PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA (LANJUTAN STUDI SEBELUMNYA) Hendra Cahyadi 1, Nirwana Puspasari 2 Staf Pengajar Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Ringkasan Penelitian tentang Minyak Pelumas Bekas (MPB) belum begitu banyak dilakukan di Palangka Raya, sehingga penggunaan MPB di Palangka Raya masih jarang ditemui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian agar MPB ini dapat dipakai dalam campuran lapis perkerasan jalan. Dalam campuran Asphalt Concrete (AC) atau beton aspal biasanya dicampur, dihampar, dan dipadatkan secara hot mix pada suhu tertentu. Proses Hot Mix Asphalt (HMA) yang suhunya mencapai 138 sampai 160 C membutuhkan energi bahan bakar yang tinggi dan gas pembuangan yang tinggi pula. Selain itu menurut Vienti Hadsari (2009) pada suhu 60 o C aspal dan residu oli sudah dapat menyelimuti agregat dengan sempurna. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode Warm Mix Asphalt (WMA) yang suhunya 20 sampai 55 C lebih rendah daripada temperatur Hot Mix Asphalt (HMA). Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang dilakukan di laboratorium dengan variasi MPB 3%, 4%, dan 5% dari berat kadar aspal optimum sebagai pengurang berat aspal dalam campuran AC. Pengujian sampel dengan menggunakan alat uji Marshall Test. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat Minyak Pelumas Bekas (MPB) sebagai bahan ganti aspal dalam campuran lapis perkerasan aspal. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan MPB sebagai bahan ganti aspal dengan persentase 3%, dan 4% bisa diterima. Hal ini ditunjukkan dengan nilai stabilitas terendah adalah 856 kg dengan pemakaian MPB sebesar 4%. Kata kunci : Beton Aspal, Marshall Test, MPB, Warm Mix Asphalt 41
PENDAHULUAN Penelitian mengenai perkerasan jalan raya dengan menggunakan material hasil daur ulang telah banyak dilakukan. Beberapa yang bisa dijadikan contoh adalah penggunaan serbuk ban karet bekas, abu terbang, aspal daur ulang dan residu oil atau Minyak Pelumas Bekas (MPB) sebagai campuran dalam perkerasan jalan. Campuran perkerasan jalan hasil dari penggunaan bahan-bahan daur ulang tersebut, tentunya harus melalui pengujian sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (DPU). Penggunaan MPB sebagai bahan campuran aspal akan sangat bermanfaat dari segi ekonomi karena harganya yang jauh lebih murah dibanding aspal dan dari segi lingkungan karena MPB yang terbuang baik ke dalam lapisan tanah maupun ke sungai yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah MPB memenuhi syarat sebagai bahan lapis perkerasan dengan kondisi agregat dan tanah di Palangka Raya? Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka dilakukanlah penelitian berjudul Pemanfaatan Minyak Pelumas Bekas Pada Warm Mix Asphalt (WMA) Untuk Lapis Perkerasan Jalan (AC-WC) di Kota Palangka Raya. Penelitian ini akan menggunakan aspal dengan penetrasi 60/70, agregat lokal yang berasal dari Bukit Tangkiling dan Minyak Pelumas Bekas (MPB) sebagai bahan tambah aspal. METODE PENELITIAN Bagan alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1, yang merupakan urutan pekerjaan. Gambar 1 Bagan Alir Penelitian Pengujian Agregat Kasar Agregat kasar yang digunakan adalah dari Bukit Tangkiling, Palangka Raya Pengujian laboratorium untuk agregat kasar yang digunakan 42
dalam campuran adalah (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): 1. Pengujian analisa saringan (SNI 03-4142- 1996). 2. Pengujian berat jenis dan penyerapan (AASHTO T-85-81). 3. Pengujian keausan (SNI 03-2417-1991). Pengujian Agregat Halus Agregat halus yang digunakan adalah pasir dan batu pecah alam yang diperoleh dari mesin pemecah batu. Untuk pasir maka yang digunakan adalah pasir Bukit Rawi, sedangkan batu pecah berasal dari Bukit Tangkiling. Pengujian yang dilakukan adalah (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): 1. Pengujian analisa saringan (SNI-03-4428- 1997). 2. Pengujian berat jenis dan penyerapan (AASHTO T-85-81). 3. Pengujian pemeriksaan sand equivalent (SNI 03-4428-1997). Pengujian Bahan Pengisi (Filler) Pengujian laboratorium terhadap bahan pengisi meliputi (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): 1. Pengujian berat jenis (AASHTO T-85-81). 2. Pengujian analisa saringan (SNI M-02-1994- 03). Pengujian Bahan Bitumen Pengujian laboratorium terhadap bahan bitumen meliputi (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): a. Uji penetrasi pada suhu 25º C (SNI 06-2456- 1991). b. Specific Gravity (SNI 06-2441-1991). c. Daktilitas (SNI 06-2432-1991). d. Uji Titik Lembek (SNI 06-2434-1991). e. Titik Nyala (SNI 06-2433-1991). f. Kelarutan Bitumen dalam CCL4 (SNI 06-2438-1991). Pengolahan MPB MPB diproses untuk menghilangkan kadar air yang terkandung di dalamnya. Poses ini disebut dengan dewatering. Proses selanjutnya adalah defuelling yang bertujuan untuk menghilangkan bahan bakar yang mungkin terkandung didalamnya, (seperti solar, bensin). Dari proses defuelling, MPB dimasukkan dalam distilasi unit dan hidro finishing unit. Uji Marshall Untuk menentukan kadar aspal optimum diperkirakan dengan penentuan kadar optimum secara empiris dengan persamaan (Pb) sesuai pada Persamaan 2.1. Nilai Pb hasil perhitungan dibulatkan mendekati 0,5%. Ditentukan 2 (dua) kadar aspal di atas dan 2 (dua) kadar aspal di bawah kadar aspal perkiraan awal yang sudah dibulatkan mendekati 0,5% ini. Kemudian dilakukan penyiapan benda uji untuk tes Marshall sesuai tahapan berikut ini. Berdasarkan perkiraan kadar aspal optimum Pb dibuat benda uji dengan jenis aspal keras dengan dua variasi kadar aspal di atas Pb dan dua variasi kadar aspal di bawah Pb (-1,0%; -0,5%; Pb; +0,5%; +1,0%). Masing-masing variasi akan dibuat tiga buah benda uji (dimana akan diambil nilai rata-ratanya). Kemudian dilakukan pengujian Marshall standar dengan 2x75 tumbukan dan pengujian durabilitas untuk menentukan VIM, VMA, VFA, kepadatan, stabilitas, kelelehan, dan hasil bagi Marshall. Setelah itu dilihat apakah hasil pengujian sudah sesuai standar seperti pada Tabel 2.1. Kalau sudah memenuhi standar, maka dapat ditentukan hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall. Berdasarkan hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall dapat 43
ditentukan kadar aspal optimum. Seluruh kriteria hasil Marshall yang didapatkan mengacu pada Standar Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah (2004). Perincian perkiraan jumlah benda uji yang akan digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini Tabel.1 Jumlah Benda Uji Yang Direncanakan Uji Marshall Dengan Variasi MPB Setelah diketahui nilai Kadar Aspal Optimum (KAO), penelitian dilanjutkan dengan pengujian Marshall pada saat Kadar Aspal Optimum. Jumlah benda uji yang digunakan direncanakan sebanyak tiga buah. Setelah memenuhi syarat seperti pada Tabel 2.1, pengujian dilanjutkan dengan menggunakan MPB sebagai bahan pengurang berat aspal. Variasi penggunaan MPB adalah 1. 3% MPB dan 97% Aspal 2. 4% MPB dan 96% Aspal 3. 5% MPB dan 95% Aspal Kemudian dilakukan uji marshall dengan kondisi stadar (2x75 tumbukan) untuk menentukan VIM, VMA, VFA, kepadatan, stabilitas, kelelehan dan hasil bagi Marshall. Perincian perkiraan jumlah benda uji yang akan digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Tabel.2 berikut ini Tabel 2 Jumlah Benda Uji Yang Direncanakan Untuk Beberapa Variasi MPB HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian di Laboratorium Pengujian sifat-sifat campuran aspal beton pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Transportasi Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Penelitian yang dilakukan meliputi pengujian terhadap sifat-sifat fisik aspal, sifat fisik agregat dan pengujian sifat campuran aspal dan agregat dengan alat Marshall. Pemeriksaan Gradasi Agregat Dari hasil pengujian yang telah dilakukan di Laboratorium Transportasi Universitas Muhammadiyah Palangkaraya gradasi agregat dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Analisa Saringan Masing-masing Agregat Nomor saringan Agregat kasar (CA) Jumlah lolos saringan (%) Agregat sedang (MA) Abu batu # 3/4 100,00 100,00 100,00 # 1/2 77,65 96,05 100,00 # 3/8 63,61 88,64 100,00 No. 4 28,89 40.15 94,33 No. 8 12,93 14,08 76,25 No. 16 7,96 8,70 52,71 No. 30 4,95 5,31 37,37 No. 50 - - 30,72 No. 100 - - 21,51 No. 200 - - 14,64 Pengujian Keausan Agregat Kasar Pasir 100,00 100,00 100,00 99,95 98,96 81,34 45,62 23,66 8,94 3,63 Penentuan agregat terhadap keausan atau kehancuran diperiksa dengan percobaan abrasi Los Angeles (Abration Los Angeles Test), berdasarkan PB-0206-76, AASHTO T.96-77 (1982). 44
Dalam penelitian ini jenis gradasi yang digunakan adalah kelas B dimana banyaknya sampel terdiri dari 2500 gram agregat yang lolos saringan ukuran 3/4 dan tertahan saringan 1/2 dan 2500 gram agregat yang lolos saringan 1/2 dan tertahan saringan 3/4. Jumlah bola yang digunakan sebanyak 11 buah. Tabel 5 Pemeriksaan Keausan Agregat Kasar (Mesin Los Angeles) Tabel 7 Hasil Pengujian Sand Equivalent (Pasir) a = b = a-b = 5.000,00 gram 3.358,40 gram 1.641,60 gram keausan = a b x 100% = 32,83 a % keausan rata-rata x 100% = 32,83 % Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan kadar lumpur dikandung oleh agregat yang lolos saringan no. 4, sesuai prosedur AASHTO T.176-73 (1982), dengan menggunakan tabung S.E. Tabel 6 Hasil Pengujian Sand Equivalent (abu batu) Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, secara umum agregat yang akan digunakan,memenuhi persyaratan untuk bahan penyusun campuran aspal panas jenis Laston lapis aus (Asphalt Concrete-Wearing Course). Perencanaan Campuran Perencanaan campuran menggunakan metode Asphalt Institue, dan perhitungan penggabungan agregat menggunakan cara diagonal yang dikombinasikan dengan cara coba-coba (Trial and Eror). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat secara lengkap hasil proporsi campuran tersebut yang dimuat pada lampiran. Dari perhitungan kombinasi yang telah dilakukan, diperoleh proporsi campuran yang selanjutnya digunakan untuk mendapatkan perkiraan kadar aspal rencana. Kadar aspal awal diperoleh dengan rumus kadar aspal (Pb) yaitu: Pb = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%FF) + K Dimana: Pb = kadar aspal CA = fraksi agregat kasar MA = fraksi agregat halus K = Nilai konstanta 0,5 1 45
Diketahui: Proporsi: Hasil dari Trial and eror. %CA = 49,03 %FA = 44,35 %FF = 6,62 Tabel 9 Perhitungan Berat Material dan Aspal Jadi: Pb = {0,035 x (49,03)} + {0,045 x (44,35)} + {0,18 x (6,62)} + 1 = 6 % Diperoleh nilai tengah variasi kadar aspal rancangan yang diurutkan dua variasi kadar aspal ke bawah dan dua variasi kadar aspal ke atas dengan interval 0,5%. Yaitu: 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7%. Persentase terhadap berat total agregat yang digunakan yaitu 1.145 gram. Hasil proporsi agregat campuran Laston lapis aus (asphalt concrete-wearing course) seperti pada Tabel 8 berikut: Tabel 8 Proporsi Agregat Dalam Campuran Berdasarkan proporsi yang telah ditetapkan, selanjutnya dilakukan perhitungan berat material dan aspal untuk pembuatan benda uji. Perhitungan berat material dan aspal dalam campuran berdasarkan proporsi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut: Hasil Pengujian Marshall Setelah perhitungan komposisi campuran (mix design) maka selanjutnya adalah pembuatan briket atau benda uji. Dalam penelitian ini setiap proporsi campuran dibuat masing-masing 3 briket. Pembuatan benda uji mengikuti prosedur pada manual pemeriksaan bahan jalan PC 021-76. Jumlah tumbukan yang digunakan adalah 2x75 kali tumbukan dengan asumsi jalan digunakan untuk lalu lintas sedang, beban berat (luar kota). Benda uji yang telah dipadatkan, kemudian didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam, kemudian ditimbang dalam suhu ruang beratnya ditetapkan. Selanjutnya benda uji tersebut direndam selama 24 jam, kemudian ditimbang dalam air dan berat ditetapkan. Setelah benda uji diangkat dan ditetapkan beratnya. Sebelum pengujian dengan alat Marshall dilakukan, benda uji direndam terlebih dahulu dengan bak berisi air panas (water bath), dengan temperatur 60 C selama 30-40 menit. Pada uji Marshall diperoleh besar-besaran seperti stabilitas dan flow. Hasil pengujian laboratorium dapat dilihat pada Tabel 5.18. 46
Tabel 10 Hasil Pengujian Marshall Sifat-sifat Marshall Menggunakan Campuran Oli Bekas Setelah didapat kadar aspal optimum maka dibuat 9 briket untuk pencampuran 3 (tiga) variasi 3%, 4%, 5% dari kadar aspal optimum (6,15%). Setiap variasi berjumlah 3 (tiga) sampel. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Stabilitas adalah kemampuan lapisan, perkerasan menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis. Dari Gambar 2 nilai stabilitas menurun seiring dengan adanya penambahan oli, dan mencapai titik terendah sebesar 796 kg pada campuran oli bekas 5%. Nilai tersebut berada di bawah spesifikasi nilai stabilitas yaitu >800 kg. Kelelehan plastis adalah suatu perubahan keadaan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat penambahan beban sampai terjadi keruntuhan. Dari Gambar 3 terlihat nilai kelelehan (Flow) meningkat seiring dengan penambahan oli bekas, mdan berada di atas nilai minimal spesifikasi. 47
dari 3% sampai 5% membuat nilai VIM bertambah dan melebihi batas maksimal yaitu 5%. Kepadatan (densitas) merupakan bagian yang paling penting dalam suatu campuran perkerasan. Kepadatan yang baik akan memberikan stabilitas yang baik pula pada suatu campuran perkerasan. Hal ini diperlukan untuk menjaga keutuhan dan ketahanan dari campuran perkerasan. Dari hasil pengujian Marshall yang terlihat pada Gambar 4 nilai kepadatan terus meningkat seiring penambahan oli bekas. Rongga terisi aspal adalah persentase dari rongga antar butir yang berisi aspal efektif. Nilai VFB yang terlalu kecil mengakibatkan daya lekat antar agregat menjadi kurang sehingga mudah lepas dan berpengaruh pada durabilitas. Sebaliknya apabila nilai VFB terlalu besar, kemungkinan terjadi bleeding juga semakin besar juga semakin besar. Pada Gambar 6 dapat dilihat nilai VFB semakin menurun dengan adanya penambahan persentase oli bekas. Pada campuran oli bekas sebesar 4% dan 5%, nilai-nilai VFB tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan yaitu sebesar minimum 65%. Rongga udara dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat. Pada Gambar 5 dapat dinilai rongga udara (VIM) pada campuran 0% oli bekas, nilainya di antara batas spesifikasi. Namun penambahan oli bekas 48
Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). Dihitung berdasarkan BJ Bulk agregat dan dinyatakan sebagai persen volume Bulk campuran yang dipadatkan. Dari Gambar 7 terlihat bahwa pada campuran oli bekas mulai dari 0% sampai 5% ternyata memenuhi spesifikasi minimal 15%. Hasil bagi Marshall adalah hasil bagi dari nilai stabilitas dengan Flow. Peningkatan nilai hasil bagi Marshall disebabkan adanya peningkatan nilai stabilitas dan disertai penurunan nilai Flow, hal ini disebabkan akibat perubahan kerapatan campuran. Semakin besar nilai hasil bagi Marshall berarti campuran perkerasan semakin kaku, karena nilai stabilitas semakin tinggi. Sebaliknya semakin kecil nilai hasil bagi Marshall berarti campuran semakin lentur karena nilai stabilitas menurun. Seperti dilihat pada Gambar 8 pada campuran oli bekas sebesar 0% sampai 4% nilai-nilai. Hasil Bagi Marshall masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan yaitu di atas 250 kg/mm sebagai nilai minimum. Namun sudah tidak memenuhi spesifikasi minimum ketika campuran oli bekas mencapai 5%. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Aspal yang digunakan adalah aspal Pertamina dengan penetrasi 60/70. 2. Berdasarkan uji aspal yang dilakukan maka dapat dikatakan bahwa aspal yang digunakan sudah memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan (berdasarkan SNI). 3. Agregat yang digunakan adalah agregat kasar (CA), agregat sedang (MA) dan agregat halus (pasir dan abu batu). 4. Berdasarkan uji agregat maka dapat dikatakan bahwa seluruh agregat yang digunakan sudah memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan (SNI) 5. Proporsi campuran adalah agregat kasar 22%, agregat sedang 23%, abu batu 42%, pasir 13%. 6. Pengurangan berat aspal yang digantikan oleh oli bekas adalah sebesar 3%, 4% dan 5%. 7. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilainilai. Karakteristik Marshall untuk AC-WC yang menggunakan bahan ganti oli bekas (Minyak Pelumas Bekas) sebesar 3%, dan 4% masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Dengan demikian penggunaan oli bekas (Minyak Pelumas Bekas) sebagai bahan ganti aspal sampai sebesar 4% untuk lapis perkerasan jalan (AC-WC) untuk Kota Palangka Raya adalah layak. Sedangkan pemakaian oli berkas 5% tidak memenuhi persyaratan. Saran Saran dari penelitian ini adalah: 1. Penggunaan MPB untuk lapis perkerasan jalan (AC-WC) selain berguna dalam penghematan biaya konstruksi juga berguna dalam pelestarian lingkungan. 49
2. Penelitian lanjutan untuk penggunaan MPB dalam konstruksi jalan perlu dilakukan. DAFTAR PUSTAKA AASHTO, 1990, Standar Spesifications For Transportation Materials And Metods of Sampling and Testing. Part I, Spesifications, Fifteenth Edition. Washington,D.C. Ambarwati, Eka., 2010, Kajian Kuat Tekan Terhadap Karakteristik Aspal Beton Pada Campuran Hangat Dengan Modifikasi Agregat Baru- Rap Dan Aspal Residu Oli, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk Pelaksanaan Lapis aspal beton (Laston) Untuk Jalan Raya. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pusat Pelatihan Jasa Konstruksi (PUSLATJAKONS) Proyek Pengembangan dan Pembinaan Konstruksi, 2004, Material Campuran Aspal Panas, LTA-05-2004. Hadsari, Vienti., 2009, Kajian Karakter Marshall pada Asphalt Concrete dalam Campuran Material RAP dengan Residu Oli, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Harold N. Atkins, 1997, Highway Materials, Soils and Concretes, 3th Edition Prentice Hall, New Jersey. Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Spesifikasi Umum, Edisi 2010 (Revisi 1). Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil, 1997, Panduan Praktikum Pemeriksaan dan Pengujian Bahan Perkerasan Jalan Raya, Semarang: Fakultas Tenik Universitas Diponegoro Prasetyo, Kukuh Budi., 2007, Pengaruh Penggunaan Modifier Oli Bekas Pada Campuran Perkerasan Lasbutag Dengan Sistem Hotmix. Putrowijoyo, Rian., 2006, Kajian Laboratorium Sifat Marshall Dan Durabilitas Asphalt Concrete- Wearing Course (AC-WC) Dengan Membandingkan Penggunaan Antara Semen Portland Dan Abu Batu Sebagai Filler, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang. Sholihah, Afni Badriyatus, 2005, Pengaruh Nilai Penetrasi Kombinasi Aspal Penetrasi 60/70 Dengan Residu Oli Terhadap Karakteristik Marshall Pada Campuran Hot Rolled Shet- Wearing Course (Hrs-Wc), Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Sukirman, Silvia., 2003, Buku Beton Aspal Campuran Panas, Edisi 1, Granit, Jakarta. www.laskarsuzuki.bogdetik.com/ dampakdanbahaya- pengelolaan-tidak.html, 2011, diakses 2 April 2013. 50