BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN NYANDUNG WATANG DI DESA NGUWOK KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS

BAB IV ANALISIS PEMBERIAN MAHAR PADA MASYARAKAT BATAK KARO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB IV PENUTUP. atau maskawin. Nikah sirri artinya nikah secara rahasia atau dirahasiakan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB III MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian di Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

BAB IV ANALISIS DATA. A Pelaksanaan Adat Pelangkahan dalam Perkawinan dan Dampaknya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 104

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB I PENDAHULUAN. maka biaya ekonomi semakin tinggi yang tidak diikuti lapangan kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Pemahaman Masyarakat Desa Surabaya Udik Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur Mengenai Mahar

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB VII CATATAN REFLEKSI PENDAMPINGAN. yang melatarbelakanginya. Dari persoalan ekonomi, pendidikan, agama, budaya,

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN DUA SAUDARA KANDUNG PADA TAHUN YANG DI DESA PARADO KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA

PENETAPAN MAHAR BAGI PEREMPUAN DI DESA KAMPUNG PAYA, KECAMATAN KLUET UTARA, KABUPATEN ACEH SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

bismillahirrahmanirrahim

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tanpa menghilangkan kebutuhannya. 1. dengan ikatan hukum Islam, dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB IV ANALISIS HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA DAN FIKIH MUNAKAHAT TERHADAP STATUS HARTA BERSAMA DALAM PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

SURAT PERJANJIAN KAWIN ADAT DAYAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA *)

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB V PENUTUP. yang dapat kita ambil dari pembahasan tesis ini. Yaitu sebagai berikut:

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

Lingkungan Mahasiswa

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mahluk manusia baik itu aqidah, ibadah dan muamalah, termasuk

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. Makna dari mahar pernikahan yang kadang kala disebut dengan belis oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemaknaan Keharmonisan Pernikahan Pemuda Dewasa Dini. berbunyi sebagaimana berikut :

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

Aisyah & Maisyah. Persiapan Keuangan Menuju Pelaminan.

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada kodratnya Tuhan menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasangan

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

Transkripsi:

63 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN A. Analisis Tentang Latarbelakang Tradisi Melarang Istri Menjual Mahar Di Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan Masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan memiliki tradisi unik yang masih dilakukan saat ini yaitu melarang istri untuk menjual maharnya. Anggapan mereka yang menyatakan bahwa perkawinan merupakan yang sakral karena berkaitan dengan hubungan antara keluarga mempelai lakilaki dan mempelai perempuan. Adapun hal yang menjadi faktor latarbelakang tradisi yang melarang istri menjual mahar tetap eksis dan berlaku di masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan adalah diantaranya: 1. Taatnya akan aturan atau tradisi leluhur Masyarakat Madura memang dikenal mentaati aturan dari leluhurnya. Hal ini bisa dibuktikan hasil wawancara kebanyakan warga Desa Parseh walaupun kebanyakan tidak mengetahui asal-usul tradisi yang melarang istri menjual mahar. Namun hingga kini masih dipercaya masyarakat Desa Parseh. Alasan mereka adalah karena adanya malapetaka yang menimpa jika larangan tetap dilakukan.

64 2. Pemahaman masyarakat yang menyatakan mahar sebagai pengikat perkawinan Pemahaman masyarakat Desa Parseh mengenai arti mahar juga menjadikan tradisi melarang istri menjual maharnya tetap ada sampai hari ini. Menurut wawancara dengan Bapak Ju in selaku Sekretaris Desa menyatakan bahwa masyarakat Desa Parseh mengartikan bahwa mahar adalah sebagai pengikat dari perkawinan. Hal ini juga dipengaruhi minimnya pendidikan di Desa Parseh. Sehingga penduduk Desa Parseh lebih mempercayai kata-kata leluhur mereka. Hal ini bisa dibuktikan dari data Desa Parseh yang menyatakan bahwa dari penduduk yang berjumlah 3152, total keseluruhan hanya ada sekitar 17 persen yang mengenyam pendidikan. Berangkat dari masalah ini, tradisi yang melarang istri menjual mahar yang terjadi di Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan akan dianalisis dengan metode analisis hukum Islam dengan al- urf sebagai alat untuk menganalisis. B. Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi yang Melarang Istri Menjual Mahar di Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan Dalam hukum Islam tidak aturan yang melarang istri menjual maharnya. Karena harta mahar menurut ketentuan dalam hukum Islam adalah hak milik istri. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur an:

65. Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (Q.S. An-Nisa (4): 4). 109 Sebelum agama Islam datang, pemberian mahar dalam suatu perkawinan sudah dilakukan oleh masyarakat jahilliyah. Namun pemberian mahar itu tidak kepada istri, tetapi diberikan kepada orang tua dengan anggapan ganti rugi biaya membesarkan wanita yang dinikahinya. 110 Dengan demikian masyarakat jahilliyah menganggap wanita memiliki kedudukan sama seperti barang dagangan. Padahal tujuan pemberian mahar dalam hukum Islam adalah sebagai penghormatan dan merupakan pemberian pertama suami kepada istri. Hukum memberi mahar adalah kewajiban bagi suami. Meskipun mahar bukan termasuk dari rukun perkawinan. Namun keberadaan mahar dalam suatu akad nikah sifatnya wajib. 111 Tersebut dalam al-qur an:... Artinya:...Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang 109 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya Al-Jumᾱnatul Ali, 77. 110 Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid II, 218. 111 Hasan Husa>nain, Ah}kam al-usrah., 183.

66 kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (an-nisa (4): 24). 112 Dengan adanya mahar, agama Islam mencontohkan agar pihak laki laki bertanggung jawab kepada wanita yang dinikahi. Mahar sebagai bukti kesiapan seorang laki laki untuk menafkahi pihak wanita. Dengan bertujuan agar semakin siap dan matang kedua mempelai dalam kehidupan berumah tangga. Berbeda dengan masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan yang beranggapan mahar adalah bentuk ikatan suatu perkawinan. sehingga tujuan adanya mahar adalah sebagai pengikat dalam suatu perkawinan. hal ini sesuai dengan wawancara Bapak Ju in tentang pemahaman masyarakat tentang mahar yang tertulis di BAB III halaman 56. Pelaksanaan akad nikah di Desa Parseh, mahar tersebut diberikan kepada mempelai wanita, dan kepemilikan secara simbolik milik wanita. Tapi tetapi mahar tersebut harus tetap ada tidak boleh dijual namun boleh digunakan. Semacam hak pakai saja kepemilikan perempuan atas mahar. Ketentuannya masanya, mahar tersebut baru boleh dijual jika salah satu pasangan meninggal dunia. Seperti jawaban wawancara dengan Mbah Jum di BAB III halaman 56. Kepercayaan setempat yang berkeyakinan kuat bahwa bagi siapa saja yang menjual mahar maka bencana ataupun malapetaka akan menimpanya. Menurut 112 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya Al-Jumᾱnatul Ali, 78.

67 warga setempat yang masih meyakini tradisi tersebut, bencana yang dimaksud bisa berupa perceraian dari pasangan suami istri yang melanggar larangannya dengan menjualnya. Ajaran agama Islam memandang penting adanya mahar dalam suatu perkawinan. Demikian juga dengan masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan. Namun tujuan dari mahar bagi masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan adalah sebagai ikatan dalam suatu perkawinan dan pelaksanaanya mahar yang seharusnya menjadi milik wanita seakan akan milik bersama karena statusnya sebagai pengikat suatu perkawinan. hal ini berbeda dengan tujuan pemberian mahar dalam hukum Islam yaitu sebagai pemberian pertama dan juga sebagai penghormatan pihak laki laki kepada pihak wanita yang dinikahinya dan kepemilikannya mutlak untuk wanita. Namun ada pentingnya juga jika alasan atau tujuan sebenarnya dari melarang istri menjual maharnya adalah untuk menjaga hubungan perkawinan. Dengan kata lain masyarakat Desa Parseh benar-benar menjaga kelanggengan ikatan perkawinan mereka. Adat yang berbeda-beda merupakan ciri dari masyarakat Indonesia. Akulturasi antara adat setempat dengan Islam merupakan hal yang selalu terjadi. Beragam budaya adat yang berbeda merupakan tantangan yang selalu muncul, karena tidak adanya nas yang menjelaskan masalah adat. Maka al- urf merupakan sebuah teori dari para ulama Islam untuk menangani masalah yang berkenaan dengan kebiasaan setempat.

68 Adat yang dianut masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan mengenai larangan Istri menjual maharnya merupakan contoh kasus urf. Secara hukum Islam tidak ada aturan melarang istri menjual maharnya. Sebenarnya dalam agama Islam wajib bagi pasangan suami istri untuk menjaga keharmonisan perkawinannya. Namun yang dilakukan masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan adalah lebih jauh yaitu menganggap perkawinan menjadi hal yang sakral. Mahar yang menjadi hal penting dalam perkawinan diyakini pula sebagai pengikat suatu perkawinan dan bagi siapa saja yang menghilangkan ataupun menjualnya maka akan mendapatkan malapetaka. Tersebut dalam surat An-Nisa :. Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (Q.S. An-Nisa (4): 4). 113 Dari satu ayat tersebut, masalah mahar adalah berkaitan dengan kerelaan dalam memberi. Mempelai laki-laki ketika sudah menikah wajib memberikan mahar kepada mempelai perempuan dengan penuh kerelaan. Sedangkan perempuan bisa juga memberikan sebagian mahar kepada laki-laki yang menikahinya tapi dengan kerelaannya juga. 113 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya Al-Jumᾱnatul Ali, 77.

69 Hal ini bisa disimpulkan bahwa mahar merupakan bentuk pemberian, dan kerelaan merupakan bentuk keikhlasan agar menjadi halal. Hak milik mahar pun memang untuk istri, tapi bisa juga suami ikut menikmati mahar tersebut jika istri memberi kepada suami dengan penuh kerelaan. Demikian juga yang terjadi di masyarakat Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan. Kepemilikan mahar yang seakan-akan menjadi milik bersama karena mahar bagi penduduk Desa Parseh adalah sebagai pengikat perkawinan. Hal ini merupakan bukti bentuk kerelaan mempelai wanita menjadikan mahar sebagai pengikat perkawinan mereka. Permasalahannya adalah jika pihak wanita kurang berkenan menjadikan maharnya sebagai pengikat perkawinan dan ingin memilikinya sendiri. Hal itu juga tidak berlawanan dengan hukum Islam. Walaupun sebagian masyarakat Desa Parseh masih menganggap tabu hal itu. Dilihat dari faktor yang mempengaruhi keberlangsungan tradisi yang melarang istri menjual mahar yang diantaranya adalah beda pemahaman mengenai mahar. Dengan berjalannya waktu mungkin suatu saat anggapan bahwa mahar adalah sebagai pengikat perkawinan akan berubah dan sesuai dengan pemahaman mahar dalam hukum Islam. Jika dianalisis dengan metode al- urf, syarat urf yang boleh dijadikan sumber hukum atau yang disebut urf al-ṣaḥîḥ adalah :

70 1. Bertentangan dengan naṣ, jika adat berlawanan dengan naṣ maka tidak termasuk urf al-ṣaḥîḥ. Dari pelaksanaan perkawinan dan pemberian mahar di Desa Parseh sesuai dengan hukum Islam yakni memberikan maharnya kepada pengantin wanita. Namun selanjutnya mempelai wanita hanya memiliki hak pakai saja atas mahar tersebut. Menurut Hasan Husānain mahar memiliki keterkaitan dengan. Pertama, hak Allah yaitu kewajiban mahar untuk perempuan karena adanya akad nikah atau karena telah bersenggama. Kedua, hak istri yaitu penetapan kepemilikan mahar untuk perempuan, dan istri memiliki kebebasan untuk mengelola atau melakukan transaksi. 114 2. Harus diterima dan berlaku secara umum. Kebanyakan masyarakat desa Parseh yang masih mentaati tradisi yang melarang istri menjual maharnya dan merupakan bentuk kepatuhan mereka kepada leluhurnya. Tapi masyarakat diluar Desa Parseh belum tentu menerima tradisi larangan menjual mahar ini. Dengan demikian tradisi ini bisa dikatakan tidak berlaku secara umum. Merupakan bukti bahwa tradisi yang melarang menjual maharnya bisa dikategorikan sebagai urf al-fāsid. 114 Hasan Husānain, Ahkām al-usraḥ al-islāmiyyah, 184.