BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

... Bank Indonesia: Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Framework)

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

VII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam

1. PENDAHULUAN. makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

1. Tinjauan Umum

OVERVIEW. Kebijakan Moneter dan Aktivitas Ekonomi

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter adalah merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter

Kebijakan Moneter & Bank Sentral

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter (monetary policy) merupakan komponen kunci kebijakan

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter , telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan ekonomi yang dirumuskan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selaku otoritas kebijakan moneter telah berupaya melakukan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun adalah awal dari krisis moneter kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inflation Targeting merupakan suatu kerangka kerja kebijakan moneter yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia yang pada awalnya bertumbuh pesat tiba-tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dimulai ketika sebuah

SKRIPSI. Kausalitas Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi. di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

I. PENDAHULUAN. Kebijaksanan moneter mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia lainnya. Pasar modal memiliki peran besar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto,

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

2013 Pengantar Ekonomi Makro

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. moneter terutama sudah sangat banyak dilakukan oleh para peneliti di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. terlihat dari tingginya tingkat inflasi, nilai tukar. pertumbuhan ekonomi yang masih rendah (Boediono, 2001).

I. PENDAHULUAN. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

I. PENDAHULUAN. pendek, tetapi juga merupakan fenomena jangka panjang. Dalam arti, bahwa

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

Transkripsi:

BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN Volume 3, Nomor 3, Desember 2000 Tinjauan Atas Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Menuju Penerapan Inflation Targeting Overview iii Operasi Pengendalian Moneter yang Berbasis Suku Bunga dalam Mencapai Sasaran Inflasi Doddy Zulverdi, Erwin Haryono, Wahyu Pratomo, dan Wahyu Agung Nugroho 1 Policy Rules untuk Pengendalian Inflasi Secara Fordward Looking Akhis R. Hutabarat, Reza Anglingkusumo, Fadjar Majardi, Rizki E. Wimanda 81 The General Equilibrium Model of Bank Indonesia (GEMBI) Charles Joseph, Janu Dewandaru, Hidayah Dhini Ari 104 Kemungkinan Penerapan Kebijakan Arus Modal Jangka Pendek dan Dampaknya bagi Stabilitas Nilai Tukar Yati Kurniati 142 BANK INDONESIA i

Tinjauan Atas Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Menuju Penerapan Inflation Targeting Overview Darsono *) Sejak 17 Mei 1999, Bank Indonesia memasuki babak baru yang jauh berbeda dari periode sebelumnya. Babak baru tersebut ditandai dengan diterapkannya Undang-Undang (UU) No.23/1999 tentang Bank Indonesia yang mereformulasi tujuan dan tugas Bank Indonesia secara lebih jelas dan terfokus. Tujuan Bank Indonesia sesuai dengan pasal 7 UU No.23/1999 adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Kebijakan moneter yang digariskan dalam UU tersebut secara implisit telah menempatkan kebijakan moneter Bank Indonesia dalam suatu kerangka kebijakan moneter yang dikenal dengan inflation targeting (IT) framework. IT adalah suatu kerangka kebijakan moneter yang antara lain ditandai oleh pengumuman target inflasi secara eksplisit kepada publik dan fokus kebijakan moneter diarahkan sedemikian rupa untuk mencapai target inflasi yang ditetapkan 1. Secara konsep, IT memberikan fokus yang lebih jelas dan sistematis bagi manajemen moneter bank sentral. Namun demikian, penggunaan single target tersebut tidak menjadikan pengelolaan moneter menjadi lebih mudah. Sebagaimana diketahui, banyak faktor yang mempengaruhi laju inflasi sehingga laju inflasi tidak seluruhnya berada dalam kendali bank sentral. Secara teori, inflasi merupakan resultante interaksi permintaan dan penawaran aggregate perekonomian. Sementara itu, kebijakan moneter pada dasarnya lebih efektif untuk mengendalikan tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan aggregate. Adapun perkembangan sisi penawaran aggregate lebih banyak dipengaruhi oleh kebijakan di sektor riil, perdagangan, dan kebijakan lainnya. Adanya keterbatasan ini menyebabkan seringkali bank sentral tidak dapat berbuat banyak untuk mengendalikan inflasi khususnya apabila tekanan inflasi tersebut berasal dari sisi penawaran atau berasal dari kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan (administered and income policies). *) Darsono : Peneliti Ekonomi di Bagian Studi Sektor Riil, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia 1 Bernanke, et al, Inflation Targeting: Lessons from the International Experience, Princeton University Press, 1999. iii

Untuk kasus Indonesia, upaya pengendalian inflasi merupakan persoalan yang cukup berat untuk dilaksanakan secara optimal pada saat ini. Hal ini terutama terkait dengan belum normalnya kondisi sektor perbankan sebagai channel utama yang menghubungkan sektor moneter dengan sektor riil. Keadaan ini menyebabkan masih tingginya tingkat ketidakpastian yang melingkupi transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Pada dasarnya sejumlah studi mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia telah dilakukan, namun belum memberikan hasil yang konklusif. Ketidakjelasan proses mekanisme transmisi kebijakan moneter seringkali menyebabkan kesulitan dalam menentukan dan memperkirakan pengaruh suatu kebijakan moneter terhadap sektor riil, khususnya dalam pencapaian sasaran inflasi. Secara operasional kebijakan moneter, kesulitan tersebut tercermin dari masih terbatasnya informasi yang sangat dibutuhkan sebagai dasar dalam menentukan waktu yang tepat, pilihan kebijakan moneter yang harus dilakukan, dan jangka waktu yang diperlukan bagi pelaksanaan suatu kebijakan moneter. Kondisi ini seringkali menyebabkan kesulitan dalam penyusunan suatu rekomendasi stance kebijakan moneter yang harus dilakukan Bank Indonesia pada saat terjadi tekanan inflasi yang cukup tinggi. Mengingat pentingnya pemahaman mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter yang paling relevan dan akurat di Indonesia, maka saat ini Bank Indonesia tengah melakukan kajian secara mendalam dan menyeluruh menyangkut segala aspek yang terkait dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Apabila ditinjau dari sisi operasional kebijakan moneter, permasalahan pengendalian inflasi antara lain terkait dengan kedisiplinan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral. Seringkali kebijakan moneter dihadapkan pada pilihan yang cukup sulit, misalnya pada saat nilai tukar menguat terhadap dolar Amerika. Kondisi ini bagi dunia usaha tentunya menghendaki pelonggaran kebijakan moneter yang tercermin dari menurunnya suku bunga. Di sisi lain, masih tingginya ekspektasi inflasi dan adanya sejumlah faktor yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi menuntut tetap dilakukannya kebijakan moneter yang tight. Dalam kaitan ini, adanya suatu petunjuk/rules yang dapat digunakan oleh bank sentral dalam memandu dan mendisiplinkan kebijakan moneternya merupakan suatu yang penting. Policy rules tersebut antara lain akan memberikan guidance mengenai path/jalur suku bunga yang seharusnya dilakukan oleh bank sentral apabila ingin mencapai sasaran inflasi yang ditetapkannya. Pilihan kebijakan moneter yang ditempuh tersebut pada dasarnya telah mempertimbangkan pengorbanan pertumbuhan output yang paling minimal (minimum sacrifice ratio). Berdasarkan uraian tersebut di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa upaya pencapaian sasaran inflasi secara optimal perlu adanya rumusan kerangka kerja kebijakan moneter Bank Indonesia yang jelas dan secara konsisten dilaksanakan. Kebutuhan tentang frame work kebijakan moneter yang relevan ini sudah semakin mendesak terutama untuk iv

digunakan sebagai acuan dalam mencapai tujuan Bank Indonesia sebagaimana digariskan dalam UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Oleh karena itu, dalam edisi Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan (BEMP) kali ini, ada empat tulisan yang sangat menarik untuk kita simak dan dapat digunakan sebagai starting point ke arah penyusunan kerangka kebijakan moneter Bank Indonesia secara komprehensif. Pada tulisan pertama, Doddy, Erwin dkk menguraikan tentang kerangka kerja operasional kebijakan moneter berbasis suku bunga yang lebih relevan untuk diterapkan di Indonesia serta kombinasi kebijakan moneter yang dapat secara efektif digunakan mempengaruhi sasaran operasional kebijakan moneter. Hubungan yang melemah antara besaran moneter dan variabel-variabel riil telah menyebabkan semakin sulitnya pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter dengan menggunakan monetary aggregate seperti base money sebagai sasaran operasioal kebijakan moneter. Sejalan dengan itu, negara-negara yang menerapkan IT cenderung menerapkan strategi kebijakan moneter yang berbasis pengendalian suku bunga. Namun demikian, terdapat sejumlah persyaratan agar pengendalian moneter berbasis suku bunga tersebut dapat secara efektif digunakan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Salah satu persyaratan penting yang harus dipenuhi agar sinyal suku bunga dapat berfungsi sebagaimana mestinya adalah kondisi sektor keuangan yang baik. Apabila sektor keuangan dan perbankan yang merupakan channel utama transmisi kebijakan moneter ke sektor riil mengalami gangguan, maka sinyal suku bunga yang dikeluarkan oleh otoritas moneter tidak akan ditangkap dengan baik oleh pelaku ekonomi lainnya. Akibatnya, kebijakan moneter yang berbasis suku bunga menjadi kurang efektif untuk mempengaruhi sasaran inflasi. Hal serupa juga akan dialami apabila kebijakan moneter menggunakan monetary aggregate sebagai sasaran operasionalnya. Di sisi lain, ada kelebihan yang dimiliki oleh suku bunga apabila digunakan sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Pada dasarnya suku bunga merupakan variabel yang lebih dekat dengan kehidupan masyarakat dibandingkan indikator ekonomi lainnya. Kedekatan hubungan ini antara lain tercermin dari lebih mudah dan cepatnya signal suku bunga dimengerti dan kemudian digunakan dalam membuat keputusan ekonomi oleh masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, implementasi operasi pengendalian moneter yang berbasis suku bunga untuk mencapai sasaran inflasi merupakan suatu alternatif yang penting kita pertimbangkan. Sejalan dengan kemungkinan penggunaan suku bunga secara lebih intens bagi perumusan kebijakan moneter, pada tulisan kedua, Akhis, Reza dkk mendiskusikan secara lebih mendalam bagaimana kebijakan moneter yang seharusnya dilakukan bank sentral dalam kaitannya dengan pengendalian inflasi secara forward looking. Sebagaimana telah diuraikan di atas, pencapaian laju inflasi yang rendah dan stabil melalui kebijakan moneter v

bukanlah hal yang sederhana. Adanya ketidakpastian yang tinggi mengenai jenis dan besarnya shocks yang akan dihadapi dimasa datang, serta ketidakpastian mengenai mekanisme transmisi dan parameter yang membentuknya menjadikan perumusan kebijakan moneter merupakan suatu hal yang cukup kompleks. Hal ini dipersulit lagi oleh adanya kenyataan bahwa pengaruh kebijakan moneter terhadap sektor riil terjadi melalui lag. Belajar dari pengalaman di hampir semua bank sentral di dunia, menunjukkan bahwa untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu framework kebijakan moneter yang forward looking dalam mengendalikan inflasi sehingga dapat meminimalkan gejolak kesenjangan output, inflasi dan variabilitas dari kebijakan moneter itu sendiri. Framework tersebut pada dasarnya merupakan constrained discretion yakni perumusan kebijakan moneter yang dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari hasil perhitungan secara mekanistis yang dihasilkan oleh policy rule. Policy rule adalah suatu mekanisme feedback yang menghubungkan suku bunga jangka pendek sebagai instrumen kebijakan bank sentral dengan sasaran inflasi. Melalui mekanisme feedback ini, variable kebijakan (dalam hal ini suku bunga) ditentukan secara endogen dalam model ekonomi simultan sehingga diperoleh rekomendasi path suku bunga yang kemudian dapat digunakan sebagai guidance rescretionary policy oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia. Untuk melengkapi informasi yang diperlukan khususnya terkait dengan dampak kebijakan moneter yang dipilih terhadap variable ekonomi penting lainnya, pada tulisan ketiga, Charles, Janu dkk menguraikan secara mendalam mengenai the General Equilibrium Model of Bank Indonesia (GEMBI). Sampai saat ini Bank Indonesia telah memiliki model makro ekonometrik yang cukup lengkap mencakup seluruh sektor dalam perekonomian seperti Model of Bank Indonesia (MODBI) yang dikembangkan sejak tahun 1986 bekerjasama dengan the Central Planning Bureau (CPB), Belanda. Namun, model makro MODBI tersebut bersifat statik dan lebih banyak digunakan untuk keperluan proyeksi ekonomi makro jangka pendek. Dengan kata lain, model tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat penunjuk arah gerak dinamis dari berbagai variabel makro jangka menengah dan panjang serta untuk keperluan analisis dan simulasi kebijakan. Untuk itu telah dikembangkan prototype model makro yang dinamis yang disusun berdasarkan prinsip general equilibrium serta dioperasikan dengan memasukkan shocks yang bersifat stochastic, yang dikenal dengan nama GEMBI. GEMBI memiliki kemampuan untuk melakukan simulasi kebijakan moneter dan fiskal dan analisa dampak kebijakan terhadap besaranbesaran ekonomi serta menghasilkan lintasan dinamik dari besaran-besaran makroekonomi seperti inflasi, suku bunga, nilai tukar nominal dan riil, PDB, dan current account. Sebagai penutup pada edisi kali ini, isu penting yang juga perlu mendapat perhatian kita adalah upaya penanganan gejolak nilai tukar rupiah. Pengalaman krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu menunjukkan bahwa variable nilai tukar rupiah memegang vi

peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Gejolak yang terjadi pada nilai tukar rupiah yang diikuti oleh depresiasi yang sangat tajam sangat mempengaruhi kestabilan makro ekonomi, khususnya pengaruhnya terhadap tekanan inflasi. Berkaitan dengan pentingnya upaya menstabilkan nilai tukar rupiah tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Yati mengenai kemungkinan penerapan kebijakan arus modal jangka pendek dan dampaknya bagi stabililitas nilai tukar merupakan topik yang menarik untuk kita simak. Kebijakan arus modal ini menjadi sangat penting karena hingga saat ini arus modal masuk (capital inflow) dalam bentuk pinjaman luar negeri masih merupakan sumber pembiayaan yang cukup penting dalam membiayai defisit spending dalam negeri. Pertanyaannya, mengapa hanya pada arus modal jangka pendek yang perlu diterapkan kebijakan? Hal ini berkaitan dengan kekhawatiran akan destabilizing effect arus modal jangka pendek terhadap kondisi perekonomian secara umum apabila terjadi net capital outflow secara besar-besaran seperti terjadi pada masa krisis kemarin. Sementara arus modal jangka panjang dalam bentuk investasi dari hasil studi ini terbukti tidak terlalu terpengaruh oleh dampak krisis ekonomi. Dari data yang ada, di negara-negara kawasan Asia sendiri telah terjadi perubahan aliran modal bersih (dalam bentuk pinjaman bank-bank komersial), yaitu dari net inflow menjadi net outflow, dengan angka yang cukup fantastis. Disamping itu, kajian ini dapat digunakan untuk menjawab pemikiran yang menyarankan agar Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan kontrol devisa. Namun, perlu ditekankan bahwa liberalisasi arus modal bukan berarti menjadikan transaksi modal tidak memiliki regulasi sama sekali. Pembatasanpembatasan pada jenis transaksi tertentu tetap perlu diberlakukan sampai sistem keuangan domestik sudah siap dalam menghadapi shocks yang berasal dari luar. Penerapan kebijakan arus modal pada satu sisi kurang disukai oleh investor tetapi pada sisi lain memberikan efek yang positif terhadap kestabilan nilai tukar. Dari hasil uji statistik diperoleh kesimpulan bahwa penerapan kebijakan arus modal terbukti dapat meredam volatilitas nilai tukar, salah satu kunci yang diperlukan bagi pemulihan perekonomian Indonesia. Selamat membaca. vii