BAB I PENDAHULUAN. barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya pada. ditangguhkan sampai waktu yang akan datang.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan usahanya agar lebih maju. pembiayaan berbasis Pembiayaan Islami.

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STRATEGI PROMOSI SISTEM PERSUADE PADA PEMBELIAN SEPEDA MOTOR SECARA KREDIT DI UD. YAMAHA RAYA MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi Islam akan bekerja sekuat tenaga untuk mewujudkan kehidupan

Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam Dalam Jual Beli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

DEVELOPER PT. SAMI KARYA DI PERUMAHAN GRAHA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pola hidup manusia. Teknologi ini sangat membantu manusia dalam

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB I PENDAHULUAN. dalam judul skripsi makelar mobil dalam perspektif hukum islam (Studi di

BAB I PENDAHULUAN. setiap konsumen dalam menggunakan suatu barang atau jasa. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. jalan penggantian berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Allah SWT agar

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB I PENDAHULUAN. saling mengisi dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. Muamalah adalah ketetapan-ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kaum muslimin untuk menapaki kehidupan fana di dunia ini dalam rangka

BAB V PEMBAHASAN. kegiatan operasional yang berlangsung di kantor Koperasi Simpan Pinjam

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1

BAB IV ANALISIS ETIKA ISLAM DALAM PENGELOLAAN BISNIS PENGEMBANG PERUMAHAN DI PT. SYSSMART SEJAHTERA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Ruang lingkup didalam bermuamalat seperti jual beli (al-ba i wa alijarah),

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrahman, Fatoni Metodologi Penelitian dan Tehnik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT. Rinekha Cipta.

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN UANG MUKA SEWA MOBIL PADA USAHA TRANSPORTASI MAJU JAYA DI BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB I PENDAHULUAN. industri pada pertengahan abad ke-19. Manajemen lahir sebagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan, manusia tidak pernah luput dari kegiatan sosial

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat kebutuhan jasmaniyah dengan cara yang sebaik-baiknya. 1. yang bersifat universal dan komprehensif. 2

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan terhadap orang lain oleh karena itu timbullah hubungan hak

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan di Indonesia telah berkembang pesat dan banyak kota-kota

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB I PENDAHULUAN. Ajaran agama Islam dengan segala kompleksitasnya dengan. menggunakan al-qur an sebagai landasannya telah terbukti mampu memecahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL

BAB I PENDAHULUAN. oleh berjuta-juta orang yang tersebar di semua penjuru dunia. Internet

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Tulungagung pada garis Bujur Timur dan

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI HASIL BUMI DENGAN SISTEM PANJAR DI DESA JENARSARI GEMUH KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada Hukum Ekonomi Syariah yang ada di Lembaga Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

ANALISIS YURIDIS JUAL BELI BARANG MELALUI TOKO ONLINE (E-COMMERCE)

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dengan dilahirkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN JASA SPEEDY PADA PT TELKOM, Tbk CABANG PADANG SKRIPSI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI SUKU CADANG MOTOR HONDA DI DEALER HONDA CV. SINARJAYA KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN BARANG ELEKTRONIK YANG TIDAK MENDAPATKAN KARTU JAMINAN ATAU GARANSI

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum. Oleh: YANTI RAHAYU KOSMASARI

BAB II PENGATURAN LAYANAN PURNA JUAL DI INDONESIA. yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi konsumen, tahap purna transaksi.

BAB IV ANALISIS PRAKTEK MAKELAR. A. Praktek Makelar Dalam Jual Beli Mobil di Showroom Sultan Haji Motor

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik aqidah, ibadah, akhlak. membeda-bedakan antara muslim dan non muslim.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain disebut muamalat. 1. dibenarkan (syara ). Jual beli pada dasarnya dibolehkan oleh ajaran Islam.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan

BAB IV. dunia. Jaringan komunikasi global dengan fasilitas teknologi komputer

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG]

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bukan hanya dalam permasalahan ibadah ubūdiyah saja

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURĀBAḤAH DALAM BENTUK PERJANJIAN PIUTANG MURĀBAḤAH

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan. Beberapa kalangan mencurigai islam sebagai faktor penghambat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat suatu barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya pada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran. Pembayaran bisa dilakukan di muka, melalui cicilan atau ditangguhkan sampai waktu yang akan datang. 1 Dalam istishna pembuat barang dinamakan shoni dan pemesan barang dinamakan mushoni. 2 Jual beli istishna mulai dikembangkan oleh mazhab Hanafi. Terdapat pelarangan akad tersebut, jika tidak mencantumkan kontrak penjualan, dimana hal tersebut sebagai bagian dari rukun jual beli. 3 Istishna diperbolehkan dalam hukum Islam, dan para ulama juga sepakat adanya jual beli istishna. Karena praktik istishna pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW yaitu beliau pernah meminta dibuatkan cincin. 4 Hal ini menyatakan bahwa istishna telah menjadi ijma sejak zaman Rasulullah saw tanpa ada 1 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 113 2 Nurul HAK, Ekonomi Islam Hukum Bisnis Syariah, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 37-38 3 Ahmad Dahlan, Bank Syariah Teoritik, Praktik Kritik, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 196 4 Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar,et.all., Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Madzhab, (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2009), hal. 144 1

2 yang menyangkal. Kaum muslimin telah mempraktikkan transaksi seperti ini, karena memang sangat dibutuhkan. Meskipun waktu penyerahan dalam kontrak akad istishna tidak harus ditentukan pada awal akad, namun pembeli atau pemesan dapat menentukan kapan selesainya waktu barang pesanan tersebut, hal ini diperbolehkan. Karena penentuan batas waktu selesainya pesanan sudah sering dipraktikkan oleh masyarakat muslim sejak masa Rasulullah. Apabila telah terjadi kesepakatan, maka akad istishna mengikat keduanya, sehingga apabila pembuat barang terlambat dalam membuatkan pesanan maka pemesan barang dapat menuntut haknya, sebab telah terjadi wanprestasi. Demikian juga dalam pembayaran, pada akad istishna dapat dilakukan sesuai yang diinginkan oleh pemesan dan kesepakatan bersama. Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan perlu adanya perlindungan konsumen. Perlindungan Konsumen menurut Az-Nasution sebagaimana yang dikutip Shidarta adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. 5 Dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. cet.ke-3, hal. 11 5 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Edisi Revisi, (Jakarta: PT Grasindo, 2006),

3 Dalam syariat Islam melindungi konsumen itu sangat penting, karena Islam melihat sebuah perlindungan konsumen bukan sebagai hubungan keperdataan semata melainkan menyangkut kepentingan publik secara luas, bahkan menyangkut hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Dalam konsep hukum Islam perlindungan atas tubuh berkait dengan hubungan vertikal (manusia dengan Allah) dan horizontal (sesama manusia). Untuk melindungi konsumen, dalam fiqh Islam dikenal perangkat hukum Islam. Karena Islam menghendaki adanya unsur keadilan, kejujuran, dan transparasi yang dilandasi nilai keimanan dalam praktik perdagangan dan peralihan hak. 6 Melihat pentingnya perlindungan terhadap konsumen, dalam hukum kontrak disebutkan dalam ketentuan pasal 25 UUPK. Ketentuan Pasal 25 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) memperlihatkan bahwa suatu kontrak tidak hanya mengikat dalam pelaksanaan kontrak, tetapi juga mengikat dalam tahapan pasca pelaksanaan kontrak. Sesuai pasal 25 UUPK pelaku usaha wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual, demikian juga wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan, sepanjang pelaku usaha yang bersangkutan memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 tahun. 7 Apabila menyediakan suku cadang tidak terdapat dalam perjanjian, maka konsumen tetap mempunyai hak menuntut ganti rugi kepada pelaku 6 Muhammad dan Alimin, Etika dan perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2004), hal. 134 7 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 157

4 usaha yang bersangkutan berdasarkan perbuatan melanggar hukum, apabila kewajiban menyediakan suku cadang atau purna jual dikesampingkan oleh pelaku usaha. Penyelesaian wanprestasi dalam perlindungan hukum konsumen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara mengajukan ke Pengadilan umum dengan pokok perkara atau juga dapat diselesaikan di luar Pengadilan. Dalam penyelesaian Peradilan umum, dijelaskan dalam Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang menyatakan, setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. 8 Penyelesaian di luar Pengadilan ada beberapa cara, diantaranya yaitu konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan inilah yang banyak digunakan oleh masyarakat, apabila mengalami wanprestasi dalam masalah transaksi jual beli seperti halnya pada akad istishna. Penyelesaian di luar pengadilan banyak dipilih masyarakat karena biaya murah dan prosesnya tidak lama. Hukum Islam dalam penyelesaian masalah ekonomi dapat diselesaikan melalui; perdamaian (ash-shulhu), arbitrase (tahkim) dan peradilan (al-qadha). Meskipun dalam kenyataannya sengketa ekonomi jarang sekali diselesaikan dalam lembaga tersebut. 8 Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Visimedia, 2007), hal. 34

5 Istishna diperlukan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Praktik istishna sering diperlukan dalam pemesanan barang seperti dalam pembuatan meubel rumahan, maupun dalam pabrik-pabrik yang bersifat produktif. Pada pembuatan meubel rumahan ini sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, terutama dalam pemesanan alat rumah tangga, seperti almari, meja makan, dipan, buffet dan lain-lain. Praktik istishna yang dilakukan di masyarakat, hanya dengan istishna biasa, yaitu shoni (pemesan barang) memesan dengan cara menunjukkan spesifikasi, bentuk barang, model barang secara jelas kepada mushoni (pembuat barang), dengan akad jual beli. Dalam pesanan tersebut pembayaran bisa ditangguhkan atau dicicil sesuai akad yang telah disepakati kedua belah pihak. Masyarakat Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung, dalam pemesanan barang-barang rumah tangga, sudah biasa dilakukan. Terdapat beberapa meubel di Desa Kates, sehingga praktik istishna banyak dilakukan dengan pesan barang-barang rumah tangga. Dalam pemesanan tidak memungkiri adanya cidera janji, baik itu yang dilakukan oleh pembuat barang atau pemesan barang. Namun cidera janji yang pernah dialami oleh pembuat barang, masih kurang diperhatikan oleh pemesan barang. Keterlambatan ini mungkin disebabkan banyaknya pesanan sehingga terjadi penundaan waktu penyerahan barang yang dipesan. Alasan keterlambatan dalam membuatkan pesanan bukan menjadi hal yang biasa lagi. Hal ini masih kurang diperhatikan oleh sebagian konsumen yang belum memahami perlindungan hukum terhadap konsumen.

6 Maka jika shoni (pembuat barang) melakukan keterlambatan dalam membuatkan pesanan dan ataupun barang yang dipesan tidak sesuai dengan kriteria yang disebutkan diawal akad, maka pesanan boleh dibatalkan. Pembatalan ini dalam istishna disebut dengan khiyar. Khiyar merupakan suatu hak pilih yang diberikan kepada pemesan barang, jika barang yang dipesan tidak sesuai dengan kriteria, dapat meneruskan atau membatalkan akad. Pembatalan kontrak dalam akad istishna dapat dilakukan apabila pembuat barang belum memulai memproduksinya, akan tetapi jika perusahaan yang membuat barang sudah memulai memproduksi maka tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Dalam realita yang dilakukan oleh masyarakat, praktik pemesanan barang di meubel Permata Wood Desa Kates masih sering terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pembuat barang, yaitu berupa keterlambatan waktu penyerahan barang. Karena pada akad yang disepakati di awal pemesan menyebutkan waktu penyerahan barang, sehingga telah terjadi pengikatan akad oleh kedua belah pihak dalam memenuhinya. Apabila saat jatuh tempo penyerahan barang, pesanan belum jadi, biasanya konsumen masih memberikan kesempatan waktu untuk menyelesaikannya. Hal ini membuat konsumen kecewa sebagai pihak yang memesan barang. Dalam kasus wanprestasi tersebut tidak dianggap serius oleh konsumen yang memesan barang, sehingga tidak ada tindak lanjut penyelesaian hukum. Padahal kasus demikian merugikan konsumen, yang mana haknya tidak terpenuhi.

7 Meskipun sudah ada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang di dalam pasalnya telah disebutkan hak-hak konsumen dan pelaku usaha serta larangan pelaku usaha, namun masih ditemukan adanya wanprestasi sehingga menjadikan konsumen tidak nyaman dalam melakukan transaksi dalam akad pemesanan. Berdasarkan fenomena di atas kiranya menarik untuk diteliti, maka penelitian ini membahas/mengkaji lebih mendalam fenomena tersebut yang dituangkan dalam karya ilmiah, dengan judul Perlindungan Konsumen Pada Akad Istishna Dalam Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus di Meubel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung). B. Fokus Penelitian Berdasarkan konteks penelitian yang telah dijelaskan di atas, maka perlu ditetapkan fokus penelitian yang terkait dengan penelitian ini guna menjawab segala permasalahan yang ada. Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana praktik akad istishna di meubel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung? 2. Bagaimana perlindungan hukum konsumen dalam praktik akad istishna di meubel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999?

8 3. Bagaimana perlindungan hukum konsumen dalam praktik akad istishna di meubel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungangung dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah? 4. Bagaimana Penyelesaian masalah dalam praktik akad istishna di meubel Permata Wood Desa Kates menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian di atas, penelitian ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian yaitu: 1. Untuk mendeskripsikan praktik istishna di meubel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung. 2. Untuk mendeskripsikan perlindungan hukum konsumen dalam praktik akad istishna di meubel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999. 3. Untuk mendeskripsikan perlindungan hukum konsumen dalam praktik akad istishna di meubel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. 4. Untuk mendeskripsikan penyelesaian masalah dalam praktik akad istishna di meubel Permata Wood Desa Kates menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

9 D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian yang telah peneliti peroleh adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini mempunyai manfaat teoritis yaitu memberikan segi positif untuk menambah wawasan tentang adanya suatu perlindungan khusus dalam akad istishna. Karena pada akad istishna sudah diaplikasikan oleh masyarakat namun belum ada perlindungan hukumnya. Dalam aplikasi jual beli sering terjadi wanprestasi, khususnya dalam akad istishna. Maka perlindungan hukum konsumen sangat penting untuk menjaga konsumen dari bahaya yang melanda pada konsumen berupa kerugian-kerugian yang dialami konsumen akibat wanprestasi dari pelaku usaha (pembuat barang). Serta hak-hak dan kewajiban konsumen telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang kebanyakan masyarakat tidak mengetahui adanya perlindungan konsumen. 2. Manfaat Praktis a. Pembuat Barang Pembuat barang mengetahui tentang perlindungan konsumen, supaya tidak melakukan wanprestasi yang berupa keterlambatan waktu penyelesaian barang yang dipesan atau tidak sesuai dengan akad yang telah disepakati.

10 b. Pemesan Manfaat untuk pemesan barang yaitu dengan adanya pengetahuan tentang perlindungan konsumen, pemesan akan lebih nyaman dalam melakukan transaksi pemesanan karena hak-haknya terlindungi. c. Masyarakat Masyarakat mengetahui tentang perlindungan konsumen yang terdapat dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999, sehingga apabila terjadi wanprestasi dalam transaksi masyarakat dapat menuntut haknya. Dengan adanya perlindungan konsumen tersebut diharapkan masyarakat lebih nyaman dalam suatu transaksi dan minimnya wanprestasi. E. Penegasan Istilah Perlindungan Konsumen Dalam Akad Istishna Perspektif Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus di Meubel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung) untuk menghindari penafsiran yang tidak diharapkan, maka perlu diuraikan terlebih dahulu tentang istilah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Konseptual a. Akad Istishna

11 Akad Istishna adalah suatu akad pemesanan untuk dibuatkan sesuatu menurut prosedur tertentu dan bahan untuk membuat sesuatu tersebut berasal dari orang yang menerima pesanan. 9 Istishna adalah jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dan pihak penjual. 10 b. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 adalah Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan Konsumen (UUPK) yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum. 11 c. Perlindungan Konsumen Perlindungan Konsumen, menurut para ahli yaitu: "... Aturan hukum yang mengakui kelemahan tawar menawar individu untuk mengkonsumsi dan yang menjamin bahwa kelemahan tidak dieksploitasi secara tidak adil. Az Nasution mengemukakan perlindungan konsumen adalah hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. 12 9 Siah Khosyi ah, Fiqh Muamalah Perbandingan, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hal. 118 10 Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2011), cet.1, hal. 3 11 Ahmadi Miru dan Sutarman Yono, Hukum Perlindungan, hal. 1 12 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, Sinar Grafika: 2008), hal. 13

12 d. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PERMA No. 02 Tahun 2008 yang dijadikan pedoman prinsip syariah bagi hakim di lingkungan Peradilan Agama dalam memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan ekonomi syariah. 13 2. Operasional Dalam penegasan operasional ini, yang dimaksud dengan Perlindungan Konsumen Pada Akad Istishna dalam Perspektif Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus di Muebel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung) adalah penelitian ini mendiskripsikan tentang pelaksanaan akad istishna dalam pesan barang-barang rumah tangga di meubel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung, perlindungan konsumen yang diberikan dalam akad istishna di meubel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah serta diberikan penyelesaian masalah yang terdapat di meubel Permata Wood Desa Kates yang ditinjau oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. 13 http://dwisantosapambudi.blogspot.co.id/2012/11/kompilasi-hukum-ekonomisyariah.html diakses tanggal 13-02-2016

13 F. Sistematika Pembahasan Penelitian ini disusun dalam lima bab dan dalam sebuah bab mempunyai sub bab, maka untuk mempermudah pemahaman penelitian dibuat sistematika pembahasan sebagai berikut: Bab I pendahuluan, dalam bab I ini dibahas mengenai konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat dan kegunaan penelitian, penegasan istilah, dan sistematika pembahasan. Bab II kajian pustaka, dalam bab II berisi teori-teori yang digunakan sebagai analisa dalam membahas objek penelitian tentang (a) perikatan, meliputi pengertian perikatan dan perjanjian, syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, dan wanprestasi dan akibat-akibatnya; (b) istishna, meliputi pengertian istishna, syarat dan rukun istishna, dasar hukum istishna, ketentuan barang istishna, ketentuan pembayaran istishna, definisi khiyar, dan penyelesaian sengketa; (c) definisi konsumen dan pelaku usaha; (d) perlindungan konsumen dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999; (e) perlindungan konsumen dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah; (f) penyelesaian masalah dalam akad istishna menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah; dan (g) penelitian terdahulu. Bab III metode penelitian, dalam bab III ini diuraikan tentang jenis penelitian yang meliputi: jenis penelitian, lokasi penelitian, kehadiran peneliti, sumber data, tehnik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan temuan, dan tahap-tahap penelitian.

14 Bab IV paparan data penelitian dan pembahasan, dalam bab IV ini diuraikan tentang sebagai berikut: a) Paparan Data penelitian: (1) Deskripsi Objek Penelitian, (2) mekanisme akad istishna di Meubel Permata Wood Desa Kates, pelaksanaan pemesanan di Meubel Permata Wood Desa Kates, kriteria barang Pesanan di Meubel Permata Wood, kesepakatan waktu pesanan di Meubel Permata Wood, penyebab keterlambatan dan sikap konsumen, (3) Perlindungan konsumen yang diberikan pelaku usaha di Meubel Permata Wood, (4) Penyelesaian dalam pesan barang di Meubel Permata Wood Desa Kates; b) Temuan Penelitian, (1) mekanisme akad istishna di Meubel Permata Wood Desa Kates, pelaksanaan pemesanan di Meubel Permata Wood Desa Kates, kriteria barang Pesanan di Meubel Permata Wood, kesepakatan waktu pesanan di Meubel Permata Wood, penyebab keterlambatan dan sikap konsumen, (2) Perlindungan konsumen yang diberikan pelaku usaha di Meubel Permata Wood, (3) Penyelesaian dalam pesan barang di meubel Permata Wood Desa Kates; c) Analisis Temuan Penelitian; (1) mekanisme akad istishna di Meubel Permata Wood Desa Kates, pelaksanaan pemesanan di Meubel Permata Wood Desa Kates, kriteria barang Pesanan di Meubel Permata Wood, kesepakatan waktu pesanan di Meubel Permata Wood, penyebab keterlambatan dan sikap konsumen, (2) Perlindungan konsumen yang diberikan pelaku usaha di Meubel Permata Wood dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 (UUPK), (3) Perlindungan konsumen yang diberikan pelaku usaha di Meubel Permata Wood dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), (4) Penyelesaian

15 dalam pesan barang di meubel Permata Wood Desa Kates dalam UUPK dan KHES. Bab V penutup, dalam bab V ini berisi kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan ini diberikan untuk berbagai pihak yang terkait, dan merupakan akhir dari penelitian yang memudahkan para pembaca untuk memahami penelitian ini.