Waktu pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) berhubungan dengan kejadian stunting anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI DENGAN PERTUMBUHAN BADUTA USIA 6-24 BULAN (Studi di Kelurahan Kestalan Kota Surakarta)

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

Endah Retnani Wismaningsih Oktovina Rizky Indrasari Rully Andriani Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256.

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASUPAN PRODUK PANGAN ASAL HEWAN PADA BAYI

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013


Kata Kunci : Riwayat Pemberian ASI Eksklusif, Stunting, Anak Usia Bulan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Rizqi Mufidah *), Dina Rahayuning P **), Laksmi Widajanti **)

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

FREKUENSI PENIMBANGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN STUNTING

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOKERTO SELATAN KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2012

HUBUNGAN STUNTING DAN GIZI KURANG DENGAN SKOR IQ ANAK SEKOLAH DASAR UMUR 8 TAHUN DI KECAMATAN BULULAWANG KABUPATEN MALANG TESIS

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR ANAK DAN POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN RIWAYAT ASI EKSKLUSIF DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 7-36 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS GONDOKUSUMAN I TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BAYI DI KELURAHAN BIRA KOTA MAKASSAR TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

Kata Kunci: Pendidikan, Pekerjaan, Dukungan Suami dan Keluarga, ASI Eksklusif.

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-24 BULAN DI KELURAHAN SETABELAN KOTA SURAKARTA TAHUN 2015 KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

PERBEDAAN. NASKAH an. Diajukan oleh : J FAKULTAS

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

Hubungan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan Berat Badan Anak Usia di Bawah Dua Tahun

PENGARUH PENYULUHAN MP ASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU DALAM PEMBERIAN MP ASI DI PUSKESMAS SAMIGALUH I

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Aridiyah et al, Faktor yang Mempengaruhi Stunting pada Balita di Pedesaan dan Perkotaan...

METODE DAN POLA WAKTU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO GROWTH FALTERING PADA BAYI USIA 2-6 BULAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) PADA BAYI DI PUSKESMAS BITUNG BARAT KOTA BITUNG.

Berat badan lahir rendah berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan

HUBUNGAN PENGELUARAN, SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KELUARGA, DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 2-5 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR SMP NEGERI 10 KOTA MANADO.

Yelli Yani Rusyani 1 INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

GAMBARAN KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI PUSKESMAS CARINGIN BANDUNG PERIODE SEPTEMBER 2012 SEPTEMBER 2013

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia harus

Maria Kareri Hara. Abstract

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

Septiani, Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Asi Dini Dengan Status Gizi Bayi 0-11 Bulan Di Puskesmas Bangko Rokan Hilir

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

Gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI (MP-ASI) anak umur 6-24 bulan di Dusun Pedes, Bantul, Yogyakarta

CHMK NURSING SCIENTIFIC JOURNAL Volume 1. No 1 APRIL 2017

ABSTRAK. Kata Kunci: Asupan Energi, Frekuensi Antenatal Care, Ketaatan Konsumsi Tablet Fe, Anemia

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. faltering yaitu membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

Kata Kunci: Status Gizi Anak, Berat Badan Lahir, ASI Ekslusif.

Kepatuhan Kunjungan Posyandu dan Status Gizi Balita di Posyandu Karangbendo Banguntapan, Bantul, Yogyakarta

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN TAMAMAUNG KOTA MAKASSAR

Liva Maita, Na imatu Shalihah : Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Pemberian Kolostrum Pada Ibu Nifas Di Ruang Camar I Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau

HUBUNGAN POLA ASUH MAKAN DAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PLUS, KECAMATAN SAPE, KABUPATEN BIMA

ABSTRAK. Kata kunci : Balita, Status gizi, Energi, Protein PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO SUHUFIL ULA NIM:

Transkripsi:

JURNAL Waktu GIZI pemberian DAN DIETETIK makanan INDONESIA pendamping ASI (MP-ASI) Tersedia berhubungan online pada: dengan http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/ijnd kejadian stunting anak usia 6-23 bulan 105 Vol. 4, No. 2, Mei 2016: 105-111 DOI : http://dx.doi.org/10.21927/ijnd.2016.4(2).105-111 Waktu pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) berhubungan dengan kejadian stunting anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu Time of complementary feeding introduction was associated with stunting in children 6-23 months old in Sedayu, Bantul Dwi Puji Khasanah 1, Hamam Hadi 1, Bunga Astria Paramashanti 1 ABSTRACT Background: Stunting in children 6-23 months old was not directly realized and can be looked after they are 2 years old. Almost 18.08% in District Bantul suffered from stunting. Stunting in children 6-23 months, may be correlated with the fi rst time of complementary feeding introduction and inadequate intake of nutrients (energy and protein). Objectives: To know the association between time of complementary feeding introduction, energy and protein intake with stunting in children 6-23 months old in Sedayu. Methods: This was an observational study with cross sectional design. Research locations was in District of Sedayu, Bantul, Yogyakarta.The subject of study was children 6-23 months old in Sedayu. Samples were 190 children aged 6-23 months selected by using technique probability proportional to size (pps). The status of stunting in children was measured based on body length/age and used to analyze the risk of complementary feeding with stunting.. Results: The results of the analysis bivariat showed that early complementary feeding was signifi cantly associated with stunting (OR=2.867, 95% CI:1.453-5.656). Intake of energy and proteins had no association with stunting (p=0.005). Conclusions: There were association between time of complementary feeding introduction with stunting. Intake of energy and protein were not risk factors of stunting in children aged 6-23 months in Sedayu Subdistrict, Bantul, Yogyakarta. KEYWORDS: complementary feeding, intake of energy, intake of protein, stunting ABSTRACT Latar belakang: Terjadinya stunting pada baduta seringkali tidak disadari, dan setelah dua tahun baru terlihat ternyata balita tersebut pendek. Sebesar 18,08% balita di Kabupaten Bantul menderita stunting. Penyebab terjadinya stunting pada anak usia 6-23 bulan erat kaitannya dengan waktu pertama pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) serta asupan zat gizi (energi dan protein) pada makanan yang kurang memadai. Tujuan: Mengetahui hubungan antara waktu memulai pemberian serta jumlah asupan energi dan protein dari MP-ASI dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu. Metode: Jenis penelitian adalah observasional dengan desain studi cross sectional. Lokasi penelitian di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul Yogyakarta. Subjek penelitian adalah anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu. Besar sampel yang dibutuhkan adalah 190 anak usia 6-23 bulan. Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik probability proportional to size (PPS). Untuk mengetahui status stunting pada anak dilakukan pengukuran panjang badan menurut umur (PB/U) dan digunakan analisis besarnya risiko pemberian MP-ASI terhadap kejadian stunting. 1 Prodi S1 Ilmu Gizi Universitas Alma Ata Yogyakarta, Jl. Ringroad Barat Daya No 1, e-mail: pujikhasanah03@gmail.com

106 Dwi Puji Khasanah, Hamam Hadi, Bunga Astria Paramashanti Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukan waktu pertama kali pemberian MP-ASI berhubungan signifi kan dengan kejadian stunting (OR=2,867, 95%CI:1,453-5,656). Asupan energi dan protein tidak berhubungan dengan kejadian stunting (p>0,005). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifi kan antara waktu pertama pemberian MP-ASI yang terlalu dini terhadap kejadian stunting. Asupan energi dan protein yang kurang tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta. KATA KUNCI: pemberian MP-ASI, asupan energi, asupan protein, stunting PENDAHULUAN Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia tingginya berada di bawah rata-rata (1). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (2). Masalah gizi yang banyak terjadi di Indonesia sebagai negara berkembang saat ini yaitu gizi kurang, pendek, dan kurus. Secara nasional, berdasarkan riset kesehatan dasar 2013, prevalensi stunting nasional mencapai 37,2% yang terdiri dari 18,0% anak sangat pendek dan 19,2% anak pendek, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi balita stunting di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) lebih rendah daripada angka nasional yaitu 28,5% (3). Senada dengan data ini, berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul Tahun 2012 diperoleh data sebesar 18,08% balita di Kabupaten Bantul menderita stunting (4). Salah satu permasalahan dalam pemberian makanan pada bayi adalah terhentinya pemberian air susu ibu (ASI) dan pemberian MP-ASI yang tidak cukup (5). WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif 6 bulan pertama kehidupan dan dilanjutkan dengan pengenalan MP-ASI dengan terus memberikan ASI sampai usia 2 tahun (6). Menurut penelitian Teshome, anak yang diberi MP-ASI terlalu dini (<4 bulan) berisiko menderita kejadian stunting (7). Kecamatan Sedayu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul yang dilalui jalan antarkota dan kabupaten. Keadaan ini membuat adanya perubahan dan perbedaan mobilitas penduduk, sosial ekonomi, pola konsumsi, ketersediaan pangan, dan gaya hidup masyarakat di Kecamatan Sedayu (8). Prevalensi stunting balita di Kecamatan Sedayu sebesar 16,93%, dan merupakan tertinggi ke-2 setelah Kecamatan Bambanglipuro di Kabupaten Bantul (4). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara praktik pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu Yogyakarta. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross sectional (pontong lintang) merupakan penelitian deskriptif. Pada penelitian tersebut, subjek penelitian diamati, diukur, diminta jawabannya satu kali saja (9). Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan design cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April tahun 2016 di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul dan pengujian sampel jajanan dilakukan di Laboratorium Universitas Alma Ata Yogyakarta. Metode pengambilan sampel dengan probability proportional to size (PPS) yang terdiri dari 10 klaster posyandu. Berdasarkan perhitungan diperoleh besar sampel minimal adalah 185. Data yang diambil di lapangan sebesar 190 sampel. Variabel bebas adalah waktu pertama pemberian MP-ASI. Usia pemberian MP-ASI pertama adalah waktu pengenalan MP-ASI pertama di masa kehidupan baduta yang dinyatakan dalam bulan umur kelahiran. Interval usia 6 bulan adalah 6 bulan sampai dengan 6 bulan 29 hari (10), dan asupan energi dan protein, data asupan energi adalah total asupan energi dan protein baduta yang didapatkan dari asupan makan dalam satu hari dengan metode semi food frequency. Variabel terikat adalah kejadian stunting pada anak usia

Waktu pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) berhubungan dengan kejadian stunting anak usia 6-23 bulan 107 6-23 bulan. Analisis univariat dilakukan dengan menggunakan tabel frekuensi dan analisis bivariat dengan uji chi-square. HASIL Karakteristik responden Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan usia ibu untuk persentase terbanyak usia 20-30 tahun (64,2%) dan sisanya berumur 31-40 tahun. Karakteristik ibu responden berdasarkan tingkat pendidikan sebanyak 87 ibu (45,8%) berpendidikan terakhir setingkat SMA dan paling sedikit yang berpendidikan tamat SD yaitu sebanyak 12 orang (6,3%). Sebagian besar ibu (55,8%) tidak bekerja. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan suami sebesar 90,5% suami (96 orang) bekerja sebagai wiraswasta. Jumlah baduta terbesar usia 12-23 bulan yaitu 153 orang (70%). Untuk jumlah baduta terbanyak dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 113 orang (59,5%). Karakteristik responden berdasarkan kejadian stunting persentase kelompok anak yang mengalami stunting sebanyak 58 responden (30,5%) dan yang paling banyak anak tidak mengalami stunting yaitu sebesar 132 anak (69,5%). Hubungan antara waktu pertama kali pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting Pada Tabel 2 tampak hubungan bermakna (p=0,002) antara waktu pertama kali pemberian MP-ASI dengan status gizi anak usia 6-23 bulan menggunakan indeks panjang badan terhadap usia. Hal ini berarti waktu pertama kali pemberian MP-ASI mempengaruhi kejadian stunting. Waktu pertama kali pemberian MP-ASI memiliki pengaruh 2,8 kali lebih besar terhadap kejadian stunting. Tabel 1. Karakteristik keluarga responden Karakteristik Keluarga Jumlah Persentase Total (n) (%) (%) Umur ibu 20-30 tahun 122 64,2 100 31-40 tahun 68 35,8 Pendidikan ibu SD 12 6,3 100 SMP 53 27,9 SMA 87 45,8 Perguruan tinggi 38 20,0 Pekerjaan ibu Tidak bekerja/irt 106 55,8 100 Buruh tani/industri/ 7 3,7 petani Pegawai swasta/ 56 29,5 PNS Wiraswasta/dagang/ 21 11,1 pengusaha Pekerjaan suami Tidak bekerja 1 0,5 100 Buruh tani/industri/ 59 31,1 petani Pegawai swasta/ 96 50,5 PNS Wiraswasta/dagang/ 34 17,9 pengusaha Usia anak 6 11 bulan 57 30,0 100 12-23 bulan 153 70,0 Jenis kelamin Laki-laki 113 59,5 100 Perempuan 77 40,5 Hubungan antara asupan energi dengan status gizi tinggi badan menurut umur pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu Pada Tabel 3 tampak bahwa tidak ada hubungan bermakna (p=0,072) antara asupan energi dengan status gizi anak usia 6-23 bulan Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan waktu pertama kali pemberian MP-ASI menurut status gizi indeks panjang badan terhadap usia Waktu pertama pemberian MP-ASI Kejadian stunting Stunting Normal Total n % n % n % Tidak sesuai (<6 atau >6 bulan) 43 39,4 66 60,6 109 100 Sesuai (6 bulan) 15 18,5 43 81,5 81 100 Jumlah 58 30,5 132 69,5 190 100 * Signifi kan (p<0,05) OR (95% CI) 2,867 (1,453-5,656) p 0,002*

108 Dwi Puji Khasanah, Hamam Hadi, Bunga Astria Paramashanti Tabel 3. Hubungan antara asupan energi dengan status gizi anak usia 6-23 bulan indeks panjang badan menurut umur Asupan energi Kejadian stunting Stunting Normal Total n % n % n % Rendah (< 70% AKG) 31 37,3 52 62,7 83 100 Cukup ( 70% AKG) 27 25,2 80 74,8 107 100 Jumlah 58 30,5 132 69,5 190 100 OR (95% CI) 1,766 (0,947-3,293) p 0,072 indeks panjang badan terhadap usia, artinya asupan energi tidak mempengaruhi kejadian stunting. Hubungan antara asupan protein dengan status gizi tinggi badan menurut umur pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu Pada Tabel 4 tampak bahwa tidak ada hubungan bermakna (p=0,735) antara asupan protein dengan status gizi anak usia 6-23 bulan indeks panjang badan terhadap usia. Hal ini berarti asupan protein tidak mempengaruhi kejadian stunting. BAHASAN Waktu memulai pemberian MP-ASI Waktu memulai pemberian MP-ASI anak usia 6-23 bulan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sesuai dan tidak sesuai. Kategori waktu pemberian MP- ASI yang sesuai adalah usia 6 bulan 29 hari dan kategori waktu pemberian MP-ASI tidak sesuai adalah usia <6 atau >6 bulan. Anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu yang menerima MP-ASI pertama pada usia 6 bulan sebesar 43,2% dan untuk MP-ASI sebelum 6 bulan dan lebih dari 6 bulan sebesar 56,8%. Berdasarkan Tabel 4 diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara waktu memulai pemberian MP-ASI dengan status gizi anak usia 6-23 bulan berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) (OR=2,867, 95% CI:1,453-5,656). Anak yang mendapatkan MP-ASI yang tidak sesuai dengan waktu memulai pemberian MP-ASI memiliki risiko 2,8 kali untuk menjadi stunting (z score <-2). Hal ini berarti waktu memulai pemberian MP-ASI berhubungan secara signifi kan dengan kejadian stunting. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Jember tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita di wilayah pedesaan dan perkotaan. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa praktik pemberian MP-ASI pada anak balita merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita yang berada di daerah pedesaan dan perkotaan (11). Penelitian ini sesuai dengan Departemen Kesehatan (Depkes) yang menyatakan bahwa gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan bayi antara lain disebabkan oleh kekurangan gizi sejak bayi, pemberian MP-ASI terlalu dini atau terlalu lambat, MP-ASI tidak cukup gizinya sesuai kebutuhan bayi atau kurang baiknya pola pemberiannya menurut usia, dan perawatan bayi yang kurang memadai (12). Anak balita yang diberikan ASI eksklusif dan MP-ASI sesuai dengan dengan kebutuhannya dapat mengurangi risiko terjadinya stunting. Hal ini karena pada usia 0-6 Tabel 4. Hubungan antara asupan protein dengan status gizi anak usia 6-23 bulan indeks panjang badan menurut umur Asupan protein Kejadian stunting Stunting Normal Total n % n % n % Rendah (< 80 % AKG) 4 26,7 11 73,3 15 100 Cukup ( 80 % AKG) 54 30,9 121 69,1 175 100 Jumlah 58 30,5 132 69,5 190 100 OR (95% CI) 0,815 (0,248-2,674) p 0,735

Waktu pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) berhubungan dengan kejadian stunting anak usia 6-23 bulan 109 bulan ibu balita yang memberikan ASI eksklusif dapat membentuk imunitas atau kekebalan tubuh anak balita sehingga dapat terhindar dari penyakit infeksi. Setelah itu, pada usia 6 bulan anak balita diberikan MP-ASI dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga anak balita terpenuhi kebutuhan zat gizinya yang dapat mengurangi risiko terjadinya stunting. Asupan energi anak usia 6-23 bulan Asupan energi anak usia 6-23 bulan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu rendah dan cukup. Kategori asupan energi rendah apabila <70% AKG dan kategori asupan cukup apabila 70% AKG. Asupan energi anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu sebagian besar cukup, yaitu sebanyak 56,3%, sisanya lagi sebesar 43,7% merupakan anak dengan asupan energi yang rendah. Dari hasil uji analisis chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat asupan energi dengan kejadian stunting (p>0,05) seperti terlihat pada Tabel 4 (p=0,072). Diduga terdapat penyebab lain anak kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin A dan zink. Asam retinoat yang merupakan salah satu bentuk vitamin A pada hormon yang mengontrol pertumbuhan, khususnya pertumbuhan jaringan skeletal (13). Menurut Cunane, zink mempengaruhi aktivitas beberapa hormon seperti human growth hormone (hormon pertumbuhan manusia). Pada anak-anak yang mengalami defisiensi vitamin A dan zink berpengaruh terhadap proses pertumbuhan linier (14). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di Aceh tentang faktor risiko kejadian stunting pada baduta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak dengan tingkat kecukupan energi yang rendah memiliki risiko sebesar 3,09 kali untuk menjadi stunting dibandingkan dengan anak yang memiliki tingkat kecukupan energi baik (15). Begitu pula dengan penelitian terdahulu yang dilakukan di Kecamatan Sedayu diperoleh hasil riwayat asupan energi dan protein yang kurang bukan merupakan faktor risisko stunting pada baduta. Hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan ada hubungan signifi kan antara asupan energi dengan stunting pada anak 13-36 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado (16). Perbedaan hasil hubungan antara asupan energi baduta dengan kejadian stunting pada penelitian ini bisa terjadi dikarenakan faktor lain seperti adanya konsumsi ASI yang tidak masuk dalam perhitungan total asupan energi dan juga riwayat penyakit infeksi. Asupan protein anak usia 6-23 bulan Asupan protein anak usia 6-23 bulan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu rendah dan cukup. Kategori asupan protein rendah apabila < 80% AKG dan kategori asupan cukup apabila 80% AKG. Asupan protein anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu sebagian besar cukup, yaitu sebanyak 92,1%, sisanya lagi 7,9% adalah anak dengan asupan protein yang rendah (17). Dari hasil uji analisis chi-square diperoleh nilai p=0,072 yang berarti tidak ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi anak usia 6-23 bulan indeks panjang badan terhadap usia. Penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan di Kecamatan Sedayu bahwa tidak terdapat hubungan yang signifi kan antara asupan protein dengan kejadian stunting (p=0,04). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti balita belum diberikan lauk hewani ataupun nabati, frekunsi pemberian makan yang kurang dan komposisi menu yang tidak tepat. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Jember yang mendapatkan bahwa tingkat kecukupan protein di daerah pedesaan berhubungan dengan kejadian stunting pada anak balita (11). Hal tersebut disebabkan asupan zat gizi yang tidak adekuat, terutama dari protein berhubungan dengan masalah gangguan pertumbuhan fi sik pada anak balita. Perbedaan hasil hubungan antara asupan protein balita dengan kejadian stunting pada penelitian ini bisa terjadi karena faktor lain seperti adanya penyakit infeksi atau penyakit penyerta yang dapat menghambat dan menggangu proses penyerapan protein.

110 Dwi Puji Khasanah, Hamam Hadi, Bunga Astria Paramashanti KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul dapat diambil kesimpulan bahwa riwayat waktu memulai pemberian MP-ASI berhubungan secara signifi kan dengan kejadian stunting (OR=2,867, 95% CI:1,453-5,656) dan memiliki resiko 2,8 kali menjadi stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu. Riwayat asupan energi dan protein yang kurang tidak berhubungan signifikan dengan kejadian stuntingpada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu. Saran bagi petugas kesehatan agar dapat mengoptimalkan perannya dalam melakukan pelayanan gizi berupa edukasi gizi terhadap wanita pasangan usia subur (PUS) agar dapat mempersiapkan diri saat prenatal maupun neonatal yang pada akhirnya akan mengurangi risiko kejadian stunting. Edukasi kesehatan untuk semua wanita usia subur (WUS) agar di masa depan dapat lebih memahami mengenai pentingnya menjaga ststus gizi pada masa sebelum/masa remaja sampai kehamilan agar melahirkan bayi yang sehat. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu untuk mengetahui kecukupan asupan energi dan protein anak usia 6-23 bulan sebaiknya menghitung kandungan energi dan protein baik dari makanan yang dikonsumsi dan ditambah dari ASI. Selain itu, perlu pula ditambahkan penelitian mengenai hubungan antara asupan zat gizi mikro dengan stunting.. RUJUKAN 1. Departemen Kesehatan RI. Umur sama tinggi badan berbeda [Internet]. 2014 [cited 2015 Nov 20]. Available from: http://www.gizikia. depkes.go.id/terbitan/umur-samatinggi-badan berbeda/?print=pdf 2. Millenium Challenge Account-Indonesia. Stunting dan masa depan Indonesia [Internet]. Jakarta; 2014. Available from: http://mcaindonesia.go.id/wp-content/uploads/2015/01/ Backgrounder-Stunting-ID.pdf 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI; 2013. 4. Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Profil kesehatan Kabupaten Bantul. Bantul: Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul; 2012. 5. Departemen Kesehatan RI. Pola makan pendamping air susu ibu (MP-ASI). Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2000. 6. WHO. WHO / UNICEF joint monitoring programme (JMP) for water supply and sanitation [Internet]. 2010 [cited 2015 Apr 19]. Available from: http://www.wssinfo.org/ 7. Teshome B, Makau W, Getahun Z, Taye G. Magnitude and determinants of stunting in children under-fi ve years of age in food surplus of Ethiopia: the case of West Gojam Zone. Ethiop J Heal Dev. 2009;23(2):98 106. 8. Adriani M, Wirjatmadi B. Pengantar gizi masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group; 2012. 9. Wibowo A. Metodologi penelitian praktis bidang kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers; 2014. 10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk pelaksanaan surveilans gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012. 11. Aridiyah F, Rohmawati N, Ririanty M. Faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita di wilayah pedesaan dan perkotaan. J Pustaka Kesehat. 2015;3(1):163 70. 12. Hendra A, Miko A, Hadi A. Kajian stunting pada anak balita ditinjau dari pemberian ASI eksklusif, MP-ASI, status imunisasi dan karakteristik keluarga di Kota Banda Aceh. JKIN. 2010;6:169 84. 13. Adriani et al. Gizi dan kesehatan balita. Jakarta: Kencana Prenada Media Group; 2014. 14. Adriani M. Pengaruh seng pada suplementasi vitamin A dosis tinggi terhadap status infeksi dan pertumbuhan linier balita. Surabaya: Universitas Airlangga; 2009. 15. Hana S. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Pati Kabupaten Pati. Universitas Diponegoro; 2012.

Waktu pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) berhubungan dengan kejadian stunting anak usia 6-23 bulan 111 16. Tangkudung G. Hubungan antara asupan energi dengan kejadian stunting pada anak usia 13-36 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado. Universitas Sam Ratulangi; 2014. 17. Wanda L, Ani M, Rahfi ludin M. Faktor risiko stunting pada anak umur 6-24 bulan di Kecamatan Penanggalan kota SubulussalamProvinsi Aceh. J Gizi Indones. 2014;3(1):37 45.