Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

dokumen-dokumen yang mirip
3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR

5. RANCANGAN TEKNIK KENDALI TRANSPORTASI MINYAK SAWIT KASAR MODA PIPA

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR DAN RANCANGAN TEKNIK KENDALINYA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MODA PIPA NUR WULANDARI

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODE PENELITIAN

2. KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR

III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR DAN KORELASINYA DENGAN ATRIBUT MUTU

Efisiensi dan efektivitas sistern transportasi merupakan salah satu faktor. diharapkan dapat mencapai konsumen pada waktu yang tepat, dengan kualitas

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PLASTISISASI 14/01/2014

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS TON / TAHUN

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR SELAMA PENYIMPANAN DAN PENGALIRAN SKRIPSI DESIR DETAK INSANI F

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kristalisasi. Shinta Rosalia Dewi (SRD)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN SIFAT KRISTALISASI LEMAK PADA MINYAK SAWIT KASAR SKRIPSI HANNA MERY AULIA F

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. No Jenis Pengujian Alat Kondisi Pengujian

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori

BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

BAB II PERANCANGAN PRODUK

c. Kenaikan suhu akan meningkatkan konversi reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi dengan RD. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak sawit yang

KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI RENNY PERMATASARI F

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN SOAP NOODLE DENGAN KAPASITAS PRODUKSI TON/TAHUN TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: OKTABANI NIM :

Rheologi. Rini Yulianingsih

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014

TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN. Hukum Newton - Viskositas RYN

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN PENGARUH KADAR ASAM LEMAK BEBAS TERHADAP SIFAT TERMAL MINYAK SAWIT KASAR HARRIDIL HAQ

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. hasilnya lazim disebut CPO (Crude Palm Oil), sehingga untuk proses ini. diperlukan pabrik pengolahan buah /biji kelapa sawit.

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika

BAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak

PRARANCANGAN PABRIK PEMBUATAN OLEIN DAN STEARIN DARI RBDPO DENGAN KAPASITAS PRODUKSI OLEIN 1000 TON/HARI KARYA AKHIR

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit. Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

Materi #7 TIN107 Material Teknik 2013 FASA TRANSFORMASI

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODA PENELITIAN

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan

TUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI DISTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI KAPASITAS 100.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN II PERHITUNGAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

Transkripsi:

174 PEMBAHASAN UMUM Selama ini, pemanfaatan moda pipa dalam transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) telah diterapkan di industri, namun hanya untuk jarak yang dekat hingga maksimal 3 km. Pengaliran CPO pada jarak dekat dilakukan pada suhu sekitar 55 o C dalam sistem pipa berinsulasi untuk mempertahankan CPO agar tetap dalam fase cair yang dapat mengalir serta untuk mencegah pembentukan fraksi stearin CPO yang mengkristal pada suhu rendah. Adanya permasalahan yang dihadapi pada kegiatan transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) dari pabrik kelapa sawit (PKS) menuju tangki timbun di industri pengolah CPO maupun di pelabuhan, telah mendorong dilakukannya penelitian ini. Untuk itu di dalam penelitian ini telah dipelajari peluang pengembangan moda transportasi CPO yang lebih efisien melalui penggunaan moda pipa khususnya untuk jarak tempuh yang lebih jauh, dengan melakukan kajian terhadap karakteristik dasar CPO yang akan dialirkan. Aplikasi transportasi CPO moda pipa pada jarak dekat telah dikembangkan melalui pendekatan-pendekatan empiris dengan asumsi karakteristik CPO yang tetap. Pada pengembangan transportasi moda pipa untuk jarak tempuh yang jauh, pendekatan empiris kurang sesuai dan kurang akurat untuk digunakan, karena variabel proses untuk pengaliran jarak jauh lebih kompleks dan melibatkan perubahan karakteristik CPO akibat pengaruh suhu, laju perubahan suhu, shear rate. Selain itu, pada jarak tempuh yang jauh, tingkat kompleksitas jalur pipa yang digunakan juga lebih tinggi. Pendekatan teknis berdasarkan data dasar karakteristik CPO, diharapkan dapat menghasilkan suatu teknik yang mampu mengendalikan karakteristik CPO selama pengaliran sehingga proses pengaliran pada jarak jauh dapat berlangsung secara efektif dan lebih efisien. Dengan masih terbatasnya data dasar karakteristik mutu dan sifat fisik CPO, khususnya yang terkait dengan proses pengaliran di dalam pipa, maka upaya mengumpulkan data tersebut merupakan hal yang sangat strategis untuk dilakukan. Melalui penggunaan data dasar yang dikumpulkan di dalam penelitian ini, maka pendekatan ilmiah untuk merancang sistem transportasi CPO moda pipa yang dapat diandalkan, akan menjadi lebih kuat.

175 Di dalam pengembangan sistem transportasi CPO moda pipa untuk jarak tempuh yang jauh, telah dilakukan kajian untuk menyusun rancangan teknik kendali untuk menjamin aliran CPO agar dapat dipertahankan di sepanjang pipa. Berdasarkan rancangan teknik kendali transportasi CPO moda pipa khususnya pada sistem pengaliran non-isotermal, dapat disimpulkan secara umum bahwa pengaliran CPO pada jarak tempuh yang jauh memiliki potensi yang baik untuk diaplikasikan. Untuk mewujudkan transportasi CPO moda pipa, diperlukan kajian teknis yang lebih mendalam agar rancangan teknis yang dihasilkan lebih akurat dan sesuai dengan kondisi topografi, lingkungan tempat sistem pipa akan dibangun, serta kebutuhan teknis lainnya di lapangan. Terdapat beberapa fenomena menarik terkait dengan data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini, yang belum dibahas pada setiap tahap penelitian. Pada bagian pembahasan umum ini, diuraikan lebih lanjut mengenai (1) tinjauan umum terhadap karakteristik CPO yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan transportasi moda pipa; (2) pengaruh pemenuhan standar mutu CPO terhadap karakteristik CPO terkait proses pengaliran; (3) penggunaan data dasar sifat fisik CPO khususnya terkait pengaruh variabel proses pengaliran (suhu, laju penurunan suhu, shear rate) di dalam penyusunan rancangan teknik kendali pengaliran CPO dalam moda pipa; serta (4) peluang optimasi lebih lanjut rancangan teknik kendali transportasi CPO moda pipa melalui pemanfaatan karakteristik CPO pada kondisi metastabil. Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa Data dasar sifat fisik yang paling berperan di dalam perhitungan desain perpipaan adalah data densitas ( ) serta data sifat reologinya yang mencakup indeks tingkah laku aliran (flow behavior index atau n), indeks konsistensi (concistency index atau K), dan viskositas terukur (apparent viscosity atau ) pada shear rate tertentu (Steffe dan Daubert 2006). Karena CPO merupakan materi berbasis minyak dan lemak dengan titik leleh komponen triacylglycerol yang bervariasi serta mengalami perubahan sifat fisik pada kondisi tertentu, maka data densitas dan sifat reologi yang digunakan harus sesuai dengan kondisi proses yang

176 sedang berlangsung selama pengaliran. Variabel proses pengaliran seperti suhu, laju penurunan suhu, dan shear rate yang merubah sifat reologi dan kristalisasi lemak CPO akan menentukan perhitungan kesetimbangan mekanis selama CPO dialirkan di sepanjang pipa. Menurut Ong et al. (1995), karakteristik fisik CPO dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu karakteristik fisik dasar dan karakteristik fisik empiris. Karakteristik fisik empiris CPO sangat ditentukan oleh kondisi percobaan sebelum analisis sifat fisiknya, sedangkan karakteritik fisik dasar tidak dipengaruhi oleh kondisi percobaan sebelum analisis. Ong et al. (1995) memasukkan viskositas sebagai salah satu karakteristik fisik dasar. Namun hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa viskositas sampel CPO sangat dipengaruhi oleh kondisi perlakuan awal sampel untuk mencapai suhu analisis dan faktor shear rate sebelum pengujian, sehingga seharusnya viskositas dimasukkan sebagai salah satu karakteristik fisik empiris. Berdasarkan hasil pengujian Tahap I (Bab 2) mengenai Kajian Mutu dan Sifat Fisik Minyak Sawit Kasar, parameter sifat fisik CPO pada kisaran suhu 25-55 o C dipengaruhi oleh suhu pengukuran. Suhu yang semakin tinggi menghasilkan nilai CPO menurun, sedangkan sifat reologi CPO mengalami transisi dari fluida non-newtonian pseudoplastic pada suhu 25 o C menjadi Newtonian ketika suhu lebih tinggi dari 40 o C. Karakteristik tersebut dimiliki sampel CPO yang statis pada suhu yang setimbang. Kajian karakteristik CPO lebih lanjut pada Tahap II (Bab 3) mengenai Pengaruh Suhu terhadap Sifat Fisik Minyak Sawit Kasar dan Tahap III (Bab 4) mengenai Kajian Sifat Reologi dan Kristalisasi CPO pada Kondisi Dinamis, telah menunjukkan bahwa perlakuan awal suhu pada sampel CPO sebelum pengukuran sifat fisiknya, akan mempengaruhi hasil pengujian sifat fisik tersebut. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, dapat diketahui secara umum bahwa walaupun suhu pengukuran yang digunakan sama, hasil analisis reologi sampel CPO pada perlakuan awal suhu yang berbeda akan menghasilkan data sifat reologi CPO yang berbeda. Perbedaan parameter sifat reologi akibat perlakuan awal sampel tersebut memberikan indikasi adanya peluang sistem pengaliran CPO yang lebih ringan dari sudut pandang energi yang dibutuhkan untuk pengaliran.

177 Adanya perbedaan hasil pengujian viskositas akibat perlakuan awal sebelum analisis menyebabkan perlunya standarisasi perlakuan suhu sebelum pengujian (pretreatment suhu). Khususnya untuk sistem pengaliran CPO yang nonisotermal, data viskositas yang digunakan sebaiknya yang paling mendekati kondisi sampel CPO selama pengaliran. Pada penelitian Tahap II dan III, telah diperoleh data parameter sifat reologi CPO pada kondisi perlakuan awal yang berbeda pada sampel CPO yang sama yaitu sampel CPO C. Perlakuan sebelum pengukuran sifat reologi CPO adalah (i) pengukuran pada kondisi standar tanpa pemanasan awal, dengan penyetimbangan di suhu pengukuran selama 30-35 menit (kondisi pengukuran standar); (ii) sampel CPO mengalami penyetimbangan suhu selama 24 jam di suhu pengukuran setelah pemanasan awal 55 o C (kondisi pengukuran untuk mensimulasikan CPO yang disimpan dalam tangki penyimpanan); (iii) sampel CPO mengalami penurunan suhu dari suhu pemanasan awal 55 o C dengan laju 1 o C/menit menuju suhu pengukuran (kondisi pengukuran yang mensimulasikan saat suhu menurun selama pengaliran); dan (iv) pada kondisi mengalir dalam pipa sirkulasi. Data n dan sampel CPO yang diperoleh pada beberapa perlakuan sebelum analisis, disajikan pada Tabel 27 dan 28. Tabel 27 Indeks tingkah laku aliran (n) CPO pada perlakuan awal yang berbeda sebelum analisis. (i) Kondisi standar tanpa pemanasan awal, penyetimbangan suhu 30-35 menit* (ii) Setelah pemanasan ke suhu 55 o C dan penyimpanan 24 jam* (iii) Setelah pemanasan ke suhu 55 o C dan penurunan suhu pada laju 1 C/menit* 55 1.004 f 0.959 e 0.976 a 0.961 Suhu ( o C) (iv) Pada kondisi mengalir dari suhu awal 55 o C 50 0.931 e 0.947 e 1.029 a 0.904 45 0.932 e 0.914 d 1.034 a 0.915 40 0.786 d 0.842 c 1.008 a 1.021 35 0.738 c 0.748 b 0.972 a 0.667 30 0.673 b 0.712 a 0.951 a - 25 0.545 a 0.696 a 1.179 b - * Huruf yang berbeda di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).

178 Tabel 28 Viskositas terukur CPO di 400 s -1 pada perlakuan awal yang berbeda sebelum analisis. Suhu ( o C) (i) Kondisi standar tanpa pemanasan awal, penyetimbangan suhu 30-35 menit* (ii) Setelah pemanasan ke suhu 55 o C dan penyimpanan 24 jam * (iii) Setelah pemanasan ke suhu 55 o C dan penurunan suhu pada laju 1 C/menit* (iv) Pada kondisi mengalir dari suhu awal 55 o C 55 26.0 a 21.8 a 26.5 a 21.4 50 21.7 a 26.2 a 23.7 a 25.3 45 33.3 a 30.4 a 29.5 a 30.4 40 49.2 b 51.1 b 35.7 a 37.0 35 64.6 c 61.7 b 39.2 a 118.3 30 98.4 d 110.8 c 49.1 a - 25 159.3 e 146.9 d 103.1 b - * Huruf yang berbeda di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05). Tabel 28 menunjukkan adanya transisi sifat fluida CPO pada suhu 55 o C bersifat sebagai fluida Newtonian, menjadi fluida yang bersifat non-newtonian pseudoplastic pada suhu yang semakin rendah. Informasi mengenai suhu transisi sifat aliran fluida CPO (Newtonian atau non-newtonian pseudoplastic) pada kedua metode penerapan suhu di kisaran 25-55 o C sangat penting artinya, karena mempengaruhi perhitungan sistem perpipaan yang akan didesain. Kondisi (i) dan (ii) mengalami transisi sifat fluida pada suhu di sekitar 45 o C, sedangkan kondisi (iii) belum mengalami transisi sifat fluida hingga suhu 30 o C. Transisi sifat fluida pada kondisi (i) dan (ii) pada suhu yang lebih tinggi diperkirakan karena kondisi sampel yang statis sehingga interaksi molekul menjadi lebih kuat dan lebih tinggi. Sampel CPO memiliki waktu yang cukup untuk mengalami induksi kristalisasi lemak saat berada pada kondisi supercooling (di bawah titik leleh atau melting point, T M ). Pada kondisi (iii) CPO cenderung tetap bersifat sebagai fluida Newtonian dengan nilai yang tidak berbeda nyata saat suhu masih menurun hingga suhu 30 o C. Hal itu disebabkan tidak tersedianya cukup waktu pada kondisi supercooling untuk terjadinya induksi kristalisasi lemak pada CPO, akibat masih terjadi penurunan suhu pada laju penurunan suhu tertentu. Kondisi suhu yang terus

179 menurun terjadi bila suhu pengaliran CPO di dalam pipa masih lebih tinggi dari suhu lingkungan, dan pada waktu tertentu akan terjadi kesetimbangan suhu yang menghasilkan kondisi suhu pengaliran yang isotermal. Selama suhu pengaliran masih mengalami penurunan dan belum isotermal, induksi kristalisasi belum akan terjadi hingga suhu 30 o C. Hasil pengujian Tahap III (Bab 3) pada kondisi dinamis terkontrol menunjukkan bahwa pada suhu isotermal 30 o C, induksi kristalisasi baru akan terjadi setelah waktu induksi kristalisasi (t i ) selama 30 menit. Bila data (i) dan (ii) dibandingkan, proses pemanasan awal ke 55 o C pada kondisi (ii) menghasilkan n CPO yang lebih tinggi (cenderung kurang pseudoplastic) pada suhu yang sama. Hal itu terjadi karena pemanasan awal di suhu 55 o C menghilangkan atau menurunkan memori kristal lemak CPO, sehingga CPO lebih lambat mengalami proses kristalisasi dan menghasilkan n yang relatif lebih tinggi pada suhu yang sama. Kondisi dinamis saat mengalir dalam pipa sirkulasi memiliki nilai n yang hampir sama dengan perlakuan awal (i), (ii), dan (iii) pada kisaran suhu 55-40 o C, yaitu masih mempertahankan sifatnya sebagai fluida Newtonian. Pada suhu 40 o C, CPO pada kondisi mengalir (kondisi iv) masih bersifat sebagai fluida Newtonian, sedangkan kondisi (i) dan (ii) dengan sampel yang statis telah mengalami transisi sifat fluida menjadi non-newtonian pseudoplastic. Pada pengujian dengan pipa sirkulasi, suhu lingkungan relatif tinggi (sekitar 35 o C), sehingga pada suhu sedikit di bawah T M CPO yaitu di bawah 39 o C, cenderung telah terjadi kondisi isotermal. Dengan kondisi suhu yang isotermal di bawah T M, pengujian pengaliran dengan pipa sirkulasi menunjukkan terjadinya induksi kristalisasi pada suhu di atas 30 o C, dengan t i tertentu. Dengan demikian, dapat dibuktikan peranan penting dari kondisi isotermal terhadap berlangsungnya induksi kristalisasi lemak CPO, yang mengakibatkan perubahan sifat reologinya. Informasi mengenai suhu saat mulai terjadi kondisi isotermal ketika CPO dialirkan dari suhu awal 55 o C, sangat ditentukan oleh suhu lingkungan sistem perpipaan. Suhu terendah yang memungkinan kondisi non-isotermal yang masih mempertahankan sifat fluida Newtonian adalah suhu 30 o C dengan maksimal sekitar 55 mpa.s, dan t i selama 30 menit.

180 CPO yang sedang mengalir dapat mulai mengalami transisi sifat fluida bila terjadi kondisi isotermal setelah suhunya di bawah 40 o C. Hasil pengamatan selama pengaliran menunjukkan bahwa selama suhu masih di pertahankan di atas T M CPO (di atas 40 o C), maka CPO pada kondisi (iv) akan relatif konstan di sekitar 37 mpa.s. Kondisi (i) dan (ii) akan memiliki yang lebih tinggi pada suhu 40 o C. Adanya perbedaan tersebut diduga karena sampel CPO pada kondisi (i) dan (ii) berada pada kondisi statis selama penyetimbangan suhu, sedangkan kondisi (iv) yang dinamis dan mengalir mengalami perlakuan shear rate tertentu. Graef et al. (2009) dan Tarabukina et al. (2009) yang menggunakan sampel RBDPO mengemukakan bahwa shear rate dapat memicu terjadinya kristalisasi primer, mempengaruhi sifat polimorfik dan pengembangan mikrostruktur, serta menentukan ukuran agregat kristal. Dengan demikian untuk suhu 40 o C, data pengujian reologi pada kondisi (i) dan (ii) kurang sesuai dengan kondisi pengaliran. Berdasarkan pembandingan data tersebut disimpulkan bahwa data sifat reologi yang sesuai digunakan di dalam perhitungan kendali pengaliran CPO dalam pipa tergantung pada suhu saat terjadi kondisi isotermal, yang ditentukan oleh fenomena penyetimbangan suhu pengaliran dengan suhu lingkungan. Data n dan CPO yang sesuai dengan kondisi pengaliran dalam pipa adalah data pada kondisi pengujian dinamis terkontrol maupun data pengujian dalam pipa sirkulasi. Hasil pengujian Tahap III (Bab 4) telah menunjukkan bahwa pada suhu di atas 40 o C, CPO memiliki sifat fluida Newtonian dengan CPO dapat dipertahankan konstan sekitar 37 mpa.s selama pengaliran hingga 330 menit (5.5 jam). Selanjutnya, bila suhu masih mengalami penurunan hingga suhu yang lebih rendah dari T M, maka perlu diketahui suhu saat kondisi isotermal terjadi. Bila suhu belum isotermal, belum akan terjadi induksi kristalisasi hingga suhu terendah 30 o C, namun bila kondisi isotermal telah terjadi, akan terjadi induksi kristalisasi pada suhu isotermal tersebut pada t i tertentu. Dengan demikian, terjadinya proses pengaliran yang isotermal perlu diperhitungkan secara detail, terutama terkait dengan suhu lingkungan, T suhu yang terjadi, dan ketebalan insulasi yang digunakan dalam sistem pipa.

181 Pentingnya Pemenuhan Standar Mutu CPO terhadap Karakteristik CPO Terkait Proses Pengaliran Hasil pengujian mutu dan sifat fisik lima sampel CPO yang digunakan dalam penelitian Tahap I (Bab 2) mengenai Kajian Mutu dan Sifat Fisik CPO secara umum menunjukkan adanya variasi produk CPO yang dihasilkan produsen CPO di Indonesia. Dengan karakter komposisi asam lemak di dalam sampel CPO yang relatif sama dan memenuhi kisaran bilangan Iod yang dipersyaratkan dalam SNI 50-55 mg/100 g sampel, ternyata terdapat variasi sifat fisik CPO khususnya pada kondisi pengukuran di suhu 25 o C. Variasi sifat fisik pada sampel CPO tersebut akan menghasilkan perbedaan dalam perhitungan serta penerapan rekayasa proses dan penanganan CPO selanjutnya. Berdasarkan pengujian korelasi Pearson (two-tailed) antara sifat fisik CPO dengan atribut mutunya (Lampiran 11), terdapat korelasi yang nyata antara indeks tingkah laku aliran (n) sampel CPO pada suhu 25 o C (n 25 ) dengan bilangan iod (BI), dan antara viskositas terukur ( ) pada suhu 25 o C ( 25 ) dengan BI. Terdapat dua persamaan regresi linier yang dapat digunakan untuk memprediksi sifat reologi CPO berdasarkan data mutu BI (Persamaan 7 dan 8). BI merupakan atribut mutu yang sangat menentukan sifat fisik CPO, khususnya pada parameter sifat reologi n dan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk penanganan CPO pada suhu 25 o C (atau pada suhu kamar), maka perbedaan nilai BI pada sampel CPO akan menghasilkan sifat reologi yang berbeda, yang mengakibatkan teknik penanganannya selama pengaliran juga akan berbeda. Variasi sifat fisik CPO pada suhu 25 o C ternyata tidak terjadi pada saat CPO dipanaskan di suhu 55 o C, yang merupakan suhu yang direkomendasikan dalam CAC/RCP 36 (CAC 2005) untuk proses pengaliran. Pada suhu 55 o C, terjadi perubahan sifat fisik CPO dibandingkan sifat fisiknya pada suhu 25 o C, dimana dan SFC CPO mengalami penurunan. Sifat fluida CPO juga mengalami perubahan dengan nilai n sampel CPO meningkat mendekati 1 dan nilai K yang mendekati 0 pada sampel CPO bersuhu 55 o C, yang menunjukkan bahwa CPO telah mengalami perubahan sifat fluida dari fluida non-newtonian pseudoplastic pada suhu 25 o C menjadi fluida Newtonian pada suhu 55 o C.

182 Tidak terdapat korelasi yang nyata antara parameter sifat fisik CPO pada suhu 55 o C dengan atribut mutu CPO (KAK, ALB, dan BI). Proses pemanasan dan peningkatan suhu sampel CPO ke 55 o C juga menyebabkan sifat fisik CPO menjadi tidak berbeda nyata antar sampel. Hal itu terjadi karena sampel CPO yang mengalami pemanasan ke suhu 55 o C, akan mengalami pelelehan fraksi stearinnya sehingga menghasilkan parameter sifat fisik yang tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemenuhan spesifikasi standar mutu BI oleh sampel CPO akan pengaruh pada sifat fisik CPO pada suhu yang rendah (25 o C), sedangkan pada suhu yang tinggi (55 o C) sifat reologi semua sampel CPO akan sama, walaupun memiliki BI yang berbeda nyata pada kisaran 50-55 g iod/100 g sampel. Hasil penelitian Pengaruh Suhu terhadap Sifat Fisik CPO yang dilakukan pada penelitian Tahap II (Bab 3), mengungkap bahwa sampel CPO mengalami transisi sifat aliran fluida yang pada suhu 25-40 o C bersifat non-newtonian pseudoplastic, menjadi Newtonian pada suhu di atas 40 o C. Dengan demikian, selama sampel CPO memenuhi spesifikasi standar mutu BI sebesar 50-55 g iod/100 g sampel, maka perbedaan BI tersebut dapat diabaikan pada proses pengaliran CPO di suhu yang tinggi. Kajian lebih lanjut pada penelitian Tahap II (Bab 3), memperkuat kesimpulan mengenai pentingnya pemenuhan spesifikasi standar BI pada sampel CPO yang akan dialirkan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa BI memiliki korelasi yang erat dengan nilai energi aktivasi (E a ) pada perubahan CPO akibat suhu (korelasi Pearson nyata pada P<0.05). E a ditentukan dengan persamaan Arrhenius pada kisaran suhu 25-55 o C dan shear rate tertentu. Walaupun kisaran BI sampel CPO telah dibatasi oleh SNI pada kisaran 50-55 g/100 g sampel, akan tetapi kisaran BI yang sempit tersebut menghasilkan nilai E a yang berbeda. Berdasarkan data sampel CPO, dapat disusun suatu persamaan matematika yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai E a sampel CPO tertentu berdasarkan BI-nya pada shear rate tertentu (Persamaan 13 dan 14). Saat CPO mengalami perubahan suhu pada kisaran 25-55 o C di shear rate tertentu, CPO dengan BI yang semakin kecil memiliki E a yang semakin besar, sehingga semakin mudah mengalami perubahan. Hal tersebut terkait dengan proporsi

183 kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh di dalam sampel CPO (Basiron 2005) dan komponen utama asam lemak di dalamnya (Kim et al. 2009). Korelasi antara BI dengan E a tersebut menunjukkan bahwa saat terjadi perubahan suhu, derajat kemudahan suatu sampel CPO untuk mengalami perubahan sangat ditentukan oleh BI sampel CPO tersebut walaupun berada pada kisaran BI yang sempit (50-55 g/100 g sampel) sesuai spesifikasi standar SNI. BI yang semakin rendah akan lebih sensitif terhadap perubahan suhu dan nilai n yang dimiliki suatu sampel sampel CPO bukan hanya ditentukan oleh suhu yang diterapkan pada sampel, tetapi ditentukan juga oleh BI-nya. Peluang Penggunaan Kondisi Metastabil CPO dalam Rancangan Teknik Kendali Transportasi CPO Moda Pipa Berdasarkan hasil penelitian Tahap III (Bab 4), pada kondisi pengaliran non-isotermal dapat dirancang sistem pengaliran yang mengalami penurunan suhu hingga suhu di bawah T M dengan sifat fluida yang masih mudah ditangani ( relatif tetap rendah, sifat fluida Newtonian) karena berada pada kondisi metastabil (metastable state). Pada laju penurunan suhu maksimal 0.1 o C/menit dan shear rate maksimal 400 s -1, induksi kristalisasi belum akan terjadi saat pengaliran berlangsung hingga suhu 30 o C selama tidak terjadi kondisi isotermal. Nilai maksimal pada kondisi tersebut adalah sekitar 60 mpa.s dengan sifat fluida Newtonian. Kondisi metastabil tersebut dapat dimanfaatkan karena memungkinkan pengaliran CPO dapat berlangsung pada suhu yang lebih rendah dari T M. Untuk itu kajian lebih lanjut mengenai faktor kendali untuk mempertahankan kondisi metastabil CPO perlu dilakukan. Suhu pengaliran minimal yang cukup rendah tersebut sebenarnya berpotensi untuk digunakan pada pengaliran CPO untuk jarak tempuh yang jauh. Akan tetapi, pada pengaliran hingga suhu lebih rendah dari T M, terjadi kondisi supercooling yang menjadi driving force kristalisasi khususnya bila terjadi kondisi isotermal. Untuk mencegah terjadinya kondisi isotermal pada kisaran suhu di antara T M dan suhu minimal pengaliran 30 o C, teknik kendali suhu dalam sistem perpipaan harus dilakukan secara detail dengan memperhitungkan

184 perhitungan pindah panas yang terjadi selama pengaliran. Bila suhu tidak lagi mengalami penurunan, terjadi kondisi isotermal yang menginduksi kristalisasi lemak, sehingga meningkat drastis dan CPO mengalami perubahan sifat fluida menjadi non-newtonian pseudoplastic. Terjadinya perubahan sifat reologi CPO tersebut akan mempengaruhi kesetimbangan sistem pengaliran CPO dalam pipa, hingga akhirnya dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pipa. Simpulan Data dasar sifat fisik yang paling berperan di dalam perhitungan desain perpipaan adalah data densitas ( ) serta data sifat reologinya. CPO pada suhu 55 o C bersifat sebagai fluida Newtonian, dan menjadi fluida yang bersifat non- Newtonian pseudoplastic pada suhu yang semakin rendah. Suhu transisi sifat reologi CPO sangat mempengaruhi perhitungan sistem perpipaan yang akan didesain. Transisi sifat fluida pada kondisi pengukuran yang statis menghasilkan viskositas terukur ( ) yang lebih tinggi. Pada kondisi sampel CPO yang mengalami penurunan suhu, CPO cenderung tetap bersifat sebagai fluida Newtonian dengan nilai yang relatif rendah (maksimal 60 mpa.s) saat suhu masih menurun hingga suhu 30 o C. Selama suhu pengaliran masih mengalami penurunan dan belum isotermal, induksi kristalisasi belum akan terjadi hingga suhu 30 o C, dan induksi kristalisasi baru akan terjadi setelah waktu induksi kristalisasi (t i ) selama 30 menit. Terjadinya kondisi isotermal menentukan berlangsungnya induksi kristalisasi lemak CPO, yang mengakibatkan perubahan sifat reologinya. Suhu dan waktu saat mulai terjadi kondisi isotermal ketika CPO dialirkan dari suhu awal 55 o C, sangat ditentukan oleh suhu lingkungan sistem perpipaan. Dengan demikian, dalam pengembangan rancangan teknis pipa untuk transporatsi CPO, waktu dan suhu saat terjadinya proses pengaliran yang isotermal perlu diperhitungkan secara detail, dengan memperhitungkan suhu lingkungan, T suhu yang terjadi, dan ketebalan insulasi yang digunakan dalam sistem pipa. Pemenuhan spesifikasi standar BI sangat menentukan sifat fisik CPO, khususnya pada parameter sifat reologi n dan. Sampel CPO akan mengalami

185 transisi sifat aliran fluida, yaitu pada suhu 25-40 o C bersifat non-newtonian pseudoplastic, dan suhu di atas 40 o C menjadi bersifat Newtonian. Selama sampel CPO memenuhi spesifikasi standar mutu BI sebesar 50-55 g iod/100 g sampel, maka perbedaan BI dapat diabaikan pada proses pengaliran CPO di suhu yang tinggi. BI juga menentukan nilai energi aktivasi (E a ) sampel CPO. Derajat kemudahan suatu sampel CPO untuk mengalami perubahan sangat ditentukan oleh BI sampel CPO tersebut walaupun berada pada kisaran BI yang sempit (50-55 g/100 g sampel) sesuai spesifikasi standar SNI.