HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Salah satu sumber energi utama yang diperlukan oleh tubuh manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

Pengukuran Laju Metabolisme Berdasarkan Konsumsi O2. Tujuan: Mengukur laju metabolisme berdasarkan konsumsi O2 102CO2 + 92H2O

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan sel tubuh yang memiliki reseptor insulin untuk mengoksidasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, berbagai macam penyakit degeneratif semakin berkembang pesat dikalangan masyarakat.

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1 (kurangnya sekresi insulin) dan tipe 2 (gabungan antara resistensi

BAB I PENDAHULUAN. progresif, ditandai dengan kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) terus

PENGARUH PEMBERIAN MADU DAN KAYU MANIS (Cinnamomun burmanii) TERHADAP KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

4. PEMBAHASAN 4.1. Formulasi Cookies

BAB I PENDAHULUAN UKDW. HDL. Pada tahun 2013, penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UJI ANTIDIABETES SECARA IN VIVO. Dwi Handayani Ni Luh Sukeningsih

HASIL DAN PEMBAHASAN

STRUKTUR HISTOLOGI PANKREAS TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus L) YANG DIINDUKSI GLUKOSA SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE PER-ORAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tradisional Bagian Daun dan Buah

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB VI PEMBAHASAN. Kadar trigliserida dan kolesterol VLDL pada kelompok kontrol

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

I. PENDAHULUAN. banyak penyakit yang muncul. Salah satu penyakit yang muncul akibat

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. akibatnya terjadi peningkatan penyakit metabolik. Penyakit metabolik yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berusia ± 2 bulan dengan berat badan gr. Subjek dibagi menjadi

I. PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

1. PENDAHULUAN. Pegagan (Centella asiatica) adalah salah satu tumbuhan herbal yang dapat tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin. Insulin merupakan hormon yang mengatur metabolisme. dalam tubuh menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. tua, Tipe III disebut Malnutrition Related Diabetes Mellitus (MRDM) dan Tipe IV

ditandai oleh poliuria, polidipsia, penurunan berat badan walaupun terjadi polifagia (peningkatan nafsu makan), hiperglikemia, glikosuria, ketosis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Klasifikasi diabetes mellitus menurut ADA (2005) antara lain diabetes mellitus

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Repositori FMIPA UNISMA

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Cegah Resistensi Insulin Dengan Obat Herbal Diabetes Daun Insulin

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Berdasarkan data yang diterbitkan dalam jurnal Diabetes Care oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Daun Yakon Antidiabetes Herbal dan Resistensi Insulin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke

serta peningkatan jumlah dan jenis penyakit. Tumbuhan sebagai sumber senyawa bioaktif alami merupakan bahan baku yang potensial yang menunjang usaha

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, diperoleh bahwa penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia tahun di daerah perkotaan

Obat Diabetes Herbal Ampuh Yang Berasal Dari Daun-Daunan

PENDAHULUAN mg/dl. Faktor utama yang berperan dalam mengatur kadar gula darah

Daun Yakon Studi Efek Antidiabetes

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adella Anfidina Putri, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan UKDW

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2016 PENGARUH PEMBERIAN SIMPLISIA DAUN SIMPUR

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

diteliti untuk melihat kandungan kimia dan khasiat dari tanaman tersebut. Tanaman yang digunakan sebagai antidiabetes diantaranya daun tapak dara

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Efek Ekstrak Etanol Biji Rambutan (Nephelium Lappaceum L.) dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Puasa Mencit Model Diabet

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang

mengalami obesitas atau kegemukan akibat gaya hidup yang dijalani (Marilyn Johnson, 1998) Berdasarkan data yang dilaporkan oleh WHO, Indonesia

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein

Daun Yakon dan Diabetes Mellitus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kotamadya Surabaya, di Jawa Timur, dan di seluruh Indonesia diperhitungkan sebesar Rp. 1,5 milyar per hari.

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat

I. PENDAHULUAN. dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Dorlan, 2012). disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengaruh Soft Drink Pada Penggunaan Obat Herbal Untuk Penyakit Diabetes

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum, madu, kayu manis dan campuran antara madu dan kayu manis yang diberikan pada hewan model selama satu bulan penelitian, seperti tertera pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Konsumsi BETN, Lemak, dan Protein Tikus Selama Penelitian Perlakuan Bahan Kering (g) BETN (g) Lemak (g) Protein (g) K M CM C1M C2M 8,90 9,88 8,90 9,88 9,89 5,83 7,09 5,83 7,04 7,09 0,31 0,45 0,44 0,45 0,45 1,36 1,37 1,36 1,37 1,37 Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M = ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012). Tabel 7. Konsumsi Total Energi asal BETN, Lemak Kasar, dan Protein Kasar Perlakuan K M CM C1M C2M Energi Asal BETN (kal) 23,90 29,07 23,90 28,86 29,07 Energi Asal LK (kal) 2,82 4,09 4,00 4,09 4,09 Energi Asal PK (kal) 5,44 5,48 5,44 5,48 5,48 Total Energi (kal/ekor/hari) 32,16 38,64 33,34 38,43 38,64 Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M = ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012). Hasil pada Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan jumlah karbohidrat atau total asupan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak yang masuk ke dalam tubuh tikus. Pemberian pakan dilakukan setiap harinya dalam waktu kurang lebih satu bulan dan pemberian perlakuan dilakukan selama dua hari pengamatan. Bagi penderita penyakit diabetes mellitus tipe II jumlah asupan makanan sangatlah berpengaruh 21

terhadap status kalori yang ada di dalam tubuh. Jumlah kalori asal karbohidrat yang dikonsumsi akan sangat berpengaruh terhadap kadar glukosa darah, karena pada penderita diabtes mellitus tipe II mengalami resistensi insulin, sehingga apabila jumlah glukosa banyak masuk kedalam tubuh akan mengakibatkan penumpukan glukosa darah pada darah. Pembuatan hewan model diabetes tipe II ini dengan cara penyuntikan aloksan dengan dosis 125 mg/ kg BB. Penyuntikan aloksan mengakibatkan kerusakan sel β pankreas. Kerusakan sel β pankreas ini mengakibatkan hormon insulin tidak diproduksi dengan baik. Resistensi insulin mengakibatkan asupan karbohidrat dan kalori yang masuk ke dalam tubuh tidak bisa diantarkan ke sel, sehingga glukosa menumpuk di darah. Akibatnya kadar glukosa dalam darah meningkat seperti yang terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe II. Hal ini lah yang mengakibatkan konsumsi karbohidrat yang diberikan tidak dapat di metabolisme di dalam tubuh tikus untuk menjadi ATP, sehingga glukosa yang berasal dari pakan menumpuk di dalam darah. Kebutuhan karbohidrat dari pakan bagi seekor tikus dengan berat 98,6 g 100 g adalah 3,6 4,5 g (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Jumlah karbohidrat minimal yang dikonsumsi oleh masing-masing tikus selama penelitian sebesar 5,83 7,09 g. Jumlah karbohidrat yang masuk kedalam tubuh tikus melebihi dari batas normal yaitu 3,6 4,5 g. Bila dibanding dengan yang disarankan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) jumlah karbohidrat yang masuk kedalam tubuh hewan model sudah diatas batasan normal tetapi bukanlah menjadi salah satu penyebab kadar glukosa darah meningkat. Total asupan kalori yang masuk ke dalam tubuh tikus berkisar antara 32,16 38,64 kalori/ekor/hari yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Jumlah kalori ini belum melebihi batas normal kalori yang dibutuhkan tikus untuk pertumbuhan. Jumlah kalori yang dibutuhkan tikus untuk pertumbuhan adalah 60 kalori (NRC, 1995). Hal ini menunjukkan jumlah asupan kalori asal karbohidrat, lemak dan protein belum menjadi penyebab penyakit diabetes mellitus. 22

Kadar Glukosa Darah Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus model pada saat keadaan normal dan setelah diinduksi aloksan dengan dipuasakan terlebih dahulu selama 16 jam, tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Kadar Gukosa Darah Hewan Model pada Kondisi Normal dan setelah Diinduksi Aloksan Kelompok hewan model Kadar glukosa darah normal (mg/dl) Kadar glukosa darah diinduksi aloksan (mg/dl) K 72,00 ± 1,00 360,67 ± 220,30 M 102,00 ± 44,03 479,33 ± 209,00 CM 103,67 ± 15,31 520,30 ± 106,02 C1M 108,33 ± 53,26 265,33 ± 12,86 C2M 99,33 ± 30,46 365,00 ± 184,58 Rata-rata 92,27 ± 26,89 398,13 ± 169,10 Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M = ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012). Kadar glukosa darah hewan model dalam keadaan normal setelah dipuasakan selama 16 jam menunjukkan kadar glukosa yang normal yaitu dengan rata-rata 92,27 ± 26,89 mg/dl. Hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian sebelumnya (Taguchi, 1985) yang mengatakan bahwa kadar glukosa normal pada tikus jantan dengan galur Spraque dawley 105,20 ± 14,2 mg/dl. Hewan yang masih dalam keadaan sehat atau normal ini diberikan ransum standar sebanyak 10 g/ekor/hari. Kadar glukosa yang normal ini terjadi karena proses metabolisme glukosa dalam tubuh berlangsung dengan baik. Hewan model dalam keadaan normal atau belum mengalami kerusakaan sel β pankreas yang memiliki hormon insulin sehingga masih dapat berperan aktif dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dalam tubuh. Metabolisme karbohidrat dalam tubuh tidak terlepas dari peranan hormon insulin. Masuknya glukosa ke dalam darah pada hewan normal akan mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat dan menyebabkan tersekresinya hormon insulin dari sel β pankreas. Hormon insulin akan bekerja mengantarkan glukosa yang masuk ke 23

semua sel yang membutuhkan, sehingga keadaan glukosa dalam darah tetap normal dan mengakibatkan hewan model tetap dalam keadaan sehat. Metabolisme hewan model akan berubah ketika mengalami gangguan pada sel β pankreas. Kadar glukosa darah akan meningkat jika tidak ada hormon insulin yang disekresikan oleh sel β pankreas. Sel β pankreas yang mengalami kerusakan akibat penyuntikan aloksan akan dapat disembuhkan kembali, namun ada yang mengalami kerusakan total sehingga pankreas tidak dapat menghasilkan hormon insulin. Hal ini disebabkan oleh cara dan dosis penyuntikan aloksan yang kurang tepat. Kadar glukosa darah hewan model ini mengalami peningkatan setelah dilakukan penyuntikan dengan aloksan. Kadar glukosa darah dari semua perlakuan meningkat menjadi lebih dari 105 mg/dl dalam keadaan puasa. Kadar glukosa darah pada hewan model setelah diinduksi aloksan mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu rata-rata 398,13 mg/dl atau aloksan dapat meningkatkan kadar glukosa darah hewan model sekitar 432,60 % dibandingkan dengan kadar glukosa darah tikus pada keadaan normal sebelum diinduksi aloksan. Hal ini menunjukkan bahwa efek penginduksian aloksan dengan dosis 125 mg/kgbb berhasil mengakibatkan hewan model menderita diabetes mellitus. Penelitian sebelumnya yang menggunakan hewan model juga mengalami peningkatan kadar glukosa darah pada tikus dengan cara penginduksian aloksan melalui subkutan (Studiawan dan Santoso, 2010). Penyuntikan aloksan mengakibatkan kerusakan sel β pankreas secara total sehingga produksi insulin semakin sedikit, dan berakibat pada peningkatan kadar glukosa darah yang permanen. Yuriska (2012), mengatakan aloksan juga berpotensi merusak substansi esensial di dalam sel β pankreas sehingga menyebabkan berkurangnya granula-granula reseptor insulin. Kerusakan sel β pankreas setelah diinduksi oleh aloksan sama kondisinya dengan penderita diabetes mellitus tipe II. Pemilihan penggunaan aloksan dalam membuat hewan model diabetes mellitus tipe II dilatar belakangi oleh aloksan yang mudah didapatkan, harganya murah dan cepat mengakibatkan resistensi insulin. Selain aloksan terdapat juga senyawa aktif yang dapat menyebabkan diabetes mellitus yaitu streptozotosin. Streptozotosin dapat digunakan untuk menghasilkan hewan model mengidap diabetes mellitus tipe I dan diabetes mellitus tipe II, tetapi penggunaan streptozotosin ini lebih 24

sulit didapatkan, harganya yang lebih mahal, dan penggunaanya berbeda dengan aloksan. Perbedaan penggunaan aloksan dengan streptozotosin lebih terlihat pada waktu yang relatif lebih lama. Penggunaan streptozotos sin ini dilakukan padaa saat hewan model atau tikus berumur 2 hari setelah kelahiran, dan pada umur delapan sampai sepuluh minggu tikus tersebut mengalami gangguan respon terhadap glukosa dan sensitivitas sel β terhadap glukosa (Nugroho, 2006). Hasil pengukurann kadar glukosa darah dilakukan sebanyak empat kali setelah pemberian perlakuan yaitu pada menit ke 30, menit ke 60, 24 jam dan 26 jam, dengan tujuan ingin melihat kinetika glukosa terhadap waktu. Gambaran antara waktu pengambilan dataa dengan pemberian perlakuan terlihat seperti Gambar 4. Kadar glukosa mg/dl 500 400 K 300 M 200 100 0 30 menit 60 menit 24 jam 26 jam CM C1M C2M Waktu pengambilan data Gambar 4. Gambaran Kadar Glukosa Darah Pada Waktu yang Berbeda Setelah Pemberian Perlakuan Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M = ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012). Berdasarkan hasil uji statistik, waktu yang ditetapkan dalam pengambilan data tidak berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus percobaan (P > 0,,05). Pengambilan waktu yang singkat ini sejalan dengan penelitian sebelumnya (Adnyana et al.,2004) yang menggunakan buah mengkudu sebagai antidiabetes. Kadar glukosa darah mulai dari menit ke 30 sampai 26 jam setelah pemberian perlakuan tidak menunjukkan adanya penurunan pada semua perlakuan. Pengrusakan sel β pankreas oleh pemberian aloksan menunjukkan kerusakan permanen. 25

Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini diduga bahwa pemberian kayu manis 0,004 g dan madu 1 ml dengan waktu yang singkat yaitu 30 menit, 60 menit, 24 jam dan 26 jam tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam penurunan kadar glukosa darah pada tikus penderita diabetes mellitus tipe II. Obat herbal adalah jenis obat yang tidak dapat dilihat khasiat atau hasilnya dalam waktu yang singkat. Penelitian sebelumnya dengan menggunakan bahan herbal lainnya dalam menurunkan kadar gula darah dilakukan selama 3 bulan dengan alasan karena respon obat herbal tidak sama dengan respon dari obat kimia yang dapat dilihat hasilnya secara singkat (Gunawan, 2011). Pengaruh pemberian perlakuan yaitu madu, kayu manis dan interaksi antara kayu manis dengan madu pada tikus yang mengalami diabetes mellitus tipe II. Kadar glukosa darah setelah pemberian perlakuan terlihat pada Tabel 10. 26

Tabel 9. Kadar Glukosa Darah Hewan Model Setelah Pemberian Perlakuan Jenis Kadar gula darah tikus putih (mg/dl) perlakuan Kadar glukosa 30 menit 60 menit 24 jam 26 jam Rata-rata diinduksi aloksan K 360,67 ± 220,30 360,67 ± 220,30 360,67 ± 220,30 360,67 ± 220,30 360,67 ± 220,30 360,67 ± 220,30 d M 479,33 ± 209,00 264,33 ± 188,88 252,66 ± 180,28 289,33 ± 242,46 251,00 ± 171,03 264,33 ± 169,29 c CM 520,30 ± 106,02 314,00 ± 170,27 421,00 ± 60,83 311,83 ± 157,03 399,67 ± 250,36 353,67±160,82 b C1M 265,33 ± 12,86 433,50 ± 27,57 331,00 ± 204,27 297,00 ± 158,37 409,00 ± 268,23 361,64 ± 176,26 b C2M 365,00 ± 184,58 476,67 ± 58,59 460,67 ± 73,92 492 ± 53,84 485,33 ± 44,64 458,92 ± 57,96 a Rata-rata 398,13 ± 169,10 309,43 ± 173,09 313,87 ± 172,78 275,07 ± 163,45 329,00 ± 209,58 306,79 ± 177,13 Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M = ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012). 27

Hasil pengamatan dari 30 menit sampai dengan 26 jam setelah pemberian perlakuan terlihat perbedaan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan kadar glukosa darah setelah diinduksi aloksan yaitu menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan kadar glukosa darah setelah diinduksi aloksan. Secara statistik perlakuan yang diberikan berpengaruh menurunkan kadar glukosa darah (P < 0,05). Kadar glukosa darah pada perlakuan kontrol dengan konsumsi BETN sebanyak 5,83 g setelah diinduksi aloksan yaitu 360,67 ± 220,30 mg/dl. Pada perlakuan kontrol hewan model hanya diberikan air minum saja sebanyak 1 ml dan pengukuran kadar glukosa darah hanya dilakukan pada 30 menit pertama. Pengukuran kadar glukosa darah pada hewan kontrol dilakukan satu kali karena asumsi datanya sama. Perlakuan madu (1ml/ ekor) dengan konsumsi BETN sebanyak 7,09 g memberikan respon yang lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan perlakuan kayu manis dengan dosis bertingkat. Pemberian madu memberikan penurunan kadar glukosa darah sampai 264,33 ± 169,29 mg/dl atau sekitar 33,61 % dibandingkan sesaat setelah diinduksi aloksan, namun masih tinggi bila dibandingkan kadar glukosa normal. Madu yang diberikan dengan tujuan sebagai sumber karbohidrat yaitu dari kandungan fruktosanya dengan mudah dapat diserap sel tubuh tikus yang menderita Diabetes mellitus tipe II, terlihat pada hasil perlakuan yang hanya diberikan madu mengalami penurunan kadar glukosa darah walaupun tidak mencapai normal. Pengamatan pemberian madu yang dijadikan sebagai sumber karbohidrat yaitu dari kandungan fruktosanya bagi hewan model terlihat sedikit lebih segar walaupun dalam keadaan diabetes dibandingkan dengan yang lain dan pada hewan jenis perlakuan ini yang lebih lama bertahan hidup. Hewan model pada jenis perlakuan madu ini masih memiliki glikogen yang disimpan didalam sel hati yang bisa digunakan apabila tidak tersedia lagi glukosa yang dihantarkan oleh hormon insulin ke sel dan ke jaringan adiposa. Perbedaan pengaruh yang diberikan oleh perlakuan madu ini juga dapat disebabkan karena pemberian fruktosa dapat meningkatkan C-peptida yang dapat mempengaruhi resistensi insulin. Mekanisme pemberian fruktosa menyebabkan keseimbangan energi positif yang dapat berdampak pada peningkatan berat badan. Penimbunan 28

dalam adiposit mengakibatkan konsentrasi asam lemak non-esterified meningkat dan akibatnya dapat menurunkan sensifitas insulin melalui peningkatan kandungan lipida intramyocelluler dalam sel otot tempat reseptor insulin berada (Ermawati, 2007). Pada perlakuan kayu manis (CM) dengan konsusmi BETN sebanyak 5,83 g menunjukkan kadar glukosa darah yang mengalami penurunan sekitar 11,17 % bila dibandingkan kadar glukosa darah setelah diinduksi aloksan. Senyawa aktif di kayu manis berupa cinnamtannin B1 dengan dosis 0,004 g/ekor masih belum mampu menurunkan kadar glukosa darah. Disamping itu tingkat kerusakan sel β pankreas yang lanjut mengakibatkan insulin tidak dapat diproduksi. Kayu manis mengandung zat aktif yang disebut cinnamtannin B1 bertindak secara langsung pada reseptor insulin subunit dengan mengaktifkan PI3-kinase yang akan merangsang translokasi pengangkut glukosa 4 (Taher,2005). Tikus yang diberi perlakuan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C1M) dengan konsumsi BETN sebanyak 7,04 g mengalami penurunan kadar glukosa darah sekitar 9,16 % dibandingkan dengan kadar glukosa darah sesaat setelah diinduksi aloksan. Perlakuan kayu manis 0,008 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C2M) dengan konsumsi BETN sebanyak 9,89 memberikan respon yang berbeda yaitu menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah sekitar 13,24 % dibandingkan dengan kadar glukosa darah setelah diinduksi aloksan. Perlakuan kayu manis (CM) dengan dosis 0,004 g/ekor dan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C1M) lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan perlakuan kayu manis 0,008 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C2M). Konsumsi BETN yang sebanyak 9,89 g mengandung banyak glukosa sehingga mengakibatkan kadar glukosa semakin meningkat di dalam darah, sehingga dengan dosis kayu manis 0,008 g tidak dapat lagi di metabolismekan di dalam tubuh tikus yang sudah mengalami kerusakan sel β pankreas, sehingga kadar glukosa darah meningkat bila dibangkan dengan kadar glukosa setelah diinduksi aloksan. Dosis kayu manis yang diberikan sebanyak 0,004 g dengan bobot badan 100 g mengacu dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Azima et al. (2004). Hasil yang didapatkan sangatlah berbeda dengan penelitian sebelumnya (Azima et al.,2004) terlihat jelas pada hasil glukosa darah hewan model setelah diberikan perlakuan tidak memberikan penurunan kadar 29

glukosa darah sampai pada batas normal yaitu dibawah 105,20 ± 14,2 mg/dl (Taguchi, 1985). Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi pada perlakuan kayu manis 0,004 g/ekor (CM) dan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C1M) tidak bermakna secara statisktik karena hasil kadar glukosa darah yang didapatkan memiliki standar deviasi yang tinggi. Standar deviasi yang tinggi ini antara lain diakibatkan respon yang diberikan dari setiap hewan model yang bervariasi terhadap kadar glukosa darah. Kadar glukosa yang berbeda-beda ini juga disebabkan karena penyamarataan waktu pada ke 45 ekor tikus selama percobaan. Seharusnya waktu harus diatur supaya setiap hewan bisa mendapatkan waktu yang sama selama pengamatan. Terjadinya penurunan kadar glukosa darah pada perlakuan kayu manis 0,004 g/ekor (CM) dan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C1M) dalam jumlah yang sedikit dan peningkatan kadar glukosa darah pada perlakuan kayu manis 0,008 g/ekor dan madu 1ml/ekor (C2M) ini diduga akibat cinnamtannin B1 yang terdapat dalam kayu manis sebenarnya mempunyai dosis optimal dalam menggertak kerja hormon insulin. Dugaan lain yaitu adanya pengaruh dari penyuntikan aloksan yang mengakibatkan kerusakan permanen pada sel β pankreas. Kerusakan yang permanen ini mengakibatkan zat aktif yang terdapat dalam kayu manis yaitu cinnamtannin B1 tidak mampu untuk memperbaiki kerusakan sel β pankreas. Selain pengaruh dari penyuntikan aloksan, kenaikan kadar glukosa darah dari hewan model ini juga dapat diakibatkan karena faktor stress. Hewan model mengalami stress ketika dilakukan pengambilan darah pada bagian ekor secara berulang kali. Kondisi stres ini dapat menyebabkan hiperglikemia sesaat. Dilaporkan juga bahwa obat-obatan yang bersifat sitotoksik terhadap sel β pankreas dan penyakit pada pankreas dapat memicu terjadinya diabetes melltius atau kadar glukosa darah meningkat (Handayani, 2005). 30