2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING

dokumen-dokumen yang mirip
A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi persaingan global. Saat ini, peningkatan mutu pendidikan semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rita Zahara, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Lidia Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. SMA (Sekolah Menengah Atas) dan MA (Madrasah Aliyah) diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, maupun prinsip-prinsip saja tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang

PENGARUH METODE INKUIRI TERBIMBING PADA PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA DALAM PRAKTIKUM ANIMALIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains, ilmu yang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

I. PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

1 Muhibbin Syah., Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

I. PENDAHULUAN. konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. Ilmu Kimia merupakan salah satu ilmu yang memiliki karakteristik yang sama

KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta- fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. demi peningkatan kualitas maupun kuantitas prestasi belajar peserta didik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENERAPAN METODE PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA KELAS XI IPA SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

PENERAPAN METODE PRAKTIKUM BERBASIS GUIDED INQUIRY

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hayati Dwiguna, 2013

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekedar penguasaan. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut teori pembelajaran konstruktivisme, peranan aktif siswa dalam

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 PENGUASAAN KONSEP SISWA TOPIK PENURUNAN TITIK BEKU LARUTAN PADA PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN MEDIA LABORATORIUM VIRTUAL

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan ilmu yang dipandang sebagai proses, produk, dan sikap. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang

KETERAMPILAN INFERENSI PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia, dengan kata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA MATA PELAJARAN FISIKA

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains merupakan pelajaran penting, karena memberikan lebih banyak pengalaman untuk menjelaskan fenomena yang dekat dengan kehidupan sekaligus mencari solusi dari suatu permasalahan (Geban dan Bayir, 2000). Akan tetapi, pembelajaran sains dipandang sebagai aktivitas kognitif yang kompleks (Ali, 2012). Chiu (Pahi dan Olorundae, 2012) mengemukakan bahwa kimia sebagai bagian dari sains yang dianggap kompleks, padahal ilmu kimia diisi dengan fenomena dan aktivitas eksperimen yang menarik serta pengetahuan yang bermanfaat untuk memahami alam maupun dunia industri. Karakter kimia yang dipandang kompleks ini memunculkan banyak keresahan dari dalam diri siswa, bahkan ketika mereka hanya baru mendengar kata kimia. Banyaknya siswa yang menemukan kesulitan dalam mempelajari sains dan kimia merupakan salah satu masalah yang perlu dicari solusinya (Duit dalam Coll, dkk. 2005). Belajar kimia bagi sebagian orang kurang menarik. Hal tersebut banyak disebabkan selama ini konsep-konsep kimia lebih sering disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik sabagai fakta bukannya sebagai peristiwa atau gejala alam yang harus diamati, diukur dan didiskusikan. Masih terlalu banyak pendidik berpikir bahwa mengajar adalah pemindahan pengetahuan (hafalan) dari pendidik yang merasa maha mengetahui kepada peserta didik. Peserta didik perlu dilatih untuk mengembangkan kemampuannya dalam pemecahan masalah-masalah nyata yang ada di lingkungannya. Pembelajaran kimia diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, 1

2 sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2003). Oleh karena itu pembelajaran kimia yang baik adalah pembelajaran kimia yang dapat memberikan makna bagi siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajarannya, guru dapat mengaitkan materi dengan kehidupan seharihari yaitu dengan membuat peserta didik memahami apa yang dipelajarinya serta mampu mendorong peserta didik untuk mengkonstruksi sendiri makna-makna dari apa yang telah dipelajarinya. Namun, menurut Sumarna (dalam Wasis, 2006) kebanyakan peserta didik mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan pengetahuannya dengan kehidupan sehari-hari yang dikarenakan adanya kecenderungan pembelajaran di kelas yang tidak berusaha mengaitkan konten pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang efektif adalah kegiatan pembelajaran yang secara terencana membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran secara optimal (Suyono, 2009). Dalam pembelajaran yang terjadi di sekolah, guru merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas hasilnya (Arikunto, 2012). Oleh karena itu, diharapkan siswa dapat mencapai kemajuan secara maksimal dalam proses belajar. Dalam pelaksanaannya proses belajar tidak luput dari permasalahan-permasalahan yang ditemui ketika melaksanakan proses tersebut (Samudra dkk., 2014). Siswa sering menghadapi kesulitan atau masalah dan membutuhkan bantuan serta dukungan dari lingkungan sekitarnya untuk menyelesaikan kesulitan atau masalah tersebut (Depdiknas, 2007). Hasil penelitian Peadley, Hretz dan Nivack (Mudia dalam Vina, 2012) menunjukan bahwa umumnya siswa cenderung belajar hafalan daripada secara aktif mencari untuk membangun pemahaman dan pola pikir (struktur kognitif) mereka sendiri terhadap konsep kimia. Menurut Sanjaya (2007) belajar bukan hanya sekedar proses menghayal dan memupuk ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya bermakna untuk siswa melalui keterampilan berpikir. Fakta di lapangan menunjukan bahwa konsep-konsep kimia dalam pelajaran kimia dianggap sebagai konsep yang sulit, sehingga banyak siswa yang mengalami

3 kesulitan untuk memahami konsep-konsep dan prinsip kimia. Oleh karena itu, diperlukan sebuah solusi untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya dengan menggunakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan dan meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk mempelajari ilmu kimia secara baik dan benar (Rumansyah dan Irhasyuarna, 2001). Salah satu karakteristik ilmu kimia adalah sebagai produk dan proses. Maka perlu ditekankan bahwa dalam pembelajaran kimia tidak hanya dilakukan dengan pemberian fakta dan konsep saja, tetapi harus diperhatikan juga bagaimana siswa dilatih untuk menemukan fakta dan konsep tersebut sehingga proses pembelajaran kimia diharapkan dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, memiliki kemampuan pemecahan masalah melalui metode ilmiah dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan konsep. Sementara itu, Chandrasegaran, dkk., (2007) mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran, siswa seharusnya diberi kesempatan untuk mengembangkan pemahaman barunya dibantu guru yang lebih berperan sebagai fasilitator daripada sebagai penyampai pengetahuan. Pembelajaran yang sering diterapkan di sekolah secara umum masih berorientasi pada guru (teacher centered). Pembelajaran yang demikian tidak dapat memfasilitasi siswa untuk belajar secara aktif, akibatnya siswa merasa bosan tidak termotivasi dalam pembelajaran. Pemahaman siswa pun tidak dapat dikembangkan karena siswa merasa bergantung terhadap orang lain sebagai sumber belajar. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa belajar secara aktif, termotivasi sekaligus dapat mengembangkan pemahaman siswa, salah satunya model pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing. Gulo (2002) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan dengan penuh percaya diri. Melalui kegiatan inkuiri siswa diharapkan dapat menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan informasi yang diberikan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung sehingga dapat mendorong mereka untuk membangun

4 keterampilan berpikir. Menurut Rustaman (dalam Jafar, 2012) inkuiri lebih menekankan siswa untuk menemukan konsep melalui percobaan dalam laboratorium menggunakan langkahlangkah ilmiah. Inkuiri dipandang sebagai salah satu bentuk pembelajaran yang cocok untuk melatih siswa menemukan jawaban dari masalah dan menemukan konsep. Inkuiri merupakan model pembelajaran inovatif yang diperlukan untuk mengaktifkan keterlibatan siswa secara mandiri dalam proses pembelajaran (Siregar dan Hartini, 2010). Minner dkk. (dalam Vlassi dan Karaliota, 2013) mengungkapkan bahwa pembelajaran menggunakan inkuiri mampu melibatkan siswa dalam proses pembelajaran melalui penyelidikan ilmiah. Model pembelajaran inkuiri terbimbing telah diteliti sebelumnya. Hasil penelitian yang ditulis Bilgin (2009) menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan cooperative learning dapat meningkatkan prestasi peserta didik pada konsep asam dan basa. Rizki (2013) dengan tesisnya pada pembelajaran suhu dan kalor menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian Ariani (dalam Argit, 2013) mengenai penerapan pembelajaran inkuiri terhadap peningkatan hasil belajar siswa, diperoleh kesimpulan bahwa implementasi pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan dengan N-gain sebesar 72,1%. Hasil N-gain yang diperoleh menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri yang diterapkan tergolong efektif dan dapat meningkatkan pemahaman konsep. Nurul (2014) menjelaskan pada pembelajaran pengaruh ion senama dan ph terhadap kelarutan menggunakan model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan pengusaan konsep siswa pada kelas eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Pada kutipan jurnal berbasis inkuiri terbimbing yang ditulis oleh Douglas dkk, menyatakan : In a Guided inquiry class, the instructor does not lecture. Rather students work in teams, typically of four students, to complete worksheets.

5 Pernyataan di atas menunjukan bahwa pada kelas inkuiri terbimbing guru tidak memberikan perkuliahan, sedangkan peserta didik bekerja sama secara berkelompok dalam menyelesaikan masalah atau lembar kerja. Metode pembelajaran yang cocok digunakan dengan model inkuiri dan dapat digunakan untuk menunjang pembelajaran kimia sebagai proses adalah metode praktikum. Pada pembelajaran dengan menggunakan metode praktikum, siswa melakukan suatu percobaan tentang suatu hal, mengamati proses, serta menuliskan hasil percobaan, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan di kelas dan dievaluasi guru (Roestiyah, 2008). Menurut Rustaman (2005), praktikum merupakan sarana terbaik dalam mengembangkan keterampilan proses sains. Pada pembelajaran dengan metode praktikum ini, siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri. Pada umumnya, praktikum yang dilakukan di sekolah belum memberikan pengalaman pada siswa untuk membuat hipotesis, menguji kebenaran hipotesis dan menganalisis data. Hal tersebut disebabkan karena prosedur praktikum yang digunakan umumnya hanya berisi instruksi langsung. Siswa hanya mengerjakan langkah-langkah sesuai perintah, akibatnya kurang melatih keterampilan berpikir dan keterampilan proses sains siswa. Selain itu, kegiatan praktikum yang dilakukan belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam melakukan eksperimen-eksperimen untuk menemukan konsep sendiri. Hasil studi lapangan oleh Jahro dan Susilawati (2009) bahwa sebagian besar pokok bahasan dalam mata pelajaran kimia memerlukan penguatan pemahaman dan pengembangan wawasan melalui penerapan metode praktikum. Dengan metode praktikum ini diharapkan mampu menumbuhkan rasa kerja sama antara satu siswa dengan siswa lain, melatih keterampilan siswa dalam menggunakan alat-alat laboratorium, dan melatih siswa berpikir secara ilmiah. Selain itu, dampak positif yang diberikan dari metode praktikum diantaranya pengetahuan dapat bertahan lama, lebih mudah diingat, lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru, dan secara keseluruhan dapat meningkatkan penalaran siswa. Kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode praktikum ini lebih berpusat kepada siswa (student centered) yang akan membuat siswa menjadi aktif dan tidak pasif.

6 Dalam pembelajaran dengan metode praktikum, diperlukan materi yang cocok dengan metode tersebut. Berdasarkan analisis konsep yang telah dilakukan, materi hidrolisis garam dipilih sebagai materi dalam penelitian ini karena fenomena dalam materi ini dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga dapat dengan mudah mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan sehari-hari. Pemahaman konsep siswa dapat tergolong tinggi atau rendah tergantung dari aktivitas siswa dalam pembelajaran. Dalam menerapkan model pembelajaran tidak semua siswa dapat belajar menggunakan model pembelajaran yang diberikan oleh guru dan berpengaruh terhadap pemahaman konsep. Siswa memiliki karakterisitik latar belakang pendidikan, pengalaman dan interaksi sesama siswa yang berbedabeda. Siswa yang sudah terbiasa belajar menggunakan pembelajaran yang biasa guru berikan, sulit beradaptasi dengan pembelajaran yang baru diterapkan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai pemahaman konsep siswa pada pembelajaran hidrolisis garam berbasis inkuiri terbimbing. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah secara umum untuk penelitian ini adalah Bagaimanakah pemahaman konsep siswa pada pembelajaran hidrolisis garam berbasis inkuiri terbimbing? Rumusan masalah yang diteliti dijabarkan melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana pemahaman konsep siswa pada pembelajaran hidrolisis garam berbasis inkuiri terbimbing? 2. Bagaimana pemahaman konsep siswa pada setiap indikator pembelajaran?

7 C. Pembatasan Masalah Agar penelitian lebih terarah dan memberikan gambaran yang jelas, maka peneliti membatasi masalah yang dikaji. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Materi hidrolisis yang diteliti dibatasi pada penentuan sifat-sifat garam yang terhidrolisis dan jenis garam yang terhidrolisis. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi pemahaman konsep siswa setelah diimplementasikannya model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi hidrolisis garam. Secara lebih jelas tujuan penelitian dapat diuraikan menjadi beberapa tujuan berikut : 1. Memperoleh informasi mengenai pemahaman konsep siswa pada pembelajaran hidrolisis garam berbasis inkuiri terbimbing. 2. Memperoleh informasi mengenai pemahaman konsep siswa pada setiap indikator pembelajaran. E. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai pemahaman konsep siswa pada pembelajaran hidrolisis garam berbasis inkuiri terbimbing diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihakpihak yang terlibat dalam dunia pendidikan yaitu: 1. Bagi sekolah Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sumbangan pemikiran serta masukan dalam pengembangan model pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu pendidikan. 2. Bagi Guru Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif model yang dapat digunakan dalam melaksanakan kegaiatan pembelajaran. 3. Bagi siswa Melalui pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing, diharapkan dapat:

8 a. Meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam memahami konsep-konsep materi kimia. b. Meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas. c. Meningkatkan motivasi belajar siswa dan sikap ilmiah siswa terhadap pelajaran kimia. 4. Bagi peneliti lain Dari penelitian ini diharapkan : Dapat menjadi referensi untuk penelitian lanjutan terhadap pemahaman konsep siswa pada pembelajaran hidrolisis garam berbasis inkuiri terbimbing pada pokok bahasan lainnya dalam mata pelajaran kimia. F. Struktur Organisasi Skripsi Bagian ini berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi, mulai dari bab pertama hingga bab terakhir. Pada bab pertama berisi uraian tentang pendahuluan. Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, struktur organisasi skripsi serta definisi operasional. Latar belakang berisi tentang rasionalisasi untuk melakukan penelitian. Rumusan masalah berisi tentang variabelvariabel yang akan diteliti. Tujuan penelitian menyajikan hasil yang ingin dicapai serta hasil penelitian yang dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan. Pada bab kedua berisi tentang uraian kajian pustaka. Kajian pustaka berisi tentang uraian karakteristik ilmu kimia, teori-teori pemahaman konsep, model pembelajaran inkuiri serta deskripsi materi pembelajaran hidrolisis garam. Pada bab ketiga berisi tentang uraian metodologi penelitian. Metodologi penelitian berisi tentang uraian lokasi dan subjek penelitian, metode penelitian, desain penelitian, alur penelitian, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengolahan dan analisis data. Pada bab keempat berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian dan pembahasan diuraikan mengenai temuan dengan dasar teoritis yang telah dibahas pada bab kajian pustaka. Pada bab kelima

9 berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah dan diuraikan secara padat. Saran ditunjukan kepada para pengguna hasil penelitian, kepada para peneliti berikutnya serta untuk melakukan penelitian selanjutnya. G. Penjelasan Istilah Agar penafsiran istilah yang digunakan dalam penelitian ini lebih terarah, maka dirumuskan penjelasan sebagai berikut : 1. Pemahaman konsep: kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, antara lain menafsirkan bagan, diagram atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal kedalam formula matematis, memprediksikan berdasarkan kecenderungan tertentu (interpolasi dan ekstrapolasi), serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri (Firman, 2000). 2. Pembelajaran: kegiatan belajar mengajar ditinjau dari sudut kegiatan siswa berupa pengalaman belajar siswa yaitu kegiatan siswa yang direncanakan guru untuk dialami siswa selama kegiatan belajar mengajar (Arifin,2003). 3. Inkuiri adalah proses mencari dan menyelidiki suatu masalah secara sistematis, kritis, logis, dan analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya (Suyanti, 2010). 4. Inkuiri terbimbing merupakan salah satu jenis inkuiri. Pada inkuiri ini, guru memberikan suatu masalah berupa fenomena kepada siswa untuk diselidiki serta materi yang digunakan kemudian siswa merencanakan sendiri prosedur untuk memecahkan masalah tersebut (Colburn, 2000).