I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

Berikut tips mengenali dan memilih pangan yang berasal dari hewan yang memenuhi kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau.

PAPER BIOKIMIA PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan susu segar sebagai bahan dasarnya, karena total padatan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDAHULUAN. Latar Belakang Produk pangan yang memiliki kandungan gizi dan. kesehatan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi sekaligus

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang tinggi seperti protein, lemak vitamin B (vitamin B 6 /pridoksin, vitamin

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Lama Penyimpanan Makanan Khas Dayak Telu Ikan Furud (Garra sp) Terhadap Angka Lempeng Total (ALT)

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

Sosis ikan SNI 7755:2013

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Susu Kambing. Dipasteurisasi 70 o C. Didinginkan 40 o C. Diinokulasi. Diinkubasi (sampai menggumpal) Yoghurt.

BAB I PENDAHULUAN. Santoso (2009) menyatakan bahwa yoghurt merupakan produk susu. yang difermentasi. Fermentasi susu merupakan bentuk pengolahan susu

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

BAB I. Pendahuluan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dijelaskan dalam firman-nya dalam surat al-baqarah ayat 168 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan Yoghurt Page 1

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

Analisa Mikroorganisme

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UJI COLIFORM FECAL PADA IKAN LELE (Clarias batracus) DAN IKAN KAKAP. (Lates calcarifer) DI WARUNG TENDA SEA FOOD SEKITAR KAMPUS

bahan baku es balok yang aman digunakan dalam pengawetan atau sebagai

I. PENDAHULUAN. dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi sebesar

BAB I PENDAHULUAN. baik sekali untuk diminum. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju,

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap dan seimbang, selain itu bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) menyatakan bahwa daging adalah semua jaringan hewan atau ternak termasuk produk-produk proses atau manufaktur dari jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan makanan sumber pangan hewani, dan aman bagi konsumen. Menurut Lawrie (2003) daging adalah daging hewan yang digunakan sebagai makanan. Daging yang dikonsumsi oleh masyarakat selama ini berasal dari ternak yang berbeda seperti daging sapi, unggas, kambing, domba, kerbau, kijang dan kuda. Salah satu jenis bahan pangan berupa daging yang disukai oleh masyarakat adalah daging kerbau. Kebutuhan terhadap daging kerbau semakin meningkat dari tahun ke tahun yang dibuktikan dengan produksi daging kerbau pada tahun 2011 hanya 1.021.749 kg sedangkan produksi daging kerbau pada tahun 2012 mencapai 1.607.797 kg (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau, 2013). Selain bernilai gizi tinggi daging kerbau dapat diolah menjadi berbagai produk pangan, seperti rendang, sate, bakso dan dendeng. Langkah-langkah untuk mempertahankan kualitas daging dapat dilakukan penanganan seperti pemanasan, pendinginan, pembekuan, penambahan bahan pengawet dan bahan pengempuk (Soeparno, 2009 ). Proses pengolahan daging kerbau memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan daging lain (daging 1

sapi, domba atau unggas), karena daging kerbau memiliki serat otot yang padat sehingga membutuhkan waktu pemasakan yang lama. Jadi, untuk mendapatkan daging yang empuk dapat dilakukan dengan perebusan. Perebusan daging dan produk olahannya akan menghasilkan hasil samping berupa kaldu. Sejauh ini hasil samping perebusan berupa kaldu belum dimanfaatkan secara optimal bahkan tidak jarang kaldu daging ini hanya dibuang percuma. Upaya pemanfaatan kaldu daging salah satunya adalah dengan menggunakan kaldu daging sebagai bahan baku pembuatan petis daging. Pemanfaatan kaldu daging sebagai bahan baku pembuatan petis diharapkan selain sebagai upaya peningkatan nilai ekonomis kaldu daging juga dapat mengurangi beban pencemaran lingkungan. Petis daging merupakan produk olahan hasil ekstrak daging, ikan dan bahan lainnya yang banyak berkembang di daerah Jawa. Pengolahan petis juga telah dimodifikasi dengan proses fermentasi mikroba. Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk menambah citarasa yang berbeda dengan diproduksinya asam dan alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karakteristik flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Kelemahan petis daging saat ini adalah kurang terkontrolnya proses pembuatan petis daging, karena penanganan yang tidak benar dan pengolahannya masih dikerjakan secara tradisional serta kurangnya perhatian terhadap higiene sanitasi pengolahan yang pada umumnya hanya mengandalkan fermentasi spontan dengan mikroorganisme alami yang ada sehingga rentan terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen. Cara tersebut menyebabkan kualitas dan stabilitas 2

produk tidak terjaga, demikian juga dengan keamanan produk belum terjamin, padahal petis daging merupakan salah satu makanan asli di Indonesia. Oleh karena itu, penambahan mikroba berupa asam laktat dalam proses fermentasi petis daging sangat diperlukan karena bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak disukai, yaitu bakteri penyebab kebusukan dan bakteri patogen (Pramono dkk., 2009). Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) yang dikutip dari Anies (2003) dan Purnomo (1995) lebih dari 80% keracunan makanan disebabkan oleh bakteri patogen. Beberapa bakteri patogen pada pangan asal ternak yang dapat membahayakan kesehatan manusia adalah Coliform, Escherichia coli, Salmonella sp., Staphylococcus sp. dan Pseudomonas (Gustiani, 2009). Pangan yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan menjadi berlendir, berjamur, daya simpannya menurun, berbau busuk dan rasa tidak enak serta menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi. Oleh karena itu, produk pangan harus memenuhi syarat mutu yang sudah ditetapkan. Berdasarkan SNI 7388:2009, cemaran Coliform pada produk olahan daging harus 10 APM/g, Escherichia coli maksimal < 3 APM/g dan Salmonella sp. negatif. Pramono dkk. (2007) menyatakan jika dilihat dari perubahan mikrobiologis sebaiknya fermentasi cairan bakal petis daging dihentikan pada jam ke-40 untuk efisiensi waktu karena tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara jam ke-40 dengan jam ke-48, juga jika dilihat dari jumlah total mikroba, jumlah yeast, jumlah coliform, bakteri pembentuk bioamin dan jumlah bakteri asam laktat. Pramono dkk. (2008) juga menyatakan bahwa fermentasi spontan daging terbaik dengan larutan garam 20% (b/b) selama 46 jam fermentasi mampu 3

menekan bakteri pembusuk dan bakteri patogen hingga 10 2-10 3 CFU/g, serta menghasilkan protein terlarut yang cukup tinggi dan kandungan histamin yang paling rendah dibandingkan dengan konsentrasi larutan garam yang lain. Berdasarkan hasil penelitian Pramono dkk. (2011) bahwa penambahan starter bakteri asam laktat (Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus) 0% hingga 6% belum mampu memperbaiki keamanan dan stabilitas petis daging, tetapi berpengaruh nyata terhadap warna dan kekentalan, yang ini diduga karena adanya reaksi browning (pencokelatan) dan proses gelatinisasi. Bakteri asam laktat hasil isolasi dari fermentasi petis daging mempunyai kemampuan aktivitas antagonisme terhadap bakteri pembusuk, patogen dan penghasil histamin (Pramono dkk., 2009). Kerusakan pada petis biasanya disebabkan oleh jamur dan bakteri. Hal ini disebabkan karena produk petis tidak ditangani, diolah, disimpan, didistribusikan dan dipasarkan dengan cara dan alat yang tidak higienis dan saniter. Berdasarkan uraian di atas, telah dilakukan penelitian mengenai Analisis Cemaran Bakteri Patogen pada Petis Daging Kerbau dengan Penambahan Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Pemilihan daging kerbau sebagai bahan baku atas dasar daging kerbau di Riau merupakan ternak plasma nutfah dan pemanfaatan kaldu daging kerbau belum banyak digunakan. 1.2. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan bakteri patogen yaitu Coliform, Escherichia coli dan Salmonella sp. pada petis daging kerbau dengan penambahan Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. 4

1.3. Manfaat Manfaat penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan bakteri patogen pada petis daging kerbau dengan penambahan Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Diharapkan skripsi ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai kualitas petis daging kerbau yang difermentasi dengan Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus sebagai sumber pangan alternatif, khususnya di wilayah Riau. 1.4. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah bakteri patogen tidak terkandung pada petis daging kerbau dengan penambahan Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus/sesuai SNI 7388:2009. 5