yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

Nomer : Fakultas : Usia : Agama :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya.

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

Perkembangan Sepanjang Hayat

Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB 4 KESIMPULAN. Representasi maskulinitas..., Nurzakiah Ahmad, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dimensi yang dominan. Berikut adalah kesimpulannya : Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat :

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

KUESIONER PENELITIAN IDENTIFIKASI FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI DENGAN METODE ANALISIS FAKTOR. Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB V PENUTUP. terjadi tiga macam kekerasan, meliputi kekerasan psikis, fisik, dan. penelantaran rumah tangga namun kekerasan psikis lebih dominan.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

oleh Dr Triana Noor Edwina, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB IV PENUTUP. remaja etnis Jawa di Pasar Kliwon Solo, sejauh ini telah berjalan baik,

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tahap remaja melibatkan suatu proses yang menjangkau suatu

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB IV TINJAUAN KARYA. Dalam pengkajian Tugas Akhir ini saya melakukan kajian dengan menggunakan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

Transkripsi:

yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya yang berubah dari waktu ke waktu yang juga berbeda antara kategori umur, kelas sosial, etnis, seksualitas, tingkat pendidikan, agama dan negara. Maskulinitas dalam masyarakat sangat terkait dengan pandangan, nilai-nilai, keyakinan, sikap, dan perilaku yang dianggap dan diidentifikasikan sebagai laki-laki yang memiliki karakteristik maskulin. 114

BAB V PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian Pemaknaan Maskulinitas: Kajian Sosiologis Tentang Pemaknaan Maskulinitas Laki-Laki di Kota Surakarta peneliti memberikan kesimpulan, dan saran sebagai berikut: A. Kesimpulan 1. Simbol maskulinitas ditunjukkan melalui tubuh dengan mengkontrol dan membentuk tubuh sesuai dengan citra diri maskulin yang ingin tampilkan, misalnya melatih otot dan rutin melakukan gym. Simbol maskulinitas dalam tubuh dimunculkan menolak karakteristik dan ciri-ciri feminis, misalnya tidak ingin terlihat memakai warna pink dan terlihat bibir berwarna merah. Uang, kewibawaan, dan bekerja di luar rumah merupakan simbol maskulinitas yang ingin ditunjukkan sebagai penguasaan emosional dan menegaskan kekuasaan seorang laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat maupun di dalam rumah tangga. 2. Sikap untuk menunjukkan maskulinitas melalui sikap pemberani, mental yang tidak lembek, tidak banyak mengeluh, tidak tunduk kepada perempuan, tidak ingin dipermainkan oleh perempuan merupakan sikap menunjukkan maskulinitas yang menonjolkan kekuatan mental maupun fisik dengan tidak menunjukkan perasaan, tidak pernah menyerah, kuat, agresif, tidak menunjukkan rasa takut. Sikap memperhatikan bentuk tubuh atau menjaga penampilan, berdandan supaya enak dipandang, tidak mau dipermalukan, berdandan metroseksual merupakan sikap yang menunjukkan laki-laki sebagai individu bebas dan berorientasi pada diri sendiri yang kuat. 3. Perilaku untuk menunjukkan maskulinitas melalui tindakan kekerasan, berbicara kotor atau bernada keras untuk menunjukkan kegarangan, berdandan untuk mendapatkan perhatian lawan jenis ataupun meningkatkan kepercayaan diri, menjaga perasaan orang lain dan memberikan rasa hormat 115

kepada mertua ataupun tetangga merupakan keutamaan dalam mengendalikan emosional dan selalu memikirkan peran mereka sebagai kepala rumah tangga. 4. Dalam perspektif interaksionisme simbolik, pemaknaan maskulinitas tidak tunggal, beragam dan bervariasi yang terwujud dalam simbol, sikap dan perilaku laki-laki. Subyektifitas dalam memaknai maskulinitas dominan, artinya bentuk-bentuk pemaknaan maskulinitas yang terwujud dalam simbol, sikap dan perilaku laki-laki sangat tergantung dengan subyek dan ruang interaksi yang sedang dihadapi, namun kebudayaan Jawa memberi pengaruh terhadap pemaknaan maskulinitas. Maskulinitas hegemonik terwujud melalui konstruksi maskulinitas budaya Jawa yang dipelihara oleh media dan negara dengan mengutamakan konstruksi patriarkhi, dimana laki-laki mendominasi dan mendapat hak istimewa dalam masyarakat. 5. Dimensi yang mempengaruhi pemaknaan maskulinitas terdiri dari dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal mencakup motivasi, persepsi, emosi, pengetahuan dan pengalaman yang mempengaruhi individu. Dimensi eksternal mencakup lingkungan sosial seperti keluarga, sekolah, lingkungan kerja, pergaulan teman sebaya atau perkumpulan-perkumpulan berdasarkan kesenangan atau hobi. 6. Memiliki pacar dan pernikahan merupakan momentum perubahan perjalan kehidupan laki-laki yang mempengaruhi perubahan pemaknaan maskulinitas. Maskulinitas laki-laki muda atau yang belum menikah menunjukkan maskulinitas memposisikan sebagai individu bebas, sedangkan laki-laki tua atau yang sudah menikah menunjukkan penyatuan antara diri sebagai lakilaki yang memegang peran dan posisi sebagai kepala rumah tangga. 7. Laki-laki muda yang belum menikah cenderung sangat berambisi dan terkait kuat dengan gambaran, motivasi, dan nilai-nilai maskulinitas laki-laki tradisional, seperti mengunggulkan keperkasaan, kekuatan fisik dan penalokan terhadap sifat-sifat feminis. Sedangkan laki-laki tua atau yang sudah menikah menunjukkan pemaknaan maskulinitas mereka mencitrakan diri kurang berambisi dan maskulinitas mereka cenderung berpaling pada motivasi instrinsik yang lebih berorientasi pada kenikmatan proses, kualitas 116

pengalaman, dan emosional dengan mengintegrasikan karakteristik perilaku maskulin dan feminin, juga terbuka terhadap kerentanan emosional dan lebih berani untuk menunjukkan perilaku kasih sayang kepada orang lain. 8. Perubahan simbol maskulinitas ditunjukkan dari perbedaan laki-laki muda yang belum menikah menggunakan tubuh, mengutamakan tampilan fisik, mengutamakan ciri fisik tokoh pewayangan, yaitu Arjuno. Laki-laki tua atau yang sudah menikah menggunakan uang, pekerjaan, penguasaan emosi. Tokoh pewayangan bagi laki-laki tua atau yang sudah menikah tidak hanya menampakkan sisi fisiknya saja (kasemon), namun wayang merupakan simbol terhadap jiwa seorang laki-laki sebagai simbol maskulinitas. 9. Perubahan sikap untuk menunjukkan maskulinitas ditunjukkan dari perbedaan laki-laki muda yang belum menikah menggunakan harga diri laki-laki sebagai individu sangat dominan dengan menonjolkan kekuatan mental maupun fisik dengan tidak menunjukkan perasaan. Laki-laki tua atau yang sudah menikah menunjukkan sikap ketenangan dan kehalusan sebagai penguasaan emosional. 10. Perubahan perilaku untuk menunjukkan maskulinitas ditunjukkan dari perbedaan laki-laki muda yang belum menikah berperilaku kekerasan dan egois terhadap diri sendiri. Laki-laki tua atau yang sudah menikah berperilaku merujuk pada perilaku umum keluarga Jawa, yaitu kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. B. Saran 1. Menjadi laki-laki tidak selalu harus perkasa dan tangguh fisiknya, tidak harus mudah tersinggung harga dirinya hanya karena diejek, tidak harus memiliki gengsi tinggi. Masih banyak bentuk-bentuk maskulinitas lainnya yang lebih gentleman. Seperti menjadi laki-laki tidak takut dan malu untuk mengatakan di publik bahwa tindakannya salah apabila benar-benar salah. Ataupun malu untuk meminta maaf jika bersalah. Gengsi dan harga diri menjadi sangat kabur definisi dan indikasinya, namun menunjukkan gengsi dan harga diri melalui prestasi intelektualitas, misalnya dapat menjadi identitas yang dibanggakan dan mendapatkan apresiasi dari laki-laki lain. Selain itu 117

kedewasaan seorang laki-laki akan bertumbuh seiring dengan usianya, pastinya bagi remaja-remaja yang mengalami krisis identitas maskulinitasnya hendaknya mencoba untuk mengambil peran untuk segera mendewasakan diri, artinya coba memikirkan masa depannya, karena dengan terus berfikir tentang masa depan, seorang laki-laki akan memiliki arah untuk kehidupannya. 2. Dibutuhkan sebuah studi etnografi panjang dengan mengikuti informan dalam melalui proses transisi maskulinitas akan semakin memberikan kedalaman informasi, karena dalam penelitian ini ditemukan bahwa transisi maskulinitas berkaitan dengan faktor usia laki-laki, laki-laki dalam membangun kedewasaan maskulinitasnya merubah orientasi maskulinitasnya secara alamiah mengikuti perkembangan umurnya. 3. Bentuk maskulinitas metroseksual sebagai bentuk maskulinitas baru dapat didalami sebagai kajian tersendiri untuk mengatahui apa yang dipikirkan oleh laki-laki tentang maskulinitasnya. 118