JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 7 (2014) Copyright 2014

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014

Oleh : Iin Suhartini NIM : Pembimbing : Haris Retno Susmiyati, S.H., M.H. La SYarifuddin, S.H., M.H. ABSTRAK

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA [LN 2009/4, TLN 4959]

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

BAB III PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : dapat dilaksanakan secara maksimal.

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 81/PUU-XIII/2015 Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penulisan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. maka dapat dibuat beberapa kesimpulan diantaranya:

BAB IV PENUTUP. 1. Pendapat hakim Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu mengenai hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014

BAB III PENUTUP. karena adanya hambatan-hambatan sebagai berikut: informasi bahwa akan adanya penertiban.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Aksi Penambangan Timah Ilegal di Desa Perawas Kecamatan

Daftar Pustaka. Ade Saptomo, 2010, Hukum dan Kearifan Lokal Revitalisasi Hukum Adat Nusantara, PT. Grasindo, Jakarta

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

KEWENANGAN PEMERINTAH DAN POTENSI PENERIMAAN PAJAK PADA SEKTOR PERTAMBANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENJUALAN DAN/ATAU RENCANA PENGIRIMAN HASIL TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tiga asas yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 1

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

IMPLEMENTASI RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOS-KOSAN (STUDI DI KELURAHAN GUNUNG KELUA)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 81/PUU-XIII/2015 Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB III PENUTUP. Kabupaten Bantul dalam rangka pengamanan pasir di wilayah pesisir di

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. termasuk bahan galian pertambangan. Indonesia memiliki ketergantungan

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dr. H. Salim HS., S.H., M.S. HUKUM TAMBANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penulisan hukum ini sebagai berikut: menggunakan telepon seluler pada saat berkendara adalah langsung

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. hukum modern, fungsi negara tidak hanya sebatas fungsi Eksekutif, Legislatif

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

PENGELOLAAN TANAH DESA DI DESA PANCA JAYA KECAMATAN MUARA KAMAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA SKRIPSI

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

KEKUATAN HUKUM PERDA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud butir air di atas, perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah;

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

PEMBAGIAN URUSAN PENGELOLAAN MINERAL DAN BATUBARA PASCA UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DAN PERUBAHANNYA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Pelaksanaan perlindungan kawasan hutan melalui pengawasan alat

BAB I PENDAHULUAN. yang memberikan kesejahteraan, berkesinambungan dan berwawasan lingkungan,

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB III PENUTUP. sebelumnya, Penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAN PEMANFAATAN ENERGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Reklamasi Pantai di Kota Bandar Lampung. Eka Deviani.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 7 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERTAMBANGAN PASIR TANPA IZIN DI DESA TELUK DALAM KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Abstrak Diyas Jaya Kesuma Wardana 1 (diyasjkw@rocketmail.com) Haris Retno Susmiyati 2 (harisretno@yahoo.co.id) Rini Apriyani 3 (harisretno@yahoo.co.id) Pasir termasuk bahan tambang mineral bukan logam dan batuan/bahan galian golongan C. Pertambangan pasir merupakan salah satu pertambangan rakyat yang dimana sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan BatuBara. Secara khusus diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Izin Usaha Pertambangan Golongan C dan Peraturan Daerah Kabuaten Kutai Kartanegara Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan Umum. Kegiatan pertambangan pasir di Sungai Mahakam ternyata tidak memiliki K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) serta kegiatan tersebut tidak disertai dengan Izin Pertambangan yang sesuai dengan Peraturan yang berlaku sehingga kegiatan ini dapat dikenai sanksi. Kurangnya pengawasan, pembinan, pemberian informasi serta penyuluhan Instansi Pemerintah terhadap hal ini merupakan suatu penyebab terjadinya usaha pertambangan pasir tanpa izin. Saran yang diajukan penulis adalah agar Pemerintah Daerah Kutai Kartanegara bersikap tegas dengan mentertibkan kegiatan pertambangan pasir yang tidak memiliki izin dengan melaksanakan program Inspeksi, Penyuluhan dan Edukasi yang berkelanjutan bagi masyarakat pesisir sekitar pertambangan pasir dan para pelaku usaha pertambangan pasir agar pelaku usaha pertambangan pasir dapat melaksanakan kegiatan pertambangan pasir dengan benar sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang ada dan para buruh mendapatkan Jaminan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang jelas. Kata Kunci : Kewenangan, Penegakan Hukum, Tambang Tanpa Izin. 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 2 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 3 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 Pendahuluan Hasil kekayaan alam Negara Republik Indonesia begitu besar. Hal ini dapat di lihat dari sejarah bangsa kita di mulai pada zaman kerajaan dan penjajahan Belanda hingga sekarang. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam saat ini lebih di tekankan pada hasil alam seperti pertambangan batubara, minyak mentah, emas, mangan, pasir, dan sebagainya. Jika berbicara mengenai sumber daya alam, tentu saja kita harus mengetahui tentang beberapa jenis sumber daya alam yang terkandung di permukaan bumi dan perut bumi. Sumber daya alam meliputi sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui merupakan segala hasil alam yang berasal dari permukaan bumi yang dapat di manfaatkan terus-menerus. Dalam hal ini makhluk hidup karena jumlahnya yang tidak akan pernah habis. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui merupakan segala hasil alam yang didapat luar atau dari dalam perut bumi yang jumlahnya terbatas dan akan habis apabila dimanfaatkan secara terus-menerus, seperti pemanfaatan bahan galian atau pertambangan emas, minyak mentah lepas pantai dan sebagainya. Makna dari penjabaran diatas telah termuat dalam beberapa Peraturan Perundang-Undangan yang diantaranya adalah sebagai berikut : Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut Bumi, air dan kekayaan alam lainnya dikuasai oleh Negara dan sebesarbesarnya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Hingga saat ini belum pernah ada penjelasan maupun kejelasan secara resmi tentang makna dikuasai oleh Negara. Namun dapat dipastikan, dikuasai oleh Negara tidak sama dengan 2

Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) dimiliki Negara. Kerangka penguasaan Negara atas pertambangan mengandung pengertian Negara memegang kekuasaan untuk menguasai dan mengusahakan segenap sumber daya bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia. Hal ini dapat diartikan sebagai tugas Negara secara adil, jujur dan terbuka terhadap bangsa dalam mengelola maupun memanfaatkan hasil alam di Indonesia. 4 Khusus mengenai penjelasan sumber daya alam berupa batu bara dan mineral lainnya sekarang ini di atur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Pertambangan. Daerah dalam hal ini bertindak lebih lanjut untuk membuat PERDA (Peraturan Daerah). Demikian pula pada Kabupaten Kutai Kartanegara dalam memperoleh PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan penghasilan dari izin tambang di dasarkan pada Peraturan Daerah Kabuapten Kutai Kartanegara Nomor 02 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan Umum serta Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Izin Usaha Pertambangan Golongan C. Kemudian berkaitan dengan proses izin penambangan batubara dan mineral tersebut, maka dalam sistem pemerintah telah diatur pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, 4 Saleng Abrar, 2004, hukum pertambangan, UII Press, Jakarta, halaman 21 3

Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebagai Kewenangan Daerah Dan Kebijakan Lebih Lanjut Mengenai Batubara Dan Mineral Lainnya. Pembahasan A. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pertambangan Pasir Tanpa Izin Di Desa Teluk Dalam Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Belanda bevoegdheid (yang berarti wewenang atau berkuasa). Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata Pemerintahan (Hukum Administrasi), karena pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Kewenangan itu sendiri ada 2 yaitu kewenangan Atribusi dan kewenangan Delegasi. Kewenangan Atribusi, terjadinya pemberian wewenang Pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam Peraturan Perundang- Undangan. Atribusi kewenangan dalam Peraturan perundang-undangan adalah pemberian kewenangan membentuk Peraturan Perundang-undangan yang pada puncaknya diberikan oleh UUD 1945 atau UU kepada suatu lembaga Negara atau Pemerintah. Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap diperlukan. Disini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. 4

Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) Legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang Pemerintahan dibedakan : Original legislator, dalam hal ini di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk Undang-undang Dasar dan DPR bersama Pemerintah sebagai yang melahirkan suatu Undang-undang. Dalam kaitannya dengan kepentingan daerah, oleh Konstitusi diatur dengan melibatkan DPD. Di tingkat daerah yaitu DPRD dan Pemerintah Daerah yang menghasilkan Peraturan Daerah. Artinya Kewenangan Atribusi Ialah kewenangan yang diberikan langsung oleh Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan Kewenangan Delegasi yaitu terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan Kewenangan Atribusi yang dimana kewenangan langsung diberikan oleh Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, menjelaskan Pemerintahan Daerah menurut Pasal 1 angka (3) adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara 5

Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 Republik Indonesia Tahun 1945. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. B. Penegakan Hukum Terhadap Pertambangan Pasir Tanpa Izin B.1. Pemberian izin pertambangan pasir di Sungai Mahakam Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidahkaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. 5 Jadi penegakan hukum terhadap pertambangan pasir tanpa izin, sangat perlu dilakukan, agar terciptanya kepastian, rasa aman, tenteram, ataupun kehidupan yang rukun akan dapat terwujud. Berdasarkan Pasal 35 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, Usaha Pertambangan dilaksanakan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP). IUP diberikan oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya setelah mendapat WIUP. WIUP mineral logam dan batubara diberikan dengan cara lelang, sedangkan WIUP mineral bukan 5 Soerjono Soekanto dkk, 1986, Suatu Pengantar Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta, Halaman 7. 6

Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) logam dan bebatuan diberikan dengan cara permohonan wilayah. Mengingat belum adanya rekomendasi dari DPR-RI sebagaimana pelaksanaan Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral cq. Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara menerbitkan Surat Edaran Nomor 08.E/30/DJB/2012 Tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan terbit tanggal 6 Maret 2012 dan ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di Seluruh Indonesia. Saat ini dengan terbitnya surat edaran tersebut, maka para Gubernur dan Bupati/Walikota diseluruh Indonesia diminta untuk menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai ditetapkannya WP. Jadi, Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Kutai Kartanegara untuk saat ini tidak akan mengeluarkan surat izin usaha pertambangan, karena ada Surat Edaran dari Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 08.E/30/DJB/2012 Tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan, yang menghimbau kepada seluruh Pemerintah Kota/Kabupaten seindonesia untuk tidak mengeluarkan izin usaha pertambangan untuk sementara sampai dengan waktu yang tidak ditentukan setelah ditetapkannya Wilayah Pertambangan. 7

Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 B.2. Faktor Yang Mempengaruhi Pertambangan Pasir Tanpa Izin Di Tenggarong Seberang B.2.1. Substansi Dari Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Tentang Pertambangan Pasir Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, pada Pasal 158 menyebutkan Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Artinya dalam Undang-undang ini memang tidak disebutkan dengan jelas bahwa apakah perlunya memiliki izin usaha pertambangan itu sendiri. Akan tetapi pada Pasal 158 dapat kita pahami bahwa setiap orang/badan hukum yang melakukan pertambangan mineral dan batubara tanpa disertai dengan izin usaha pertambangan akan dikenai sanksi, dengan kata lain usaha pertambangan mineral dan batubara wajib menggunakan izin usaha pertambangan agar legal dimata hukum. Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan Umum Daerah, pada Pasal 8 menyebutkan setiap kegiatan pertambangan umum daerah dapat dilaksanakan setelah mendapat IUP dari Bupati 8

Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) atau Pejabat yang ditunjuk/berwenang memberikan IUP. Sudah diketahui bahwa Pasal 8 ini sudah jelas, yang dimana setiap usaha pertambangan dapat dilakukan dan dilaksanakan jika sudah mendapatkan IUP, jika tidak ada IUP tetapi tetap melakukan kegiatan pertambangan maka sesuai dengan Pasal 28 Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan Umum Daerah akan dikenai Sanksi pidana kurungan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah). B.2.2. Aparatur Negara Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Kutai Kartanegara yang bertindak sebagai pengawas terhadap usahausaha pertambangan yang ada, baik itu pertambangan dalam skala kecil maupun besar yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Mempunyai inspektur tambang yaitu pelaksana pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan dan energi Kabupaten Kutai Kartanegara. Kerjasama dilakukan oleh Dinas Pertambangan Dan Energi dengan Satuan Polisi Pamong Praja dan Kepolisian Resort Kutai Kartanegara, tapi pada kenyataannya tidak terciptanya kerjasama yang baik dan murni, artinya kerjasama yang dilakukan selama ini dilakukan dengan memberikan sejumlah uang kepada pihak 9

Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 yang diajak kerjasama, baik Satuan Polisi Pamong Praja maupun Kepolisian Resort Kutai Kartanegara. Jadi dapat dikatakan lancar tidaknya hubungan antara kerja sama tersebut diatur dengan sejumlah uang yang harus diberikan. Selain hal diatas, hal yang dapat mempengaruhi kegiatan pertambangan pasir tanpa izin adalah kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Kutai Kartanegara terhadap masyarakat sekitar daerah tambang. Jika dilakukan sosialisasi yang benar kepada masyarakat sekitar tambang maupun masyarakat luas dengan tujuan meluruskan pandangan masyarakat yang tidak benar dan salah terhadap pertambangan pasir tanpa izin yang telah mereka lakukan. B.2.3. Budaya Hukum Masyarakat Ada beberapa faktor yang mempengaruhi budaya hukum masyarat yang menyebabkan terjadinya pertambangan pasir tanpa izin di Desa Teluk Dalam Kecamatan Tenggarong Seberang, faktor tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Tingkat Pengetahuan Untuk Mengurus Perizinan 2. Tingkat Kerumitan Untuk Mengurus Perizinan 3. Pola Pikir Pengusaha Tambang Pasir Yang Tidak Memiliki Izin 10

Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) Budaya hukum masyarakat yang menganggap mengurus perizinan pertambangan pasir rumit adalah salah satu factor yang menyebabkan timbulnya pertambangan tanpa izin (illegal mining), sesuai dengan pendapat soerjono soerkanto bahwa faktor reaksi sosial dalam masyarakat dapat menimbulkan sebuah kejahatan, perilaku menyimpang tersebut dapat pula dijelaskan melalui suatu pendekatan sosiogenik dalam kriminologi yang menekankan pada aspek-aspek prosesual dari terjadi dan berlangsungnya penyimangan terutama dalam hubungannya dengan reaksi sosial. Dengan adanya budaya seperti ini di masyarakat, sehingga mengakibatkan kerugian sendiri, walaupun Peraturan perundang-undangan telah mengaturnya. Penutup A. Kesimpulan 1. Kurangnya pengawasan, pembinaan, pemberian informasi atau penyuluhan mengenai pemanfaatan bahan mineral bukan logam dan batuan khususnya pasir sungai Mahakam oleh pajabat Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Kutai Kartanegara secara langsung kepada masyarakat yang melakukan kegiatan pertambangan pasir sehingga para pelaku usaha pertambangan pasir menganggap mengurus perizinan pertambangan pasir rumit dan mengakibatkan timbulnya pertambangan pasir tanpa izin 11

Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 2. Kegiatan pertambangan pasir di sungai Mahakam pada Desa Teluk Dalam merupakan kegiatan pertambangan rakyat yang Illegal (tidak sah) karena tidak disertai dengan izin sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral Dan Batubara pada pasal 47 ayat 1, 2, dan 3, pasal 48 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5 mengenai Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral cq. Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara menerbitkan Surat Edaran Nomor 08.E/30/DJB/2012 Tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan terbit tanggal 6 Maret 2012 dan ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di Seluruh Indonesia. Dengan terbitnya surat edaran tersebut, maka para Gubernur dan Bupati/Walikota diseluruh Indonesia diminta untuk menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai ditetapkannya WP. Pemerintah Daerah sedang menguji Rancangan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintah berharap agar para pelaku usaha pertambangan pasir dapat bekerja sama setelah Peraturan Daerah disahkan, jika tidak Pemerintah Daerah akan memberikan sangsi yang tegas kepada pelaku usaha pertambangan pasir yang masih tidak mengikuti Peraturan yang ada. 12

Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) B. Saran 1. Memberikan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku terhadap pelaku usaha pertambangan pasir yang tidak disertai dengan izin pertambangan rakyat. Pengawasan langsung dan berkesinambungan harus dilakukan oleh Dinas Pertambangan Mineral Dan Energi Kabupaten Kutai Kartanegara terhadap pelaku usaha pertambangan pasir agar tertib membayar pajak dapat terlaksana. 2. Mentertibkan kegiatan usaha pertambangan pasir yang tidak disertai dengan izin dengan mengadakan program inpeksi, penyuluhan, serta edukasi berkelanjutan bagi masyarakat penambang pasir yang tidak memiliki izin agar para pelaku usaha penambang pasir dapat menjadi wajib pajak dan buruh mendapatkan jaminan kesehatan kerja dan keselamatan kerja yang jelas. Daftar Pustaka A. Buku Alim, Achmad, 1996, Menguak Tabir Hukum : Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis, Chandra Pratama, Jakarta Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Grafindo Persada, Jakarta Bahasa, Pusat, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Hs, Salim, 2005, Hukum Pertambangan Di Indonesia, Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta Manan, Abdul, 2006, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta Muhammad, Abdul Kadir, 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung 13

Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 Santoso, Urip, 2005, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta Saleng Abrar, 2004, Hukum Pertambangan, UII Press, Jakarta S, Nasution, 1992, Metode Penelitian Naturlistik Kualitatif, CV. Tarsito, Bandung Soekanto, Soejono, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta Soekanto, Soejono dkk, 1986, Suatu Pengantar Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta Soemitro, Ronny Hanitijo, 1990, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta Sunggono, Bambang, 2005, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suryabrata, Sumardi, 1998, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Usman, Husaini Dan Purnomo Setiady Akbar, 2003, Metodologi Penelitian Sosial, PT.Bumi Aksara. Waluyo Bambang, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok Pertambangan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Izin Usaha Pertambangan Golongan C Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan Umum C. Jurnal Ilmiah Dan Artikel Internet http://nasional.kompas.com/read/2012/11/22/22392679/kewenangan.da erah.semakin.besar yang diakses pada tanggal 25 oktober 2013, pada pukul 10.13 WITA http://www.dprdkutaikartanegara.go.id/bacawarta.php?id=846 di akses pada tanggal 10 Oktober 2013, pada pukul 20.15 WITA 14

Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) http://www.poskotakaltim.com/berita/read/13845- Pemkab%20Bisa%20Bina%20Usaha%20Tambang%20Pasir di akses pada tanggal 10 Oktober 2013, pada pukul 20.20 WITA http://sukamto-sungaimahakam.blogspot.com/ di akses pada tanggal 25 Oktober 2013, pada pukul 11.00 WITA http://www.dprdkutaikartanegara.go.id/bacawarta.php?id=1159 di akses pada tanggal 10 Oktober 2013, pada pukul 20.30 WITA 15