P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 17 Oktober 2011 Indeks 1. Korupsi Dana Rp 73 miliar terkatung-katung Pejabat Sudin Olahraga dijebloskan ke rutan 2. Koruptor Buronan Kejaksaan tangkap mantan petinggi Pos Indonesia 3. Suap Kemenakertrans Dharnawati mengaku berniat menggarap proyek PPID di Papua Cetak.kompas.com Senin, 17 Oktober 2011 KORUPSI Dana Rp 73 Miliar Terkatung-katung KUDUS, KOMPAS - Bupati Kudus Musthofa belum juga mengganti Kepala Dinas Bina Marga, Pengairan, Energi, dan Sumber Daya Mineral Kudus Arumdyah Lienawati. Kondisi ini menyebabkan alokasi dana senilai Rp 73 miliar untuk dinas itu terkatungkatung. Selain itu, waktu penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2011 pun molor.
Arumdyah adalah terpidana kasus korupsi normalisasi Kali Gelis dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2008 senilai Rp 978,7 juta, sejak Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Kejaksaan Negeri Kudus pada 20 April 2011. Dia terbukti menyalahgunakan wewenang sehingga merugikan negara Rp 160 juta. Dia terancam pidana penjara satu tahun enam bulan. Anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Kudus, Superiyanto, Minggu (16/10), di Kudus, Jawa Tengah, mengatakan, dana Rp 73 miliar itu bakal digunakan untuk kepentingan masyarakat. Program-program yang menggunakan dana itu belum dilaksanakan karena tanda tangan Arumdyah pasca-penetapannya sebagai terpidana tidak sah, kata dia. Hal itu membuat para pemenang lelang enggan menjalankan proyeknya karena khawatir mendapat masalah di kemudian hari. Untuk itu, DPRD meminta bupati menunjuk pengganti Arumdyah atau pejabat pelaksana tugas (plt) yang mempunyai kuasa sebagai pengguna anggaran. Melalui plt itu, kontrak lelang bisa diperbarui dan program yang belum berjalan dilaksanakan, kata Superiyanto. Sementara itu, Bupati Kudus dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Kudus saling lempar tanggung jawab ketika ditanya soal penggantian Arumdyah. Kepala BKD Kudus Ali Rifai mengatakan, penggantian Arumdyah pasti dilakukan sesuai aturan. Namun, penggantinya masih perlu dibicarakan dengan bupati sebagai pejabat pembina kepegawaian. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus Sudarsono menambahkan, pemberhentian Arumdyah sebagai pegawai negeri sipil adalah wewenang gubernur atas usulan bupati. Kami akan mengkaji secara hukum dulu sebelum mengusulkan pemberhentian itu, kata Sudarsono. Di Pati Sementara Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng mendesak kepolisian daerah setempat memproses lebih lanjut dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Pati Tasiman, yang masa tugasnya telah berakhir, 27 September lalu. Sekretaris KP2KKN Jateng Eko Haryanto, Minggu (16/10), mengemukakan, perkara dimaksud terkait dugaan korupsi APBD Kabupaten Pati pada pos pembiayaan
Laporan Pertanggungjawaban Jabatan Tahun Anggaran 2002 dan pos bantuan pihak ketiga senilai Rp 1,9 miliar. Berdasarkan data yang dihimpun KP2KKN Jateng, pihak Polda pada 29 Juli 2008 sudah menetapkan Tasiman dan mantan Wakil Bupati Pati Kotot Kusmanto sebagai tersangka. Terkait desakan untuk membuka kembali penyidikan dugaan korupsi tersebut, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng Komisaris Besar Bambang Rudi Praktikyo belum berkenan menjelaskan proses kelanjutan perkara tersebut. Polda dikecam Dari Manado dilaporkan, Kepolisian Daerah Sulawesi Utara menghentikan penyidikan dua kasus korupsi surat perintah perjalanan dinas fiktif anggota DPRD Sulawesi Utara dan Kabupaten Minahasa Utara. Kasus itu sudah mengendap selama tiga tahun di tangan penyidik Polda Sulut. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut Ajun Komisaris Besar Benny Bela di Manado, Sabtu (15/10), mengatakan, keputusan penghentian penyidikan atas kasus tersebut setelah penyidik polda menggelar perkara melibatkan aparat hukum terkait dari BPKP Sulut dan Kejati Sulut. Koordinator Sulut Corruption Watch Deswerd Zougira mengecam keputusan Polda Sulut tersebut. Ia mengatakan aparat penyidik seperti kepolisian dan kejaksaan tidak pernah serius mengusut kasus-kasus korupsi di Sulut. (HEN/WHO/ZAL) Suarakarya-online.com Senin, 17 Oktober 2011 KORUPTOR BURONAN Kejaksaan Tangkap Mantan Petinggi Pos Indonesia JAKARTA (Suara Karya): Kejaksaan menangkap seorang buron kasus korupsi dana operasional dan dana non bujeter PT Pos Indonesia. Mantan Kepala Kantor Pos Jakarta Pusat, Her Chaerudin, berhasil dibekuk tim jaksa di daerah Ujung Berung, Bandung, yang buron sejak 2010 lalu. "Kejari Jakpus berhasil menangkap buron terpidana Her Chaerudin selaku mantan Kepala Kantor Pos Jakpus. Dia ditangkap Sabtu (15/10) pagi, pukul 06.15 WIB di Jl Raya Ujung Berung, Bandung, di sekitar kompleks rumah yang bersangkutan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Noor Rachmad dalam pesan singkat kepada wartawan, Sabtu (15/10).
Berdasarkan putusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) pada 11 Mei 2010, Chaerudin dijatuhi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Namun sejak putusan tersebut dijatuhkan, jaksa belum bisa mengeksekusi Chaerudin ke penjara. Sebab, pada putusan tingkat Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Chaerudin divonis bebas dan tidak diketahui lagi keberadaannya. Penangkapan Chaerudin dilakukan oleh tim eksekutor dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dengan dibantu Polsek Kemayoran dan Polrestabes Bandung Timur. Selanjutnya, jaksa mengeksekusi Chaerudin untuk menjalani masa hukumannya di LP Cipinang, Jakarta Timur. Kasus yang menjerat Chaerudin ini terjadi pada sekitar 2005-2006. Chaerudin terbukti melakukan korupsi terkait pemberian komisi yang diberikan kepada pelanggan PT Pos Indonesia yang melakukan pengiriman barang. Namun pada praktiknya, komisi tersebut tidak dibayarkan kepada pelanggan dan ditampung pada rekening khusus. Ketentuan soal komisi ini diatur dalam Surat Edaran Nomor 41 tanggal 30 Maret 2003 yang dikeluarkan Direktur Operasional PT Pos. Sebabnya, keuangan PT Pos terus merugi sejak tahun 2000 karena surat pos kalah populer dibanding surat elektronik dan SMS. Untuk memenangkan persaingan, Direktur Operasional PT Pos lantas mengeluarkan surat edaran yang berisi pengaturan pemberian komisi berupa voucher atau uang sebagai imbalan dari transaksi pengiriman barang tersebut. Untuk pengiriman bernilai Rp 20-100 juta komisi 5 persen, Rp 100-400 juta komisi 4 persen, dan Rp 400 juta ke atas komisi 3 persen. (Jimmy Radjah) Suarakarya-online.com Sabtu, 15 Oktober 2011 SUAP KEMENAKERTRANS Dharnawati Mengaku Berniat Menggarap Proyek PPIDT di Papua JAKARTA (Suara Karya): Tersangka kasus dugaan suap pencairan dana proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Dharnawati, mengaku perusahaannya PT Alam Jaya Papua memang berniat menggarap proyek PPIDT di Pulau Papua. Namun, dia membantah telah melakukan kesepakatan pemberian fee untuk memperoleh proyek tersebut. Hal itu diungkapkan Dharnawati usai memberi keterangan kepada penyidik KPK, kemarin (14/10).
Menurut Dharnawati, perusahaannya berniat menggarap proyek di Kabupaten Mimika, Teluk Wondama dan Manokwari. Tetapi, hingga kasus ini merebak, Dharnawati menyatakan belum ada kesepakatan antara PT Alam Jaya Papua dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum setempat. "Belum ada deal," kata Dharnawati. Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat termasuk salah satu kawasan transmigrasi yang masuk dalam daftar penerima dana PPIDT. Kabupaten tersebut akan menerima dana sebanyak Rp 16 miliar untuk pelaksanaan proyek PPIDT. Untuk wilayah Papua dan Papua Barat, ada empat kabupaten yang mendapatkan alokasi dana PPID dari Kemenakertrans. Tiga kabupaten lain di Papua yakni Manokwari (Rp22,16 miliar), Keerom (Rp20 miliar), dan Mimika (Rp15 miliar). Dharnawati diperiksa sebagai tersangka kasus pemberian suap kepada dua pejabat Kemenakertrans, yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi, I Nyoman Suisnaya, dan Kepala Bagian Evaluasi dan Perencanaan, Dadong Irbarelawan. Dia diduga memberi Rp 1,5 miliar sebagai imbalan agar pencairan anggaran dalam APBN-P 2011 untuk pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi di Manokwari, Papua Barat bisa dilakukan. Minggu ini, sejumlah saksi kasus tersebut sudah dimintai keterangan oleh penyidik KPK. Salah satunya adalah Bupati Teluk Wondama, Zeth Barnabas Marani yang dijadwalkan diperiksa Senin (10/10), kemarin. Namun, dia belum memenuhi panggilan penyidik KPK tersebut. Dia baru mendatangi penyidik, Selasa (11/10). Penyidik KPK juga sudah meminta keterangan Kepala Bidang [Kabid] Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Mimika, Dominggus Robert Mayaut. Sementara itu, KPK juga meminta keterangan adik kandung tersangka kasus suap dalam proyek pembangunan wisma atlet SEA Games, M Nazaruddin yang bernama Muhajiddin Hasyim. Sebenarnya, Hasyim dijadwalkan pemeriksaannya pada Rabu (12/10), Namun dia tidak bisa mengindahkannya. Mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis, saat bersaksi di persidangan Mindo Rosa Manulang dan Mohammad El Idris menyebutkan bahwa Hasyim turut membahas pembagian fee terkait proyek wisma atlet dalam rapat-rapat yang berlangsung di Grup Permai bersama Nazaruddin dan saudara yang lainnya, M. Nasir. (Nefan Kristiono) Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E) humas-ppatk@ppatk.go.id DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan digunakan khusus untuk PPATK dan pihak-pihak yang memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.