BAB V. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM TEMPORAL RADIASI MATAHARI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM INTENSITAS CAHAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 15 Mei Penyusun.

BAB VIII. PERKEMBANGAN SUKSESIONAL EKOSISTEM

TANGGAPAN TERHADAP VARIASI LINGKUNGAN. 23/03/2009 Retno Peni/Ilmu lingkungan

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

Faktor-Faktor Abiotik Utama dalam Persebaran Organisme. Assalamualaikum Wr. Wb. Ina Septi Wijaya BIOLOGI III-A

Kuliah VI FOTOPERIODISME (Pada Tumbuhan) OLEH: Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc Riyanto Sinaga, S.Si, M.Si Dra. Elimasni, M.Si

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

Perlakuan Khusus Tanaman Sayuran

Tim Dosen : Dr.H.Saefudin, M.Si Drs.Amprasto,M.Si

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

BAB 50. Pengantar Ekologi dan Biosfer. Suhu Suhu lingkungan. dalam pesebaran. membeku pada suhu dibawah 0 0 C,dan protein.

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Taksonomi Tanaman Keladi

Pembahasan Video : 2/SMP/Kelas 7/BIOLOGI/BAB 11/BIO smil/manifest.

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

EKOLOGI TERESTRIAL. Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

BAB V EKOSISTEM, BIOSFER & BIOMA

cukup tua dan rapat, sedang hutan sekunder pada umumnya diperuntukkan bagi tegakantegakan lebih muda dengan dicirikan pohon-pohonnya lebih kecil.

A. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan:

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

KUALITAS DAN FOTOPERIODE RADIASI MATAHARI TM-5-EKOLTAN-2015

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

JMSO Tingkat SD/MI 2015

CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

TINJAUAN PUSTAKA Botani

SHA ARI OMAR IPG KAMPUS KOTA BHARU DEFINISI. BIODIVERSITI, KOMPLEKSITI dan KESTABILAN FUNGSI EKOSISTEM JENIS-JENIS EKOSISTEM

AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1)

SISTEM KERJA ALAM TEMPAT KITA TINGGAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.5

Iklim Perubahan iklim

BAB VII TATA SURYA. STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOMA. Gambar 1. Pesebaran Jenis-Jenis Bioma di Dunia. Gambar 2. Pengaruh Geografis Wilayah terhadap Bioma

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

Program Kunjungan Sekolah Kampanye Bangga Hutan Geumpang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Batang padi berbentuk bulat, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN GLOBAL WARMING - BIODIVERSITAS MAF - BIOLOGI UNAIR 1 DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP BIODIVERSITAS DAN EKOSISTEM

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kita awali fenomena geosfer dari yang pertama: Atmosfer

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA)

BAB X. PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BERBASIS EKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Pengambilan Data Mikrohabitat Belalang pada

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

BAB III. SIKLUS HARA DALAM EKOSISTEM

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

Transkripsi:

BAB V. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM TEMPORAL RADIASI MATAHARI A. Pendahuluan Ketahanan hidup suatu organisme dalam suatu ekosistem ditentukan oleh baik faktor lingkungan fisik maupun faktor organisme lain yang berinteraksi. Keberhasilan organisme dalam memanfaatkan kondisi lingkungan yang menguntungkan dan menghindarkan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan beragam secara harian maupun musiman, tergantung pada seberapa besar kemampuan organisme untuk melakukan suatu kegiatan pada waktu yang tepat. Suatu predator bisa saja berada di suatu tempat yang benar pada waktu yang benar pula ketika mereka makan. Demikian jiga bagi serangga yang menyerbuki bunga tentunya bunga pada saat serangga dewasa penyerbuk ada di sekelilingnya, dan madu sebagai sumber pakan serangga tentunya ada bersamaan dengan saat periode berbunga dari pohon yang bersangkutan. Migrasi dengan jarak yang panjang dari suatu hewan, jauh dari lingkungan yang telah berubah menjadi tidak menguntungkan, tentunya sering dimulai pada waktu ketika kondisi makanan dan suhu masih baik jika hewan tersebut ingin mencapai kondisi aman pada tempat yang memiliki lingkungan yang lebih layak sebelum kondisi cuaca yang buruk terjadi. Tumbuhan yang hidup di kawasan dengan suhu musim dingin yang rendah harus mengawali dengan perubahan fisiologis tepat pada waktunya untuk menjadi resisten terhadap suhu rendah yang kurang menguntungkan sebelum terjadi. Ringkasnya, organisme perlu memiliki kepekaan terhadap waktu. Kondisi lingkungan memperlihatkan adanya dua tipe utama ragam lingkungan yang dapat diramalkan yang dibutuhkan oleh organisme, yaitu ragam siang malam (the day-night variations) dan ragam musiman (the seasonal variation). Ada juga periodisitas bulanan dalam kegiatan beberapa jenis hewan sebagai tanggapan terhadap fase bulan; kebanyakan pada organisme lautan, dimana pasang surut air bulanan adalah menjadi faktor penting dalam kehidupan mereka. Pergantian siang dan malam dan gerakan musiman yang terjadi setiap tahun telah menciptakan ragam ketersediaan nutrisi atau sumber pangan dan tempat berlindung, ragam aktivitas musuh alami, suhu, dan ketersediaan air. Bagi organisme yang tidak mampu mengatur aktivitas harian dan tahunannya untuk memanfaatkan kondisi yang

sedang baik, dan melengkapi semua aktivitas dan fungsi pentingnya tepat waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi suatu periode waktu dimana kondisi lingkungan menjadi kurang baik adalah sangat tidak mungkin untuk `survive'. Pada beberapa organisme, ragam aktivitas siang/malam sebagian besar adalah fotokinesis (photokinesis): organisme adalah lebih aktif dalam keadaan terang ada cahaya. Di sisi lain, banyak jenis pohon hanya tumbuh secara normal apabila tidak terlindung terhadap pergantian kondisi siang dan malam, dan metabolismenya menjadi abnormal apabila mereka tidak terlindung terhadap kondisi siang terus menerus dalam periode yang diperpanjang (misalnya pada waktu malam diterangi pula dengan lampu). Ragam musiman dalam lingkungan fisik dan konsekuensi ragam musiman dalam lingkungan biotik sebagian besar merupakan fenomena daerah temperate dan kutub. Ragam musiman yang kecil terjadi di daerah katulistiwa terutama kondisi suhu dan kelembaban dan hal ini menjadi konsekuensi yang relative kecil. B. Photoperiodism dan Photoperiodic Responses Kepekaan organisme terhadap lama waktu penyinaran matahari disebut sebagai fotoperiodisme (photoperiodism). Untuk tumbuhan, hal ini berhubungan dengan panjangnya periode gelap yang tidak terinterupsi (misalnya permudaan alam yang berada di bawah tajuk pohon dalam periode gelap yang lama). Pada gambar 5.1 berikut ada contoh anakan pohon Douglas-fir yang dicoba ditumbuhkan selama 12 jam di bawah kondisi gelap ternyata mengalami dormansi, tetapi ketika dicoba diberi perlakuan 1 jam cahaya di tengah-tengah periode gelap (sebagai interupsi) mampu tumbuh kontinyu dan mampu mencapai pertumbuhan hampir setara dengan anakan pohon yang berada di bawah periode penyinaran 12 jam terus menerus. Gambar 5.1. Contoh fotoperiodisme pada pohon.

Hal tersebut memproduksi hasil yang sama seperti perlakuan malam yang pendek, karena respon tumbuhan terhadap cahaya tergantung pada pigmen penyerap cahaya yang disebut sebagai `phytochrome'. Pigmen ini dapat berada dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu bentuk aktif secara biologis yang menyerap bagian cahaya matahari infra merah (far-red) dari spectrum (portion of Ear-Red), dan bentuk kedua bentuk kurang aktif yang menyerap panjang gelombang cayaha merah (portion of Red). Selama siang hari, bagian cahaya merah dari spectrum yang dapat dilihat mata mengubah sebagian besar fitokhrom menjadi bentuk aktif secara biologis, dengan demikian memacu aktivitas. Selama malam hari, ada pengubahan yang lambat menjadi bentuk yang tidak aktif; periode gelap yang lebih panjang, bagian fitokhrom yang dalam bentuk tidak aktif menjadi lebih besar dan respon tumbuhan terhadap cahaya menjadi lebih kecil. Uraian ini dapat diringkas sebagai berikut: Bila sebagian besar fitokhrom dalam bentuk yang tidak aktif, maka aktivitas pertumbuhan berhenti dan tumbuhan memasuki masa dormansi. Dengan kondisi siang yang panjang dan malam yang pendek, sebagian besar fitokhrom dalam bentuk yang aktif dan tumbuhan merespon cahaya secara aktif. Interupsi terhadap periode gelap yang panjang dengan periode terang yang singkat mengubah banyak fitokhrom dari bentuk tidak aktif kembali menjadi bentuk aktif dan oleh karenanya merangsang kondisi malam yang pendek.

Suatu ragam fenomena biologis yang sangat besar telah muncul untuk memperlihatkan beberapa tingkat periodisme. Peran utamanya ialah dalam mengatur permulaan reproduksi pada tumbuhan dan hewan dan dalam persiapan memasuki masa dormansi sebelum serangan musim yang kurang baik secara klimatis. Photoperiodic response diklasifikasi menjadi salah satu dari tiga kategori menurut response reproduktif dan respon lainnya secara individual. 1. Short-day organism, Hewan-hewan yang berkembang biak, tumbuhan yang berbunga, atau berbunga cepat sekali, dan organisme yang memasuki dormansi atau melengkapi beberapa aspek sejarah kehidupannya, dengan menggunakan waktu yang lebih sedikit dari pada beberapa jam kritis (critical hours) dari siang hari. Istilah `long-night organisms' akan secara nyata lebih cocok karena panjang periode gelap yang tidak terputus (uninterrupted dark period) adalah perangsang/stimulus yang kritis. 2. Long-day organism. Organisme yang merespon seperti organisme nomer 1, tetapi lebih lama dari pada beberapa jam kritis dari siang hari. 3. Day-length indifferent (day-neutral) organism. Organisme yang melengkapi peristiwa sejarah kehidupannya terlepas dari panjangnya siang. Untuk organisme short-day terdapat dua kesempatan pada setiap tahunnya untuk melakukan reproduksi yaitu pada musim semi dan musim panas, pada saat ini rangsangan panjang hari dan kondisi suhu cukup baik. Beberapa organisme melakukan perkembangbiakan pada ke dua waktu tersebut, tetapi sebagian besar organisme tersebut memerlukan perangsang rangkap dan melakukan reproduksi hanya sekali dalam setahun. Fotoperiode kritis untuk organisme short-day biasanya cukup lebar, dari 2 jam sampai 15 jam, sedangkan untuk organisme long-day dari 16 24 jam. Mungkin juga ada beberapa organisme intermediate-day length yang merespon periode 12-16 jam (Gambar 5.2). Gambar 5.2. Fotoperiodisme

C. Peranan Fotoperiodisme Pengaruh fenomena fotoperiodisme pada hewan adalah memainkan peranan kritis dalam mengatur permulaan reproduksi, start untuk migrasi, dan perubahan musiman warna bulu kulit binatang atau bulu burung. Sebagian besar hewan dalam lingkungan musiman menahan anaknya yang muda untuk tumbuh di musim semi sehingga memungkinkan mereka survive dalam memasuki periode musim dingin berikutnya. Ragam musiman pada warna bulu hewan daratan adalah suatu penyesuaian yang umum terhadap perubahan musiman wama fisik lingkungan. Sebagai kamuflase dari hewan terhadap warna lingkungannya. Adapun peranan fotoperiodisme terhadap tumbuh-tumbuhan adalah dalam mengendalikan saat berhentinya masa pertumbuhan dan permulaan masa dormansi pada akhir musim semi dan musim panas, dan dalam banyak tumbuhan juga mengatur pembungaan dan pembuahan. Juga berperan dalam memecah masa dormansi melajutkan masa pertumbuhan pada musim semi untuk beberapa jenis tumbuhan musiman. Oleh karena pentingnya fotoperiodisme bagi survival dan kemampuan organisme, hal ini tidak mengheranka bahwa ada banyak ragam dalam tanggapan fotoperiodik pada suatu jenis organisme lintas rentang geografisnya dan ekotipe fotoperiodiknya telah diakui pada banyak jenis organisme. Saat terjadinya kondisi suhu dan kelembaban yang tidak menguntungkan akan beragam antara daerah pantai dengan daerah di daratan, antara elevasi yang tinggi dan yang rendah, dan antara aspek utara dan selatan. D. Jenis pohon 'light demander' dan 'shade-bearing' Kesimpulan dari pembahasan bab ini, mahasiswa dapat mengetahui bahwa di dalam ekosistem terdapat dinamika kehidupan organisme yang cukup jelas dipengaruhi oleh lama waktu atau pajang hari penyinaran matahari yang berbedabeda di muka bumi ini. Bagi organisme yang hidup di wilayah tropika tentu tidak banyak ragamnya dibanding dengan organisme yang hidup di wilayah temperate, yang memiliki 4 periode musim atau pada wilayah kutub utara maupun kutub selatan. Untuk jenis tumbuhan di dalam ekosistem hutan hujan tropika akan tampak pada pertumbuhan permudaan alam jenis pohon Pohon-pohon hutan hujan dapat dibagi secara kasar menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang berkembangbiak 'in situ', dibawah naungan tajuk hutan tinggi

dalam pertumbuhan awalnya disebut sebagai `shade-tolerant'; dan kelompok yang berkembang biak di dalam celah disebut sebagai `light demander' atau sering disebut jenis pionir. Jenis yang membutuhkan cahaya di dalam celah tidak akan dapat tumbuh untuk berkembang biak walaupun di bawa naungan pohon indukya sendiri. Jenis pionir dicirikan oleh pertumbuhan tinggi dan diameter yang cepat pada waktu muda, dan menghasilkan bunga dan buah yang banyak sekali dan terns menerus tanpa terpengaruh musim (misalnya: balsa, Ochroma lagopus). Daunnya lebar, kerapatan pohon rendah dengan warna kulit batang pucat (a.l. Macaranga gigantifolia, M. gigantea). Jenis lain yang termasuk pionir a.l. anggota famili Euphorbiaceae, Malvaceae, Moraceae, Sterculiaceae, Tiliaceae, Ulmaceae dan Utricaceae. Sifat light demander dan shade bearing adalah dua strategi ekologis yang kontras bagi pohon hutan dalam upayanya mengekalkan kehidupan jenis yang bersangkutan. Ada tanggapan yang lengkap terhadap spektum cahaya matahari. Beberapa jenis tumbuhan mungkin membutuhkan peningkatan jumlah cahaya matahari, seperti yang ada di dalam celah yang kecil atau sempit, seperti yang terjadi pada kelompok Dipterocarp. Percobaan yang dilakukan dengan cara membuat celah kecil dengan luas,1 ha pada hutan alam primer di Gunung Gede Jawa Barat, ternyata segera diisi oleh anakan pohon muda dari jenis pohon penysudn hutan primer. Sementara itu untuk celah buatan yang lebih luas 0,2-0,3 ha, jenis pohon primer justru terdesak oleh pertumbuhan jenis pionir hutan sekunder. Bahan Pustaka: Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. Macmillan Publishing Company, New Yor. Whitmore, T.C. 1975. Tropical Rain Forests of the Far East. Clarendon Press, London.