TUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PILKADA LANGSUNG SERENTAK: HARAPAN DAN TANTANGAN

PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA. Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Abstrack

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELANTIKAN ANGGOTA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN (PPK) SE-KABUPATEN KULONPROGO

BAB V PENUTUP. masyarakat yang diberikan pada kandidat-kandidat partai politik.

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung. Oleh karena itu, dalam pengertian modern, demokrasi dapat

2 Kepala Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pen

C. Tujuan Penulisan. Berikut adalah tujuan penulisan makalah pemilukada (Pemilihan Umum Kepala. Daerah).

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan

- 2 - pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Papua, dan Papua Barat;

I. PENDAHULUAN. Runtuhnya rezim Orde Baru memberikan ruang yang lebih luas bagi elit politik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia memuat perubahan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan

SISTEM EKONOMI PANCASILA:

Paragraf 2 KPU Provinsi. Pasal 9

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Tasikmalaya. Abstrak. Kata kunci: Pemilukada, calon tunggal, putusan Mahkamah Konstitusi PENDAHULUAN

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Selain itu akan dijelaskan pula tentang pemerintahan, visi-misi Kabupaten Luwu

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

BAB I PENDAHULUAN. politik yang sama sekali tidak demokratis. Di dalam masa transisi menuju

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

I. PENDAHULUAN. diperuntukkan untuk rakyat. Pemilihan umum merupakan bagian dari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2001 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILU KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KABUPATEN GORONTALO UTARA TAHUN 2013 (PUTARAN PERTAMA)

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK

BAB V PENUTUP. yang melibatkan birokrat masuk dalam arena pertarungan politik yang terjadi dalam

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa perubahan pada sistem politik di Indonesia seperti

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2006

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan implikasi penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi persyaratan (Sumarno, 2005:131). pelaksanaan pemilihan kepala daerah ( pilkada ).

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

I. PENDAHULUAN. Alam, 2010), untuk penyelenggaraan pemilukada setidaknya menelan biaya

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari

Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, di Kantor Presiden, tanggal 1 April 2014 Selasa, 01 April 2014

Universitas Sumatera Utara

RPSEP-08 KEMISKINAN PROVINSI VERSUS KEMISKINAN KABUPATEN DI BALI

Draft Peraturan KPU tentang Pencalonan Dalam Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESI

2016, No Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintaha

DEMOKRASI INDONESIA (Pemilu Sebagai Wujud Demokrasi Indonesia)

Undang-Undang No. 32. Tahun 2004 Pelimpahan. wewenang. pemerintahan oleh. Pemerintah kepada. Gubernur sebagai. wakil pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

POLITIK PEMILUKADA 2010: Sebuah Kajian Terhadap Penyelenggaraan Pemilukada di Dumai dan Indragiri Hulu

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

Demokrasi & Partisipasi Publik 1 Oleh: Dwi Harsono

BAB I PENDAHULUAN. Dari sudut pandang etimologi demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

I. PENDAHULUAN. Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada. terbaik dalam perkembangan organisasi negara modern.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Daftar Riwayat Hidup

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan Pemerintahan Daerah dalam. Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pemilukada perlu dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT

Transkripsi:

TUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015 Oleh : Tedi Erviantono (Dosen Prodi Ilmu Politik FISIP Universitas Udayana) Disampaikan dalam Munas Forum Dekan FISIP se Indonesia ke V Tahun 2015 I. PENDAHULUAN Hajatan Pemilukada serentak akan digelar 9 Desember 2015 mendatang. Setidaknya hingga empat tahun ke depan pemilukada serentak di negeri ini senantiasa berkelanjutan. Tercatat tahun 2015 ini, terdapat pemilihan atas 269 kepala daerah dengan rincian, 9 pemilihan gubernur, 224 pemilihan bupati dan 36 pemilihan walikota. Februari 2017 terdapat pemilihan 101 kepala daerah, dengan rincian 7 pemilihan gubernur, 76 pemilihan bupati dan 18 pemilihan walikota. Pada 2018 tercatat pemilihan atas 171 kepala daerah, dengan rincian 17 pemilihan gubernur, 115 pemilihan bupati dan 39 pemilihan walikota. Pada 2020 mendatang hasil pemilukada tahun 2015 ini harus berkompetisi kembali pada hajatan yang sama. Fase kompetisi pimpinan daerah ini dimaknakan sebagian kalangan sebagai hajatan yang akan memindai patologi politik yang berlangsung di level nasional ke level lokal. Pada pemaknaan ini, pemilukada yang secara normatif seharusnya menjadi instrumen penguatan desentralisasi dan otonomi daerah ternyata di dalam pelaksanaannya masih banyak menyimpan beragam masalah, baik dalam tataran teknis pelaksanaan, perolehan hasil, maupun pasca pemilihan. Ragam problematika tersebut antara lain kekhawatiran terjadinya persaingan tidak sehat, kecurangan politik uang pada saat pemungutan dan rekapitulasi suara dari tingkat PPS dan PPK, politik uang (money politics) jelang pelaksanaan pemilukada hingga rentannya potensi konflik yang terjadi pasca-penyelenggaraan pemilukada. Ilmuwan politik yang berada dalam dunia akademisi harus mengambil peran pada fase hajatan politik ini. II. PEMBAHASAN Iberamsyah (2007) mencatat bahwa praktek pemilukada langsung selama ini telah membawa banyak resiko. Hal tersebut ditinjau dari beberapa parameter, seperti ; praktek politik uang (vote buying) masih marak bahkan ada kencederungan menaik; anggaran besar yang harus ditanggung negara ; ataupun resiko terjadinya konflik horizontal ditengah-tengah masyarakat. Bagaimana ini bisa terjadi? Pada sisi yang sama, studi Klinken (2013) menyatakan bahwa kelompok elite lokal jelang pemilu maupun pemilukada sangat sibuk di kampung halamannya karena mereka menjadi patron bagi beragam klien. Mereka menjalankan hegemoni melalui organisasi-organisasi keagamaan, politik, kedaerahan, dan pekerjaan. Mereka menyelenggarakan patronase masik seputar pada pekerjaan birokratik karena pada sektor inilah mereka dapat mengontrol rente yang sebagian besar tersedia di ibu kota provinsi, kabupaten maupun kota. Sebagai balasan atas perlindungan patronal yang dilakukannya ini, mereka membagi proyeknya pada klien termasuk mengembangkan partai politik yang dianggap memuluskan arus masuk investasi yang menguntungkan dirinya. Kalangan patron ini tidak memiliki, --bahkan menjauh--, pada isu yang diperjuangkan kelas di bawahnya, seperti hak asasi, tanah, buruh, maupun gerakan anti korupsi. Partai-partai politik yang menyokong kalangan patron ini juga cenderung tidak akan mewakili atau memperjuangkan kepentingan-kepentingan ini karena justru dianggap bumerang bagi kepentingannya terhadap patron.

Catatan yang dipertegas Klinken (2013) bahwa demokratisasi akhirnya banyak terhalang oleh perilaku partai politik yang tenggelam pada praktek patronase yang justru tidak beranjak menjauh bahkan bisa dikatakan menjamur di level lokal pasca tumbangnya kekuasaan otoritarian (baca : Orde Baru). Pendanaan partai politik yang minim dan terbukanya ruang patronase dengan kemasan sentimen lokal serta personalisme menciptakan hambatan besar bagi terbangunnya organisasi demokratik di level lokal yang koheren. Partai politik sekedar memainkan peranan nominal dengan menyertakan koalisi antar partai politik dengan platform yang lemah dan akhirnya bermuara pada perilaku pemilih yang cenderung menjatuhkan pilihan pada tampang atau figur yang rajin nampang pada ragam media ketimbang ideologi atau partai politik pengusung. Jelang pemilukada pula, sebagian besar partai politik menjadi rumah lelang bagi jabatan kekuasaan ketimbang menjadi wahana representasi popular. Pada makna lain partai politik pada konteks ini tidak bertindak sebagai sarana pengartikulasian kepentingan konstituen. Literatur klasik menyatakan patronase di level lokal maupun nasional dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas terjadinya defisit demokrasi karena disinilah ketimpangan ekonomi dan kultural terjadi secara jangka panjang. Relasi patron klien mungkin saja tetap mengakar dan menjadi faktor utama bagi terhambatnya proses demokrasi di Indonesia secara jangka panjang. Hanya saja sebagai warga kita tentu tidak boleh berasumsi bahwa kondisi ini tidak akan bisa terselamatkan. Ragam inovasi teknik pemilukada serta pemberlakuan aturan main dalam pelaksanaan pemilukada memang ditempuh oleh lembaga penyelenggara Pemilu. Setidaknya telah ada niatan baik Negara memberikan pondasi regulasi atas pelaksanaan pemilukada. Seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan PERPPU nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang serta beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh KPU. Regulasi tersebut beberapa diantaranya mengatur perihal yang seringkali misalnya tentang pemutakhiran data pemilih, hingga deteksi dini upaya pencegahan konflik sosial pasca pemilu. III. PENUTUP Hanya saja, kondisi ini semuanya tidak akan berarti apa-apa apabila masih belum terdapat kesepahaman dan kesadaran warga atas politik termasuk mengenai penyelenggaraan pemilu maupun pemilukada. Harapannya tentu adalah adanya situasi dimana masyarakat sudah dianggap melek politik sehingga mereka benar-benar memikirkan tanggungjawabnya dalam bernegara termasuk mendukung berjalannya proses demokrasi secara benar yang salah satunya melalui keikutsertaannya dalam penentuan pimpinan pada daerahnya masing-masing. Tanggung jawab masyarakat, penyelenggara maupun peserta pemilukada inilah yang seharusnya menjadikan hajatan ini sebagai proses penting demokrasi yang melahirkan pimpinan yang berintegritas, bermoral serta betul-betul dapat memimpin rakyatnya kedepan dengan baik. Kita tentunya tidak rela komitmen pendanaan pemilukada dari Pemerintah,-- yang notabene adalah pajak rakyat--, sebesar 7,1 triliun rupiah hanya terbuang percuma saat proses pemilukada yang berlangsung justru melahirkan pimpinan korup dan nihil integritas, baik terhadap tugas maupun warganya. Disinilah peran akademisi di bidang ilmu politik harus berbicara. Pengawalan dalam

meminimalisir resiko kecacatan demokrasi dan memberikan pengawalan yang konsisten dalam rambu demokrasi. Berperan sebagai panwas, menjadi pengamat yang tidak memihak pada kekuatan politik dengan muatan kepentingan praktis adalah peran kecil yang bisa kita ambil. Semoga kita sebagai ilmuwan di bidang politik bisa mengemban misi ini.

FOTO KEIKUTSERTAAN DALAM FORUM SEMINAR