BAB II TINJAUAN TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENDEKATAN TEORITIS

PENDEKATAN TEORETIS. Tinjauan Pustaka

PERBANDINGAN MOTIVASI DAN PERILAKU MENONTON TELEVISI PUBLIK DAN SWASTA NADIA MIRANDA I

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB IV GAMBARAN UMUM. secara tetap dimulai tanggal 12 November 1962.

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat. Apalagi banyak masyarakat yang membutuhkan teknologi itu

MOTIF DAN KEPUASAN AUDIENCE TERHADAP PROGRAM ACARA SEKILAS BERITA DI BANTUL RADIO 89.1 FM YOGYKARTA YUNIATI PATTY / YOHANES WIDODO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antar umat manusia satu sama lain. Komunikasi begitu sangat penting

TV 96% Radio 38% Koran 8% Online 40% Internet

BAB I PENDAHULUAN. media atau khalayak menggunakan media sebagai pemuas kebutuhannya. Sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pada hakikatnya sudah dikenal sejak lama sebelum kebudayaan tulis atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Industri penyiaran di Indonesia menunjukkan perkembangan yang sangat pesat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. membuat setiap orang melakukan berbagai bentuk komunikasi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang penting yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan umat

BAB I PENDAHULUAN. cetak seperti majalah, koran, buklet, poster, tabloid, dan sebagainya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan kegiatan yang dibutuhkan dalam kehidupan

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

RESUME PRAKTEK PENELITIAN KOMUNIKASI HUBUNGAN INTENSITAS MENONTON PROGRAM KUTHANE DEWE DENGAN TINGKAT PEMAHAMAN ISI BERITA YANG DIDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dan masyarakat tak dapat di pisahkan, maka itu ada istilah

BAB I PENDAHULUAN. seseorang. Komunikasi tidak saja dilakukan antar personal, tetapi dapat pula

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat televisi menjadi suatu kebiasaan yang popular dan hadir secara luas

BAB I PENDAHULUAN. dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat dubutuhkan oleh. masyarakat. Kebutuhannya itu dapat terpenuhi bila mengkonsumsi produk

BAB I PENDAHULUAN. Media massa adalah sarana penunjang bagi manusia untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia. Karena tanpa

I. PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat sekarang ini. Hampir di setiap daerah di Indonesia televisi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi oleh

ABSTRAKSI. : STUDI MENGENAI FAKTOR-FAKTOR PREFERENSI KONSUMSI TELEVISI LOKAL DI KOTA SEMARANG : Brian Stephanie : D2C005143

ANALISIS ISI PROGRAM TELEVISI LOKAL BERJARINGAN DI BANDUNG (STUDI PADA PROGRAM KOMPAS TV, TVRI, DAN IMTV)

Fungsi Kontrol Publik Dalam Penyelenggaraan Penyiaran Di Indonesia Oleh: Akhmad Aulawi *

BAB 1 PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana untuk menyampaikan informasi kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. media elektronik televisi; hal ini dapat diamati dari munculnya berbagai macam stasiun

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, yang pada masanya

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh informasi dan pengetahuan serta wadah untuk menyalurkan ide,

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1

HAMBATAN, EFEK dan TEORI EFEK KOMUNIKASI MASSA dalam SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Nanda Agus Budiono/ Bonaventura Satya Bharata, SIP., M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan inti dari kehidupan. Dalam hidup, apa saja yang kita

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dalam berbagai konteks kehidupan manusia mulai dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era persaingan baik secara nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. informasi kepada masyarakat. Hal ini tergambarkan dalam

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

BAB I PENDAHULUAN. menjawab pertanyaan berikut: Who Say What In Which Channel To Whom With

BAB I PENDAHULUAN. peran televisi sebagai alat yang digunakan untuk menyampaikan informasiinformasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat dibutuhkan manusia, dan manusia tidak bisa hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. katanya dari bahasa latin communicatio yang berarti proses penyampaian suatu. pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial sangatlah penting untuk bisa berkomunikasi secara global

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu yang ada di

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan masyarakat akan informasi semakin besar. Dan informasi

HUKUM & ETIKA PENYIARAN : MENGAPA PERLU DISENSOR DAN DIAWASI

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan akan informasi dan diiringi dengan kemajuan zaman yang sangat pesat,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya media massa masyarakat pun bisa dapat terpuaskan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita sebagai suatu kebutuhan, dari hanya sekedar untuk tahu

BAB I PENDAHULUAN. membuat pemirsanya ketagihan untuk selalu menyaksikan acara-acara yang ditayangkan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Televisi di Indonesia saat ini sangat pesat. Ini terlihat dari

Saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet. (Napoleon)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Komunikasi merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempercepat modernisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. secara berbeda.usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosio-ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. jenis kelamin, pendidikan, maupun status sosial seseorang. Untuk mendukung

Saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet. (Napoleon)

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, maupun komunikasi. Salah satu buah

BAB I PENDAHULUAN. majalah, radio, televise dan film. Komunikasi massa merupakan produksi dan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang dalam

MEDIA RELATIONS. Pokok Bahasan TV RELEASE. Dewi S. Tanti, M.I.Kom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. waktunya untuk menonton acara yang beragam ditelevisi. Televisi sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. kabar, menonton berita, mendengarkan radio, mengakses berita melalui internet.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Komunikasi Massa Pengertian komunikasi massa yang paling sederhana dirumuskan oleh Bittner, dalam Rakhmat (2008) menjelaskan bahwa komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada masyarakat, sedangkan menurut Gebner pada Rakhmat (2008) komunikasi massa adalah produksi dan distribusi pesan yang berlandaskan pada teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu dalam masyarakat. Menurut McQuail (1987) pengertian komunikasi massa terutama dipengaruhi oleh kemampuan media massa untuk membuat produksi massal dan untuk menjangkau khalayak dalam jumlah yang besar. Dapat diambil garis besar dalam Rakhmat (2008) bahwa komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Komunikasi massa berbeda dengan komunikasi interpersonal karena pesan yang disampaikan melalui media massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Komunikasi massa memiliki ciri pokok yang membedakan dengan komunikasi interpersonal menurut Elizabeth dalam Rakhmat (2008), yaitu: (1) bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis, (2) bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara komunikan, (3) bersifat terbuka,

27 artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim, (4) mempunyai publik yang secara geografis tersebar. Dalam Rakhmat (2008) dijelaskan mengenai penggunaan media dan efek terhadap khalayak, seperti : 1. Perspektif perbedaan individu, yaitu adanya perbedaan individu (karakteristik kepribadian) di antara khalayak akan menimbulkan efek yang bervariasi. Sikap individu akan menentukan stimuli media dan pemberian makna pada stimuli tersebut. 2. Perpektif kategori sosial, yaitu adanya kelompok-kelompok dengan kategori sosial tertentu seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tempat tinggal (desa atau kota) atau agama mempunyai kecenderungan untuk menggunakan media massa yang sesuai dengan tujuan suatu kelompok dengan kategori sosial tertentu dan umumnya kelompok dengan kategori sosial tertentu tersebut mempunyai perilaku yang sama terhadap media massa. 3. Perspektif hubungan sosial, yaitu adanya kelompok sosial (kategori sosial) dan hubungan sosial yang informal akan mempengaruhi reaksi individu terhadap media massa. 2.1.2 Televisi dan Fungsi Televisi Dewasa ini media massa semakin berkembang baik cetak maupun elektronik. Salah satu media elektronik yang berkembang pesat adalah televisi. Seluruh lapisan masyarakat pun sudah bisa menikmati siaran televisi baik swasta maupun publik untuk sekedar mencari hiburan atau pun mencari informasi.

28 Menurut Setyobudi dalam Shanti (2008) televisi dapat diartikan sebagai pemancar televisi yang berfungsi untuk mengubah dan memancarkan sinyal-sinyal gambar bersama-sama dengan sinyal suara sehingga sinyal tersebut dapat diterima oleh pesawat televisi penerima pada jarak yang jauh. Karakteristik televisi menurut Postman dalam Asmar (2009) bahwa (1) pesan dapat sampai kepada pemirsanya tanpa memerlukan bimbingan atau petunjuk, (2) pesan sampai tanpa memerlukan pemikiran, dan (3) televisi tidak memberikan pemisahan bagi para pemirsanya, artinya siapa saja dapat menyaksikan siaran televisi. Menurut Shanti (2008) televisi sebagai media massa menunjukkan bahwa setiap pesan yang disampaikan memiliki tujuan untuk mendapatkan khalayak penonton serta mengharapkan adanya umpan baik secara langsung maupun tidak langsung. Media televisi bersifat transitory (hanya meneruskan) yaitu, pesan yang disampaikan hanya dapat diterima dan dilihat secara sekilas. Oleh karena itu pesan yang disampaikan harus singkat dan jelas, maksud singkat dan jelas adalah bahwa penyampaian kata harus jelas serta intonansi suara dan artikulasi harus tepat dan baik. Hal tersebut perlu diperhatikan agar unsur isi pesan dapat dimengerti secara tepat tanpa harus menyimpang dari pemberitaan sebenarnya. Karena sifatnya yang transitory, maka televisi juga memiliki kelemahan sehingga isi pesannya tidak dapat diingat dalam jangka waktu yang lama oleh penonton. Selain itu media televisi terikat oleh waktu tontonan dan penonton tidak dapat melakukan kritik sosial dan pengawasan secara langsung dan vulgar (Kuswandi, 1996) dalam Kurniasih (2006). Menurut Hofmann (1999) dalam Kurniasih (2006), televisi memiliki beberapa fungsi berdasarkan teori lima fungsi televisi, yaitu sebagai berikut:

29 1. Fungsi informasi Fungsi informasi, televisi berfungsi sebagai media yang mengamati mengenai situasi masyarakat dan dunia. Televisi menginformasikan kejadian yang terjadi dalam masyarakat sehingga dapat disampaikan kepada dunia luar. Apabila fungsi ini dilaksanakan dengan baik, maka televisi dapat menjadi media komunikasi yang demokratis dan menggambarkan realita sebenarnya yang terjadi dalam masyarakat. 2. Menghubungkan satu dengan yang lain Televisi dikatakan menyerupai mosaik yang dapat menghubungkan satu informasi yang satu dengan yang lain walaupun tidak dalam waktu yang sama. Pengamatan terhadap satu informasi dapat dikorelasikan dengan informasi yang lain dan lebih mudah mengamati informasi daripada sebuah dokumen tertulis. 3. Menyalurkan kebudayaan Fungsi televisi ini dapat dikatakan juga sebagai fungsi pendidikan, karena televisi juga ikut dalam menyalurkan dan mengembangkan kebudayaan ke masyarakat luas. 4. Hiburan Hiburan sudah menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat, oleh karena itu televisi menjadi salah satu sarana untuk mendapatkan hiburan. Siaran televisi pun sekarang sudah bervariasi untuk memenuhi kebutuhan hiburan.

30 5. Pengerahan masyarakat untuk bertindak dalam keadaan darurat Sebagai sarana komunikasi, dalam hal ini televisi berfungsi sebagai pemberi motivasi dan kesadaran bagi masyarakat apabila terjadi keadaan darurat seperti wabah penyakit. Televisi juga memberikan pengaruh kepada penontonnya, yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkan keinginan untuk memperoleh pengetahuan. Terkadang televisi memberikan pengetahuan yang belum tentu didapat dari sekolah atau lingkungan sekitar. Selain itu, Tubbs dan Moss (1996) dalam Kurniasih (2006) juga mengatakan bahwa sikap atau perilaku pada diri seseorang dapat diperoleh dari hasil peniruan atau imitasi dengan cara memperhatikan perilaku seseorang atau tokoh pada televisi. Peniruan atau proses imitasi berlangsung sepanjang hidup seseorang, terutama masa-masa pembentukan pada anak-anak dan remaja. Menurut Schramm dan Porter (1982) dalam Kurniasih (2006) seorang anak atau remaja yang sedang menonton tayangan televisi secara tidak sengaja akan mempelajari atau menemukan hal-hal yang baru kemudian akan diingatnya dan kemudian ditiru. Televisi sebagai salah satu media informatif yang digunakan oleh masyarakat harus memiliki mutu yang baik sehingga fungsinya dapat dijalankan dengan baik. Mutu suatu tayangan televisi dapat dilihat melalui beberapa kriteria atau kebijakan yang telah dimiliki oleh masing-masing stasiun televisi itu sendiri. Kebijakan dan kriteria yang ditetapkan suatu stasiun televisi dilaksanakan untuk menciptakan suatu tayangan yang bermutu sesuai dengan standar masing-masing stasiun televisi. Untuk menciptakan suatu tayangan televisi yang bermutu dapat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti yang dikutip dari Silitonga (2009) yaitu:

31 (1) materi yang aktual, faktual, dan sesuai dengan kebutuhan khalayak, dan (2) kemasan acara yang menarik dan memikat khalayak. Tidak hanya dari segi programnya saja yang dapat dinilai akan tetapi juga dari penyiar yang memandu suatu program sebaiknya berpenampilan menarik dan berwawasan luas, sehingga kemasan dari suatu program menjadi lebih sempurna. Menurut Masduki dalam Jubido (2007), bahwa presenter atau penyiar harus memiliki sikap, bahasa, dan memiliki wawasan professional. Menurut Jubido (2007), keunggulan sebuah penyiaran ditentukan oleh lima faktor, yaitu (1) materi yang sesuai dengan kebutuhan pendengar, (2) kemasan acara yang interaktif dan memikat, (3) pemanduan yang kreatif, (4) penempatan waktu penyiaran pada jam penyiaran utama, dan (5) interaksi/ partisipasi penonton. 2.1.3 Televisi Publik Televisi sebagai salah satu media informatif yang dikenal masyarakat Indonesia terdiri dari televisi swasta, nasional, komunitas dan publik (UU No 32 Th 2002). TVRI yang dulunya dikenal sebagai televisi nasional, mulai tahun 2005 sudah berubah status menjadi televisi publik. Televisi publik di Indonesia memang baru dikenalkan dan menjadi status baru bagi TVRI, akan tetapi televisi publik sudah sejak lama berhasil di dunia mulai tahun 1967. Penyiaran publik atau public broadcast di dunia, awalnya dikenal dengan penyiaran tidak komersial atau televisi edukasi sampai tahun 1967 di dunia. Sebagian besar program televisi adalah instruksional dan pendapat kritis untuk mengurangi kebodohan, berdasarkan rekomendasi dari komisi Carnegie, kongres telah memberi wewenang kepada Public Broadcast Act untuk mengatur uang

32 yang akan digunakan untuk membangun fasilitas yang baru dan mendirikan Corporation for Public Broadcast (CPB), merupakan organisasi yang mengawasi TV nonkomersial dan mendistribusikan dana untuk program TV. Pemerintah juga mendirikan Public Broadcasting System (PBS), organisasi yang bertugas agar performa TV nonkomersial menyerupai jaringan TV komersial dalam hal promosi dan distribusi program di antara anggota stasiun (Dominick, 2002). Penyiaran publik adalah penyiaran yang dimiliki publik, yakni negara, pemerintah, atau organisasi publik sebagai tandingan dari kepemilikan swasta. Penyiaran ini didalamnya mengandung 'layanan publik' berupa penyebarluasan program kepentingan dan minat publik, seperti pendidikan, budaya, atau informasi yang membantu masyarakat dalam kehidupan sehari-hari (Asia-Pacific Broadcasting Union, 1999). Perkembangan penyiaran publik di Indonesia pun mulai berkembang dan menurut PP No. 11 Tahun 2005 pasal 1 yang mendefinisikan lembaga penyiaran publik sebagai lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Fungsi dari lembaga penyiaran publik (PP No. 11 Tahun 2005) adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, pelestari budaya bangsa yang berorientasi kepada kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Penyiaran publik dibangun berdasarkan partisipasi publik, maka fungsi dan nilai kegunaan penyiaran publik ditujukan untuk kepentingan dan menampung aspirasi publik. Publik itu sendiri dapat diartikan sebagai khalayak (pemirsa atau

33 pendengar) dan sebagai partisipan yang aktif. Sedangkan menurut Laswell (1948) dalam Prakosa (2008) fungsi lembaga penyiaran sebagai : 1. Pengawas sosial. Yaitu sebagai upaya penyebaran informasi dan interpretasi yang objektif mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan tujuan kontrol sosial agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan 2. Korelasi sosial. Merujuk pada upaya pemberian interpretasi dan informasi yang menghubungkan satu krlompok sosial dengan kelompok sosial lainnya antara satu pandangan dengan pandangan lainnya dengan tujuan mencapai konsensus. 3. Transmisi warisan budaya. Fungsi ini, merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lainnya, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Definisi mengenai media penyiaran publik dikemukan oleh Wuryata (2006) bahwa media penyiaran publik dikatakan sebagai media yang: (1) tersedia secara general-geografis, (2) memiliki perhatian utama terhadap identitas dan kultur nasional, (3) bersifat independen, (4) memiliki imparsialitas program, (5) memiliki ragam varietas program, dan (6) pembiayaannya dibebankan kepada pengguna media. Media penyiaran publik dinilai sebagai media yang mengesampingkan sisi komersial dan dapat memenuhi aspirasi publik disamping bermunculannya media massa komersial yang mengesampingkan fungsi penyiaran sebagai edukasi yang berpihak pada publik. Dengan adanya penyiaran publik ini diharapkan dapat menampung aspirasi publik dan melayani kepentingan publik. Selain itu menurut Wuryata (2006) diharapkan penyiaran publik dapat

34 memfasilitasi berlangsungnya kegiatan kultural dalam berbagai aspek kehidupan fungsional. Dalam dunia media internasional, televisi publik tidak seperti TV komersial. Televisi publik mendapatkan sebagian besar dukungan dan dana dari pemerintah. Sekitar 30% pendapatan TV publik berasal dari pemerintah, pemerintah lokal menjadi langganan TV publik dengan membayar biaya tahunan kepada stasiun TV lokal di luar 30% pendapatan dari pemerintah. Dukungan untuk program dari rekening bisnis sekitar 23%, pemasukan ini berasal dari yayasan, universitas swasta, dan pelelangan yang diadakan beberapa stasiun TV (Dominick. 2002). Tidak jauh berbeda dengan televisi publik yang dikenal di dunia, konsep televisi publik di Indonesia juga hampir sama, yaitu bahwa TV publik menganggap warga negara punya hak dan kebutuhan program lebih bermanfaat, seperti: program pendidikan yang instruksional, program tentang kedalaman & keteguhan agama serta budi pekerti, program budaya & tradisi serta kearifan lokal, program yang membuka diskusi dengan argumen yang baik dan pencarian atau solusi untuk meningkatkan apresiasi terhadap kemajemukan. Isi siaran dari televisi publik mengandung 60% siaran dalam negeri, dan memberikan perlindungan kepada penonton tertentu seperti anak-anak dan remaja dari tayangan yang tidak seharusnya dikonsumsi. Berbeda dengan program yang ditayangkan televisi swasta yang hanya mementingkan keuntungan perusahaan tanpa memperhatikan kualitas program yang ditayangkan. Tujuan penyiaran di Indonesia adalah untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, me-

35 majukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri. Asas penyiaran televisi publik yaitu manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab. Asas dan tujuan ini tidak hanya berlaku untuk TV publik, namun berlaku juga untuk semua bentuk penyiaran termasuk TV swasta. Untuk lebih jelasnya, ciri-ciri media penyiaran publik yang membedakan dengan penyiaran komersial adalah sebagai berikut. Gambar 1. Matriks Ciri-Ciri Media Penyiaran Publik Ciri-ciri penyiaran publik Sumber Dana Jenis Program Stephen Ostertag (2002) Pemerintah, donasi dari masyarakat Dokumenter, edukasi, seni, budaya, dan ilmu pengetahuan Dominick (2002) Pemerintah, akademisi, organisasi komunitas Nasionalisme dan pendidikan Namsu Park (2007) Pemerintah dan iklan Isu sosial, budaya, dokumenter Sasaran Khalayak Kaum minoritas Semua umur Semua forum grup sosial Prioritas/ fokus Aksesibilitas publik dan memenuhi keinginan publik - Melindungi komunikasi publik dan fungsi sosialbudaya media Setelah melihat ciri-ciri penyiaran publik tersebut menurut beberapa sumber dapat dilihat berdasarkan sumber dana, jenis program, sasaran khalayak, dan prioritas/fokus. Menurut Ostertag (2002) sumber dana penyiaran publik itu berasal dari pemerintah dan donasi masyarakat. Dominick (2002) mengatakan bahwa sumber dana penyiaran publik berasal dari pemerintah, akademisi, dan

36 organisasi komunitas, sedangkan menurut Park (2007) sumber dana penyiaran publik berasal dari pemerintah dan iklan. Ciri-ciri penyiaran publik yang lain adalah berdasarkan jenis program, menurut Ostertag (2002) dan Park (2007) jenis program yang ditayangkan lembaga penyiaran publik meliputi dokumenter, isu sosial, budaya, edukasi dan ilmu pengetahuan. Jenis program penyiaran publik menurut Dominick (2002) adalah program nasionalisme dan pendidikan. Berdasarkan pendapat ketiga sumber, dapat dilihat kesamaan bahwa penyiaran publik mengedepankan jenis program pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya. Sasaran khalayak penyiaran publik digolongkan menjadi kaum minoritas Ostertag (2002) semua umur Dominick (2002), dan forum grup sosial Park (2007). Ciri penyiaran publik yang terakhir menurut Ostertag (2002) dan Dominick (2002) adalah berdasarkan prioritas/ fokus. Berdasarkan prioritas/fokus ciri-ciri penyiaran publik adalah aksesibilitas publik dan memenuhi keinginan publik, dan melindungi komunikasi publik dan fungsi sosial-budaya media. Secara umum, dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri televisi publik yang membedakan dengan televisi swasta, yaitu independen, mandiri, dan netral. Sedangkan penyiaran swasta dalam memiliki tiga aspek yang menjadi ciri pada masa penyiaran komersial, yaitu penurunan keberagaman budaya, peningkatan profesionalisme, dan penurunan lokalisme stasiun penyiaran. 2.1.4 Pendekatan Uses and Gratification Uses and Gratification meneliti asal mula kebutuhan secara psikologi dan sosial yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber lain

37 yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan lain termasuk yang tidak kita inginkan. Asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa khalayak dianggap aktif, dan dalam proses komunikasi massa khalayak dapat memilih media yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Studi dalam bidang ini memusatkan perhatian pada penggunaaan (uses) media untuk mendapatkan kepuasaan (gratification) atas kebutuhan seseorang. Masyarakat menggunakan media massa karena didorong oleh motif tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri. Misalnya ketika ingin mencari kesenangan media massa dapat memberi hiburan, dan ketika dalam kesepian media massa dapat berfungsi sebagai teman untuk menghilangkan kesepian. Model ini meneliti asal mula kebutuhan manusia secara psikologis dan sosial dan media massa sebagai salah satu alat yang dapat memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Model-model uses and gratification dirancang untuk menggambarkan proses penerimaan dalam komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh individu atau kelomopk-kelompok individu. Adapun asumsi-asumsi dasar dari teori ini menurut Katz et al (1974) dalam Rakhmat (2008) adalah: 1. Khalayak dianggap aktif, artinya khalayak menggunakan media massa karena memiliki tujuan tertentu. 2. Dalam proses komunikasi inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media tergantung pada kebutuhan 3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhan khalayak. Kebutuhan yang dipenuhi media hanyalah bagian dari kebutuhan manusia yang luas. Bagaimana

38 kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media sangat bergantung kepada perilaku khalayak yang bersangkutan. 4. Tujuan pemilihan media massa berdasarkan kepada kepentingan dan motif- motif tertentu dari khalayak. 5. Penilaian mengenai media massa dilakukan oleh masyarakat terlebih dahulu baru dilakukan oleh budaya organisasi media massa. Masyarakat menggunakan media massa karena didorong oleh beraneka ragam motif. Pada setiap individu, motif yang mendorong konsumsi media itu tidak sama. Misalnya seseorang menonton televisi dengan motif mencari informasi maka akan lebih memilih untuk menonton siaran berita, berbeda dengan orang lain yang menonton televisi karena motif mencari hiburan maka tidak akan melihat siaran berita melainkan lebih memilih untuk melihat siaran musik. Perbedaan motif dalam konsumsi media massa menyebabkan kita bereaksi pada media massa secara berbeda pula. Menurut McQuail (2003) model pendekatan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan merupakan penggunaan media atau suatu proses interaksi, yaitu hubungan isi media, kebutuhan individu, persepsi, peranan nilai, dan konteks sosial di mana seseorang berada. Secara sederhana, pendekatan ini berusaha menjelaskan suatu cara di mana individu menggunakan komunikasi di antara berbagai sumber dalam lingkungan mereka untuk memuaskan kebutuhan mereka dan untuk mencapai tujuan mereka. Usaha ini didorong oleh adanya beberapa kebutuhan dalam dirinya yang dapat dipenuhi oleh media massa. Bila kebutuhan tersebut sudah terpenuhi, maka akan tercapai kepuasan yang disebut sebagai kepuasan media (media gratification).

39 Gambar 2. Pendekatan Uses and Gratification Menurut Rosengren (1974) dalam Irmawati (2007) Struktur Sosial Kebutuhan Dasar Penerimaan Masalah Motif Perilaku Media Kepuasan atau Bukan Kepuasan Penerimaan Solusi Perilaku Lain Karakteristik Individu Berdasarkan gambar di atas, menurut Rosengren, dalam Irmawati (2007) kebutuhan dasar individu menjadi titik awal dari semua persoalan. Kebutuhan dasar ini akan beriteraksi dengan karakteristik individu dan bersangkutan dengan keadaan struktur lingkungan sosial. Persoalan yang dimiliki individu akan menimbulkan motif tertentu dalam memenuhi kebutuhan dan mendapatkan kepuasan. Dalam proses mendapatkan kepuasan setiap individu memiliki motif tertentu dan menghasilkan perilaku media dan perilaku lainnya. Dengan adanya kebutuhan, motif, yang berbeda antar individu maka menghasilkan perilaku yang berbeda pula. Sejumlah orang akan mencari sesuatu yang menghibur, atau ada yang ingin mencari informasi, dan sejumlah lainnya bahkan tidak menggunakan media sama sekali.

40 2.1.5 Motivasi Menonton Pengertian motif menurut M. Sherif dan C.W. Sherif (1996) dalam Irmawati (2007), adalah istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah pada berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal seperti kebutuhan yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi, dan selera sosial yang berasal dari fungsi-fungsi tersebut. Seseorang memiliki motif yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lain dalam menggunakan media massa. Sama halnya dengan yang diungkapkan McGuire dalam Rakhmat (2008) yang mengelompokkan motif manusia dalam menggunakan media massa menjadi dua kelompok besar, yaitu: (1) motif kognitif, merupakan motif yang menekankan pada kebutuhan akan informasi, (2) motif afektif, merupakan motif dalam menggunakan media massa yang berhubungan dengan aspek perasaan emosional tertentu. McQuail (1987) menyatakan sejumlah motif penggunaan media massa sebagai berikut: 1 Informasi a) mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat, dan dunia b) Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah-masalah praktis, pendapat serta hal yang berkaitan dengan menentukan pilihan. c) Memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum d) Memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan e) Belajar, pendidikan diri sendiri 2. Identitas Pribadi a) Menentukan penunjang nilai-nilai pribadi

41 b) Menentukan model perilaku c) Mengidentifikasi diri dengan nilai-nilai lain (dalam media) d) Meningkatkan sebuah pemahaman tentang diri sendiri 3. Integrasi dan interaksi sosial a) Memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain, empati sosial b) Mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memiliki c) Menentukan bahan percakapan dan interaksi sosial d) Memungkinkan seseorang untuk menghubungi sanak keluarga, teman dan masyarakat 4 Hiburan a) Melepaskan diri atau terpisah dari masalah b) Bersantai c) Memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis d) Mengisi waktu e) Penyaluran emosi d) Membangkitkan gairah seks Motif menonton masyarakat dapat dilihat berdasarkan teori uses and gratification yang juga mendasari faktor yang mempengaruhi masyarakat terhadap perilaku menonton televisi publik. Perilaku masyarakat untuk menonton televisi didasarkan kepada motif serta kegunaan dan kepuasaan masyarakat, hal ini dapat menunjukkan bagaimana reaksi masyarakat terhadap televisi publik daripada televisi swasta berdasarkan kegunaan dan kepuasaan masyarakat.

42 Motif penggunaan media massa secara umum adalah untuk memperoleh informasi, hiburan, karena identitas pribadi, interaksi dan integrasi sosial. Akan tetapi pada motif menonton televisi publik ada motif lain yang mempengaruhi perilaku menonton yaitu identitas kolektif. Identitas kolektif disini adalah alasan menonton televisi publik untuk menjalin hubungan kaum minoritas yang sama dan mencari isu sosial. Televisi publik juga menampilkan program yang mewadahi kaum minoritas, dan berbagai macam perspektif mengenai isu sosial. Survey AC Nielsen1 Pada tahun 2003, 63 persen penonton televisi tertarik pada berita. Hanya berselang dua tahun, pada tahun 2005 hanya 23 persen penonton televisi yang tertarik pada berita dan 63 persen tertarik pada hiburan dan kekerasan. Secara umum, survey AC Nielsen tahun 2005 juga menemukan bahwa dalam 12 bulan terakhir setiap hari orang Indonesia yang menonton televisi sebanyak 83 persen (http://www.tempo.co.id/hg/ekbis/2005/09/27/brk,20050927-67125,id.html). Hal ini menunjukkan bahwa motif menonton masyarakat mulai bergeser, motif mencari hiburan lah yang menjadi motif utama masyarakat dalam menonton televisi. Tujuan dari program televisi publik dapat mewadahi motif menonton masyarakat. Akan tetapi masih ada kendala yaitu proses produksi dan penyajian program itu sendiri. Perilaku menonton masyarakat tidak dapat dipungkiri tidak hanya karena motif ingin mendapatkan informasi atau identitas kolektif akan tetapi masyarakn at juga membutuhkan hiburan. Hal tersebut menjadi salah satu kendala untuk televisi publik bersaing dengan televisi swasta dewasa ini. Kurangnya respon dari masyarakat terjadi karena faktor-faktor penghambat sehingga menjadikan televisi publik tidak dapat mengoptimalkan tayangannya dan

43 fasilitas programnnya. Faktor penghambat itu antara lain dana operasional, minimnya SDM profesional, dilemma penyiaran, dan kurangnya kesiapan televisi publik dalam menyiarkan program terutama program hiburan 2.1.6 Perilaku Menonton Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan, tidak hanya badan atau ucapan saja akan tetapi perilaku adalah cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang. Rosengren (1974) dalam Cecilia (2007) melihat perilaku penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan. Lowery dan De Fleur (1993) dalam Cecilia (2007) menyebutkan tiga hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur perilaku menonton yaitu total waktu menonton, frekuensi menonton, dan pilihan program acara yang ditonton. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku meliputi karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Perilaku seseorang juga didorong oleh motif-motif untuk memenuhi kebutuhan. Herlina (1999) mendefinisikan perilaku menonton televisi sebagai tindakan menonton televisi karena adanya dorongan dalam diri seseorang untuk menonton televisi. Terdapat tiga hal yang bisa menjadi alat ukur untuk mengidentifikasi perilaku anak-anak dan remaja dalam menonton televisi menurut Lowery dan DeFleur dalam Herlina (1999) yaitu total waktu yang digunakan

44 untuk menonton televisi, pilihan acara yang ditonton dalam sehari serta acara yang paling disukai dan frekuensi menonton acara televisi. Banyak variabel yang mempengaruhi perilaku menonton seseorang, DeFleur (1982) dalam Herlina (1999) menjelaskan bahwa perilaku menonton televisi berjalan seiring dengan umur seseorang. Seseorang mulai tertarik untuk menonton televisi pada usia tiga tahun dan semakin bertambah umur maka waktu yang digunakan untuk menonton televisi semakin banyak sampai usia seseorang mencapai 12 tahun. Jenis kelamin juga merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi perilaku individu dalam menonton. Badriah (2003) menjelaskan bahwa wanita lebih tertarik pada acara hiburan, drama, komedi, dan kuis sedangkan laki-laki lebih banyak menonton acara yang bersifat informasi dan hiburan action. Kurniasih (2006) menjabarkan hasil-hasil penelitian mengenai perilaku menonton, ditemukan bahwa terdapat hubungan antara motivasi remaja menonton acara televisi dengan lama menonton televisi pada remaja tingkat SLTP paling banyak tergolong penonton dengan motivasi afektif dan motivasi pelepasan ketegangan. Pada remaja tingkat SMU remaja dengan motivasi afektif mempunyai jumlah yang seimbang antara penonton ringan dan penonton berat. Terdapat hubungan antara motivasi menonton acara televisi dengan jenis acara yang ditonton. Pada tingkat SLTP, acara hiburan anak paling banyak ditonton dengan motivasi afektif sedangkan acara hiburan drama paling banyak ditonton dengan motivasi pelepasan ketegangan. Pengaruh siaran televisi terhadap emosi pada remaja SLTP dan SMU menunjukkan bahwa 75 persen memberikan reaksi sesuai dengan acara yang ditontonnya. Badriah (2003) yang melakukan penelitian mengenai motivasi, perilaku dan pemenuhan kebutuhan remaja dari acara hiburan

45 televisi mengatakan remaja di kota memiliki motivasi informasi dan motivasi integrasi serta interaksi yang lebih tinggi dibandingkan remaja di desa. Menurut penelitian Greenberg dalam Kurniasih (2006) menyatakan bahwa setiap individu membentuk pola tertentu dalam menggunakan media massa. Jika pola dan motif anak-anak dalam menggunakan media dapat diidentifikasikan, maka pola tersebut akan terus menjadi pola dasar dan penggunaan orientasi orang dewasa terhadap media massa. Pola dan motif ini penting diketahui sebagai dasar untuk mengidentifikasi potensi efek dan perubahan perilaku sosial yang mungkin terjadi akibat penggunaan suatu media. Hasil penelitian Budayatna dalam Cecilia (2007) mengenai perilaku menonton pada remaja menunjukkan bahwa dimensi-dimensi perilaku terdiri dari frekuensi, motif atau alasan seeorang berperilaku, jenis tontonan, dan hubungan antara individu dengan isi media. Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara faktor-faktor atau alasan menonton dengan perilaku menonton dalam Testiandini (2006) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara alasan informasi dengan lama menonton televisi, frekuensi menonton televisi, dan pilihan sinetron religious dikarenakan remaja menonton tayangan sinetron religious hanya untuk mengisi waktu luang saja. Kemudian, tidak terdapat hubungan yang nyata juga antara alasan identitas pribadi dengan lama menonton televisi, frekuensi menonton, dan pilihan sinetron religious. Untuk alasan integrasi dan interaksi sosial juga ternyata tidak memiliki hubungan yang nyata dengan lama menonton televisi, frekuensi menonton, akan tetapi terdapat hubungan yang nyata antara interaksi dan integrasi sosial dengan pilihan sinetron. Adanya hubungan yang nyata antara alasan interaksi dan integrasi sosial dengan

46 pilihan sinetron dikarenakan dari hasil wawancara bahwa para remaja membicarakan mengenai sinetron religious misteri yang secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa remaja menonton tayangan sinetron religious agar dapat dijadikan bahan pembicaraan. Alasan hiburan juga tidak memiliki hubungan yang nyata dengan lama menonton, frekuensi menononton, dan pilihan sinetron. Berdasarkan penelitian Asmar (2009) bahwa terdapat hubungan yang nyata antara motif menonton televisi dengan pilihan acara. Setiap individu akan memilih tayangan sesuai motif menonton. Responden yang memiliki motif informasi tinggi memilih jenis acara seperti program berita, talkshow, dialog, dan informasi olahraga. Responden dengan motif identitas pribadi yang tinggi akan memilih jenis acara pendidikan, sedangkan responden yang memiliki motif interaksi dan integrasi sosial tinggi akan memilih jenis acara informasi karena melalui acara ini responden dapat memenuhi motif berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Responden yang memiliki motif hiburan yang tinggi akan memilih jenis acara hiburan. Semakin tinggi motif seseorang menonton televisi maka akan semakin lama mereka menonton televisi, rata-rata di setiap motif menghabiskan waktu tiga sampai lima jam untuk menonton acara televisi yang dibutuhkan. 2.2 Kerangka Pemikiran Motif menjadi suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu, oleh karena itu masyarakat memiliki motif tersendiri untuk tetap menonton televisi publik di tengah marak bermunculannya televisi swasta. Motif masyarakat untuk menonton televisi umumnya yaitu: informasi, identitas

47 pribadi, integritas dan interaksi sosial, dan hiburan. Akan tetapi pada motif menonton televisi publik ada motif lain yang mempengaruhi perilaku menonton yaitu identitas kolektif. Identitas kolektif disini adalah mengenai kesamaan kebutuhan atau minat dalam menonton televisi. Identitas kolektif ini terbentuk karena adanya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan program informasi, edukasi, dan hiburan berkualitas dan sebagai alternatif program televisi swasta. Televisi publik juga menampilkan program yang mewadahi kaum minoritas, dan berbagai macam perspektif mengenai isu sosial. Identitas kolektif ini dapat diwadahi melalui jaringan sosial seperti Facebook, mereka yang merasa ingin memajukan TVRI membentuk suatu grup dalam Facebook yang diberi nama aku cinta TVRI. Motif menonton mempengaruhi perilaku menonton masyarakat, hal ini karena perilaku masyarakat dalam menonton televisi didasari oleh kebutuhan atau dorongan akan sesuatu. Perilaku menonton televisi meliputi pilihan program, durasi, dan frekuensi. Dalam hal ini, pilihan program adalah pilihan masyarakat terhadap suatu program baik pada televisi swasta maupun televisi publik. Frekuensi menonton dapat dilihat dari banyaknya masyarakat menonton suatu program dari televisi swasta maupun televisi publik. Sedangkan durasi merupakan lamanya masyarakat menonton suatu program yang berasal dari televisi swasta maupun televisi publik. Perilaku menonton masyarakat yang meliputi pilihan program, durasi dan frekuensi dapat mencerminkan persaingan antara televisi swasta dan televisi publik. Hal ini dapat dilihat dari semua aspek misalnya pilihan program, masyarakat memilih program hiburan, informasi, atau edukasi yang berasal dari

48 televisi swasta atau televisi publik. Perilaku menonton yang merupakan aktivitas yang dilakukan oleh penonton ketika saat menonton televisi dapat dipengaruhi oleh motivasi menonton televisi. Penelitian ini menggunakan tipe penonton sebagai variabel kontrol di luar variabel motivasi dan perilaku menonton karena dianggap sebagai variabel luar yang dapat mempengaruhi, seperti yang diungkapkan oleh Singarimbun (1987) bahwa variabel kontrol adalah variabel luar yang mempengaruhi hubungan dua variabel yang diteliti, tanpa mengganggu variabel lain. Menurut Rosenberg dalam Singarimbun (1987) seorang peneliti hanya perlu memperhatikan variabel kontrol dalam penelitiannya jika dari perhitungan statistik ternyata variabel tersebut mempunyai kaitan baik dengan variabel terpengaruh maupun variabel pengaruh. Tipe penonton yang dibagi menjadi penonton televisi publik (TVRI) dan penonton televisi swasta dapat mempengaruhi motivasi menonton yang kemudian juga berpengaruh terhadap perilaku menonton penonton. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan antara motivasi dan perilaku menonton televisi publik dengan televisi swasta. Diduga pada penonton televisi publik lebih memilih untuk menonton program yang bersifat informatif dan edukatif sedangkan untuk penonton televisi swasta lebih memilih untuk menonton program yang bersifat hiburan. Perilaku penonton televisi publik lebih dipengaruhi oleh motivasi mendapatkan informasi, dan identitas kolektif. Sedangkan penonton televisi swasta lebih dipengaruhi oleh motivasi untuk mendapatkan informasi. Adapun hubungan motivasi menonton dengan perilaku menonton penonton dapat dilihat melalui bagan berikut ini.

49 Gambar 3. Bagan Hubungan Motivasi dan Perilaku Menonton Televisi Publik dan Televisi Swasta Tipe Penonton Motivasi Menonton Mendapatkan Informasi Identitas Pribadi Integrasi dan interaksi sosial Mendapatkan Hiburan Identitas kolektif Perilaku Menonton Durasi menonton Frekuensi Menonton Pilihan Program Keterangan: Hubungan Variabel Kontrol 2.3 Hipotesa Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah digambarkan, maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antara tipe penonton dengan motivasi menonton dan perilaku menonton 2. Terdapat hubungan antara motivasi menonton dengan durasi menonton

50 a. Terdapat hubungan antara motivasi mendapatkan informasi dengan durasi menonton. b. Terdapat hubungan antara motivasi akan identitas pribadi dengan durasi menonton. c. Terdapat hubungan antara motivasi akan integrasi dan interaksi sosial dengan durasi menonton. d. Terdapat hubungan antara motivasi mendapatkan hiburan dengan durasi menonton e. Terdapat hubungan antara motivasi akan identitas kolektif dengan durasi menonton. 3. Terdapat hubungan antara motivasi menonton dengan frekuensi menonton. a. Terdapat hubungan antara motivasi mendapatkan informasi dengan frekuensi menonton. b. Terdapat hubungan antara motivasi akan identitas pribadi dengan frekuensi menonton. c. Terdapat hubungan antara motivasi akan interaksi dan integrasi sosial dengan frekuensi menonton. d. Terdapat hubungan antara motivasi mendapatkan hiburan dengan frekuensi menonton. e. Terdapat hubungan antara motivasi akan identitas kolektif dengan frekuensi menonton. 4. Terdapat hubungan antara motivasi menonton dengan pilihan program.

51 a. Terdapat hubungan antara motivasi mendapatkan informasi dengan pilihan program. b. Terdapat hubungan antara motivasi akan identitas pribadi dengan pilihan program. c. Terdapat hubungan antara motivasi akan integrasi dan interaksi sosial dengan pilihan program. d. Terdapat hubungan antara motivasi mendapatkan hiburan dengan pilihan program. e. Terdapat hubungan antara motivasi akan identitas kolektif dengan pilihan program. 2.4 Definisi Operasional 1. Motif menonton adalah faktor-faktor yang mendorong responden untuk menonton program acara di TVRI dibandingkan program dari stasiun televisi lain. Motif menonton televisi publik dibagi menjadi: a. Motif informasi adalah alasan responden menonton televisi publik untuk mendapatkan informasi mengenai dunia luar, dan memuaskan rasa ingin tahu. b. Motif identitas pribadi adalah alasan responden menonton televisi publik untuk menguatkan identitas pribadi dan pemahaman mengenai diri sendiri. c. Motif integrasi dan interaksi sosial adalah alasan responden menonton televisi publik untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain,

52 mengetahui tentang keadaan orang lain, dan berinteraksi dengan orang lain. d. Motif hiburan adalah alasan responden menonton televisi publik untuk melepaskan diri dari kondisi yang tidak menyenangkan. e. Motif identitas kolektif adalah alasan responden menonton televisi publik untuk menjalin hubungan kaum minoritas yang sama dan mencari isu sosial. Perhitungan skor untuk masing-masing motivasi dibagi menjadi dua, tahap pertama perhitungan skor diurutkan berdasarkan media massa yaitu televisi, radio, koran, majalah, dan internet yang dianggap dapat memenuhi motivasi menonton. Peringkat mulai dari 0 untuk media yang paling jarang digunakan dan peringkat 5 untuk media yang paling sering digunakan untuk memenuhi motivasi responden. Tahap kedua, karena ingin melihat motivasi menonton televisi maka motivasi menonton dibagi menjadi dua, yaitu motivasi tinggi dan motivasi rendah. motivasi tinggi adalah responden yang memilih televisi dengan urutan tertinggi diantara pilihan media yang lain. Responden yang memilih televisi menjadi peringkat media tertinggi diberi skor 2, dan responden yang memilih media massa lain dengan peringkat tertinggi diberi skor 1. a. Motivasi tinggi : 2 40 b. Motivasi rendah : 1-20 2. Perilaku menonton adalah tindakan responden dalam menonton televisi diukur dari frekuensi menonton, durasi menonton, dan pilihan program.

53 a. Frekuensi menonton adalah tingkat keseringan responden dalam menonton tayangan televisi publik dalam satu minggu. Tingkat keseringan menonton dapat diukur dan dikategorikan menjadi: a. Rendah 0-28 kali dalam seminggu b. Tinggi 29 83 kali dalam seminggu b. Durasi menonton adalah rata-rata total waktu yang dipakai untuk menonton televisi publik perhari. Diukur berdasarkan rata-rata jumlah jam menonton dalam satu minggu dikategorikan menjadi: a. Rendah 0 14 jam dalam seminggu b. Tinggi 14,5 41,5 jam dalam seminggu c. Pilihan program adalah program acara yang dipilih oleh responden sesuai kebutuhan dari semua jenis tayangan yang disiarkan oleh televisi publik. a. Berita : Program berita merupakan program yang ditayangkan televisi yang bertujuan untuk menyampaikan berita dan informasi baik secara formal (hard news) maupun soft news. b. Non Berita. : Program non berita merupakan program yang ditayangkan televisi yang bertujuan untuk memberikan hiburan kepada penonton.