BAB I PENDAHULUAN. kemasyarakatan (sosiologis), hakikat kemanusiaan (human nature) dan asalusulnya (antropologis), dan moral (ethics).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor yang penting dalam membentuk akhlak sejak anak usia dini.

ج اء ك م ر س ول ن ا ي ب ي ن ل ك م ك ث ير ا م ما ك ن ت م ت خ ف و ن م ن ال ك ت اب و ي ع ف و ع ن ك ث ير ق د ج اء ك م م ن الل ه ن ور و ك ت اب

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena keterbatasan kemampuan manusia. hubungannya dengan manusia lainnya, baik dirumah, sekolah, tempat berkerja

BAB I PENDAHULUAN. PT Rineka Cipta, 2000), hlm S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi

BAB I PENDAHULUAN. terutama generasi muda sebagai pemegang estafet perjuangan untuk mengisi

BAB I PENDAHULUAN. Allah swt Berfirman. dalam surat Al-Mujadallah ayat 11.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. diantara ajaran tersebut adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya untuk memecahkan persoalan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tatang, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm Ibid., hlm

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian menunjukkan bahwa rutinitas ibadah shalat wajib memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan, kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menghadapi segala tantangan yang akan timbul, lebih-lebih dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh kualitas sumber daya manusianya. Untuk meningkatkan kualitas manusianya

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren), (Semarang: Walisongo Press, 2009), hlm. 19. hlm. 359.

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan pada dasarnya. tidak hanya menyampaikan dan memberi hafalan. Pendidikan yang ideal

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah akan senantiasa meninggikan derajat bagi orang-orang yang beriman dan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu saja, melainkan seluruh individu yang mengaku dirinya muslim. 1

BAB I PENDAHULUAN. Guru adalah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Ismail SM. Et. All. Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. 1 Di atas sudah jelas bahwa pendidikan hendaknya direncanakan agar

BAB I PENDAHULUAN. selesai sampai kapanpun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini, karena

BAB I PENDAHULUAN. peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia, untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. jawabanya dihadapan-nya, sebagaimana Allah SWT berfirman :

Hukum Menyekolahkan Anak di Sekolah Non-Muslim

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengamalkan dan menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. 1

Cece Abdulwaly. Diterbitkan oleh: melalui:

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh pendidikan formal informal dan non-formal. Penerapan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Pada lembaga-lembaga pendidikan tersebut mata pelajaran agama

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 286

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas akhlak seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi iman dalam

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan primer manusia sebagai makhluk sosial bahkan pada situasi tertentu,

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu aspek penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku manusia dalam perspektif Al-Qur an merupakan wujud dari. penyesuaian diri dengan pengalaman hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. dan mendidik hingga pada akhirnya terjadi keseimbangan antara fisik dan mental.

BAB I PENDAHULUAN. masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Pendidikan memberikan

BAB I PEDAHULUAN. Pendidikan juga mengarahkan pada penyempurnaan potensi-potensi yang

BAB I LATAR BELAKANG. kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmaniahnya, pikiran-pikirannya,

BAB 1 PENDAHULUAN. disisi Tuhan-Nya, dan untuk berpacu menjadi hamba-nya yang menang di

BAB I PENDAHULUAN. orang yang berhasil di Masyarakat. Keluarga terdiri dari ayah ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia pertama, sebagaimana al-qur an menyatakan. berkembang sesuai dengan kondisi dan konteks lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk lainnya, oleh karena dia dibekali akal pikiran, dan ilmu. didik dengan segala lingkungan dan sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Al-Qur an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan menggunakan fitrah tersebut manusia belajar dari keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk hal yang sangat diperhatikan di Indonesia disamping bidang yang lainnya.

Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 85.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan dalam masyarakat. Aspek perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal yang paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Negara Indonesia sebagai negara yang berkembang, telah

BAB I PENDAHULUAN. ketakwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selanjutnya mampu membekali

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan. 1 Istilah

BAB I PENDAHULUAN. politik, sosial, dan lain sebagainya. Permasalahan-permasalahanan tersebut kerap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari yang diharapkan. Banyak siswa yang mempunyai perilaku menyimpang,

PEMBINAAN MENTAL GENERASI MUDA MENGHADAPI ERA GLOBALISASI

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok manusia dapat berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan emosional dalam prestasi didunia kerja. emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, empati dan kecakapan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pembelajaran kepada siswa (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan individu yang sedang berkembang dimana mereka

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Mujadilah ayat 11:

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah. Sekaligus memegang tugas-tugas dan fungsi ganda,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

HUKUM ISLAM DALAM TATA KELOLA HAID DAN PROBLEMATIKANYA. Mursyidah Thahir

Khutbah Pertama. Jamaah Jum'at yang dirahmati Allah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan dan tindakan yang diambil akan bertentangan dengan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dasar untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan berupaya

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan tersebar hampir di seluruh nusantara. Amal usaha. perguruan tinggi yang berjumlah 172 buah 1.

ISLAM IS THE BEST CHOICE

BAB I PENDAHULUAN. mendasar dalam mewujudkan pembangunan yang berkualitas baik jasmaniah

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan itu Allah Swt berfirman dalam Alquran surah At-Tahrim

PERAN ORANG TUA DALAM MEMBINA AKHLAK ANAK DI DUKUH TANON RT 07/RW 03 KELURAHAN MANJUNG KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2014

BAB I. Pendidikan mampu mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak baik

BAB I PENDAHULUAN. Kementrian Agama RI, Modul Bahan Ajar Pendidikan Dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Guru Kelas RA, Jakarta, 2014, hlm. 112.

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Maju mundur suatu bangsa sebagian besar ditentukan

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 284

BAB I PENDAHULUAN. Abdul Kholiq, dkk. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya pendidikan di negara itu. Pendidikan dalam pengertiannya yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan ibadah shalat yang dilakukan dengan benar-benar akan membentuk. manusia yang beriman dan bertaqwa serta berbudi luhur.

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang hidup dizaman sekarang, harus memiliki

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan dengan segala kelebihan dibanding dengan makhluk lain. Naluri beragama merupakan fitrah manusia sejak lahir. Agama memiliki peranan penting dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Secara terperinci, agama memiliki peranan, yang bisa dilihat dari: aspek keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan (sosiologis), hakikat kemanusiaan (human nature) dan asalusulnya (antropologis), dan moral (ethics). Manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara tidak terpisahkan memerlukan perlakuan yang dapat memuaskan keduanya, sehingga menjadi pribadi yang utuh. Untuk memiliki kepribadian yang utuh tidak mungkin terlepas dari pembinaan keagamaan yang merupakan bagian dari penentu kepribadian itu sendiri. Hal itu karena pembinaan kehidupan beragama tak dapat dilepaskan dari pembinaan kepribadian secara keseluruhan sebab ia merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri. Sikap atau tindakan seseorang dalam hidupnya tak lain merupakan pantulan pribadi yang tumbuh dan berkembang sejak ia lahir. Pribadi itu tak lain dari kumpulan pengalaman pada umur-umur pertumbuhan (dari umur nol sampai dengan masa remaja terakhir).1 Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi, karena secara yuridis agama berfungsi untuk menyuruh dan melarang. Unsur suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran masing-masing. Oleh karena itu, cukup logis kalau ajaran agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Bentuk pelaksanaan 1 Zakiah Daradjat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, Gunung Agung, Jakarta, 1970, hlm. 120. 1

2 ibadah agama, paling tidak ikut berpengaruh dalam menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna.2 Agama sangat perlu dalam kehidupan manusia, baik bagi orang tua maupun anak. Khususnya bagi anak, agama merupakan bibit terbaik yang diperlukan dalam pembinaan kepribadiannya. Kebutuhan anak kadang-kadang tidak dapat dipenuhi bila berhadapan dengan agama, nilai-nilai sosial dan adat kebiasaan, terutama apabila pertumbuhan sosialnya sudah matang, yang sering kali menguasai pikiran dan kehidupannya. Pertentangan tersebut semakin menajam bila anak berhadapan dengan berbagai situasi, misanya film yang menayangkan penampilan yang tidak sopan, mode pakaian yang seronok, buku-buku bacaan, majalah, koran yang sering menyajikan gambar tanpa mengindahkan kaidah moral dan agama, dan sebagainya. Semua itu menyebabkan anak semakin membutuhkan pemahaman akan ajaran agama, nilai-nilai akhlak, serta nilai-nilai sosial, untuk membantu dalam melawan pengaruh dan dorongan buruk, sebagai akibat dari situasi tersebut.3 Dalam diri anak, sesungguhnya pengaruh perasaan (emosi) terhadap agama jauh lebih besar daripada rasio (logika). Berapa banyak orang mengerti agama, dan agama itu dapat diterima oleh pikirannya, tetapi dalam pelaksanaannya ia sangat lemah, kadang-kadang tidak sanggup mengendalikan dirinya sesuai dengan pengertiannya itu. Berapa penting dan baiknya ajaran agama Islam, jika tidak diketahui, dipahami, dihayati dan diamalkan, tidak akan berpengaruh apa-apa dalam kehidupan manusia. Cara terpenting untuk mengetahui, memahami dan mengamalkan ajaran agama adalah melalui pendidikan, selanjutnya dilakukan pembinaan, yang dilaksanakan terus-menerus sesuai dengan kemampuan dan perkembangan jiwa dan kecerdasan manusia. 2 3 Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm. 86. Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan,CV Ruhama, Jakarta, 1995, hlm. 20.

3 Agar agama dapat dihayati, kemudian diamalkan, hendaknya agama itu masuk ke hati sanubari, kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kepribadian. Mulai sejak lahir sampai masa dewasa. Maka di samping pendidikan agama di sekolah, diperlukan pula latihan dan pembiasaan hidup sesuai dengan ajaran agama, di lingkungan yang ditempati anak tersebut. Dorongan keberagamaan merupakan faktor bawaan manusia. Apakah setelah dewasa seseorang akan menjadi sosok penganut agama yang taat, hal itu sepenuhnya bergantung pada pembinaan nilai-nilai agama oleh orang tua. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan.4 Keluarga juga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar perkembangan jiwa keagamaan. Oleh karena itu, kedua orang tua diberikan tanggung jawab dalam melakukan pembinaan dan bimbingan agama pada anak. Seperti, mengajarkan membaca Al-Qur an, membiasakan shalat serta bimbingan lainnya yang sejalan dengan perintah agama. Selain dari lingkungan keluarga, bimbingan atau pendidikan agama dapat diperoleh di lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat, baik formal maupun non formal. Dalam lingkungan sekolah hendaknya dapat diusahakan dalam memberikan pengaruh positif dalam membantu perkembangan jiwa keagamaan anak. Guru agama sebagai pendidik di lingkungan sekolah berupaya dalam pembentukan kepribadian luhur pada anak. Melalui kurikulum yang berisi materi pengajaran, sikap dan keteladanan guru sebagai pendidik serta pergaulan antar teman di sekolah berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik. Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari pembentukan moral dan kepribadian yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan jiwa seseorang. 5 Asuhan orang tua merupakan faktor yang sangat mempengaruhi bagi perkembangan kepribadian dan pemahaman tentang arti kehidupan di dunia ini oleh seorang anak. Namun bagaimana anak yang sejak kecil sudah 4 5 Bambang Syamsul Arifin, Op.Cit, hlm. 52. Zakiah Daradjat, Op.Cit, hlm. 84-85.

4 ditinggalkan oleh orang tuanya sehingga anak tersebut menjadi yatim atau yatim piatu, atau seorang anak yang hidup pada keluarga yang kurang mampu. Sehingga mereka kekurangan akan kasih sayang, perhatian, dan kebutuhan untuk keberlangsungan hidupnya. Menjadi yatim tentu bukan sesuatu yang dikehendaki dan diinginkan setiap anak. Kematian orang tua akan memberikan dampak tertentu terhadap hidup kejiwaan seorang anak, lebih-lebih bila anak itu berusia balita atau (menjelang) remaja. Tahap-tahap usia yang dianggap rawan dalam perkembangan kepribadian. Gambaran seorang anak yang merasakan kesendirian, kesenyapan hidup dalam ramainya kebersamaaan. Anak-anak yang sungguh sangat membutuhkan bantuan, perhatian dan kasih sayang. Dalam keadaan kecil mereka telah ditinggalkan orang tua mereka, sehingga membuat kehidupan mereka sepi dan terkadang kehilangan arah.6 Secara naluri, mereka lebih siap mandiri dibanding anak-anak biasa. Anak-anak yatim tidak memungkinkan membanggakan kekayaan orangtuanya, karena memang tidak ada. Karena itu bila diarahkan secara benar, rasa sadar diri terhadap Kemahaagungan Allah akan lebih totalitas. Mereka memang tidak memiliki tempat mengadu yang lain dikala hati sedang dilanda pilu. Allah-lah tempatnya melaporkan segala keluh-kesah hatinya. Tetapi, potensi kemandirian itu pun bisa mengarah kepada kerusakan bila tidak mendapatkan bimbingan yang benar. Anak-anak ini cenderung sulit diatur bila terlanjur salah didik. Mereka merasa lepas dari pengawasan, karena kebiasaan.7 Dalam hal ini panti asuhan Aisyiyah Prambatan Kudus dapat memberikan suatu upaya bimbingan Islam yang bertujuan agar anak asuhnya menjadi pribadi seorang muslim yang memiliki keteguhan iman yang kuat, memiliki semangat hidup yang tinggi, dan memiliki sopan santun dan budi pekerti yang baik serta perilaku keagamaan yang baik pula. Selain itu, anak asuhan dibina dan dibimbing dengan penuh kesadaran supaya mereka 6 Mujahidin Nur, Keajaiban Menyantuni Anak Yatim, PT Zaytuna Ufuk Abadi, Jakarta, 2008, hlm. 10 7 Ibid, hlm. 141.

5 mendapatkan kasih sayang dan perhatian sebagaimana layaknya anak-anak pada umumnya. Bahkan diberi ketrampilan sesuai dengan bakat dan minat anak asuh. Semangat untuk mengembangkan potensi-potensi anak yatim dapat dihubungkan dengan tujuan pembinaan insan menurut Islam, yaitu mengupayakan agar para yatim berkembang menjadi pribadi-pribadi berkualitas muslim, mukmin, dan muhsin yang baik dan tangguh, yang akan memancarkan segala kebajikan kepada lingkungannya. Dalam kenyataannya banyak anak yatim yang terlantar hidupnya dan menunjukkan pribadi yang buruk dan hidup dalam keputusasaan. Namun banyak pula yang berhasil dan sukses dalam hidupnya meskipun mengalami keyatiman sejak kecil. Bahwa menjadi yatim bukanlah hal yang selalu dianggap negatif justru menjadi positif dan menghasilkan kebaikan jika dibimbing dan dikembangkan dengan benar dalam kehidupan nyata. Dalam hal ini yang lebih menentukan bukan hanya fenomena keyatimannya, melainkan sikap masyarakat terhadap anak-anak yatim. Menyantuni mereka ataukah menyia-nyiakan mereka, atau yang lebih parah lagi menjadikan mereka sebagai objek mencari keuntungan. Sehubungan dengan ini dalam Al-Qur an menyuruh kita untuk berbuat baik kepada anak yatim, dalam surat An-Nisa ayat 2 yang berbunyi: ال ت عب دو ن إ ال اهلل وب ال وال دي ن إ حسانا و ذي ال قر ب وال ي ت ام وال مساك... ني Artinya : Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim... Selanjutnya dalam hadis Nabi, Rasulullah bersabda: السب اب ة وال و سط ى وف ر ج ب ي ن ه ما ش يئ ا ا نا و كاف ل ال ي ت ي م ف ا ل ن ة ه ك ذا وا ش ار ب Artinya : Aku dan orang-orang yang mengasuh (menyantuni) anak yatim di surga seperti ini. Kemudian beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah seraya sedikit merenggangkannya (HR. Bukhari).

6 Al-Qur an dan Hadist diatas menjelaskan bahwa menyantuni anak yatim merupakan amal saleh dan salah satu akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam dan dicontohkan oleh baginda Rasulullah. Keinginan hidup bermakna, yaitu dapat berguna atau bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain menjadi salah satu motivasi utama bagi para anak asuh. Hasrat inilah yang mendasari para anak-anak semangat dalam belajar maupun berprestasi. Karena untuk mencapai kebahagiaan membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Mereka menyadari bahwa hidup bukanlah untuk mengeluhkan sesuatu yang tidak diharapkan, namun mensyukuri apa yang telah diberikan sang pencipta kepadanya. Konsep diri pada anak yatim akan kearah negatif jika bimbingan atau pendidikan yang diberikan salah. Namun dengan adanya bimbingan keagamaan yang tepat akan menuntun pribadi atau konsep diri anak menjadi konsep diri positif. Begitupun dengan pandangan hidup dan arti hidup seorang yatim, penanaman nilai-nilai spiritual menjadikan pemikiran bahwa hidup di dunia ini tidak ada yang sia-sia. Hidup akan lebih bermakna dengan memandang segala musibah, cobaan dan ujian di dunia ini merupakan pertanda bahwa seseorang tersebut dikasihi oleh Allah. Bimbingan agama Islam di panti asuhan dapat memberikan manfaat yang sangat besar dalam pembentukan pribadi positif dan sikap hidup yang positif. Dengan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul Pengaruh Bimbingan Agama Islam terhadap Konsep Diri dan Kebermaknaan Hidup Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Prambatan Kudus. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan bimbingan agama Islam di Panti Asuhan Aisyiyah Prambatan Kudus? 2. Bagaimanakah konsep diri dan kebermaknaan hidup anak di Panti Asuhan Aiyiyah Prambatan Kudus?

7 3. Bagaimanakah pengaruh bimbingan agama Islam terhadap konsep diri dan kebermaknaan hidup anak di Panti Asuhan Aisyiyah Prambatan Kudus? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan bimbingan agama Islam di Panti Asuhan Aisyiyah Prambatan Kudus. 2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa konsep diri dan kebermaknaan hidup anak di Panti Asuhan Aiyiyah Prambatan Kudus 3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa tentang pengaruh bimbingan agama Islam terhadap konsep diri dan kebermaknaan hidup anak di Panti Asuhan Aisyiyah Kudus. D. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Menambah khazanah ilmu yang berkaitan dengan bimbingan agama Islam b. Menambah pengetahuan tentang pengaruh bimbingan agama Islam terhadap konsep diri dan kebermaknaan hidup anak di Panti Asuhan Aisyiyah Prambatan Kudus. 2. Manfaat Praktis a. Bagi penulis, penelitian ini akan memperluas pemahaman sekaligus memperkaya pengalaman di bidang bimbingan konseling Islam dan psikologi, khususnya yang berkaitan dengan bimbingan agama, konsep diri dan kebermaknaan hidup anak yatim. b. Bagi para akademisi jurusan Bimbingan Konseling Islam, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru serta dapat dijadikan

8 bahan pertimbangan dengan tema bimbingan agama, konsep diri, maupun kebermaknaan hidup. c. Bagi pengasuh Panti, Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan konsep diri positif dan membuat hidup anak agar lebih bermakna.