BAB V PENUTUP. perlindungan penonton film dalam UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.

dokumen-dokumen yang mirip
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN

1. Para Penyedia Layanan Aplikasi Dan/Atau Konten Melalui Internet (Over

HUKUM & ETIKA PENYIARAN : MENGAPA PERLU DISENSOR DAN DIAWASI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa film sebagai karya seni budaya memiliki peran

2 1. Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau t

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG LEMBAGA SENSOR FILM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Pelatihan singkat pengambilan gambar dan hal-hal yang harus diperhatikan

Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 8/Ags/2016

DRAFT RAPERDA HASIL REVISI DAN MASUKAN PADA FGD SELASA, 31 MEI 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA SENSOR FILM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA SENSOR FILM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA SENSOR FILM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG LEMBAGA SENSOR FILM

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG LEMBAGA SENSOR FILM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor 7 TAHUN 1994 Tentang LEMBAGA SENSOR FILM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN [LN 1997/72, TLN 3701]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Regulasi tentang Iklan & Pelanggaran Iklan. Coaching Clinic Pendaftaran Iklan Obat Tradisional dan Suplemen Jakarta, 23 November 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1994 TENTANG PENYELANGGARAAN USAHA PERFILMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. Dari pemaparan yang telah disampaikan mulai dari Bab I sampai Bab IV

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

BUPATI BANGKA TENGAH

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RAN TV SEBAGAI TELEVISI SIARAN PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN PERFILMAN JAWA TIMUR

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERKAIT PERATINGAN FILM BIOSKOP

4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3473);

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG KLASIFIKASI PERMAINAN INTERAKTIF ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENERTIBKAN PELAKU USAHA RENTAL FILM YANG MENYEWAKAN FILM TANPA LULUS SENSOR. (Studi di POLRESTA Malang) Oleh:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG

1 of 10 3/17/2011 4:26 PM

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN

PENGADUAN PELAYANAN SALAH SATU BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAYANAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk dalam negeri harus bersaing dengan produk-produk dari luar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, & Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Iklan. Publikasi. Pelayanan Kesehatan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR : 39 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : Tahun 2011 TENTANG

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengetahuan masyarakat. Sekarang ini, media memiliki andil yang. budaya yang bijak untuk mengubah prilaku masyarakat.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANAK INDONESIA. Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN Gambaran Umum Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lampung

BAB V PENUTUP Kesimpulan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS

Fungsi Kontrol Publik Dalam Penyelenggaraan Penyiaran Di Indonesia Oleh: Akhmad Aulawi *

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

PERATURAN KAMPANYE CALON KETUA DAN CALON WAKIL KETUA BEM TPB IPB PERIODE

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini hendak menjawab rumusan masalah tentang bagaimana perlindungan penonton film dalam UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Setelah melakukan interpretasi dan pemaknaan dalam teks undang-undang tersebut serta dari peraturan lain yang berada di bawah undang-undang tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa: 1. Sebagai sebuah undang-undang, UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman dilihat dari ciri-ciri isinya, undang-undang ini berisikan segala peraturan yang mengatur perfilman di Inonesia. Dilihat dari aspek penyusunan undangundang, segala yang melatarbelakangi dibentuknya undang-undang ada di dalam konsideran menimbang dan konsideran mengingat. Salah satu yang melatarbelakangi dibuatnya undang-undang ini adalah perlindungan terhadap perfilman, dimana perlindungan ini yang menjadi isu dalam penelitian. 2. Muatan isi yang tercantum dalam pasal-pasal, dari keseluruhan 90 pasal yang ada, peraturan yang tertulis selain mengatur tentang pertunjukan dan penayangan film, undang-undang ini juga mengatur semua aktor yang terlibat dalam perfilman. Aktor tersebut yaitu: masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah, pengusaha film, insan perfilman, dan menteri. 3. Ada kategori penggolongan usia penonton film, yang ditujukan untuk melindungi penonton film terutama bagi anak-anak. Penggolongan usia 115

penonton film yang meliputi film: (a) untuk penonton semua umur; (b) untuk penonton usia 13 tahun atau lebih; (c) untuk penonton usia 17 tahun atau lebih; dan untuk penonton usia 21 tahun atau lebih. 4. Berlakunya sensor bagi film yang akan diedarkan merupakan salah satu bentuk perlindunngan terhadap penonton film. Sensor diberikan agar film yang beredar tidak mengandung hal-hal yang dilarang yaitu: (a) mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adkitif lainnya; (b) menonjolkan pornografi; (c) memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan; (d) menistakan, melecehakn, dan/atau menodai nilai-nilai agama; (e) mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum; dan/atau (f) merendahkan harkat dan martabat manusia. 5. Untuk melaksanakan sensor pemerintah membentuk LSF yang bersifat independen. Tugas LSF adalah (1) Melakukan penyensoran film dan iklan film sebelum diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum; dan (2) Melakukan penelitian dan penilaian judul, tema, gambar, adegan, suara, dan teks tersejmahan suatu film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum. 6. LSF mempunyai fungsi perlindungan terhadap masyarakat dari dampak negatif yang timbul dari peredaran dan pertunjukkan film dan iklan film yang tidak sesuai dengan dasar, arah, dan tujuan perfilman Indonesia; pemberian kemudahan masyarakat dalam memilih dan menikmati pertunjukan film dan iklan film yang bermutu serta memahami pengaruh film dan iklan film; dan 116

memberi informasi yang benar dan lengkap kepada masyarakat agar dapat memilih dan menikmati film yang bermutu. 7. Penyelenggara pertunjukan film wajib memberitahukan ketentuan penggolongan usia penonton yang ditetapkan oleh lembaga sensor film, dengan cara: mencantumkan secara jelas pada seluruh reklame film, termasuk pada iklan-iklan film di media cetak dan media elektronik; mencantumkan pada pintu masuk dan loket-loket karcis atau tempat lainnya yang mudah dilihat; mempertunjukan bukti lulus sensor yang mencantumkan ketentuan penggolongan usia penonton sebelum film dipertunjukan. 8. Sebagai masyarakat, penonton film berhak: memperoleh pelayanan dalam kegiatan perfilman dan usaha perfilman; memilih dan menikmati film yang bermutu; dan memperoleh kemudahan sarana dan prasarana pertunjukan film. 9. Undang-undang ini secara keseluruhan melindungi penonton film dilihat dari banyaknya pasal yang memberi batasan dan larangan terhadap film. Serta adanya pasal tentang sensor film dimana lembaga sensor fiilm sebagai penanggungjawab sensor pada film yang akan beredar. Tetapi secara tidak sadar, banyaknya larangan dan batasan terhadap film sebenarnya tidak akan menghentikan permasalahan bahwa penonton film akan terlindungi dari dampak negatif film. Apalagi dijaman dimana informasi dengan mudah bebas didapat dan diakses. Seperti di dalam sebuah kandang yang di dalamnya ada teleporter. Walaupun kandang tersebut terkunci, orang yang ada di dalamnya secara cepat bisa berada di Rusia, beberapa menit kemudian bisa berada di Afrika, dan dalam hitungan detik bisa kembali ke dalam kandang tersebut. 117

10. Terakhir, undang-undang ini tidak memberikan pendidikan terhadap masyarakat mengenai perfilman. Terlihat dari upaya LSF yang menjadi pemain utama dalam segala urusan dari adanya sensor sampai pada penyangan sebuah film. Perlindungan tidak hanya bisa didapat dengan memberi banyak batasan dan larangan, tetapi justru memberikan pengetahuan dan pendidikan terhadap konsumen merupakan perlindungan terbaik. B. Saran Dari hasil penelitian, ternyata UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman banyak menuai kritik dari berbagai kalangan terutama mengenai sensor film dan LSF. Atas pertimbangan hasil dari penelitian dan beberapa kritikan dari beberapa kelompok masyarakat terhadap UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, saran yang bisa diajukan adalah: 1. Sensor bukan hanya menjadi tanggungjawab LSF, sensor juga merupakan tanggung jawab pengusaha perfilman, dan masyarakat. 2. LSF yang lebih transparan dan terpisah dari pemerintah, sehingga tercipta LSF yang benar-benar independen. 3. Sensor dan kriteria sensor harus disosialisasikan kepada semua masyarkat untuk semua golongan, tentu saja dengan masih mengedepankan pembatasan umur. 4. Pengusaha pertunjukan dan penayangan film lebih tegas dalam seleksi penonton, hal ini untuk mengantisipasi penonton yang belum cukup umur menonton film dewasa. 118

5. Pemberian pendidikan mengenai film, dan hal-hal yang dilarang dimuat di dalam isi sebuah film kepada masyarakat khususnya pada anak-anak. Hal ini dilakukan agar mereka bisa membatasi diri sendiri dari film-film yang tidak sesuai dengan ideologi dan budaya bangsa. 6. Pemberian perlindungan hukum kepada masyarakat, sehingga saat dia merasa dirugikan atas film yang sudah mereka tonton dan bilamana pihak penayang film tidak memberikan fasilitas yang memadai, maka mereka bisa melakukan upaya hukum. 7. Pengoptimalan Badan Perfilman Indonesia, sebagai tempat dialog masyarakat untuk menuntaskan masalah perfilman, serta pengoptimalan untuk pengaduan permasalahan terhadap perfilman. 8. Setelah membaca hasil penelitian, diharapkan penonton film lebih kritis terhadap semua pelanggaran yang dilakukan baik itu yang dilakukan oleh pengusaha dan insan perfilman, serta pengusaha pertunjukan film agar perfilman Indonesia ke depan lebih baik dan lebih bermutu. 9. Perbaikan pasal-pasal yang belum sesuai, yaitu: Pasal 45 menganai hak masyarakat, yang tadinya hanya ada lima hak, ditambah menjadi tiga yaitu: memperoleh pendidikan film, memperoleh perlindungan hukum, memperoleh ganti rugi. Pasal 61 mengenai sensor film, perbaikan pada ayat (3) yang tadinya berbunyi: Lembaga sesnsor film mensosialisasikan secara intensif pedoman dan kriteria sensor kepada pemilik film agar dapat menghasilkan film yang bermutu, dirubah menjadi: Lembaga sensor film 119

mensosialisasikan secara intensif pedoman dan kriteria sensor kepada pemilik film dan kepada masyarakat demi mutu dan kualitas film. Pasal 69 yang menjelaskan tugas badan perfilman, yang tadinya hanya berisi delapan tugas, ditambah menjadi: menampung keluhan dari penonton film atas film yang ditonton; dan memfasilitasi dialog yang berkenaan dengan masalah perfilman yang terbuka bagi masyarakat. 120