BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan, struktur sipil. yang mutlak harus dipenuhi seperti aspek ekonomi dan kemudahan

ANALISIS PERBANDINGAN VOLUME BAJA RINGAN PADA TIGA TIPE RANGKA ATAP. Medan ABSTRAK ABSTRACT

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB 1 PENDAHULUAN...1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Struktur bangunan terdiri dari struktur bawah dan struktur atas. Struktur bawah yaitu

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN AUSTRALIAN/NEW ZEALAND STANDARD ( AS/NZS 4600:1996 ) TUGAS AKHIR RAHMAT AMAN SANTOSO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA CANAI DINGIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

STUDI ANALISIS PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta pada khususnya semakin meningkat. Populasi penduduk

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah

Komponen Struktur Tarik

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

STUDI EKSPERIMENTAL DAN ANALISIS RANGKA ATAP WPC DAN BAJA RINGAN ABSTRAK

Struktur Baja 2. Kolom

Sambungan diperlukan jika

PERENCANAAN ELEMEN STRUKTUR BAJA BERDASARKAN SNI 1729:2015

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Berbagai daerah di Indonesia rawan terjadi bencana alam seperti gempa

BAB II LANDASAN TEORI

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

STUDI ANALISA BAJA RINGAN PADA BALOK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rangka kuda-kuda baja ringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan. Skematik struktur

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

Penyelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

BAB III LANDASAN TEORI (3.1)

ANALISIS PERBANDINGAN KUDA KUDA BAJA RINGAN DENGAN BETON BERTULANG MENGGUNAKAN PROGRAM SAP 2000 V.18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Perencanaan Atap

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur

STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU SAMBUNGAN DENGAN ALAT SAMBUNG SEKRUP PADA ELEMEN STRUKTUR BAJA RINGAN

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

STUDI PENGGUNAAN BAJA RINGAN SEBAGAI KOLOM PADA RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA PRAYOGA NUGRAHA NRP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Studi kasus pada penyusunan Tugas Akhir ini adalah perancangan gedung

Kata Kunci : Tegangan batang tarik, Beban kritis terhadap batang tekan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur bangunan terdiri dari struktur bawah dan struktur atas. Struktur bawah yaitu pondasi dan struktur atas yaitu dari sloof sampai atap. Konstruksi atap adalah bagian paling atas dari suatu bangunan, permasalahan konstruksi atap tergantung pada luasnya ruang yang harus dilindungi, bentuk dan konstruksi yang dipilih, dan lapisan penutupnya. Struktur rangka atap adalah salah satu bagian penting dalam konstruksi bangunan. Royani (2011) berpendapat bahwa, struktur atap adalah bagian bangunan yang menahan atau mengalirkan beban-beban dari atap. Struktur atap terbagi menjadi rangka atap dan penopang rangka atap. Rangka atap berfungsi menahan beban dari bahan penutup atap sehingga umumnya berupa susunan balok-balok (dari kayu/bambu/ baja) secara vertikal dan horizontal kecuali pada struktur atap dan beton. Berdasarkan posisi inilah maka muncul istilah gording, kasau, dan reng. Setiap susunan rangka batang struktur atap haruslah merupakan satu kesatuan bentuk yang kokoh yang nantinya mampu memikul beban yang bekerja padanya tanpa mengalami perubahan (Wicaksono, 2011). Untuk merancang atap yang kuat dan berkualitas, struktur atapnya juga harus kuat dan awet tanpa melupakan faktor iklim. Adapun faktor-faktor yang menunjang kekuatan struktur atap menurut Danang (2007) adalah:

a. Jenis material yang digunakan Bahan material yang akan digunakan untuk struktur atap yang kuat harus memiliki sifat awet, ringan dan presisi. Atapn dikatakan kuat bila mampu menahan besarnya beban yang bekerja pada stuktur atap tersebut. b. Bentuk atap Bentuk atap harus mampu menahan derasnya air hujan, sengatan matahari dan kuatnya dorongan angin. Bentuk atap harus disesuaikan pula dengan ketinggian bangunan. Semakin tinggi sebuah bangunan maka akan semakin kuat tekanan angin pada atap sehingga haus disesuaikan dengan kemiringan atapnya pula. c. Proses pengerjaan Pengerjaan atap harus melaui pertimbangan dan persyaratan yang telah ditentukan sesuai dengan karakteristik bahan yang akan digunakan. Karakteristik tersebut antara lain bentangan dan detail pada sambungan. Rangka atap konvensional maupun rangka atap baja ringan, masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut akan dibahas mengenai kedua jenis rangka atap tersebut. Untuk keperluan Tugas Akhir ini, struktur baja ringan yang akan dianalisis didesain menurut Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 03-1729-2002 akan digunakan untuk menganalisis baja konvensional, sedangkan untuk analisis baja ringan digunankan SNI 7971:2013. 2.2. Baja Ringan ( Cold-formed Steel) Profil baja ringan adalah komponen yang berkualitas struktural dari lembaran baja yang dibentuk model tertentu dengan proses press-braking atau roll forming (Gambar 2.1). Suhu tidak diperlukan dalam proses pembentukan

(tidak seperti baja hot-rolled), oleh sebab itu disebut cold-formed. Biasanya baja cold-formed merupakan komponen yang tipis, ringan, mudah untuk diproduksi, dam murah dibandingkan baja hot-rolled (Mutawalli, 2007). Gambar 2.1. Proses pembentukan profil baja (Sumber : www.anekaroll.com) 2.3. Sejarah Baja Ringan ( Cold-formed Steel) Riset tentang baja cold-formed untuk bangunan dimulai oleh Prof. George Winter dari Universitas Cornell mulai tahun 1939. Berdasarkan riset-riset beliau maka dapat dilahirkan edisi pertama tentang Light Gauge Steel Design Manual tahun 1949 atas dukungan AISI (American Iron and Steel Institute) (Wei-Wen Yu, 2000). Sejak dikeluarkan peraturan tersebut atau lebih dari lima dekade ini, maka pemakaian material baja canai dingin semakin berkembang untuk konstruksi bangunan, mulai struktur sekunder sampai struktur utama, misalnya untuk balok lantai, rangka atap dan dinding pada bangunan industri, komersial maupun rumah tinggal.

Proses pembebanan diluar elastic range menyebabkan perubahan dalam daktilitasnya yang berguna, jika digunakan dalam temperatur atmosfir. Proses semacam ini dikebal sebagai Cold Work (Oentoeng, 2000). Baja ringan atau light weight steel adalah komponen struktur baja dari lembaran atau pelat baja dengan proses pengerjaan dingin kemudian diproses kembali komposisi atom dan molekulnya (Irfan dkk., 2013). Potongan penampang, konfigurasi, proses manufaktur dan fabrikasi cold-formed steel berbeda dengan baja konvensional. Pada produksi cold-formed steel, baja dibentuk sedemikian rupa dalam suhu ruangan dengan menggunakan bending brakes, press brake, dan roll-forming machines. Baja canai dingin semakin populer digunakan sebagai alternatif pengganti kayu dan baja karena kelebihan yang dimilikinnya. Pada baja cold-formed, pengaruhbentuk geometri penampang sangat besar terhadap perilaku dan kekuatannya dalam memikul beban. Adanya perubahan bentuk yang sedikit saja dari penampangnya maka kekuatan elemen struktur tersebut akan berbeda sama sekali termasuk juga perilaku tekuknya. Pemberian sedikit tekukan pada profil sehingga menjadi penampang corrugated maka kinerjanya mengalami peningkatan yang signifikan dibanding perilaku penampang pelat datar. Hal tersebut mengakibatkan proses perencanaannya relatif lebih rumit dibanding proses perencanaan baja canai panas. Baja ringan (cold-formed atau cold-rolled) adalah jenis baja yang terbuat dari logam campuran yang terbuat dari logam campuran yang terdiri atas beberapa unsur metal, dibentuk setelah dingin dengan memproses kembali komposisi atom dan molekulnya, sehingga menjadi baja yang lebih ringan dan fleksibel. Produk baja ringan di pasaran Indonesia dilapisi oleh dua komposisi bahan, yaitu

galavanis dan zincalume. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing. 2.4. Kelebihan dan Kekurangan Rangka Atap Baja Ringan Penggunaan baja ringan sebagai struktur rangka kuda-kuda dan rangka atap memiliki kelebihan dan kekurangan, adapun kelebihannya antara lain: 1. Karena bobotnya yang ringan maka beban yang harus ditanggung oleh struktur di bawahnya lebih rendah. 2. Baja ringan bersifat tidak mudah terbakar. 3. Baja ringan hampir tidak memiliki nilai muai dan susut. 4. Tahan terhadap karat, rayap serta perubahan cuaca dan kelembaban. 5. Proses desain menggunaan program komputer sesuai dengan pabrikator atau distributor baja ringan tersebut, tetapi pada umumnya masih menggunakan program komputer SAP 2000. 6. Pemasangan relatif mudah dan cepat. 7. Tidak memerlukan pengecatan. Sedangkan kekurangannya adalah : 1. Rangka atap baja rigan kurang menarik apabila tidak diberi plafon. 2. Apabila ada salah satu bagian struktur yang salah hitung, maka akan mempengaruhi bagian lainnya. 3. Rangka atap baja ringan tidak sefleksibel kayu yang dapat dibentuk. 2.5. Detail Rangka Atap Baja Ringan Rangka atap baja ringan merupakan sistem struktur yang berfungsi untuk menopang/menyangga penutup atap, dengan elemen-elemen pokok yang terdiri

dari: kuda-kuda (truss), dan reng (roof batten). Truss merupakan struktur rangka batang (kuda-kuda) sebagai penyangga utama rangka atap, yang terdiri dan batang utama luar (chords) dan batang dalam (webs), dan yang berfungsi untuk menahan gaya aksial (tarik dan tekan), maupun momen lentur. Berikut gambar salah satu contoh struktur kuda-kuda baja ringan: Gambar 2.2. Struktur kuda-kuda baja ringan Dalam perakitan struktur rangka atap baja ringan, perlu diperhatikan ketentuan pemilihan dan pemasangan alat sambung agar diperoleh sistem struktur yang stabil, kuat, dan tidak merusak lapisan anti karat. Alat sambung yang digunakan biasanya berupa sekrup. Menurut Wei Wen Yu (2000), fenomena khas konstruksi baja canai dingin yang perlu dipertimbangkan dalam desain, sebagai berikut : 1. Tekuk lokal dan kekuatan pasca tekuk Elemen struktur baja ringan umumnya mempunyai tebal yang relatif kecil sehingga mudah mengalami tekuk lokal (setempat) akibat tegangann tekan meskipun kondisi masih elastis (belum mencapai tegangan leleh).

Tegangan tekan tersebut dapat timbul akibat gaya tekan, momen, gaya geser atau tumpu. Jadi tekuk lokal menjadi kriteria penting dalam perencanaan. Meskipun demikian, hal yang menaril bahwa elemenbaja ringan pada kondisi tegangan tekuk teoritis belum tentu runtuh, dari hasil penelitian diketahui bahwa elemen baja canai dingin tetap dapat memikul beban setelah pasca tekuk. Gambar 2.3. Tekuk lokal pada penampang langsing 2. Kekakuan Torsi Elemen struktur baja ringan umumnya langsing dan berupa penampang terbuka sehingga mempunyai kekakuan torsi berbanding lurus terhadap ketebalan (sebesar t 3 ) sehingga kekuatannya relatif kecil terhadap torsi. Kecuali itu bentuk profil C banyak dipakai pada baja canai dingin yang shear-center nya berada di luar titik berat (center of gravity) penampang. Kondisi tersebut menyebabkan tekuk lentur torsi menjadi faktor kritis dalam perecanaan kolom.

3. Pelat Pengaku (stiffner) pada elemen tekan Sangat membantu meningkatkan tahanan terhadap tekuk, bentuk yang dapat digunakan adalah pengaku tepi (edge stiffner) dan pengaku di tengah (intermediate stiffner). 4. Sifat- sifat properti yang bervariasi Akibat adanya bagian yang berpengaku dan tidak berpengaku mengakibatkan keseluruhan lebar penampang hanya akan efektif jika rasio lebar atau jika gaya tekan bekerja kecil. Tetapi karena rasio lebar yang besar maka bagian penampang berpengaku akan bekerja yang lebih efektif pada saat tekuk lokal telah terjadi. Sebagai hasilnya, distribusi gaya tekan tidak seragam pada keseluruhan penampang.untuk itu maka properti penampang didasarkan pada luas efektif. Gambar 2.4. Konsep lebar efektif penampang cold- formed

5. Sistem Sambungan Pada sambungan baut, kelebihan bagian yang disambung relatif tpis pada baja ringan dibanding baja biasa (hot-rolled). Baja cold-formed berbentuk lembaran sheet atau strip sebaran yang sempit antara tegangan leleh (fy) dan kuat tariknya (fu), sehingga perilaku sambungan baut berbeda antara baja cold-formed dan hot-rolled, khususnya pada kekuatan tumpu dan tegangan tarik. 6. Kekuatan Tumpu Ujung dari Baja Tipis Tekuk pada badan menjadi masalah kritis cold-formed karena : a. Pemakaian pelat pengaku pada tumpuan atau lokasi beban terpusat adalah tidak praktis pada konstruksi cold-formed b. Rasio tinggi badan relatif lebih besar dibanding profil hot-rolled 7. Batasan Ketebalan Yang paling penting adalah rasio lebar/tebal dari elemen tekan dan satuan tegangan yang digunakan. 8. Perencanaan Plastis Konstruksi cold-formed dianggap tidak dapat menghasilkan mekanisme sendi plastis apabila dikategorikan sebagai penampang langsing yang tidak memenuhi persyaratan. 2.6. Spesifikasi Rangka Atap Baja Ringan Di pasaran Indonesia beredar profil baja ringan yang di bedakan menjadi dua yaitu : profil C, ketebalan 0,75 mm dan 1 mm, digunakan pada pabrikasi kuda-kuda (truss) dan profil U dengan ketebalan antara 0,4 mm sampai 0,7 mm (idealnya 0,55 mm) yang biasa digunakan sebagai reng

(Topspan). Berat struktur baja ringan ±6-9 kg/m 2 (Wicaksono, 2011). Gambar 2.5. Jenis profil baja ringan Baja yang digunakan adalah baja ringan tipe Zincalume G550 dengan spesifikasi sebagai berikut : Modulus elastisitas (E) = 210.000 N/mm 2 Modulus geser (G) = 81.000 N/mm 2 Nisbah poisson (μ) = 0,3 Tegangan leleh (fy) = 550 MPa Kekuatan tarik (fu) = 550 MPa 2.7. Lapisan Antikarat Baja Ringan (Coating) Baja tersusun dari besi (Fe) dan karbon (C) yang akan bereaksi jika bertemu dengan air dan udara menghasilkan karat. Baja ringan mengalami hal yang sama dengan baja pada umumnya. Karena itu, agar material ini awet atau tahan lama, perlu diberi coating sebagai berikut :

1. Lapisan zinc (Z) atau seng Lapisan ini kerap disebut galvanis dengan bahan seng. Jumlah massa pelapis untuk lapisan coating ini bervariasi seperti Z125, Z175, Z225. Adapun angka dibelakang Z menunjukkan ketebalan lapisan dalam satuan gr/m 2. 2. Lapisan aluminium dan zinc (AZ) Sesuai namanya, lapisan ini tersusun atas aluminium dan seng. Sama seperti lapisan Z, AZ juga memiliki jumlah massa pelapis yang beragam seperti AZ50, AZ100, AZ150, AZ200. Angka dibelakang Z juga menunjukkan ketebalan lapisan dalam satuan gr/m 2. Penetapan kadar ketebalan lapisan antikarat ini diperoleh berdasarkan uji tes pada laboratorium sebelumnya. 3. Lapisan magnesium, aluminium, dan zinc (MAZ) Coating ini adalah coating yang dikembangkan oleh Jepang dengan adanya tambahan unsur magnesium. Coating ini belum masuk ke pasaran Indonesia. 2.8. Perencanaan Struktur Rangka Atap Baja Ringan Struktur rangka atap baja ringan dianalisa berdasarkan SNI 7971 : 2013. 2.8.1 Pembebanan Sesuai dengan SNI 7971:2013, struktur beserta komponen-komponen strukturnya harus disesain terhadap aksi dan kombinasi aksi sesuai dengan SNI 1727 (butir 1.6). Beban gempa diabaikan dalam perencanaan rangka atap ini.

Kombinasi beban (SNI 1727:2013 butir 2) 1. 1,4D 2. 1,2D + 1,6L +0,5 (Lr atau S atau R) 3. 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0,5 W) 4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R) 5. 1,2D + 1,0E + L+ 0,2S 6. 0,9D + 1,0W 7. 0,9D + 1,0E Keterangan: D = beban mati L = beban hidup Lr = beban hidup atap S = beban salju R = beban hujan W = beban angin E = beban gempa Pengecualian: 1. Faktor beban pada L dalam kombinasi 3, 4, dan 5 diizinkan sebesar 0,5 untuk semua tingkat hunian bila Lo kurang dari atau sama dengan 100 psf (4,79 KN/m2), dengan pengecualian daerah garasi atau luasan yang ditempati merupakan tempat pertemuan umum. 2. Dalam kombinasi 2, 4, dan 5, beban pendamping S harus diambil sebagai salah satu beban atap rata bersalju atau beban atap miring bersalju.

Bila ada beban fluida F, kombinasi harus menyertakan faktor beban yang sama seperti beban mati D pada kombinasi 1 sampai 5 dan 7. Setiap keadaan batas kekuatan yang relevan harus diselidiki. i. Beban mati (D) Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan laya terpasang lain termasuk berat keran. Dalam menentukan beban mati untuk perancangan, harus digunakan berat bahan dan konstruksi yang sebenarnya, dengan ketentuan bahwa jika tidak ada informasi yang jelas, nilai yang harus digunakan adalah nilai yang disetujui oleh pihak yang berwenang. ii. Beban hidup (L) Beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, bebah hujan, beban gempa, beban banjir, atau beban mati. iii. Beban angin (W) Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada suatu konstruksi yang disebabkan oleh selisih tekanan udara. 2.8.2 Lebar Efektif Penampang Terdapat dalam SNI 7971 : 2013 butir 2.2. Penggunaan rumus lebar efektif ditentukan berdasarkan bentuk penampang yang digunakan. Dari

bentuk dari setiap bagian pada profil, dihitunglah lebar efektif masing-masing untuk mendapatkan luas efektifnya. 2.8.2.1 Lebar efektif untuk elemen dengan pengaku a. Lebar efektif untuk pengaku yang mengalami tegangan tekan merata i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (b e ) dari elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata harus ditentukan dari persamaan dibawah ini: untuk λ 0,673 ; b e = b (2.1) untuk λ > 0,673 ; b e = ρb (2.2) Keterangan : b = lebar rata dari elemen tidak termasuk lengkungan ρ = faktor lebar efektif ( ) λ Rasio Kelangsingan ( λ ) harus ditentukan sebagai berikut λ fn = tegangan desain pada elemen tekan yang dihitung berdasarkan lebar desain efektif ( lihat gambar 4b) fcr = tegangan tekuk pelat ( ) ( )

k = koefisien tekuk pelat = 4 E = Modulud elastisitas Young ν = angka Poisson t = tebal elemen profil Gambar 2.6. Elemen dengan pengaku yang menerima tegangan tekan merata ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (b ed ) harus ditentukan dari persamaan berikut, untuk λ 0,673 ; b ed = b untuk λ > 0,673 ; b ed = ρb b. Elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan lubang lingkaran i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, dimana 0,50 d h /b 0 dan b/t 70 dan jarak as ke as lubang >0,5b dan >3d h, lebar efektif (b e ) elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan lubang lingkaran harus ditentukan dengan persamaan berikut ini: untuk λ 0,673 ; b e = b- d h (2.6)

λ ( ) (2.7) dimana d h adalah diameter lubang. ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (b ed ) harus sama dengan b e sesuai dengan persamaan (2.1) dan (2.2) dimana f * digantikan dengan, dimana adalah tegangan tekan desain dari elemen yang ditinjau, berdasarkan penampang efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi. c. Elemen dengan pengaku dengan tegangan bergradien (stress gradient) i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (b e1 ) (Gambar 2.7) harus ditentukan sebagai berikut: Lebar efektif (b e2 ) (lihat gambar 2.7) dimana (b e1 + b e2 ) tidak boleh melampaui bagian tekan dari pelat badan yang dihitung berdasarkan penampang efektif, harus ditentukan dari persamaan berikut yang sesuai : untuk ψ - 0,236 ; b e2 = b e /2 (2.9) untuk ψ > - 0,236 ; b e2 = b b e1 (2.10) Keterangan:

be adalah lebar efektif yang ditentukan sesuai dengan bagian a dengan f* digantikan dengan dengan k ditentukan sebagai berikut: k = 4 + 2(1-ψ) 3 + 2(1-ψ) adalah tegangan pelat badan yang dihitung berdasarkan penampang efektif. adalah tekan (+) dan dapat berupa tarik (-) atau tekan (+). Dalam kasus dimana dan keduanya dalam tekan, harus diambil lebih besar dari atau sama dengan ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (b e1 ) dan (b e2 ) harus ditentukan berdasarkan poin (2.9) dan (2.10) diatas dengan dan. Tegangan yang dihitung dan harus digunakan untuk menentukan dan. Perhitungan harus berdasarkan penampang efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi. Gambar 2.7. Elemen dengan pengaku dan pelat badan dengan tegangan bergradien

d. Pelat badan penampang kanal berlubang dengan tegangan bergradien Perhitungan kapasitas dan defleksi untuk pelat badan penamoang kanal berlubang dengan tegangan bergradien harus ditentukan dalam batasan berikut: d wh /d 1 < 0,7 Keterangan : d wh adalah tinggi lubang pelat badan d 1 adalah tinggi bagian rata pelat badan diukur sepanjang bidang pelat badan d1/t 200 Lubang-lubang dipusatkan di tengah tinggi pelat badan Jarak bersih antar lubang, lebih besar atau sama dengan 450 mm Lengkungan pojok untuk lubang nonlingkaran lebih besar atau sama dengan 2t Lubang nonlingkaran dengan d wh 65 mm dan b 115 mm, dimana b panjang lubang pelat badan Diameter lubang lingkaran, kurang dari atau sama dengan 150mm d wh > 15 mm i. Perhitungan kapasitas Bila d wh /d 1 < 0,38, lebar efektif (b 1 ) dan (b 2 ) harus ditentukan sesuai bagian c dengan asumsi tidak ada lubang pada pelat badan. Bila d wh /d 1 0,38, lebar efektif harus ditentukan sesuai pasal 2.8.2.2 dengan asumsi bagian tekan pelat badan terdiri dari elemen tanpa

pengaku di dekat lubang dengan f* = f 1 seperti ditunjukkan pada gambar 2.8. ii. Perhitungan defleksi Lebar efektif harus ditentukan sesuai dengan pasal 2.8.2.2 dengan asumsi tidak ada lubang pada pelat badan. 2.8.2.2 Lebar efektif dari elemen tanpa pengaku a. Elemen tanpa pengaku yang mengalami tegangan tekan merata i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (b e ) dari elemen tapa pengaku yang mengalami tekan merata, harus ditentukan berdasarkan pasal 2.8.2.1 kecuali nilai k harus diambil sebesar 0,43 dan b seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8. iii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (b e ) harus ditentukan berdasarkan bagian c pasal 2.8.2.1 kecuali menggantikan f * dan k = 0,43. Gambar 2.8. Elemen tanpa pengaku yang mengalami tekan merata

b. Elemen tanpa pengaku dan pengaku tepi yang mengalami tegangan bergradien i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (b e ) diukur dari tepi terkekang dari elemen tekan tanpa pengaku dan pengaku tepi dengan tegangan bergradien, harus ditentukan dengan f * = dan k maupun ρ ditentukan berdasarkan pasal ini. Ψ adalah rasio tegangan = Faktor lebar efektif (ρ) dan koefisien tekuk pelat (k) harus ditentukan sebagai berikut: Untuk elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradien yang menyebabkan tekan pada kedua tepi longitudinal sari elemen tanpa pengaku ( dan ) keduanya dalam tekan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(A) - Bila tegangan berkurang ke arah tepi tanpa pengaku seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(A), k harus dihitung sebagai berikut: - Bila tegangan bertambah ke arah tepi tanpa pengaku seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(A)(b), k harus dihitung sebagai berikut: k = 0,57 0,21 ψ + 0,07 ψ 2 (2.13)

Untuk elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradien yang menyebabkan tekan pada satu tepi dan tarik pada tepi longitudinal yang lain dari elemen tanpa pengaku: - Untuk dalam tekan pada tepi yang tidak dikekang dan dalam tarik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(B)(a), ρ harus dihitung sebagai berikut: ρ = 1 untuk λ > 0,673(1-ψ) (2.14) (2.15) k = 0,57 0,21 ψ + 0,07 ψ 2 - Untuk dalam tekan pada tepi terkekang dan dalam tarik seperti ditunjukkan pada gambar 2.9(B)(b), ρ harus dihitung sebagai berikut: Untuk -1 < ψ < 0 ; ρ =1 untuk λ 0,673 (2.16) (2.17) k = 1,70-5ψ + 17,1ψ 2 (2.18) untuk ψ -1 ; ρ =1 Sebagai alternatif, koefisien tekuk pelat (k) boleh ditentukan menggunakan persamaan berikut ini untuk kanal yang melengkung pada bidang simetri dengan tepi tidak dikekang dari elemen tanpa pengaku dalam tekan, sebagai berikut: k = 0,1451(b 2 /b 1 ) + 1,256 (2.19)

Keterangan: b 2 adalah lebar elemen tanpa pengaku b 1 adalah lebar elemen dengan pengaku Gambar 2.9(A) Elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradienkedua tepi dalam tekan Gambar 2.9(B) Elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradiensatu tepi mengalami tekan dan satu tepi mengalami tarik ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (b e ) dari elemen tanpa pengaku dan pengaku tepi dengan tegangan bergradien harus ditentukan sesuai dengan bagian i diatas, kecuali dan menggantikan dan. Tegangan dan (lihat Gambar 2.9(A)

dan (B) harus digunakan masing-masing untuk menentukan dan. Perhitungan harus berdasarkan penampang efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi. 2.8.2.3. Lebar efektif elemen yang mengalami tekan merata dengan pengaku tepi i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (b e ) dari elemen yang mengalami tekan merata dengan pengaku tepi harus ditentukan sebagai berikut: b/t 0,328S (tidak diperlukan pengaku tepi) (2.20) b e = b (2.21) b 1 = b 2 = b/2 (2.22) d s = d se (2.23) A s = A se (2.24) b/t > 0,328S (2.25) ( ) ( ) ( )

[ ] * ( ) + Jika I s I a, I s sama dengan I a [ ] S adalah faktor kelangsingan b e harus dihitung sesuai dengan bagian 2.8.2.1, dimana k diambil dari tabel berikut Tabel 2.1. Nilai koefisien tekuk pelat (k) Gambar 2.10. Elemen dengan pengaku tepi lip sederhana

ii. Lebar Efektif untuk perhitungan defleksi Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (be) harus ditentukan berdasarkan persamaan (2.1) dan (2.2) diatas, kecuali menggantikan f *. 2.8.2.4. Lebar efektif elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan satu pengaku antara i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (b e ) dari elemen yang mengalami tekan merata dengan satu pengaku antara harus ditentukan sebagai berikut: I a = 0 (tidak memerlukan pengaku antara) (2.35) b e = b (2.36) b adalah lebar rata dari elemen tidak termasuk pojok atau bengkokan (lihat gambar 2.11) A s adalah luas tereduksi pengaku = A se A se adalah luas efektif pengaku A se harus digunakan untuk menghitung seluruh properti-properti penampang efektif. Titik berat pengaku dianggap terletak pada titik berat luas utuh pengaku, dan momen inersia pengaku terhadap sumbu netral pengaku dihitung dari penampang utuh pengaku.

( ) n adalah eksponen * + k adalah koefisien tekuk pelat ( ) * + * + Keterangan: b 2 adalah lebar rata elemen dengan pengaku antara tidak termasuk lengkungan (lihat Gambar 2.11(a)) I s adalah momen inersia pengaku utuh terhadap sumbu yang melalui titik berat yang sejajar dengan elemen yang akan diperkaku. S adalah faktor kelangsingan Bila I s lebih besar atau sama dengan I a, maka I s =I a. Lebar efektif b e harus dihitung, dimana k harus memenuhi pasal ini.

Gambar 2.11. Elemen-elemen dengan satu pengaku antara Nilai d s dihitung sesuai pasal ini, harus digunakan untuk menghitung seluruh properti penampang efektif. ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (b e ) harus detentukan dengan pasal ini, kecuali menggantikan f *. 2.8.2.5. Lebar efektif elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan pengaku antara majemuk i. Penentuan lebar efektif Lebar efektif elemen harus ditentukan sebagai berikut: ( ) Keterangan: b e adalah lebar efektif elemen, terletak pada ujung elemen termasuk pengaku (lihat Gambar 2.12(A)) ρ adalah faktor lebar efektif = 1 jka λ 0,673 ( ) λ λ

λ ( ) b o adalah lebar rata total dari elemen dengan pengaku (lihat Gambar 2.12(B)) A g adalah ketebalan elemen Koefisien tekuk pelat (k) harus ditentukan dari yang terkecil antara R kd dan k 10c, yang ditentukan sesuai dengan pasal berikut ini Keterangan: R adalah faktor modifikasi untuk koefisien tekuk pelat distorsi = 2 jika b o /d 1 < 1 k d adalah koefisien tekuk pelat untuk tekuk distorsi k 10c adalah koefisien tekuk pelat untuk tekuk subelemen lokal d 1 adalah lebar elemen yang bersebelahhan dengan elemen dengan pengaku, misalnya tinggi pelat bada pada penampang topi dengan pengaku antara majemuk pada sayap tekan adalah sama dengan d 1, bila elemen yang bersebelahan mempunyai lebar yang berbeda, maka digunakan yang paling kecil. Gambar 2.12 (A) Lokasi lebar efektif

Gambar 2.12(B) Lebar pelat dan lokasi pengaku ii. Kasus khusus: n pengaku identik, dengan jarak yang sama Perhitungan kapasitas K 10c = 4(n+1) 2 (2.48) [ ] Keterangan: β adalah koefisien γ adalah faktor kepentingan δ adalah koefisien I sp adalah momen inersia pengaku terhadap garis tengah bagian rata dari elemen. Lengkungan yang menghubungakan pengaku dengan bagian rata boleh diperhitungkan

b o adalah lebar rata total dari elemen dengan pengaku (lihat Gambar 2.12(B) A s adalah luas bruto pengaku Bila I br < βb a maka I br /b o dapat diganti dengan β untuk memperhitungkan kenaikan kapasitas yang disebabkan oleh breising, dimana I br adalah panjang breising yang tidak didukung atau pengekang lain yang mengekang tekuk distorsi dari elemen. Perhitungan defleksi Lebar efektif (b e ) yang digunakan dalam menghitung defleksi harus ditentukan seperti pada perhitungan kapasitas diatas, kecuali menggantikan f *, dimana adalah tegangan tekan desain pada elemen yang ditinjau berdasarkan penampang efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi. iii. Kasus umum pengaku dengan ukuran, lokasi dan jumlah yang sembarang Perhitungan kapasitas ( ) ( )

( ) Keterangan: b p adalah lebar bagian rata subelemen yang paling besar (lihat Gambar 2.12(B)) adalah koefisien C i adalah jarak horizontal tepi elemen ke garis tengah pengaku (lihat Gambar 2.12(B)) i adalah indeks untuk pengaku i Jika I br < βb o maka I br /b o dapat diganti dengan β untuk memperhitungakan pertambahan kapasitas yang disebabkan oleh breising. Perhitungan defleksi Lebar efektif (b e ) yang digunakan untuk menghitung defleksi harus ditentukan sesuai dengan pasal perhitungan kapasitas, menggantikan f *, dimana adalah tegangan tekan desain pada elemen yang ditinjau berdasarkan penampang efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi. 2.8.2.6. Lebar efektif elemen dengan pengaku tepi yang mengalami tekan merata dengan pengaku antara Lebar efektif (b e ) dari elemen dengan pengaku tepi yang mengalami tekan merata dengan pengaku antara harus ditentukan sebagai berikut:

(a) Bila b 2 /t < S/3, elemen efektif seluruhnya dan tidak ada reduksi tekuk lokal (b) Bila b 2 /t > S/3, koefisien tekuk pelat (k) harus ditentukan sesuai dengan pasal ini, tetapi b 2 menggantikan b dalam semua notasi, Keterangan: b 2 adalah lebar rata total dari elemen dengan pengaku tepi (lihat Gambar 2.11 ) S adalah faktor kelangsingan 2.8.2.7. Elemen busur tekan Elemen busur tekan berbentuk lingkaran atau parabola dengan pengaku pada kedua sisi, harus dianggap berpengaku dan efektif penuh bila momen inersia busur terhadap sumbu yang melalui titik berat yang sejajar bidang dasarnya, tidak kurang dari momen inersia minimum (I min ) yang ditentukan di pasal 2.8.2.4. Dalam pasal ini, b harus diambil setengah panjang lengkungan dan rasio b/t tidak melampaui 60. Untuk kondisi yang lain, properti-properti geometri penampang harus ditentukan dengan uji beban dengan bab selanjutnya. 2.8.3 Perencanaan batang tarik memenuhi: Sebuah komponen yang menerima gaya aksial desain(n*) harus

Keterangan: N t = kapasitas penampang nominal dari komponen struktur dalam tarik yang ditentukan dengan rumus: Keterangan: A g = luas bruto penampang k t = faktor koreksi untuk distribusi gaya yang ditentukan dari tabel 1 A n = luas neto penampang f u = kekuatan tarik yang digunakan dalam desain Tabel 2.2. Faktor koreksi (k t ) untuk elemen yang diarsir

2.8.4 Perencanaan batang tekan Gaya aksial tekan desain (N*) harus memenuhi persamaan berikut ini: N n = kapasitas penampang nominal dari komponen struktur dalam tekan A e = luas efektif saat tegangan leleh (fy) N c = kapasitas komponen struktur nominal dari komponen struktur dalam tekan A e = luas efektif saat tegangn kritis (fn) f n = tegangan kritis, harus ditentukan dari persamaan dibawah ini Keterangan : λ c = kelangsingan nondimensi yang digunakan untuk menentukan fn foc =nilai terkecil dari tegangan tekuk lentur, torsi, dan lentur-torsi elastis atau analisa tekuk elastis yang rasional. A e adalah luas efektif pada tegangan kritis (f n ) = A 0 + R (A - A 0 ) A 0 adalah luas tereduksi akibat tekuk lokal

A adalah luas penampang utuh tidak tereduksi CATATAN: Rasio kelangsingan (l c /r) dari semua komponen struktur tekan tidak boleh melampaui 200, kecuali selama pelaksanaan l c /r boleh dibatasi untuk tidak melampaui 300. i. Penampang yang tidak menerima tekuk torsi atau tekuk lenturtorsi Untuk penampang simetris ganda, penampang tertutup dan penampang lain yang dapat ditunjukkan tidak menerima tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi, tegangan tekuk lentur elastis (f oc ) harus ditentukan sebagai berikut: Keterangan: le = panjang efektif penampang r = radius girasi dari penampang utuh, tidak tereduksi Untuk baja G550 dengan ketebalan kurang dari 0,9 mm, harus digunakan radius girasi tereduksi γr dalam persamaan f oc diatas jika nilai panjang efektif (l e ) kurang dari 1,1 l o, Keterangan: fcr = tegangan tekuk elastis pelat ( )

2.8.5. Perencanaan Sambungan Semua sistem pengencangan yang sesuai seperti las, baut, sekrup, paku keling, clinching, paku lem struktural atau alat mekanis lainnya, dapat digunakan untuk menghubungkan bagian-bagian komponen struktur. Pada umumnya, rangka atap baja ringan menggunakan sekrup sebagai alat sambung. Sebenarnya ada berbagai metode yang dibahas dalam SNI 7971:2013, namun masih jarang diaplikasikan ke lapangan. Pada SNI 7971:2013 butir 5.4.1, dinyatakan syarat ukuran diameter nominal (d f ) harus memenuhi 3,0 mm d f 7 mm. Sekrup harus dapat membentuk ulir, dengan atau tanpa titik self-drilling. a. Sambungan sekrup dalam geser Kapasitas nominal sekrup harus ditentukan melalui pengujian dan tidak bolehkurang dari 1,25 V b. i. Tarik pada bagian tersambung Gaya tarik desain N t * pada penampang netto harus memenuhi; Keterangan: Ø = faktor reduksi kapasitas sambungan skrup dalam tarik = 0,65 N t adalah kapasitas tarik nominal penampang neto bagian tersambung, untuk sekrup tunggal, atau satu baris sekrup tegak lurus gaya ( )

Untuk sekrup majemuk segaris dengan gaya Keterangan: d f adalah diameter sekrup nominal S f adalah jarak sekrup tegak lurus garis gaya atau lebar lembaran pada kasus sekrup tunggal A n adalah luas neto bagian tersambung ii. Jungkit (tilting) dan tumpu lubang Gaya tumpu desain (Vb*) pada suatu sekrup harus memenuhi Keterangan: Ø = faktor reduksi kapasitas sekrup yang menerima miring dan tumpu = 0,5 V b = kapasitas tumpu nominal bagian tersambung Untuk t 2 /t 1 1, V b harus diambil nilai terkecil dari (i) ( ) (ii) (iii) Keterangan: t 2 = tebal lembaran yang tidak kontak dengan kepala sekrup

t 1 = tebal lembaran yang kontak dengan kepala sekrup d f = diameter sekrup nominal f u2 =kekuatan tarik lembaran yang tidak kontak dengan kepala sekrup f u1 = kekatan tarik lembarn yang kontak dengan kepala sekrup C = faktor tumpu (lihat Tabel 2.3) Untuk t 2 /t 1 1,25, V b harus diambil nilai terkecil dari berikut: (i) (ii) Untuk 1 < t 2 /t 1 < 2,5, V b harus ditentukan secara innterpolasi linier antara nilai terkecil dari persamaan bagian a dan b diatas. Tabel 2.3. Faktor Tumpu (C) Rasio diameter pengencang dan ketebalan komponen struktur, C df/t d f / t < 6 2,7 6 d f / t 3 3,3 0,1 (d f / t ) d f / t >13 2,0 iii. Geser sambungan yang dibatasi jarak ujung Gaya geser desain (V * fv) yang dibatasi jarak ujung harus memenuhi: Jika f u /f y 1,08, Ø = 0,7 Jika f u /f y < 1,08, Ø = 0,6

Jika jarak ke suatu tepi bagisn tersambung sejajar dengan garis gaya yang bekerja, gaya geser nominal harus dihitung sebagai berikut: Keterangan: t adalah tebal bagian yang jarak ujungnya diukur e adalah jarak yang diukur pada garis gaya dari pusat lubang standar keujung terdekat bagian tersambung. b. Sambungan sekrup dalam tarik Kapasitas tarik nominal sekrup harus ditentukan melalui pengujian dan tidak boleh kurang dari 1,25 N t. Cabut ( pull-out) dan tembus ( pull-through) Gaya tarik desain N * t pada sekrup harus memenuhi; Keterangan: N t = kapasitas nominal sambungan dalam tarik Kapasitas nominal diambil nilai terkecil berikut: - Kapasitas cabut nominal (N ou ) dihitung sebagai berikut: untuk t 2 > 0,9 mm (2.83) - Kapasitas sobek nominal (N ov ) dihitung sebagai berikut: untuk 0,5 < t 1 < 1,5 mm (2.84) Dimana d w adalah diameter kepala baut dan diameter ring yang lebih besar, tetapi tidak lebih besar dari 12,5 mm. Untuk sekrup yang

menerima gaya tarik, kepala sekrup atau ring harus memiliki d w tidak kurang dari 8 mm. Ring harus memiliki ketebalan minimum 1,27 mm. Kapasitas tarik nominal sekrup tidak boleh kurang dari 1,25 N t. c. Syarat jarak baut Jarak antara pusat-pusat sekrup harus menyediakan tempat yang cukup untuk ring sekrup tetapi tidak boleh kurang dari tiga kali diameter sekrup nominal (d f ). Jarak pusat sekrup ke tepi semua bagian tidak boleh kurang dari 3d f.