BAB I PENDAHULUAN. Dikutip dari Djamarah dan Zain (1996, hlm. 7) bahwa guru dituntut untuk memiliki kemampuan tentang penggunaan berbagai metode atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pencak silat merupakan ilmu beladiri warisan budaya nenek moyang

PENDAHULUAN. Pencak silat telah kita akui sebagai cabang olahraga tradisional, warisan

2015 D AMPAK KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PENCAK SILAT TAD JIMALELA TERHAD AP KEBUGARAN JASMANI D AN PERILAKU SOSIAL SISWA SMP NEGERI 1 CILEUNYI

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Deni Diki Hardiansyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran seni musik. Hal ini terlihat dari kurangnya aktivitas siswa secara

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PEER TEACHING DANMODEL INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM PADA SISWI DI SMP NEGERI 5 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak bisa terlepas dari hidup bermasyarakat karena, hanya

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempunyai rasa percaya diri yang memadai. Rasa percaya diri (Self

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakhry Brillian Hidayat, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Muhammad Hasbiyal Farhi, 2013

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sanggup) dalam melakukan sesuatu. Secara harfiah kemampuan berarti

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap

GUMELAR ABDULLAH RIZAL,

Orientasi pada kinerja Individu dalam dunia kerja, 2) justifikasi khusus pada

BAB I PENDAHULUAN. tingkat menengah yang bertujuan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide. bersama adalah cooperative learning, dalam hal ini belajar bersama

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.

BAB I PENDAHULUAN. didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Satryandi Ahmad Fauzi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang wajib diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

2016 IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BOLAVOLI

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan

I. PENDAHULUAN. kehidupan sehingga diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan Model Pendekatan Taktis Dan Pendekatan Tradisional Terhadap Hasil Belajar Permainan Kasti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM), karena dengan pendidikan dapat melahirkan generasi-generasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

PERBANDINGAN PENDEKATAN TAKNIS DAN PENDEKATAN TEKNIS TERHADAP HASIL BELAJAR PERMAINAN BOLA BASKET

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat. berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut adanya sumber daya manusia. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya

, 2015 PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL TERHADAP KEBUGARAN JASMANI SISWA KELAS X SMAN 1 SOREANG

BAB I PENDAHULUAN. logis, kreatif serta mampu menggunakan nalarnya untuk memperoleh,

BAB I PENDAHULUAN. adalah lembaga formal yang kita kenal dengan sekolah. guru sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasainya.

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. bersifat membentuk atau merupakan suatu efek.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai. Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Diajukan oleh : ARIYANTI

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan, karena pendidikan berperan dalam. Orang yang memiliki ilmu pengetahuan, kedudukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 PENGARUH MODEL DIRECT INSTRUCTION DAN INQUIRY TERHADAP HASIL BELAJAR DALAM PERMAINAN SOFTBALL

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut. Hal itulah yang merupakan asumsi secara umum terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. A. Aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif berpengaruh positif

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Study Pendidikan Ekonomi Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional,

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang A Wahid Hasyim, 2014 Pengaruh Pendekatan Bermain Terhadap Motivasi Siswa Dalam Aktivitas Pembelajaran Renang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Deskripsi Konseptual Dan Subfokus Penelitian 1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aris Risyad Ardi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. proses yang disebut proses belajar-mengajar yang berlangsung dalam situasi belajarmengajar.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi, mengatasi persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan. yang terjadi dalam masyarakat pada kini dan masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengaplikasikan materi ajar yang didapatnya di kelas ke dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan sumber daya, termasuk sumber daya manusia Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang baik (Hamalik, 2009, h. 60). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No.20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah :

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

SKRIPSI Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Disusun Oleh: Rita Kusumawardani A

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PEER TEACHING DAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SHOOTING DALAM PERMAINAN BOLABASKET

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif. pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang di bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

BAB I PEDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Selain itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA

BAB I PENDAHULUAN. Mudzakkir Faozi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dan sebagian besar rakyatnya berkecimpung di dunia pendidikan. Maka dari. menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul sehingga nantinya akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu hal yang penting untuk mendapatkan suatu ilmu pengetahuan, keahlian ataupun keterampilan yang bersifat menetap dan cenderung sebagai penopang atau pegangan manusia dalam menjalani kehidupannya. Karena pada hakikatnya pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaitan dengan lainnya salah satunya yaitu belajar. Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku, baik perubahan yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Slameto (1991, hlm. 2) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan pendidikan yang berupa kegiatan pembelajaran. Menurut Nurgiyantoro (1995, hlm. 21) Seseorang dikatakan telah mengalami peristiwa belajar jika ia mengalami perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak berkompeten menjadi kompeten. Sedangkan Gagne (Zahcri, 1989,hlm. 47) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dalam menuntut pelajarannya. Faktor-faktor yang berasal dari dalam siswa meliputi bakat, minat, motivasi, sikap, dan lain-lain. Faktor yang berasal dari luar diri siswa, yang meliputi strategi pembelajaran, alat evaluasi, lingkungan belajar, media pengajaran, dan lain-lain. Dikutip dari Djamarah dan Zain (1996, hlm. 7) bahwa guru dituntut untuk memiliki kemampuan tentang penggunaan berbagai metode atau

2 mengombinasikan beberapa metode yang relevan. Karena hasil belajar dapat dipengaruhi oleh strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru di dalam kelas Oleh karena itu, setiap guru hendaknya menentukan strategi pembelajaran yang paling sesuai dengan materi yang hendak disampaikan dan guru harus mampu memilih strategi pembelajaran yang dianggap paling efektif. Faktor strategi pembelajaran mempunyai peranan yang besar dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran, termasuk di dalamnya pembelajaran Penjas (dalam sekolah menengah pertama disebut Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan) peranan strategi dalam pembelajaran penjas merupakan upaya untuk memberikan kontribusi kepada tujuan pendidikan, (Bambang Abduljabbar, 2010, hlm. 20) mengungkapkan kontribusi pendidikan jasmani yaitu antara lain pertama, kontribusi unik pendidikan jasmani terhadap perkembangan total siswa atau individu. Pendidikan jasmani dalam kurikulum merupakan mata pelajaran yang mempromosikan pengembangan keterampilan gerak dan kebugaran jasmani. Tidak ada mata pelajaran lain yang mengambangkan domain psikomotor, kecuali pendidikan jasmani. Kedua, kontribusi penting aktivitas jasmani terhadap nilai kesehatan dan kesejahteraan total utuh menjadi sangat mudah dikenali siswa. Program pendidikan jasmani yang berkualitas meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan total siswa. Siswa yang memiliki badan sehat dapat belajar lebih efektif, memiliki energi lebih untuk melaksanakan tugas-tugas pendidikan, dan menunjukan vitalitas dan usaha tinggi terhadap bukan hanya tugas belajar tetapi juga terhadap kehidupan keseharian mereka. Ketika siswa diharapkan menjadi individu yang produktif, maka siswa harus sehat dan sejahtera, dan hanya pendidikan jasmanilah yang akan menunjangnya. Seseorang yang sehat dapat bekerja lebih efisien dan efektif. Partisipasi yang teratur dalam aktivitas jasmani dapat berkontribusi pada tingkat kesehatan. Program pendidikan jasmani dapat mengantarkan siswa memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang menunjang kehidupan keseharian siswa. Pendidikan jasmani berkontribusi pada

3 kesehatan yang baik, yang pada gilirannya juga akan mengembangkan produktivitasnya. Ketiga, pendidikan jasmani dapat berkontribusi pada kesiapan belajar. Kesiapan belajar siswa sangat penting dalam menerima semua informasi dari para gurunya. Pengalaman gerak sangat menekankan kesiapan belajar. Gerakan mengeksplorasi lingkungan, mengembangkan kepekaan, dan meletakkan dasardasar belajar pada semua domain pembelajaran. Belajar gerak dan permainan, siswa bebas mengeksplorasi diri, mengembangkan kepercayaan diri, dan meningkatkan keterampilan sosial ketika berinteraksi dengan siswa lain. Dengan perkataan lain, belajar gerak menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan dan meningkatkan derajat kesehatan siswa. Keempat, pendidikan jasmani merupakan mata pelajaran penting dalam sebuah kurikulum. Maka dari itu pembelajaran penjas bagi seorang anak tidak boleh dilaksanakan ala kadarnya, melainkan harus benar-benar dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, sistematik dan sistemik. Tujuan pendidikan jasmani berhubungan dengan materi pembelajaran yang diberikan kepada anak. Salah satu materi pembelajaran penjas mengandung banyak unsur nilai kehidupan pendidikan adalah materi ajar bela diri pencak silat. Materi pembelajaran pencak silat ini sudah terdapat dalam kurikulum pembelajaran pendidikan jasmani. Menurut Sucipto, dkk (2010, hlm. 10) berpendapat bahwa pencak silat merupakan ilmu bela diri warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia. Untuk mempertahankan kehidupannya, manusia selalu membela diri dari ancaman alam, binatang, maupun sesamanya yang dianggap mengancam integrasinya. Pada zaman pemerintahan Belanda di Indonesia, pencak silat tidak diberikan ruang dan tempat untuk berkembang. Tapi masih ada pemuda-pemuda di Indonesia yang mempertahankan warisan budaya ini dengan mempelajarinya kepada guru-guru pencak silat di Indonesia dan proses turun temurun dari keluarga. Jiwa dan semangat kebangkitan nasional semenjak Budi Utomo didirikan mencari unsur-

4 unsur warisan budaya yang dapat menjadi identitas bangsa Indonesia. Melalui panitia persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPPSI) maka pada tanggal 1948 Mei di Surakarta oleh Mr. Wongsonegoro. Program utama disamping mempersatukan seluruh aliran dan kalangan pencak silat di Indonesia, IPSI mengajukan program kepada pemerintah pada saat itu, agar pencak silat dapat dimasukkan di sekolah-sekolah sebagai mata pelajaran. berikut : Definisi pencak silat menurut PB IPSI pada tahun 1975 adalah sebagai Pencak silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela/mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada saat kepemimpinan Bapak Tjokropranolo tahun 1973 sampai tahun 1977, dicoba kembali menempatkan pembinaan pencak silat secara nasional, baik melalui pemerintah maupun masyarakat. Usaha yang dirintis pada periode permulaan kepengurusan di tahun lima puluhan, yang kemudian kurang mendapat perhatian dan kemudian dirintis dengan diadakan Seminar Pencak Silat, oleh pemerintah pada tahun 1973 di Tugu Bogor yang kemudian menghasilkan kesimpulannya adalah; 1. Penetapan istilah yang digunakan untuk pencak silat. 2. Pemasukan pencak silat sebagai kurikulum pendidikan di lembaga. 3. Metode pengajaran pencak silat atau guru pencak silat di sekolah-sekolah. 4. Pembinaan organisasi pencak silat serta kegiatan-kegiatan di lingkungan sekolah. 5. Menanamkan kegemaran dan minat dikalangan pelajar di lembaga. Perkembangan pencak silat di sekolah-sekolah pada masa awal perkembangan mengalami peningkatan yang baik. Terbukti dari sekolah-sekolah yang memasukan pencak silat sebagai salah satu mata pelajaran yang ada di kurikulum. Namun pada pembelajaran pencak silat di sekolah, sering kesulitan

5 siswa dalam mempelajari setiap gerakan yang diajarkan. Salah satu faktor kesulitan tersebut bisa jadi disebabkan karena cara ajar guru tidak memudahkan siswa untuk dapat menguasai gerak jurus tepak tilu, guru dituntut untuk dapat menerapkan berbagai cara ajar diantaranya dengan menerapkan model-model pembelajaran. Karena berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran tergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Seiring dengan itu untuk mendapatkan pembelajaran yang maksimal maka siswa tidak lagi harus terfokus dengan metode ajar yang monoton, yang masih menerapkan sistem dimana siswa tidak secara bebas mengoeksplor kemampuannya dalam mencari sendiri pengetahuan ataupun melalui teman sekelasnya. Fred percipal (t,t, dalam Hamalik, 2000, hlm. 2) menyatakan bahwa: model is a physicalor conceptual representation of an object or system, incorporating certain specific features of the original. Maksud dari pernyataan tersebut, model ialah suatu penyajian fisik atau konseptual dari suatu objek atau system yang menyatukan bagian-bagian khusus tertentu dari objek aslinya.istilah model diartikan suatu benda tiruan dari benda sesungguhnya, seperti globe adalah model dari bumi tempat kita hidup. Secara umum istilah model diartikan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Jadi suatu model bukan merupakan bentuk asli, tetapi berupa rancangan yang terdiri dari banyak reproduksi. Di banyak literatur ada berbagai macam model pembelajaran. Beberapa diantara model pembelajaran tersebut diasumsikan dapat dimanfaatkan dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk menentukan model pembelajaran yang tepat sebaiknya harus ada pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada konsep pembelajaran mutahir, seperti kecepatan belajar, keaktifan siswa dan umpan balik/penguatan. Menurut metzler (dalam Yunyun dkk, 2011, hlm. 3) terdapat tujuh model pembelajaran dalam pendidikan jasmani yaitu: (1) model pembelajaran langsung (2) model pembelajaran personal (3) model pembelajaran

6 kerjasama (4) model pembelajaran pendidikan olahraga (5) model pembelajaran kelompok (6) model pembelajaran inkuiri (7) model pembelajaran taktis. Dari tujuh model pembelajaran yang disebutkan di atas yaitu, penulis mencoba akan mengkaji dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran inkuiri (inquiry learning) dan model pembelajaran kooperatif (cooperatve learning) yang akan diterapkan dalam pembelajaran seni jurus tepak tilu pencak silat yang masuk kedalam model pembelajaran kelompok dan model pembelajaran inkuiri. Menurut Tite (2011, hlm. 79) bahwa model pembelajaran inkuiri adalah mencari untuk mendapatkan informasi dengan menyusun sejumlah pertanyaan. Sedangkan menurut Johnson, Hamid Hasan (1996:67). model pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaranyang memungkinkan siswa bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Dari pemaparan di atas penulis ingin mengkaji model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran kooperatif. Berdasarkan dari pengertian kedua model pembelajaran tersebut, penulis beranggapan bahwa kedua model tersebut dapat memberikan pengaruh untuk pembelajaran seni ibing tepak tilu jalan muka 1 pencak silat. Namun didalam model pembelajaran ini terdapat kelebihan dan kekurangannya, kelebihan dan kekurangannya yaitu: 1. Kelebihan dan Kelemahan Metode Inkuiri a. Kelebihan Metode Inkuiri 1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan menggunakan kemampuan untuk hasil akhir. 2. Perkembangan cara berfikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari jawaban, dan menyimpulkan / memperoses keterangan dengan metode inkuiri dapat dikembangkan seluas-luasnya. 3. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif sehingga dapat mengembangkan pendidikan demokrasi.

7 b. Kelemahan metode inkuiri 1. Belajar mengajar dengan metode inkuiri memerlukan kecerdasarn anak yang tinggi. Bila anak kurang cerdas, hasilnya kurang efektif. 2. Metode inkuri kurang cocok pada anak yang usianya terlalu muda, misalnya anak SD. 2. Kelebihan dan Kelemahan Metode kooperatif Menurut sanjaya (2006, hlm. 247,dalam Syariftugas.blogspot.com) menyatakan beberapa keunggulan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif sebagai berikut: a. Kelebihan model pembelajaran kooperatif 1. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu tergantung pada guru, tapi dapat menambah kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain. 2. Pembelajaran koopertif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. 3. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. 4. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam belajar. 5. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan memanage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah. 6. Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut

8 membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggungjawab kelompoknya. 7. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (rill). 8. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang. b. Kelemahan model pembelajaran kooperatif. 1. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu yang lama. 2. Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa setiap siswa saling mengajarkan. Oleh karena itu jika tanpa peer teaching yang efektif, bila dibandingkan dengan pembelajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang harus dipelajari dan dipahami tidak dicapai oleh siswa. 3. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif kepada hasil kelompok, namun guru perlu menyadari bahwa hasil atau presentasi yang diharapkan sebenarnya adalah hasil atau presentasi setiap individu siswa. 4. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan ini tidak mungkin dicapai hanya dalam waktu satu atau beberapa kali penerapan strategi. 5. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individu. Berdasarkan apa yang telah dituliskan diatas dalam kesempatan ini penulis akan mencoba untuk meneliti kedua model pembelajaran tersebut yang diterapkan

9 dalam pembelajaran seni ibing tepak tilu jalan muka 1 pencak silat di kelas VIII SMPN 29 Bandung dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam menguasai gerak seni ibing tepak tilu jalan muka 1 pencak silat. B. Identifikasi Masalah Penelitian Terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan oleh penulis sebagai acuan untuk mencari pemecahannya, permasalahanya yaitu: 1. Prestasi belajar siswa pada pembelajaran pencak silat khususnya pada penguasaan ibing tepak tilu jalan muka 1 masih kurang baik. 2. Pembelajaran yang dilakukan masih monoton, karena masih menggunakan metode pembelajaran konvensional. 3. Pembelajaran yang diberikan kepada siswa terkadang kurang diminati oleh siswa. 4. Dari pembelajaran ini lalu model pembelajaran mana yang cocok diterapkan untuk pembelajaran pencak silat ibing tepak tilu. C. Batasan Masalah Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa batasan yang perlu dikembangkan agar substansi penelitian ini tidak melebar dan agar dapat kesepahaman penafsiran tentang substansi yang ada dalam penelitian ini. Batasan-batasan masalah tersebut adalah sebagaimana berikut ini: 1. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perbandingan model pembelajaran inkuiri dan kooperatif terhadap hasil pembelajaran bela diri pencak silat di SMPN 29 Bandung. Sehingga yang menjadi variabel bebasnya adalah model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran kooperatif. Sedangkan yang menjadi variabel terikatnya adalah penguasaan gerak seni ibing tepak tilu jalan muka 1 pencak silat. 2. Populasi penelitian ini adalah SMPN 29 Bandung sedangkan sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 29 Bandung.

10 3. Instrument yang digunakan adalah tes rangkaian gerak seni ibing tepak tilu jalan muka 1 pencak silat. 4. Lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah di SMPN 29 Bandung. D. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan penjelasan yang telah di paparkan di dalam latar belakang, peneliti akan mencoba memaparkan masalah yang terjadi dalam pembelajaran gerak seni jurus tepak tilu pencak silat. Maka penulis merumuskan masalah sesuai pernyataan sebagai berikut : 1. Apakah model pembelajaran inkuiri (inquiry learning) berpengaruh terhadap penguasaangerak seni ibing tepak tilu jalan muka satu pencak silat? 2. Apakah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) berpengaruh terhadap penguasaangerak seni ibing tepak tilu jalan muka satu pencak silat? 3. Apakah hasil dari kedua model pembelajaran tersebut berbeda secara signifikan terhadap penguasaangerak seni ibing tepak tilu jalan muka satu pencak silat? E. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini tujuan yang dicapai penulis adalah: 1. Mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran inkuiri (inquiry learning) terhadap penguasaangerak seni ibing tepak tilu jalan muka satu pencak silat? 2. Mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) terhadap penguasaangerak seni ibing tepak tilu jalan muka satu pencak silat?

11 3. Mengetahui model pembelajaran manakah yang paling berpengaruh dalam keberhasilan terhadap penguasaangerak seni ibing tepak tilu jalan muka satu pencak silat? F. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan keilmuan dan materi bela diri pencak silat di SMPN 29 Bandung. 2. Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi guru penjas dalam pembelajaran materi bela diri pencak silat seni tepak tilu pencak silat.