MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASAR KONSEP Nama : Sumbaji Putranto NIM : 16709251028 Kelas : Pend. Matematika B PPs UNY A. PENDAHULUAN Menjadi sebuah kewajaran dalam proses belajar mengajar muncul konflik kognitif pada diri siswa. Hal ini mungkin terjadi ketika tidak terjadi keseimbangan antara informasi atau pengetahuan yang telah dimilik oleh siswa dengan informasi yang dihadapi dalam suasana belajar. Siswa sering pula mengalami kebuntuan ketika dihadapkan pada tantangan-tantangan untuk menyelesaiakan masalah. Menghadirkan konflik kognitif dalam pembelajaran dengan sengaja merupakan suatu upaya untuk membiasakan siswa dalam mengkonstruksi skema atau pengetahuan dan memberi pengalaman bagaimana menghadapi suatu situasi yang tidak dikehendaki, memberi tantangan dan kesempatan kepada siswa untuk memantapkan pengetahuan dan ketrampilan matematika yang dimilikinya. Tulisan ini membahas proses kognitif menurut Piaget, Konflik Kognitif, dan contoh pembelajaran pembelajaran matematika menggunakan prinsip yang dikembangkan berdasarkan konsep konflik kognitif Piaget. B. TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET Menurut Piaget (Sugihartono, 2007), pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata yang sering disebut sebagai struktur kognitif. Dengan menggunakan skemata ini seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga terbentuk skemata baru, yaitu melalui proses asimilasi 1 Sumbaji Putranto
dan akomodasi. Skemata yang terbentuk melalui asimilasi dan akomodasi itulah yang disebut pengetahuan. 1. Asimilasi Asimilasi merupakan proses penyatuan atau pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang telah ada ke dalam benak siswa. Suatu informasi [pengetahuan] baru dikenalkan kepada seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata yang telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi sehingga terbentuklah pengetahuan baru. Proses ini merefleksikan perubahan kuantitatif pada skema disebut sebagai pertumbuhan. 2. Akomodasi Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif pada situasi yang baru. Proses restrukturasi skemata yang sudah ada sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru yang tidak dapat secara langsung diasimilasikan pada skemata tersebut. Hal itu, dikarenakan informasi baru tersebut agak berbeda atau sama sekali tidak cocok dengan skemata yang telah ada. Jika informasi baru, betul-betul tidak cocok dengan skemata yang lama, maka akan dibentuk skemata baru yang cocok dengan informasi itu. Sebaliknya, apabila informasi baru itu hanya kurang sesuai dengan skemata yang telah ada, maka skemata yang lama itu akan direstrukturisasi sehingga cocok dengan informasi baru itu. Pada akomodasi terjadi proses belajar yang baru dan merefleksikan perubahan kualitatif pada skemata yang disebut perkembangan. 3. Disequilibrium dan Equilibrium Yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Proses akomodasi dimulai ketika pengetahuan baru yang dikenalkan itu tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah ada maka akan terjadi disequilibrium, kemudian struktur kognitif tersebut direstrukturisasi kembali agar dapat disesuaikan dengan pengetahuan baru atau disebut equilibrium, 2 Sumbaji Putranto
sehingga pengetahuan baru itu dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasikan menjadi pengetahuan skemata baru. C. Berdasarkan terori perkembangan kognitif Piaget, suatu struktur kognitif atau (skema), selalu berintegrasi dengan lingkungannya melalui proses asimilasi dan akomodasi. Jika asimilasi dan akomodasi terjadi dengan bebas dengan lingkungannya (bebas konflik), maka struktur kognitif dikatakan dalam keaadaan ekuilibrium dengan lingkungannya., namun jika hal ini tidak terjadi pada seseorang, maka seseorang tersebut dikatakan pada keadaan yang tidak seimbang (disekuilibrium). Apabila seseorang berada atau mengalami suatu disekuilibrium maka dia akan merespon terhadap keaadaan tersebut dan mencari keseimbangan (ekuilibrium) yang baru dengan lingkungannya. Gambar berikut menunjukkan proses perkembangan kognitif menurut Piaget (Kwon, 2001). 3 Sumbaji Putranto
Pada gambar di atas ditunjukkan bagaimana proses terjadinya konflik kognitif. Pada level rendah, keseimbangan kognitif terjadi, sehingga tidak terjadi konflik kognitif meskipun terjadi asimilasi dan akomodasi, pada level ini informasi baru di asimilasi dan diakomodasi dengan baik, dengan kata lain informasi yang didapat ditangkap dan dipahami sesuai dengan skemata atau prior knowledge yang telah dimiliki oleh anak. Pada level menengah terjadi ketidakseimbangan kognitif atau terjadi konflik kognitif karena terjadi kekurangan data sehingga informasi yang didapat tidak cocok dengan pengetahuan atau struktur kognitif (skemata) yang dimiliki, sehingga informasi yang ada tidak dapat diasimilasi, akibatnya proses akomodasipun tidak terjadi terhadap informasi tersebut. Pada level ini anak memerlukan bantuan pihak lain untuk dapat mengakhiri konflik kognitif. Pada level yang lebih tinggi, equilibrium kognitif ( re-equilibrium) terjadi akibat adanya rekonseptualisasi terhadap informasi sehingga terjadi keseimbangan baru dari apa yang sebelumnya bertentangan (konflik kognitif). Pada level ini keseimbangan kognitif terjadi karena adanya bantuan pihak lain sehingga proses asimilasi dan akomodasi berlangsung dengan lancar. Berdasarkan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa disequilibrium kognitif atau konflik kognitif perlu dikondisikan agar terjadi suatu equilibrium pada tingkat yang lebih tinggi daripada equilibrium yang sebelumnya. D. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN KONFLIK KOGNITIF PIAGET Berikut disajikan bagaimana implikasi pembelajaran matematika dengan memperhatikan konflik kognitif piaget. Pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP kelas VII SMP semester dua. Kompetensi Dasarnya adalah menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. 4 Sumbaji Putranto
Misalkan anak sudah diajarkan cara menentukan luas dari suatu segitiga. Bentuk segitiga yang digunakan oleh siswa sebagai latihan adalah seperti di bawah ini. A 12 cm B C 16 cm Kemudian guru memberikan bentuk segitiga yang berbeda untuk ditentukan luasnya,seperti dalam gambar berikut ini. C 15 cm A 12 cm B Ketika anak diminta untuk menentukan luas segitiga dimana gambar segitiganya berbeda dengan segitiga yang telah diketahui anak sebelumnya, kemudian anak mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan baik maka pada diri anak tidak terjadi konflik kognitif. Tetapi apabila dalam pikiran anak muncul keanehan dan keganjilan ketika melihat segitiga tersebut sehingga menyebabkan anak tidak dapat menyelesaikan soal dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa pada anak telah terjadi konflik kognitif. Implikasi dari adanya konsep konflik kognitif ini adalah bahwa untuk dapat mengakhiri konflik kognitif maka anak memerlukan bantuan dari guru atau pihak lain yang telah menguasai materi pembelajaran. 5 Sumbaji Putranto
E. KESIMPULAN Menurut Piaget skemata (struktur kognitif) didalam otak manusia berkembang melalui interaksi dengan lingkungannya melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah struktur pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi, adalah struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan hadirnya pengalaman baru. Jika asimilasi dan akomodasi terjadi tanpa konflik, maka dikatakan bahwa struktur kognitif barada dalam keadaan equilibrium dengan lingkungannya. Sebaliknya, jika hal ini tidak terjadi pada diri seseorang, maka dikatakan ia mengalami ketidakseimbangan kognitif atau mengalami konflik kognitif ( cognititive disequilibrium). Konflik kognitif terjadi karena adanya kekurangan data sehingga informasi yang didapat tidak cocok dengan prior konwledge atau struktur kognitif (skemata) yang dimiliki, sehingga informasi yang ada tidak dapat diasimilasi, akibatnya proses akomodasipun tidak terjadi terhadap informasi tersebut. Untuk mengakhiri konflik kognitif perlu adanya bantuan dari pihak lain yang lebih menguasai materi pembelajaran. 6 Sumbaji Putranto
REFERENSI Kwon J, Lee,G. 2001. What do we know about students cognitive conflict in science classroom: a theoreticial model of cognitive conlict process, diakses dari http:/www.ed.psu.edu/c1/journals/2001 Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. 7 Sumbaji Putranto