daging lulur, daging paha dan daging tetelan Rataan bobot dari daging lulur, daging paha dan daging tetelan domba dan kambing ditampilkan pada Tabel 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis, umur dan kelamin ternak tidak berpengaruh terhadap bobot daging lulur serta tidak ada interaksi antara ketiga faktor. Bobot daging lulur domba adalah 327,33 g dan bobot daging lulur kambing adalah 280,80 g; bobot daging lulur ternak umur tua sebesar 334,07 g dan umur muda sebesar 274,05 g; sedangkan bobot daging lulur ternak betina sebesar 289,23 g dan ternak jantan 318,90 g. Bobot daging lulur yang tidak berbeda kemungkinan disebabkan antara lain oleh faktor genetik dan nutrisi. Penggunaan bangsa ternak dalam penelitian ini adalah domba dan kambing lokal yang bertubuh kecil sehingga daging lulur yang dihasilkan tidak cukup banyak untuk dapat membedakan hasil. Menurut SUGENG (1991), domba lokal Indonesia memiliki ciri berbadan kecil sehingga menghasilkan jumlah daging lulur yang relatif sedikit. Selain itu, kemungkinan pakan yang diberikan kepada ternak tidak banyak digunakan oleh ternak untuk pembentukan daging lulur. Daging lulur adalah komponen karkas yang memiliki harga yang mahal karena merupakan daging yang paling empuk. Keempukan ini disebabkan antara lain oleh lokasi bagian karkas dengan perbedaan aktivitas. Daging lulur berasal Tabel 3. Bobot daging lulur, bobot daging paha dan bobot daging tetelan domba dan kambing Jenis ternak Jenis kelamin Umur ternak Bobot daging ternak Lulur (g) Paha (g) Tetelan (g) Domba Betina Muda 288,77 a 1500,00 A 619,33 A Tua 378,80 a 1830,00 B 1044,67 B Rataan betina 333,78 a 1665,00 a 832,00 A Jantan Muda 305,80 a 1541,67 A 891,67 A Tua 335,93 a 1955,00 B 1281,00 B Rataan jantan 320,87 a 1748,33 a 1086,33 B Rataan domba 327,33 a 1706,67 A 959,17 A Kambing Betina Muda 194,97 a 1395,00 A 508,33 A Tua 294,37 a 1599,00 B 696,67 B Rataan betina 244,67 a 1497,00 a 602,50 A Jantan Muda 306,67 a 1497,33 A 633,33 A Tua 327,20 a 1696,73 B 893,33 B Rataan jantan 316,93 a 1597,03 a 763,33 B Rataan kambing 280,80 a 1547,02 B 682,92 B Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01); huruf kecil superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05) 376
dari bagian karkas yang relatif tidak banyak digunakan untuk bergerak. Selain itu bagian karkas ini memiliki tingkat marbling yang paling baik dibandingkan dengan bagian karkas lainnya. Berdasarkan uji keragaman, jenis dan umur ternak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap bobot daging paha, sedangkan jenis kelamin ternak tidak berpengaruh. Ketiga perlakuan tidak saling berinteraksi. Bobot daging paha domba lebih berat (1706,67 g) dibandingkan kambing (1547,02 g), dan bobot daging paha ternak umur tua lebih berat (1770,18 g) dibandingkan dengan ternak umur muda (1483,50 g). Menurut NGADIYONO dalam HASNUDI 2005 pada potongan komersial sapi menunjukkan bahwa perbedaan bobot potongan komersial disebabkan oleh adanya perbedaan bobot potong akibatnya terdapat perbedaan bobot karkas termasuk bobot dari tiap komponen karkas. Bobot daging paha domba yang lebih berat dibandingkan kambing kemungkinan disebabkan karena bobot potong dan bobot karkas domba lebih berat dibandingkan dengan kambing. Selain itu perbedaan ini disebabkan karena laju pertumbuhan masing-masing komponen karkas yang berbeda dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bangsa ternak (SOEPARNO, 1994), umur dan nutrisi (GAILI et al., 1972). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa jenis, umur dan kelamin ternak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap bobot daging tetelan, namun ketiga faktor tidak saling berinteraksi. Bobot daging tetelan domba lebih berat (959,17 g) dibandingkan kambing (682,92 g), bobot daging tetelan ternak jantan lebih berat (924,33 g) dibandingkan ternak betina (717,25 g), sedangkan bobot daging tetelan ternak umur tua lebih berat (978,92 g) dibandingkan ternak umur muda (663,17 g). Fenomena hasil penimbangan terhadap bobot daging tetelan serupa dengan bobot daging paha. Hal ini disebabkan karena daging tetelan merupakan daging yang menempel dan ada di antara tulang rusuk. Tampaknya hal ini juga berhubungan dengan perbedaan pola perilaku dan aktivitas kedua jenis ternak. Domba merupakan jenis ternak yang relatif tidak banyak bergerak dibandingkan kambing sehingga zat-zat dalam pakan kemungkinan digunakan untuk membentuk daging, sedangkan kambing adalah ternak yang relatif aktif terutama kambing yang dibiarkan lepas. Zat/nutrisi dalam pakan kemungkinan lebih banyak digunakan untuk pergerakan yang lebih aktif (menjadi energi gerak). Penampilan fisik daging (derajat kemerahan, keempukan, susut masak) Rataan derajat kemerahan, tingkat keempukan dan persentase susut masak daging domba dan kambing disajikan pada Tabel 4. Hasil sidik ragam terhadap derajat kemerahan daging menunjukkan bahwa jenis ternak berpengaruh nyata (P < 0,05) sedangkan umur dan jenis kelamin ternak tidak berpengaruh nyata. Ketiga faktor perlakuan tidak menunjukkan adanya interaksi. Daging kambing mempunyai derajat kemerahan lebih tinggi (12,14) dibandingkan domba (9,39). Derajat merah pada daging dipengaruhi oleh jumlah mioglobin. Semakin tinggi mioglobin maka semakin merah warna daging. Kandungan mioglobin daging dipengaruhi oleh faktor genetik yang berhubungan dengan aktivitas ternak. Kambing merupakan jenis ternak dengan aktivitas tinggi dibandingkan domba. Kambing biasanya dipelihara dengan cara dilepas, sedangkan domba lebih banyak dipelihara intensif di dalam kandang dan atau digembalakan. Semakin tinggi aktivitas ternak maka proses glikolisis (perubahan glikogen menjadi energi dari asam laktat) makin aktif karena makin banyak diperlukan oksigen yang diikat oleh hemoglobin darah. Berdasarkan analisis ragam, jenis dan kelamin ternak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap tingkat keempukan daging domba dan kambing, sedangkan umur ternak tidak berpengaruh. Ketiga perlakuan tidak saling berinteraksi. Tingkat keempukan daging domba lebih tinggi (3,71 kg) dibandingkan kambing (2,53 kg) dan keempukan daging ternak jantan lebih rendah (2,64 kg) dibandingkan ternak betina (3,60 kg). 377
Tabel 4. Profil fisik daging domba dan kambing Jenis ternak Jenis kelamin ternak Umur ternak Derajat kemerahan (a) Keempukan (kg) Susut masak (%) Domba Betina Muda 8,45 a 3,97 a 26,22 A Tua 8,67 a 5,21 a 25,30 B Rataan betina 8,56 a 4,59 A 25,76 a Jantan Muda 9,82 a 3,20 a 26,23 A Tua 10,60 a 2,47 a 30,63 B Rataan jantan 10,21 a 2,83 B 28,43 a Rataan domba 9,39 A 3,71 A 27,10 a Kambing Betina Muda 12,85 a 1,85 a 24,50 A Tua 10,74 a 3,35 a 28,16 B Rataan betina 11,80 a 2,60 A 26,33 a Jantan Muda 13,72 a 2,19 a 24,14 A Tua 11,26 a 2,73 a 28,11 B Rataan jantan 12,49 a 2,47 B 26,23 a Rataan kambing 12,14 B 2,53 B 26,23 a Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01); huruf kecil superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05) Menurut SOEPARNO (1994) faktor yang mempengaruhi tingkat keempukan daging antara lain adalah jenis kelamin, ternak jantan lebih aktif dibandingkan dengan ternak betina sehingga daging menjadi lebih liat/keras. Otot/daging yang banyak mengalami exercise memiliki serabut daging yang lebih tebal. Selain itu, daging dari ternak betina mengandung lemak yang relatif lebih tinggi dibandingkan ternak jantan. KIRTON et al. dalam HASNUDI 2005, kandungan lemak memperlihakanperbedaan yang nyata karena adanya perbedaan jenis kelamin. Lemak berfungsi sebagai pembungkus daging dan memberikan keempukan pada daging (BERG dan BUTTERFIELD dalam HASNUDI, 2005). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur ternak nyata mempengaruhi (P < 0,05) nilai susut masak, sedangkan jenis dan kelamin ternak tidak berpengaruh. Ketiga faktor perlakuan tidak menunjukkan ada interaksi. Susut masak ternak umur tua lebih tinggi (28,05%) dibandingkan dengan ternak umur muda (25,28%). Susut masak daging kambing adalah 26,23% dan daging domba sebesar 27,10%, dan susut masak ternak jantan adalah 27,28% sedangkan ternak betina 26,05%. Makin rendah nilai susut masak, maka kualitas daging lebih baik. Menurut SUNARLIM et al. (1995), nilai susut masak daging domba lokal sebesar 25,97%. Dengan demikian susut masak daging domba dan kambing jantan maupun betina masih tergolong baik. SOEPARNO (1994), susut masak daging pada batasan normal bervariasi antara 1,5 54,5%. KESIMPULAN Jenis ternak ruminansia kecil mempengaruhi bobot hidup, bobot dan persentase karkas; bobot dari daging total, paha, dan tetelan; bobot lemak, derajat kemerahan dan tingkat keempukan; jenis kelamin ternak mempengaruhi bobot dari daging total, lemak dan tetelan serta tingkat keempukan; sedangkan umur mempengaruhi bobot hidup, bobot dan persentase karkas, bobot dari daging total, paha, dan tetelan, bobot lemak dan tulang, dan serta susut masak. Domba memiliki penampilan karkas dan daging lebih baik dibandingkan dengan 378
karkas kambing berdasarkan tingginya bobot karkas (10,59 kg), bobot daging total (2892,93 g), bobot daging paha (1706,67 g), bobot daging tetelan (959,17 g), dan bobot daging lulur (327,33 g), rendahnya bobot tulang (1379,50 g) serta tingkat keempukan yang baik. Berdasarkan kandungan lemak yang rendah pada ternak betina umur muda, penampilan karkas kambing lebih baik bagi masyarakat yang sedang melakukan diet ketat. DAFTAR PUSTAKA BATUBARA, L.P., S.P. GINTING, M. DOLOKSARIBU dan JUNJUNGAN. 2004. Pengaruh kombinasi bungkil inti sawit dengan lumpur sawit serta suplementasi molasses terhadap pertumbuhan kambing potong. Pros. Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 402 406. BERG, R.T. and R.M. BUTTERFIELD. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sydney University Press, Sydney. COLOMER-ROCKER, F., A.H. KIRTON, G.J.K. MERCER and D.M. DUGANZICH. 1992. Carcass composition of New Zealand Saanen goats slaughtered at different weights. Small Ruminant Res. 7: 161 173. FORREST, R., E.D. ABERLE, H.B. HENDRICK, M.D. JUDGE and R.A. MERKELL. 1975. Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco. GAILI, E.S.E., Y.S. GHANEM and A.M.S. GHANEM. 1972. A Coperative study of some carcass characteristic of Sudan desert sheep and goats. Anim. Prod. 14: 351 357. HASNUDI. 2005. Kajian tumbuh kembang karkas dan komponennya serta penampilan domba Sungei Putih dan lokal Sumatera yang menggunakan pakan limbah kelapa sawit. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. http://www.damandiri.or. id/detail.php?id=255. (23 Mei 2006). HENDRI. 1986. Studi Perbandingan Distribusi Perdagingan Kambing Kacang dan Domba Priangan pada Dua Tingkat Umur. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. KUSWANDI dan A. THALIB. 2005. Pertumbuhan kambing lepas sapih yang diberi konsentrat terbatas. Pros. Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 590 595. OWEN, J.E., C.A PHILBROOKS and N.S.D. JONES. 1978. Studies on the meat production characteristics of Botswana goat and sheep. Carcass tissue composition on distribution. Meat Sci. 2: 59 74. PURBOWATI, E., C.I. SUTRISNO, E. BALIARTI, S.P.S. BUDHI dan W. LESTARIANA. 2005. Tumbuh kembang karkas dan komponen karkas domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 487 494. SEN, A.R., A. SANTRA and S.A. KARIM. 2004. Carcass yield, composition and meat quality attributes of sheep and goat under Semiarid conditions. Meat Sci. 66(4): 757 763. SOEPARNO. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. SPEEDY, A.W. 1980. Sheep Production. Longmann, London. SUGENG, B.Y. 1991. Beternak Domba. Penebar Swadaya, Jakarta. SUNARLIM, R., TRIYANTINI dan B. SETIADI. 2004. Penggunaan stimulasi listrik pada kambing lokal terhadap mutu daging selama penyimpanan suhu kamar. Pros. Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 427 432. SUNARLIM, R. dan H. SETIYANTO. 2005. Potongan komersial karkas kambing kacang jantan dan domba lokal jantan terhadap komposisi fisik karkas, sifat fisik dan nilai gizi daging. Pros. Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 672 679. VIRGILI, R., M. DEGNI, C. SCHIVAZAPPA, V. FAETI, E. POLETTI and G. MARCHETTO. 2003. Effect of age at slaughter on carcass traits and meat quality of Italian heavy pigs. J. Anim. Sci. 81(10): 2448 2456. 379
DISKUSI Jawaban: 1. Bobot lemak yang tinggi pada ternak jantan disebabkan oleh adanya imbangan dari tiga komponen karkas (lemak, otot/daging dan tulang) sejalan dengan bobot karkasnya. Pada jantan rataan bobot karkas lebih berat dibandingkan dengan bobot karkas ternak betina sehingga bobot lemakpun lebih berat. 2. Pertumbuhan seekor ternak termasuk ruminansia umumnya mengikuti pola sebagai berikut, tulang sebagai kerangka tubuh tumbuh dan berkembang paling dini, disusul oleh otot/daging dan yang terakhir adalah lemak. Dengan demikian pertumbuhan dan perkembangan tubuh ternak domba dan kambing adalah sama. 3. Untuk alasan kesehatan dan daging masih empuk maka domba lokal sebaiknya dipotong pada umur 1 hingga kurang dari 2 tahun karena pada umur tersebut lemak belum banyak dideposit namun telah terbentuk marbling diantara serat ototnya dan daging masih relatif empuk. 380