BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agent (manajemen suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Gambaran Umum Tentang Anggaran Pengertian Anggaran

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Anggaran Ellen, dkk (2002;1) Pengertian Anggaran Ellen, dkk (2002;1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), proses adalah

BAB II DASAR TEORI Anggaran Definisi Anggaran. Anggaran menurut Henry Simamora (1999) merupakan suatu

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

Penganggaran Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Pengendalian melihat ke belakang, yaitu melihat apa yang telah dihasilkan dan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggaran merupakan salah satu cara manajemen dalam menjalankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. atupun mata uang lainnya yang meliputi seluruh kegiatan untuk jangka waktu. Definisi anggaran menurut M. Nafirin ( 2000:9 )

BAB II FUNGSI ANGGARAN DALAM PERUSAHAAN. satuan kuantitatif. Penyusunan anggaran sering diartikan sebagai

Anggaran Perusahaan. Disusun oleh : Dadang Hendra Winata ( ) Indra Kusuma Putra ( ) MP 14 B UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Anggaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Anggaran adalah suatu rencana kuantitatif (satuan jumlah) periodic

BAB II BAHAN RUJUKAN. memiliki ciri khas tersendiri, oleh karena anggaran perusahaan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode.

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Gambaran Umum Tentang Anggaran Pengertian Anggaran

BAB III FUNGSI ANGGARAN SEBAGAI ALAT PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA TEBING TINGGI

UNIVERSITAS BENGKULU

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. digunakan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang sedang diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu, dan peningkatan kinerja perusahaan yang mampu

Penganggaran Perusahaan 1 BAB 1 ANGGARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini akan memaparkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian.

KONSEP DASAR BUDGETING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMP. PERANGGARAN 1. Materi 1 PENGENALAN PERANGGARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN. Penyusunan anggaran merupakan proses pembuatan rencana kerja untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Pertumbuhan yang pesat tersebut mengakibatkan terjadinya

BAB II BAHAN RUJUKAN

GAMBARAN UMUM TENTANG BUDGET

PENGANGGARAN PERUSAHAAN

BAB II KERANGKA TEORI. Kata anggaran merupakan terjemahan dari kata budget dalam bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep biaya telah berkembang sesuai kebutuhan akuntan, ekonom dan. dukungan berbagai fungsi dalam bisnis dan akuntansi.

BAB ll TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam akuntansi di Indonesia terdapat istilah-istilah biaya, beban, dan harga

BAB II ANGGARAN OPERASIONAL SEBAGAI ALAT PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB II BAHAN RUJUKAN. Anggaran adalah suatu rencana keuangan periodik yang disusun

BAB II LANDASAN TEORI. disusun berdasarkan program yang telah disahkan. Anggaran (budget) merupakan

PERTEMUAN KE-4 ANGGARAN BERDASARKAN FUNGSI DAN AKTIFITAS STANDAR UNIT

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu, dan peningkatan kinerja perusahaan yang mampu. mempertahankan kelangsungan hidup serta mampu untuk maju dan terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN. Berikut ini beberapa pengertian tentang anggaran atau Budget yang

Penganggaran Perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1999) dalam bentuk kinerja manajer berdasarkan pada fungsi manajemen klasik yang. penganggaran, pemprograman dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. kebangkrutan suatu perusahaan (Adrianto, 2008). Agar dapat bersaing, perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena

BAB I PENDAHULUAN. dipimpin oleh satu hierarki manajer, dengan chief exeutive officer (CEO) pada

BAB II LANDASAN TEORI. penerimaan dengan pengeluaran, tetapi dengan semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN. dan pengendalian, dengan asumsi bahwa langkah-langkah positif akan diambil

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk melaksanakan strategi organisasi, oleh sebab itu anggaran harus

Tugas E-learning Administrasi Bisnis. DI Susun oleh : Joko Purnomo

ISI DAN PEMBAHASAN. Penganggaran adalah penciptaan suatu rencana kegiatan yang dinyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang

BAB 1 PENDAHULUAN. finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk

BAB I PENDAHULUAN. persaingan dunia usaha yang berkembang akhir-akhir ini. Persaingan dalam

KONSEP DASAR SISTEM PENGGARAN MENYELURUH

BAB I PENDAHULUAN. akan dicapai, baik berupa laba yang maksimal, kelangsungan hidup, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:26), biaya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan rencana jangka panjang yang ditetapkan dalam proses

Jurnal FASILKOM Vol.2 No.2, 1 Oktober 2004 PERAN SISTEM INFORMASI DALAM MEMBUAT ANGGARAN SEBAGAI ALAT PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN LABA

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Sekretariat, penulis ditempatkan di bagian Keuangan dan Program, dalam

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian, maka perlu menciptakan kondisi ekonomi yang lebih fleksibel dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha pada umumnya, maka banyak

BAB I PENDAHULUAN. peluang baru bagi negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Persaingan antar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dan dipakai selama periode waktu tertentu. jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut (Hansen dan Mowen [1997]). Proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Bagian ini membahas mengenai teori-teori dan pendekatan yang

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agent (manajemen suatu perusahaan) dan principal (pemilik usaha). Dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak di mana salah satu pihak (principal) memerintah pihak lain (agent) untuk melakukan suatu jasa dan mendelegasikan wewenang kepada agent untuk membuat keputusan yang terbaik. Salah satu elemen kunci dari teori agensi adalah bahwa principal dan agent memiliki preferensi atau tujuan yang berbeda. Teori agensi mengeksplorasi bagaimana kontrak dan insentif dapat ditulis untuk memotivasi individu-individu untuk mencapai keselarasan tujuan. Teori ini berusaha untuk menggambarkan faktor-faktor utama yang sebaiknya dipertimbangkan dalam merancang kontrak insentif. Kontrak insentif akan mengurangi perbedaan preferensi ini. Jumlah insentif yang diberikan kepada agent diukur berdasarkan kinerjanya (Anthony dan Govindarajan, 2002:269). 2.1.2 Teori Pendekatan Perilaku Pendekatan perilaku pada formulasi teori akuntansi menekankan relevansi pengambilan keputusan dari informasi yang dikomunikasikan dan perilaku individu dan kelompok yang ditimbulkan oleh komunikasi informasi. Akuntansi diasumsikan berorientasi pada tindakan yang tujuannya adalah untuk mempengaruhi tindakan (perilaku) secara langsung melalui muatan informasional 19

dari pesan yang disampaikan dan secara tidak langsung melalui perilaku para akuntan. Karena akuntansi dianggap sebagai suatu proses perilaku, pendekatan perilaku terhadap formulasi teori akuntansi akan menerapkan ilmu perilaku pada akuntansi. Tujuan umum dari pendekatan ini adalah mirip dengan tujuan dari ilmu perilaku. Pendekatan perilaku pada formulasi dari suatu teori akuntansi memiliki kepentingan dengan perilaku manusia, karena berhubungan dengan informasi dan masalah-masalah akuntansi. Dalam konteks ini, pemilihan teknik akuntansi harus dievalusi dengan mengacu pada tujuan-tujuan perilaku dari pengguna informasi keuangan (Riahi dan Belkaoui, 2007:87). 2.1.3 Pengertian Anggaran Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang disusun berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain, yang mencakup jangka waktu satu tahun (Mulyadi, 1997:488). Menurut Anthony dan Govindarajan (2002:360), anggaran adalah suatu alat penting untuk perencanaan jangka pendek dan pengendalian yang efektif dalam organisasi. Menurut Hansen dan Mowen (1999:350), anggaran adalah perencanaan keuangan untuk masa depan, anggaran memuat tujuan dan tindakan dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dari beberapa pengertian ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang dapat diukur dengan satuan moneter dan satuan ukuran yang lain yang merupakan perencanaan jangka pendek untuk masa depan yang memuat tujuan dan tindakan dalam pencapaian tujuan. 20

Dalam penyusunan suatu anggaran perusahaan, terdapat beberapa syarat yang perlu mendapat perhatian, yaitu bahwa suatu anggaran harus realistis, luwes, dan kontinyu. Realistis artinya tidak terlalu optimis dan tidak terlalu pesimis, karena suatu anggaran yang terlalu optimis akan sulit dicapai, sedangkan anggaran yang pesimis akan dapat menjadikan karyawan bermalas-malasan dan tidak ada usaha untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan. Luwes artinya bahwa anggaran jangan dibuat terlalu kaku, sehingga suatu anggaran yang telah dibuat, mempunyai peluang untuk disesuaikan lagi dengan keadaan yang mungkin akan berubah di waktu yang akan datang. Kontinyu berarti bahwa anggaran yang telah dibuat harus terus mendapat perhatian dari manajemen. Berdasarkan hal tersebut, karakteristik dari anggaran adalah sebagai berikut (Mulyadi, 1997:490): 1) Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan. 2) Anggaran umumnya mencakup jangka waktu satu tahun. 3) Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen, yang berarti bahwa para manajer setuju untuk menerima tanggung jawab untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. 4) Usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari penyusun anggaran. 5) Sekali disetujui, anggaran hanya dapat diubah di bawah kondisi tertentu. 6) Secara berkala, kinerja keuangan sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran dan selisihnya dianalisis serta dijelaskan. 21

2.1.4 Fungsi Anggaran Sesuai dengan fungsi manajemen yang terdiri dari fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, fungsi anggaran juga demikian. Hal ini disebabkan anggaran sebagai alat manajemen dalam melaksanakan fungsinya (Nafarin, 2000:15). 1) Fungsi Perencanaan Anggaran merupakan alat perencanaan tertulis menuntut pemikiran yang teliti dan akan memberikan gambaran yang lebih nyata atau jelas dalam unit dan uang. 2) Fungsi Pelaksanaan Anggaran merupakan pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan secara selaras dalam mencapai tujuan (laba). Jadi anggaran penting untuk menyelaraskan (koordinasi) setiap bagian kegiatan, seperti: bagian pemasaran, bagian umum, bagian produksi, dan bagian keuangan. Bila salah satu bagian (departemen) saja tidak dapat melaksanakan tugas sesuai dengan yang direncanakan, maka bagian lain juga tidak dapat melaksanakan tugasnya sesuai rencana. Dengan demikian tiap bagian harus melaksanakan tugasnya secara selaras, terarah, dan terkoordinisir sesuai dengan yang direncanakan atau yang ditetapkan dalam anggaran. 3) Fungsi Pengawasan Angggaran merupakan alat pengawasan (controlling). Pengawasan berarti mengevaluasi (menilai) terhadap pelaksanaan pekerjaan, dengan cara: a) Memperbandingkan realisasi dengan rencana (anggaran). 22

b) Melakukan tindakan perbaikan apabila dipandang perlu (apabila terdapat penyimpangan yang merugikan). 2.1.5 Jenis-jenis Anggaran Anggaran dapat dikelompokkan dari beberapa sudut pandang berikut ini (Nafarin, 2000:17): 1) Menurut dasar penyusunan, anggaran terdiri dari: a) Anggaran variabel, yaitu anggaran yang disusun berdasarkan interval (kisar) kapasitas (aktivitas) tertentu dan pada intinya merupakan suatu seri anggaran yang dapat disesuaikan pada tingkat-tingkat aktivitas (kegiatan) yang berbeda. Anggaran variabel disebut juga dengan anggaran fleksibel. b) Anggaran tetap, yaitu anggaran yang disusun berdasarkan suatu tingkat kapasitas tertentu. Anggaran tetap disebut juga dengan anggaran statis. 2) Menurut cara penyusunan, anggaran terdiri dari: a) Anggaran periodik, adalah anggaran yang disusun untuk satu periode tertentu, pada umumnya periodenya satu tahun yang disusun setiap akhir periode anggaran. b) Anggaran kontinu, adalah anggaran yang dibuat untuk mengadakan perbaikan anggaran yang pernah dibuat, misalnya tiap bulan diadakan perbaikan, sehingga anggaran yang dibuat dalam setahun mengalami perubahan. 23

3) Menurut jangka waktunya, anggaran terdiri dari: a) Anggaran jangka pendek (anggaran taktis), adalah anggaran yang dibuat dengan jangka waktu paling lama sampai satu tahun. Anggaran untuk keperluan modal kerja merupakan jangka pendek. b) Anggaran jangka panjang (anggaran strategis), adalah anggaran yang dibuat dengan jangka waktu lebih dari satu tahun. Anggaran untuk keperluan investasi barang modal merupakan anggaran jangka panjang yang disebut anggaran modal (capital budget). Anggaran jangka panjang tidak mesti berupa anggaran modal. Anggaran jangka panjang diperlukan sebagai dasar penyusunan anggaran jangka pendek. 4) Menurut bidangnya, anggaran terdiri dari anggaran operasional dan anggaran keuangan. Kedua anggaran ini bila dipadukan disebut anggaran induk (master budget). Anggaran induk yang mengkonsolidasikan rencana keseluruhan perusahaan untuk jangka pendek, biasanya disusun atas dasar tahunan. Anggaran tahunan dipecah lagi menjadi anggaran triwulanan dan anggaran triwulanan dipecah lagi menjadi anggaran bulanan. a) Anggaran operasional adalah anggaran untuk menyusun anggaran laporan laba rugi. Anggaran operasional antara lain terdiri dari anggaran penjualan, anggaran biaya pabrik, anggaran beban usaha, dan anggaran laporan rugi laba. b) Anggaran keuangan adalah anggaran untuk menyusun anggaran neraca. Anggaran keuangan, antara lain terdiri dari anggaran kas, anggaran piutang, anggaran persediaan, anggaran utang, dan anggaran neraca. 24

5) Menurut kemampuan menyusun, anggaran terdiri dari: a) Anggaran komprehensif merupakan rangkaian dari berbagai macam anggaran yang disusun secara lengkap. Anggaran komprehensif merupakan perpaduan dari anggaran operasional dan anggaran keuangan yang disusun secara lengkap. b) Anggaran partial adalah anggaran yang disusun tidak secara lengkap, hanya menyusun bagian anggaran tertentu saja. Misalnya karena keterbatasan kemampuan, maka hanya dapat menyusun anggaran operasional. 6) Menurut fungsinya, anggaran terdiri dari: a) Appropriation budget adalah anggaran yang diperuntukkan bagi tujuan tertentu dan tidak boleh digunakan untuk manfaat lain. Misalnya, anggaran untuk penelitian dan pengembangan. b) Performance budget adalah anggaran yang disusun berdasarkan fungsi aktivitas yang dilakukan dalam perusahaan untuk menilai apakah biaya/beban yang dikeluarkan oleh masing-masing aktivitas tidak melampaui batas. 2.1.6 Tujuan Penyusunan Anggaran Menurut Nafarin (2000:12), ada beberapa tujuan disusunnya anggaran, antara lain: 1) Untuk digunakan sebagai landasan yuridis formal dalam memilih sumber dan penggunaan dana. 2) Untuk mengadakan pembatasan jumlah dana yang dicari dan digunakan. 25

3) Untuk merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis penggunaan dana, sehingga dapat mempermudah pengawasan. 4) Untuk merasionalkan sumber dan penggunaan dana agar dapat mencapai hasil yang maksimal. 5) Untuk menyempurnakan rencana yang telah disusun, karena dengan anggaran lebih jelas dan nyata terlihat. 6) Untuk menampung dan menganalisis serta memutuskan setiap usulan yang berkaitan dengan keuangan. Menurut Hansen dan Mowen (1999:352), sistem anggaran memberikan beberapa keuntungan bagi organisasi: 1) Memaksa manajer untuk membuat rencana. 2) Memberikan informasi sumber daya yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. 3) Sebagai standar bagi evaluasi kinerja. 4) Meningkatkan komunikasi dan koordinasi. Jadi, anggaran juga memberikan dasar bagi penggunaan sumber daya perusahaan dan memotivasi karyawan. Dengan demikian kinerja dari anggota organisasi dapat ditingkatkan, dengan cara membandingkan kinerja aktual karyawan dengan anggaran yang telah disusun secara periodik. 2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Anggaran Suatu anggaran dapat berfungsi dengan baik bila taksiran-taksiran (forecast) yang termuat di dalamnya cukup akurat, sehingga tidak jauh berbeda dengan realisiasi nanti. Untuk bisa melakukan penaksiran secara akurat, diperlukan 26

berbagai data, infomasi dan pengalaman, yang merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun anggaran (Munandar, 2001:10). Adapun faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Faktor-faktor intern, yaitu data, informasi, dan pengalaman yang terdapat di dalam perusahaan sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain berupa: a) Penjualan tahun-tahun lalu. b) Kebijaksanaan perusahaan, seperti kebijaksanaan yang berhubungan dengan masalah harga jual, syarat pembayaran barang yang dijual, dan pemilihan saluran distribusi. c) Kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan. d) Tenaga kerja yang dimiliki perusahaan, baik jumlahnya (kuantitatif) maupun keterampilan dan keahliannya (kualitatif). e) Modal kerja yang dimiliki perusahaan. f) Fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki perusahaan. g) Kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan. h) Kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perusahaan, baik dalam bidang pemasaran, bidang produksi, pembelanjaan, administrasi, maupun bidang personalia. Faktor-faktor intern ini sering disebut sebagai faktor yang controlable (dapat diatur), yaitu faktor-faktor yang dalam batas tertentu masih bisa disesuaikan dengan keinginan atau kebutuhan untuk periode anggaran yang akan datang. 27

2) Faktor-faktor ekstern, yaitu data, informasi, dan pengalaman yang terdapat di luar perusahaan, tetapi dirasa mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perusahaan. Faktor-faktor tersebut antara lain berupa: a) Keadaan persaingan. b) Tingkat pertumbuhan penduduk. c) Tingkat penghasilan masyarakat. d) Tingkat pendidikan masyarakat. e) Tingkat penyebaran penduduk. f) Agama, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. g) Berbagai kebijaksanaan pemerintah, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. h) Keadaan perekonomian nasional maupun internasional, kemajuan teknologi, dan sebagainya. Faktor-faktor ekstern ini sering disebut sebagai faktor yang un-controlable (tidak dapat diatur), yaitu faktor-faktor yang tidak dapat diatur dan tidak dapat disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan perusahaan. 2.1.8 Proses Penyusunan Anggaran Proses kegiatan yang tercakup dalam budgeting antara lain (Munandar, 2001:16): 1) Pengumpulan data dari informasi yang diperlukan untuk menyusun budget. 2) Pengolahan dan penganalisisan data dan informasi tersebut untuk mengadakan taksiran-taksiran dalam rangka menyusun budget. 3) Menyusun budget serta menyajikannya secara teratur dan sistematis. 28

4) Pengkoordinasian pelaksanaan budget. 5) Pengumpulan data dan informasi untuk keperluan pengawasan kerja, yaitu untuk mengadakan penilaian (evaluasi) terhadap pelaksanaan budget. 6) Pengolahan dan penganalisisan data tersebut untuk mengadakan interpretasi dan memperoleh kesimpulan-kesimpulan dalam rangka mengadakan penilaian (evaluasi) terhadap kerja yang telah dilaksanakan, serta menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaan sebagai tindak lanjut (follow-up) dari kesimpulan-kesimpulan tersebut. 2.1.9 Aspek Keperilakuan pada Penganggaran Awal perkembangan riset akuntansi keperilakuan menekankan pada aspek akuntansi manajemen khususnya penganggaran (budgeting). Aspek keperilakuan pada penganggaran mengacu pada perilaku manusia yang muncul dalam proses penyusunan anggaran dan perilaku manusia yang didorong ketika manusia mencoba untuk hidup dengan anggaran. Hal tersebut mengacu pada kegelisahan karena mengetahui bahwa batas pengeluaran tidak akan dinaikkan tahun ini, ketakutan untuk mengatakan kepada staf bahwa tidak akan ada kenaikan gaji tahun ini, dan iri hati yang dapat berkembang ketika kepala departemen lain menerima kenaikan anggaran terbesar pada tahun-tahun belakangan ini. Anggaran memiliki dampak langsung terhadap perilaku manusia. Anggaran menjelaskan kepada orang-orang mengenai apa yang diharapkan dari mereka dan kapan hal tersebut harus sudah dilakukan. Anggaran menetapkan batasan terhadap pada apa yang dibeli dan berapa banyak yang dapat dibelanjakan. Anggaran 29

membatasi tindakan manajemen. Anggaran merupakan alasan mengapa kinerja manajer dipantau secara kontinu (Ikhsan dan Ishak, 2005:159). 2.1.10 Definisi Partisipasi Penganggaran Hansen dan Mowen (1999:373) mengemukakan bahwa dalam penganggaran partisipatif, penekanan dilakukan pada pemenuhan tujuan secara umum bukan pada setiap jenis anggaran. Penganggaran partisipatif memberikan rasa tanggung jawab kepada para manajer bawahan dan mendorong timbulnya kreativitas. Meningkatnya rasa tanggung jawab serta tantangan merupakan proses pemenuhan insentif non-moneter, yang pada akhirnya akan menjadikan tingkat kinerja semakin tinggi. Selain itu individu yang terlibat dalam penetapan standar akan bekerja lebih keras untuk mencapai standar tersebut. Partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan keterlibatan yang meliputi pemberian pendapat, pertimbangan, dan usulan dari bawahan kepada pimpinan dalam mempersiapkan dan merevisi anggaran yang berpengaruh pada pembuatan keputusan di masa yang akan datang (Safitri, 2006). Milani (1975) dalam Dewi (2008) mengatakan bahwa terdapat tiga ciri dalam penganggaran partisipatif, diantaranya terdapat peran serta manajer dalam penyusunan anggaran, tingkat pengaruh manajer dalam menentukan anggaran final, dan tingkat kepuasan terhadap keputusan anggaran yang ditetapkan. Dalam proses partisipasi penganggaran, perusahaan menyediakan taksiran penjualan kepada pusat-pusat labanya dan meminta sebuah anggaran yang menunjukkan rencana pengeluaran dan laba yang diharapkan berdasarkan tingkat penjualan tersebut. Para manajer pusat laba sepenuhnya bertanggungjawab untuk 30

menyiapkan anggaran yang nantinya akan dievaluasi walaupun anggaran tersebut harus melalui persetujuan dewan direksi. Anggaran biasanya sejalan dengan taksiran penjualan dan hasil operasi tahun lalu disesuaikan untuk perubahanperubahan pendapatan dan biaya yang diharapkan. 2.1.11 Manfaat Partisipasi Penganggaran Hampir semua studi partisipasi dalam proses manajemen menyimpulkan bahwa partisipasi banyak menguntungkan suatu organisasi. Partisipasi berpengaruh positif pada sikap pegawai, meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi serta meningkatkan kerjasama diantara para manajer. Tingkat partisipasi yang tinggi akan menghasilkan moral yang lebih baik dan inisiatif yang lebih tinggi pula. Dalam partisipasi penganggaran yang bertindak sebagai agen adalah bawahan dan atasan bertindak sebagai principal. Dengan adanya partisipasi penganggaran maka apabila bawahan (agen) mempunyai informasi pribadi tentang kondisi lokal perusahaan, maka bawahan akan mengungkapkannya kepada atasan (principal), sehingga anggaran dapat disusun dengan lebih akurat, karena sesuai dengan kondisi perusahaan saat anggaran dibuat. Dengan demikian kinerja organisasi dapat ditingkatkan (Dewi, 2008). Keterlibatan (partisipasi) berbagai pihak dalam membuat keputusan dapat terjadi dalam penyusunan anggaran. Dengan menyusun anggaran secara partisipatif diharapkan kinerja para manajer di bawahnya akan meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan atau standar yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka karyawan akan bersungguh-sungguh dalam 31

tujuan atau standar yang ditetapkan, dan karyawan juga memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta terlibat dalam penyusunannya (Milani, 1975 dalam Asriningati, 2006). Partisipasi penganggaran terutama dilakukan oleh manajer tingkat menengah yang memegang pusat-pusat pertanggungjawaban dengan menekankan pada keikutsertaan mereka dalam proses penyusunan dan penentuan sasaran anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan dilibatkannya manajer dalam penyusunan anggaran, akan menambah informasi bagi atasan mengenai lingkungan yang sedang dan yang akan dihadapi serta membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan anggaran (Siegel dan Marconi, 1989 dalam Asriningati, 2006). Disamping itu, partisipasi dapat mengurangi tekanan dan kegelisahan para bawahan, karena mereka dapat mengetahui suatu tujuan yang relevan, dapat diterima, dan dapat dicapai. Keikutsertaan dalam penyusunan anggaran merupakan suatu cara efektif untuk menciptakan keselarasan tujuan setiap pusat pertanggungjawaban dengan tujuan organisasi secara umum (Asriningati, 2006). Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran dapat meningkatkan kualitas anggaran yang dibuat dan berdampak positif terhadap kinerja bawahan dalam menyumbangkan masukan dalam penyusunan anggaran. 2.1.12 Keterbatasan Partisipasi Penganggaran Selain kelebihan yang melekat pada partisipasi penganggaran, tentu saja juga terdapat keterbatasan. Faktor yang dapat menentukan ketidakberhasilan tersebut tergantung pada kedalaman, scope atau bobot partisipasi. Dalam kondisi 32

ideal pun, partisipasi penganggaran mempunyai kelemahan. Suatu contoh, manajer tingkat bawah dapat membangun organizational slack dalam anggaran mereka. Selain itu, seringkali karyawan atau manajer tingkat bawah hanya dikumpulkan dan diminta menandatangani anggaran yang telah disusun. Mereka tidak bisa memberikan pendapat ketika dikumpulkan karena memang banyak di antara mereka yang belum mengerti benar bagaimana isi anggaran tersebut. Kendala partisipasi yang lain adalah karena adanya perbedaan status dalam organisasi. Manajemen tingkat atas yang lebih dominan dalam posisinya merasa akan lebih mampu menyusun anggaran dan manajemen di bawahnya yang kurang dominan dalam posisi akan merasa bahwa penganggaran partisipatif hanya akan membuat mereka bawahan yang hanya melaksanakan apa yang telah dianggarkan untuk membuat senang atasan (Ikhsan dan Ishak, 2005:157). 2.1.13 Komitmen Organisasi Komitmen menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh organisasi (Mowday et al, 1979 dalam Asriningati, 2006). Robbins (2002) menyatakan bahwa komitmen pada organisasi merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Sementara Wiener (1982) dalam Darlis (2002:88), menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan dorongan dari dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan, serta lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan kepentingannya sendiri dan kelompoknya. 33

Komitmen organisasional bisa tumbuh disebabkan karena individu memiliki ikatan emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan menerima nilai yang ada serta tekad dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan kepentingannya sendiri. Dalam pandangan ini, individu yang memiliki komitmen tinggi akan lebih mengutamakan kepentingan organisasinya dibandingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya (Pinder, 1984 dalam Asriningati, 2006). Bagi individu, dengan komitmen organisasional tinggi, pencapaian tujuan organisasi merupakan hal penting. Sebaliknya, bagi individu atau karyawan dengan komitmen organisasi rendah akan mempunyai perhatian yang rendah pada pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan kepetingan organisasi (Angel dan Perry, 1981; Porter et al, 1974 dalam Asriningati, 2006). 2.1.14 Ketidakpastian Lingkungan Ketidakpatian lingkungan merupakan persepsi dari anggota organisasi dalam mengantisipasi pengaruh faktor lingkungan terhadap organisasi. Ketidakpastian lingkungan yang ada akan menyulitkan manajer dalam membuat perencanaan dan melakukan pengendalian terhadap operasi perusahaan. Duncan (1972) dalam Prasetyo (2002:19) mendefinisikan lingkungan sebagai faktor sosial dan fisik yang berpengaruh terhadap perilaku pembuatan keputusan dalam organisasi. Dalam lingkungan yang stabil, proses perencanaan dan pengendalian tidak banyak menghadapi masalah, karena kejadian-kejadian yang akan datang mudah untuk diperkirakan. 34

Bagi suatu organisasi, sumber utama ketidakpastian berasal dari lingkungan, yang meliputi pesaing, konsumen, pemasok, regulator, dan teknologi yang dibutuhkan (Kren dan Kerr, 1993 dalam Asriningati, 2006). Individu akan mengalami ketidakpastian lingkungan yang tinggi jika merasa lingkungan tidak dapat diprediksi dan tidak dapat memahami bagaimana komponen lingkungan akan berubah (Miliken, 1978 dalam Asriningati, 2006). Sedangkan dalam ketidakpastian lingkungan yang rendah (lingkungan relatif stabil), individu dapat memprediksi keadaan di masa datang sehingga langkah-langkah yang akan dilakukannya dapat direncanakan dengan lebih akurat (Duncan, 1972 dalam Asriningati, 2006). Kondisi yang relatif stabil ini dapat dimanfaatkan oleh anggota organisasi untuk membantu organisasi membuat perencanaan yang akurat. Kemampuan memprediksi keadaan di masa datang pada kondisi ketidakpastian lingkungan yang rendah dapat juga terjadi pada individu yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran. Informasi pribadi yang dimiliki bawahan mampu mengatasi ketidakpastian di wilayah tanggung jawabnya dan dapat digunakan untuk memprediksi kejadian di masa datang. Namun, bagi atasan tidak selalu kondisi ketidakpastian yang rendah akan menguntungkan walaupun atasan memiliki kesempatan untuk memperoleh informasi dengan lebih mudah. Hal ini disebabkan karena perilaku bawahan yang bertentangan dengan keinginan organisasi. Bagi bawahan yang terlibat dalam penyusunan anggaran, ketidakpastian lingkungan yang rendah adalah kondisi yang memungkinkan untuk memperoleh informasi yang akurat dari berbagai sumber. Informasi yang 35

diperoleh tersebut, terutama informasi yang menyangkut bidang teknis, bawahan lebih menguasai informasi tersebut dibandingkan atasannya. 2.1.15 Kinerja Manajerial Kinerja merupakan faktor yang mendukung keefektifan organisasi. Kinerja manajer meliputi kemampuan manajer dalam perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staff, negosiasi, perwakilan, dan kinerja secara menyeluruh. Kinerja diartikan dengan manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan korporasi dapat bertemu (Chusway, 1996:87 dalam Safitri, 2006). Kinerja manajerial didefinisikan sebagai tingkat kecakapan manajer dalam melaksanakan aktivitas manajemen. Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat dipakai untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Kinerja manajerial didasarkan pada fungsi-fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staff, negosiasi, dan perwakilan (Mahoney et al. dalam Handoko, 1996:34). 1) Perencanaan Perencanaan adalah pemilihan/penetapan tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran, dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Tanpa rencana, manajer tidak dapat mengetahui bagaimana mengkoordinasikan orang dan sumber daya yang dimiliki secara efektif serta manajer hanya 36

mempunyai peluang kecil untuk mencapai sasaran atau mengetahui adanya penyimpangan secara dini. 2) Investigasi Investigasi merupakan suatu proses pengendalian yang tarafnya lebih tinggi dimana dalam setiap taraf investigasi sudah ada indikasi adanya suatu penyimpangan sehingga perlu adanya suatu penyelidikan. 3) Pengkoordinasian Pengkoordinasian merupakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Tanpa adanya koordinasi dalam suatu organisasi maka individu akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi sehingga mereka akan mulai mengejar kepentingan sendiri yang sering merugikan pencapaian organisasi secara keseluruhan. 4) Evaluasi Evaluasi adalah tindakan yang memberikan penilaian dan pengukuran secara objektif terhadap hasil-hasil yang telah dicapai dari suatu kegiatan yang direncanakan apakah sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 5) Pengawasan Pengawasan merupakan penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. 37

6) Pemilihan Staf Dalam suatu organisasi memiliki karyawan yang cakap dan terampil merupakan suatu hal yang mutlak. Dalam melaksanakan pemilihan staf yang akan berperan serta dalam pengelolaan usaha, manajer harus bersikap selektif dan memilih staf yang sesuai dengan kualifikasi yang seharusnya dimiliki dalam posisi yang ditawarkan. 7) Negosiasi Negosiasi merupakan bagian dari kegiatan usaha yang berkaitan dengan melakukan tawar-menawar dengan pihak luar seperti pemasok untuk pemenuhan kebutuhan usaha. Kemampuan melakukan negosiasi merupakan suatu hal yang penting yang harus dimiliki oleh seorang manajer. Hal ini karena kemampuan negosiasi akan sangat diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaannya dalam menghadapi orang lain serta untuk menyelesaikan suatu masalah. 8) Perwakilan Perwakilan merupakan kegiatan untuk menghadiri pertemuan-pertemuan dengan perusahaan lain dan memberikan penerangan/penjelasan kepada masyarakat serta mempromosikan keberadaan perusahaan yang dipimpinnya kepada masyarakat. Proses manajemen kinerja yang beropersi secara efektif akan menghasilkan sebagai berikut: 1) Tujuan yang jelas bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan tersebut. 38

2) Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen senior dengan tujuan masing-masing. 3) Kejelasan yang lebih baik tentang aspirasi dan tujuan organsisasi. 4) Pengembangan budaya kinerja dimana prioritas utama terletak pada hasil dari aspek kosmetik fungsi organisasi, seperti penyesuaian terhadap prosedur standar. 5) Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja, dan dengan sendirinya penekanannya lebih besar pada kebutuhan individu. 6) Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka dan terpelajar, dimana ide dan kesimpulan diletakkan digaris depan dan didiskusikan dalam situasi yang menghakimi dengan konsekuensi pengembangan dalam budaya belajar. 7) Suatu organisasi yang dapat membuat sesuatu terjadi dan mencapai hasil. 8) Mendorong pengembangan pribadi. 2.1.16 Hubungan Partisipasi Penganggaran dengan Kinerja Manajerial Partisipasi penganggaran memberikan rasa tanggung jawab kepada manajer bawahan dan mendorong timbulnya kreativitas. Pendukung partisipasi penganggaran menyatakan bahwa meningkatnya rasa tanggung jawab serta tantangan merupakan proses pemenuhan insentif nonmoneter, yang pada akhirnya akan menjadikan tingkat kinerja semakin tinggi (Hansen dan Mowen, 1999:373). Sumarno (2005:586) menyatakan bahwa partisipasi dari bawahan dalam penyusunan anggaran mempunyai konsekuensi terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja dari anggota organisasi tersebut. 39

2.1.17 Hubungan Komitmen Organisasi dengan Kinerja Manajerial Partisipasi dari bawahan dalam penyusunan anggaran dapat meningkatkan kinerja manajerial karena adanya komunikasi antara atasan dan bawahan dapat memungkinkan bawahan untuk memilih. Tindakan memilih tersebut dapat membangun komitmen sebagai tanggung jawab atas apa yang dipilih dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja. Bagi individu dengan komitmen organisasi tinggi, pencapaian tujuan organisasi merupakan hal penting. Sebaliknya, bagi individu atau karyawan dengan komitmen organisasi rendah akan mempunyai perhatian yang rendah pada pencapaian tujuan organisasi dan cenderung berusaha memenuhi kepentingan pribadi. Komitmen organisasi yang kuat di dalam diri individu akan menyebabkan individu berusaha keras untuk mencapai tujuan organisasi. Sesuai dengan tujuan dan kepentingan organisasi dan kemauan mengerahkan usaha atas nama organisasi yang akhirnya akan meningkatkan kinerja manajerial. Dalam komitmen ini juga menggambarkan keinginan individu untuk melaksanakan berbagai usaha dengan sebaik-baiknya yang dapat bermanfaat bagi kepentingan organisasi (Porter et al.; Angle&Perry dalam Supriyono, 2004:601). 2.1.18 Hubungan Ketidakpastian Lingkungan dengan Kinerja Manajerial Duncan (1972) dalam Prasetyo (2002:19) mendefinisikan lingkungan sebagai faktor sosial dan fisik yang berpengaruh terhadap perilaku pembuatan keputusan dalam organisasi. Ketika manajer menghadapi ketidakpastian lingkungan yang tinggi maka kinerjanya akan meningkat karena manajer akan berusaha mencari informasi yang cukup untuk kepentingan perusahaan. Ketika 40

persepsi ketidakpastian lingkungan tinggi, organisasi mungkin membutuhkan tambahan informasi untuk mengantisipasi kompleksitas lingkungan. Semakin canggih laporan yang dihasilkan dari informasi sistem akuntansi manajemen akan dapat lebih membantu mengurangi ketidakpastian dan memperbaiki kualitas keputusan yang dibuat (Gul dan Chia, 1994 dalam Dwirandra, 2007). Hal ini selanjutnya akan memperbaiki kinerja manajerial (Dwirandra, 2007). 2.1.19 Pengertian Hotel Menurut Ikhsan dan Prianthara (2008:1) secara harfiah kata hotel dulunya berasal dari kata HOSPITUM (bahasa latin), artinya ruang tamu. Dalam jangka waktu yang cukup lama kata hospitum mengalami proses perubahan pengertian. Untuk membedakan antara Guest House dengan Mansion House (rumah besar) yang berkembang saat itu, maka rumah-rumah besar disebut dengan hostel. Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan orang-orang yang ingin mendapatkan kepuasan, tidak suka dengan aturan atau peraturan yang terlalu banyak sebagaimana dalam hostel, sehingga lambat laun pengucapannya berubah menjadi hotel. Menurut Dirjen Pariwisata-Depparpostel, hotel adalah suatu jenis akomodsi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan, untuk menyediakan jasa penginapan, makan dan minum, serta jasa lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial. Sedangkan menurut Surat Keputusan Menteri Perhubungan RI No. PM 10/PW-301/Phb. 777, tanggal 12 Desember 1977, hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan, berikut makan dan minum. Sementara 41

itu, menurut Ikhsan dan Prianthara (2008:2), hotel juga dapat disebut dengan suatu usaha yang menggunakan bangunan atau bagian dari bangunan yang khusus disediakan, dimana setiap orang dapat menginap dan makan serta memperoleh pelayanan dan fasilitas lainnya dengan pembayaran (mempunyai restoran yang berada di bawah manajemen hotel tersebut). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang menyediakan fasilitas dan pelayanan penginapan, makanan dan minuman, serta pelayanan dan fasilitas untuk umum yang tinggal untuk sementara waktu dan dikelola secara komersial. 2.1.20 Klasifikasi Hotel Klasifikasi atau penggolongan hotel adalah suatu sistem pengelompokan hotel-hotel dalam berbagai kelas atau tingkatan, berdasarkan ukuran penilaian tertentu. Sistem klasifikasi hotel-hotel di Indonesia didasarkan pada Keputusan Menteri Perhubungan No.PM.10/PW.301/Pdb-77 tentang usaha dan klasifikasi hotel. Surat keputusan tersebut menetapkan bahwa penilaian klasifikasi hotel secara minimum didasarkan pada jumlah kamar, fasilitas, peralatan yang tersedia, dan mutu pelayanan. Berdasarkan penilaian tersebut, hotel-hotel di Indonesia kemudian digolongkan ke dalam 5 (lima) kelas hotel, yaitu hotel bintang 1 (*), hotel bintang 2 (**), hotel bintang 3 (***), hotel bintang 4(****), dan hotel bintang 5(*****). Hotel-hotel dengan golongan tertinggi dinyatakan dengan tanda bintang lima (*****) dan hotel-hotel dengan golongan kelas terendah dinyatakan dengan bintang 1 (*). Hotel-hotel yang tidak bisa memenuhi standar kelima kelas tersebut, 42

ataupun berada di bawah standar minimum yang ditentukan oleh Menteri Perhubungan disebut hotel non bintang (Ikhsan dan Prianthara, 2008:4). 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Sumarno (2005) meneliti Pengaruh Komitmen Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Hubungan Antara Partisipasi Anggaran dan Kinerja Manajerial. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data regresi linear sederhana dan moderated regression analysis dengan menggunakan variabel partisipasi anggaran sebagai variabel bebas, komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan sebagai variabel moderador, dan kinerja manajerial sebagai variabel terikat. Hasil dari penelitian Sumarno menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dan hubungan negatif yang kuat antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial. Pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial adalah positif dan signifikan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pengaruh gaya kepemimpinan terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial tidak signifikan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Sumarno (2005) adalah samasama meneliti mengenai partisipasi penganggaran, komitmen organisasi, dan kinerja manajerial. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sumarno (2005) adalah penelitian ini juga menguji pengaruh variabel ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja manajerial. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data regresi linear berganda dan uji t (t-test). Dwirandra (2007) meneliti mengenai Pengaruh Interaksi Ketidakpastian Lingkungan, Desentralisasi, dan Agregat Informasi Akuntansi Manajemen 43

Terhadap Kinerja Manajerial. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data regresi berganda dan analisis derivasi parsial dari model regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi ketidakpastian lingkungan, desentralisasi, dan agregat informasi sistem akuntansi manajemen terhadap kinerja manajerial. Kombinasi derajat desentralisasi yang tinggi dan agregat informasi sistem akuntansi manajemen yang tinggi akan mempunyai pengaruh negatif pada kinerja manajer yang memiliki tingkat persepsi ketidakpastian lingkungan rendah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kombinasi derajat desentralisasi yang tinggi dan agregat informasi sistem akuntansi manajemen yang tinggi akan mempunyai pengaruh positif pada kinerja manajer yang memiliki tingkat persepsi ketidakpastian lingkungan tinggi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Dwirandra (2007) adalah samasama meneliti mengenai pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja manajerial. Perbedaannya adalah penelitian ini juga menguji pengaruh partisipasi penganggaran, komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi linear berganda dan uji t (ttest). Margani (2008) meneliti mengenai Pengaruh Komitmen Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan Terhadap Kinerja Manajerial. Penelitian ini menggunakan sampel industri kecil dan menengah pada industri furniture di Kabupaten Jepara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya komitmen organisasi dalam hal ini merupakan komitmen dari manajer puncak dalam mempertahankan kelangsungan usaha serta kemampuan manajer puncak dalam 44

menghadapi ketidakpastian lingkungan yang sulit diprediksi berpengaruh pada kinerja manajerial. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Margani (2008) adalah sama-sama meneliti mengenai pengaruh komitmen organisasi dan ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja manajerial. Perbedaannya adalah penelitian ini juga menguji pengaruh variabel lain yaitu partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial. Penelitian ini menggunakan sampel hotel berbintang di Kota Denpasar. Dewi (2008) meneliti mengenai Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Hubungan Antara Partisipasi Penganggaran dan Kinerja Manajerial Pada Pasar Modern di Kota Denpasar. Penelitian ini dilakukan terhadap manajer masingmasing departemen yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran pada pasar modern yang terdapat di Kota Denpasar. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana dan analisis moderated regression analysis. Hasil penelitian ini adalah partisipasi penganggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial pada pasar modern di Kota Denpasar. Komitmen organisasi tidak dapat memoderasi hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajerial. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Dewi (2008) adalah sama-sama meneliti pengaruh partisipasi penganggaran, komitmen organisasi, dan kinerja manajerial. Perbedaannya adalah penelitian ini juga menguji pengaruh variabel lain yaitu ketidakpastian lingkungan. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi linear berganda dan uji t (t-test). Penelitian ini menggunakan sampel hotel-hotel berbintang di Kota Denpasar. 45

Tunti (2008) meneliti mengenai Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, dan Motivasi Terhadap Kinerja Manajerial Pemerintah Daerah. Subjek penelitian adalah 255 responden PNS eselon III dan IV. Teknik analisis data yang digunakan yaitu multiple regression analysis, uji t (t-test), dan uji F. Hasil analisis secara parsial menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan motivasi terbukti memiliki pengaruh positif terhadap kinerja manajerial Pemda, sedangkan komitmen organisasi tidak terbukti berpengaruh terhadap kinerja manajerial Pemda. Sedangkan untuk pengaruh secara bersama-sama, ditemukan bahwa kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi mempengaruhi kinerja manajerial Pemda. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Tunti yaitu sama-sama meneliti mengenai pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Tunti yaitu penelitian ini juga meneliti mengenai pengaruh partisipasi penganggaran dan ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja manajerial. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu regresi linear berganda dan uji t (t-test). Responden pada penelitian ini yaitu manajer setiap departemen di hotel-hotel berbintang di Kota Denpasar. 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teori, dan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat dikemukakan rumusan hipotesis alternatif yaitu: H1: Partisipasi penganggaran berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial. 46

H2: Komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial. H3: Ketidakpastian lingkungan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial. Gambar 2.1 Model Penelitian Partisipasi Penganggaran Komitmen Organisasi Kinerja Manajerial Ketidakpastian Lingkungan 47