BAB I PENDAHULUAN. sosial yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Banyak hal yang menjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PORNOGRAFI PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LEMBANG

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mampu membersihkan ketimpangan ketimpangan sosial yang ada, juga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyebaran arus informasi yang tidak terbatas dan dibatasi menyebabkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dimulai pada usia 9-14 tahun dan prosesnya rata-rata berakhir pada

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia tahun , BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Pendahuluan. Bab I. A. Latar Belakang. Kebutuhan manusia akan komunikasi dan informasi pada zaman modern ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. intelektual yang seharusnya mampu berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB I PENDAHULUAN. penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Penyebaran pornografi saat ini erat hubunganya dengan perkembangan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa tidak hanya dilihat dari aspek fisik

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN. Batasan usia remaja menurut WHO (Word Health Organization) adalah mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. muatan ilmu pengetahuan, tetapi secara negatif juga bermuatan materi pornografi

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena penyimpangan perilaku remaja merupakan bagian dari masalah sosial yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Banyak hal yang menjadi faktor pengaruh timbulnya penyimpangan perilaku pada remaja, salah satu di antaranya ialah perkembangan media yang begitu pesat dan mudah dijangkau. Media transnasional yang mencakup informasi dan tayangan asing serta hiburan yang sekarang ini mudah diperoleh dari sumber media seperti komputer, fasilitas internet yang didukung dengan perkembangan usaha jasa warung internet (warnet), TV, usaha-usaha penjualan VCD dalam maupun luar negeri serta alat komunikasi yang canggih yang hampir dimiliki oleh semua remaja maupun sumber media lainnya sedikit banyak akan membawa dampak, baik positif maupun negatif terhadap perkembangan pola perilaku dan moral remaja. Akses informasi yang mudah diperoleh ini dapat memicu adanya suatu tren dimana remaja memiliki ketergantungan terhadap media transnasional. Tren ini dipertegas dengan adanya suatu kajian tentang frekuensi pemakaian internet di kalangan remaja yang dilakukan pada tahun 2003 oleh Harris Interactive and Teenage Research Unlimited untuk perusahaan media internet Yahoo. Kajian ini menemukan bahwa anak muda berusia 13 hingga 24 tahun menghabiskan lebih banyak waktu online setiap minggu dibandingkan menonton TV, rata-rata 17 banding 14 jam. Selain itu pada tahun yang sama Kaiser Family Foundation memaparkan suatu laporan mengenai intensitas kegunaan internet dimana 94% remaja mengatakan bahwa mereka telah menggunakan internet untuk 1

mengerjakan tugas sekolahnya, dibandingkan dengan 85% yang menggunakannya untuk mendapatkan informasi tentang film, musik, atau TV. 81% mengatakan mereka melakukan online untuk bermain permainan (game), 78% untuk mendapatkan berita, 50% untuk mengetahui skor olahraga dan 36% untuk membeli barang. Kajian lain mengenai frekuensi pemakaian internet dilakukan oleh Pew Foundation terdapat 94% remaja online untuk tugas sekolah dan terdapat 54% mengatakan mereka online untuk mengikuti tren mode dan musik (Hernandez, 2007:36). Melalui beberapa kajian tersebut dapat diketahui bahwa hampir semua aktivitas remaja yang berhubungan dengan bahan-bahan informasi, tugas sekolah bahkan hiburan bergantung pada keberadaan internet. Online di internet membuat remaja menemukan berbagai macam pengetahuan secara luas. Selama ini remaja umumnya telah menempatkan media massa sebagai sumber informasi seksual yang lebih penting dibandingkan orangtua, karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kebutuhan seksual remaja. Hasil survei pengaksesan situs porno oleh Statistic by Family Safe Media menyatakan bahwa terdapat 4,2 juta situs internet porno, dimana setiap harinya terdapat 68 juta permintaan mencari materi pornografi melalui mesin pencari (search engine) internet dan setiap harinya rata-rata setiap pengguna internet menerima atau mengirim 4,5 juta email porno. Survei mengenai pengaksesan situs porno yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati di Jabodetabek (2005) dengan 1.705 responden remaja memperoleh hasil bahwa lebih dari 80% anak usia 9-12 tahun telah mengakses materi pornografi melalui situs-situs internet (www.repository.ui.ac.id 29/09/2010). 2

Di Indonesia pornografi telah menjadi hal yang sangat umum karena sangat mudah diakses oleh semua usia. Dalam suatu artikel yang diterbitkan oleh BKKBN pada tahun 2004 disebutkan bahwa selain menjadi negara tanpa aturan yang jelas tentang pornografi, Indonesia juga mencatat rekor sebagai negara kedua setelah Rusia yang rentan penetrasi pornografi terhadap anak. Saat ini remaja merupakan populasi terbesar yang menjadi sasaran pornografi. Penelitian lain yang dilakukan oleh BKKBN di empat kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2002 menunjukkan hasil bahwa remaja usia 15-19 tahun hampir 60% di antaranya pernah melihat film porno dan 18,4% remaja putri mengaku pernah membaca buku porno. Survei juga mencatat bahwa 40% remaja mengaku pernah berhubungan seks sebelum nikah. Menurut remaja laki-laki yang sudah pernah berhubungan seks, salah satu faktor yang menyebabkan mereka melakukannya adalah karena pengaruh menonton film barat dengan adegan panas bahkan yang menyuguhkan adegan porno (www.repository.ui.ac.id 29/09/2010). Dr. Boyke Dian Nugraha selaku pakar seks dan spesialis obstetri dan ginekologi menyatakan penyebab aktivitas seks di kalangan remaja adalah kurangnya pengetahuan seks pada remaja. Faktor ini ditambah dengan informasi keliru yang diperoleh dari sumber yang salah, seperti mitos seputar seks, VCD porno, situs porno di internet dan lainnya yang mengakibatkan pemahaman dan persepsi remaja tentang seks menjadi salah. Pendidikan seks sebenarnya berarti pendidikan seksualitas, yaitu suatu pendidikan seksual dalam arti luas, meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan seks di antaranya aspek biologis, orientasi, nilai sosiokultur dan moral serta perilaku (www.cinhau.com 29/09/2010). 3

Pengaruh pendidikan seks di kalangan remaja yang diperoleh sendiri tanpa adanya pengawasan dan arahan yang benar melalui akses situs porno maupun film-film asing yang mempertontonkan adegan panas yang mudah diperoleh lewat internet dan bahkan dijual secara bebas akan memberikan dampak seperti terjadinya pergaulan bebas, hubungan seks di luar nikah, pemerkosaan sampai pada penyakit HIV/AIDS di kalangan remaja. Berdasarkan data Departemen Kesehatan hingga September 2008, dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV-AIDS di Indonesia, 54% adalah remaja. Jika di telisik, ada beberapa faktor yang mendorong anak remaja usia sekolah SMP dan SMA melakukan hubungan seks di luar nikah. Di antaranya pengaruh liberalisme atau pergaulan hidup bebas, faktor lingkungan dan keluarga yang mendukung ke arah perilaku tersebut, serta pengaruh yang memegang peranan penting ialah perkembangan media massa (www.suarakaryaonline.com 05/10/2010). Kepala BKKBN Provinsi Sumut H Indra Wirdhana, SH.MM mengaku prihatin dengan keberadaan remaja saat ini. Sebab menurut data 2010, baik dari Badan Pusat Statistik, Bappenas dan UNFPA, sebagian dari 63 juta jiwa remaja berusia 10 sampai 24 tahun di Indonesia rentan berprilaku tidak sehat. Survei yang dilakukan oleh lembaga Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia sebut Indra, ternyata remaja putri berusia 14 sampai 19 tahun, persentasenya lebih tinggi dari pada remaja putra soal pernah berhubungan seksual yakni 34,7% untuk perempuan dan 30,9% untuk pria. Sementara itu kasus aborsi di kalangan remaja juga tinggi. Diperoleh data 2,5 juta jiwa perempuan pernah melakukan aborsi dan dari jumlah ini 27% atau 700 ribu dilakukan oleh remaja. Untuk 4

Narkoba menunjukkan 1,5% dari jumlah penduduk Indonesia atau 3,2 juta jiwa pengguna narkoba dan dari jumlah itu 78% dari kalangan remaja. Sedang kasus AIDS hingga Desember 2009 sebesar 19.973 kasus dan dari jumlah ini 50,3% ditularkan melalui hubungan heteroseksual (www.waspadamedan.com 05/10/2010). Media sebagai sumber informasi bagi remaja tidak hanya sebatas mengakses situs-situs dari internet saja. Sumber informasi yang diperoleh lewat media lain dengan tingkat penggunaan terbesar oleh remaja selain internet ialah media TV. Rata-rata anak hingga remaja menonton TV selama 30-35 jam per minggu atau hampir lima jam sehari. Mereka menyerap begitu saja apa yang ditayangkan TV, termasuk materi untuk dewasa. Akibatnya, terjadi peniruan oleh anak-anak dan remaja, terutama atas hal-hal yang bersifat negatif. Berdasarkan sejumlah riset perguruan tinggi mengenai tayangan TV antara lain sinetron dan tayangan asing yang mengandung materi kekerasan diperoleh hasil hingga 90%. Detailnya, 50% secara fisik dan 40% secara psikologis. Selain itu, ada penampakan ikon mistik sebanyak 75%, adegan seks 50%, pemerkosaan 20%, dan perkataan cabul 20% (www.edutaimentbrainpower.blogspot.com 07/11/2010). Sebagaimana kita ketahui, tayangan kekerasan serta adegan yang menjurus ke pornografi adalah hal-hal yang dapat diperoleh remaja dengan mengakses situs-situs tertentu dari internet dan tontonan TV. Hal tersebut ditengarai juga telah banyak menyulut perilaku agresif remaja dan menyebabkan terjadinya pergeseran moral pergaulan serta meningkatkan terjadinya berbagai pelanggaran norma susila. 5

Selain menjadi sumber informasi bagi penggunanya media juga mempunyai kegunaan sebagai sumber hiburan. Salah satu yang sedang marak akhir-akhir ini ialah kehadiran game online. Hari ke hari game-game online terus bermunculan tanpa mengenal batas, anak remaja khususnya para pelajar juga tidak mau ketinggalan untuk memainkannya, mereka seakan selalu mengikuti perkembangan game online tersebut. Dengan semangat yang tinggi dan tanpa mengenal batas waktu mereka cenderung tidak lagi memperhatikan apa yang menjadi tugasnya sebagai seorang pelajar. Game-game itu telah mengkotak-katik otak mereka sehingga terganggu pikirannya dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari serta kehilangan mood baik dalam belajar apalagi mengerjakan tugastugas sekolah yang diberikan gurunya. Yang namanya game tidak pernah tamat, di dalam permainan itu ada level-level yang harus dilalui dan untuk melaluinya harus melewati rintangan. Dengan begitu mereka akan berusaha untuk melewati rintangan agar bisa naik level. Alhasil biaya yang harus dibayarkan juga membengkak. Para pelajar yang kecanduan game online cenderung lebih hemat untuk jajan tetapi sangat boros ketika bermain game di warnet. Pikirannya terus memikirkan game yang sedang dimainkan dan rela melakukan apapun demi bisa bermain game, seperti berbohong, mencuri uang orangtuanya ataupun milik temannya. (www.medanbisnisdaily.com 07/11/2010). Perkembangan media juga mempengaruhi keberadaan fasilitas-fasilitas media informasi seperti warnet. Tidak terkecuali di Kelurahan Helvetia Tengah, dimana usaha warnet dapat dengan mudah dijumpai dengan jumlah yang tergolong banyak, baik yang ada di daerah Kelurahan Helvetia Tengah sendiri maupun yang ada di luar wilayah kelurahan tersebut. Sebagian besar 6

penggunanya ialah remaja. Bukannya tidak mungkin hal-hal yang sebelumnya telah diuraikan di atas juga dapat dialami remaja yang berada di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Besarnya pengaruh media informasi saat ini baik berupa TV, video, film asing, internet dan game terhadap penyimpangan perilaku remaja sebagaimana telah diuraikan di atas menjadikan penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan kemudian dituangkan dalam bentuk skripsi tentang keterkaitan media transnasional dengan perilaku menyimpang remaja, dengan judul Pengaruh Media Transnasional terhadap Penyimpangan Perilaku Remaja di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana pengaruh media transnasional terhadap penyimpangan perilaku remaja di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh media transnasional terhadap penyimpangan perilaku remaja di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. 7

1.3.2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka mengembangkan konsep-konsep, teori-teori perilaku remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta dalam rangka pengembangan model pembinaan remaja oleh berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah. 1.4 Sistematika Penulisan Rencana dan hasil penelitian ini akan dilaporkan menurut sistematika penulisan sebagai berikut. BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian teoritis tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran yang kemudian dituangkan dalam bentuk bagan alir pikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, sampel penelitian serta teknik penarikan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data yang diterapkan. 8

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan uraian tentang gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini. BAB V : ANALISIS DATA Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari pengumpulan data penelitian yaitu melalui kuesioner, kemudian dianalisis sehingga dapat dipahami data yang ada serta makna yang ada dibalik data penelitian tersebut. BAB VI : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan penelitian dan saran yang direkomendasikan berdasarkan kesimpulan penelitian yang diperoleh. 9