BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

ANALISIS HABITS OF THINKING INTERDEPENDENTLY (HTI) SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

I. PENDAHULUAN. manusia. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik yang dikehendaki dunia kerja (Career Center Maine Department

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MEDIA POHON MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VIII E SMP TAMANSISWA MALANG

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP

BAB II KAJIAN TEORITIK

interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2005: 461).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Noor Fajriah 1), R. Ati Sukmawati 2), Tisna Megawati 3) Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di. Sekolah Dasar yang dianggap sebagian siswa terasa sulit

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Becker dan Shimada (1997: 1) mengungkapkan bahwa we propose to call problem

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LATERAL MATEMATIS SISWA MELALUI PEND EKATAN OPEN-END ED

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi Inti ke-2 yaitu melatih diri bersikap konsisten, rasa ingin tahu, bersifat

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN-ENDED SMP SULTAN AGUNG PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda-beda. Jika kemampuan berpikir kreatif tidak dipupuk dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu ilmu yang dapat meningkatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

I. PENDAHULUAN. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Hal ini sesuai

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Guru Sekolah Dasar UMI CHASANAH A 54A100106

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB II KAJIAN TEORETIK

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA NEGERI 2 BIREUEN PADA MATERI KALOR MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN - ENDED PROBLEM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dalam masyarakat tentang matematika sebagai pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

I. PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr.

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Risa Meidawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fathimah Bilqis, 2014

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. persaingan global. Dengan pendidikan akan lahir generasi-generasi penerus yang

BAB I PENDAHULUAN. ajaran_matematika/kegiatanbelajar1) menyatakan bahwa Matematika itu bukan

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GROUP RESUME SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. atau pengalaman (Ngalim Purwanto, 2007:85). Dimana pengalaman. merupakan guru yang paling baik dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan seorang akan menjadi manusia yang berkualitas. UU No 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Budiman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Pendidikan juga di pandang sebagai sarana untuk menjadikan

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S 1 Pendidikan Matematika. Oleh : DARI SUPRAPTI A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Key Words: creative thinking, open ended problems. Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember 41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan secara umum bertujuan menyediakan lingkungan bagi peserta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan umum pendidikan masa kini adalah untuk memberi bekal agar kita

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kreativitas diperlukan setiap individu untuk menghadapi tantangan dan kompetisi yang ketat pada era globalisasi sekarang ini. Individu ditantang untuk mampu menciptakan karya atau gagasan yang unik, sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya untuk mampu memenangkan persaingan tersebut. Menurut Santoso (2012) kreativitas adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan atau karya nyata, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Selanjutnya disampaikan bahwa ide/karya yang dihasilkan tidak mutlak semuanya berasal dari dirinya sendiri, melainkan dapat bercermin dari kejadian sebelumnya atau pada apa yang sudah ada. Kreativitas merupakan hasil proses berpikir dari individu yang kreatif. Ciri individu kreatif menurut Adair (2008) adalah individu yang mampu melihat dan membuat hubungan antara ide-ide yang bagi individu lain tampak terpisah-pisah. Mereka melihat hal-hal yang sama dengan individu lain, tetapi berusaha memikirkan hal yang berbeda dengan mereka. Pada umumnya kreativitas tidak terkait langsung dengan kecerdasan, sebagaimana disampaikan Santrock (2007) bahwa sebagian besar individu yang kreatif adalah individu yang cerdas, tetapi sebaliknya individu yang cerdas belum tentu kreatif. Kecerdasan tidak berbanding lurus dengan kreativitas, karena tidak semua individu yang cerdas mampu berpikir dan menghasilkan karya-karya yang kreatif. Kreativitas individu dapat tercipta tanpa memandang gender, juga tidak membedakan status ekonomi, tinggi rendahnya jenjang pendidikan, dan tempat individu itu berada baik di sekolah, rumah atau tempat lainnya. Secara lebih jelas Munandar (1992) mengemukakan bahwa kreativitas dapat terwujud dimana saja dan oleh siapa saja, tidak tergantung pada jenis kelamin, sosial-ekonomi, atau tingkat pendidikan tertentu. Lebih lanjut Devito (Munandar, 1992) mengatakan bahwa semua individu yang lahir memiliki potensi kreatif dengan tingkat yang 1

berbeda-beda, dimana potensi kreatif ini dapat dipupuk dan dikembangkan. Dengan demikian peluang terwujudnya kreativitas pada laki-laki dan perempuan sama, namun kualitas dan kuantitas kreativitas yang muncul bisa saja berbeda. Kreativitas tidak akan berkembang jika tidak dilatih meskipun setiap individu diyakini mempunyai bakat kreatif. Sebaliknya, kreativitas dapat ditingkatkan pada individu yang dianggap memiliki bakat kreatif yang terbatas. Pentingnya pengembangan kreativitas yang berkaitan dengan kemampuan berfikir kreatif individu dinyatakan oleh Career Center Maine Department of Labor USA (2001) bahwa pengembangan kemampuan berpikir kreatif perlu dilakukan karena merupakan salah satu kemampuan yang dikehendaki dunia kerja, dan menjadi penentu bagi keunggulan suatu bangsa. Dengan kata lain, kreativitas sumber daya manusia menentukan daya kompetitif suatu bangsa, sehingga pengembangan kemampuan berpikir kreatif penting dilakukan. Kemampuan berfikir kreatif dapat ditingkatkan di mana saja termasuk di sekolah melalui pembelajaran matematika yang dilakukan. Rosita (2012) bahkan mengatakan bahwa kemampuan berfikir kreatif dan matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, matematika tumbuh dan berkembang berdasarkan pemikiran-pemikiran yang kreatif. Pemikiran yang kreatif tersebut membuat matematika dipelajari dalam berbagai bidang dan dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya. Selain itu, melalui matematika kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dikembangkan. Sukmadinata (2004) memandang kemampuan berpikir kreatif sebagai kebiasaan berpikir yang bersifat menggali, menghidupkan imajinasi, intuisi, menumbuhkan potensipotensi baru, membuka pandangan-pandangan yang menimbulkan kekaguman serta merangsang pikiran yang tidak terduga. Kemampuan berpikir kreatif matematis berkenaan dengan kemampuan menemukan solusi bervariasi, baik baru maupun kombinasi hal-hal yang sudah ada, yang relatif berbeda dengan apa yang ada sebelumnya terhadap masalah matematis yang bersifat terbuka, dengan menekankan aspek kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), kebaruan (originality) dan keterincian (elaboration). Aspek kelancaran berkaitan dengan mencetuskan banyak ide, jawaban, penyelesaian masalah, dan pertanyaan dengan

lancar serta selalu memberikan lebih dari satu jawaban. Aspek keluwesan berkaitan dengan penggunaan beragam strategi dalam penyelesaian masalah dan mencari banyak alternatif jawaban dengan arah yang berbeda-beda. Aspek kebaruan terkait dengan penggunaan strategi baru, unik atau tidak biasa dalam menyelesaikan masalah serta memberikan contoh atau pernyataan yang baru dan unik. Aspek keterincian meliputi kemampuan menjelaskan secara rinci, runtun, dan koheren terhadap prosedur matematis, jawaban atau situasi matematis tertentu. Kemampuan berpikir kreatif bukanlah target akhir dari pembelajaran matematika, karena kemampuan ini diperlukan juga oleh siswa untuk menguasai matematika itu sendiri. Selain itu, kemampuan berpikir kreatif matematis juga diperlukan siswa untuk menguasai kemampuan lainnya dalam matematika, sebagaimana disampaikan oleh Kiesswetter (Pehnoken, 1997) bahwa aspek keluwesan (flexibility) dalam kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki siswa dalam menyelesaikan masalah matematis. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa siswa mengalami beberapa hambatan dalam pembelajaran seperti: kurangnya motivasi, kurangnya ketekunan, sering menunda tugas, takut gagal, tergantung pada orang lain, khawatir ide yang disampaikan dikritik oleh orang lain, dan malu jika idenya tidak sebaik orang lain (Rajendran, 2010). Berkaitan dengan rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa diungkapkan oleh Munandar (Siswono, 2009), pengajaran di sekolah umumnya terbatas pada pemikiran verbal dan pemikiran logis, pada tugas-tugas yang menuntut pemikiran konvergen, proses-proses pemikiran tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif yang jarang dilatih. Santoso (2012) mengungkapkan bahwa kebanyakan guru mengajar masih menggunakan pendekatan konvensional. Siswa hanya menerima materi sebatas yang disampaikan oleh guru, sehingga siswa cenderung pasif dan keaktifan siswa kurang diperhatikan. Selain itu ketika siswa diberi permasalahan siswa cenderung memberikan jawaban yang sama, dan terkadang hanya mengikuti langkah yang ada di buku paket atau cara yang telah ada. Belum tampak adanya penemuan ide baru maupun mengaitkan materi dengan dunia nyata yang dilakukan oleh siswa,

dikatakan ada namun jarang sekali. Selain itu guru kurang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk mengaitkan permasalahan yang dihadapi dengan kehidupan sehari-hari dan memunculkan ide-ide kreatif melalui pembuatan suatu karya. Hal ini menyebabkan rendahnya kreativitas siswa dalam belajar matematika, karena siswa tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri siswa. Setiap siswa memiliki bakat kreatif, namun dalam praktek pembelajaran di sekolah biasanya solusi diberikan oleh guru kepada siswa dan bukan siswa yang menemukannya sendiri. Siswa terpaksa menerima langkah penyelesaian yang dicontohkan guru untuk digunakan dalam memecahkan masalah. Hal ini mengakibatkan tidak berkembangnya potensi siswa. Untuk itu, perlu diupayakan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis melalui pembelajaran matematika yang tepat, yaitu pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk dapat mengesplorasi ide-ide kreatif dalam memecahkan masalah dan mampu memberikan kebebasan bernalar kepada siswa untuk memikirkan berbagai jenis solusi yang dianggap benar. Dengan demikian, siswa haruslah difasilitasi dengan masalah-masalah yang memungkinkan mereka berpikir multi arah sehingga menghasilkan ide atau gagasan yang berbeda. Masalah yang demikian biasanya bersifat terbuka (open problem). Salah satu pembelajaran yang berorientasi pada penggunaan masalah terbuka adalah pembelajaran melalui pendekatan open-ended, karena pembelajaran ini mampu mengangkat kegiatan kreatif dan berpikir matematis siswa secara simultan (Nohda dalam Suherman, 2003). Lebih lanjut Nohda menjelaskan bahwa pembelajaran dengan cara ini dimulai dengan memberikan open problem (masalah terbuka) kepada siswa. Pembelajaran diarahkan agar siswa dapat menjawab permasalahan dengan banyak cara atau dapat menjawab masalah dengan beberapa solusi yang benar. Cara tersebut akan mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Dijelaskan pula bahwa kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dengan bebas

sesuai dengan minat dan kemampuannya, sehingga melalui aktivitas di kelas yang penuh dengan ide-ide matematis inilah yang nantinya akan memacu kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, seperti berpikir kreatif. Penelitian yang dilakukan oleh Hartanto (2009) di kelas IX pada pokok bahasan peluang, Kosasih (2012) dan Rosita (2012) di kelas VII pada pokok bahasan bangun datar segi-empat. Mereka menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan open-ended memberikan pengaruh yang lebih baik secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, namun hasil yang ditunjukkan belum maksimal. Sejalan dengan itu, penelitian ini akan difokuskan pada peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada materi bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prisma dan limas) dengan memperhatikan gender. Mengingat bahwa berbagai hambatan bisa saja terjadi dalam kegiatan pembelajaran, seperti: apabila mengalami masalah dalam pembelajaran siswa cenderung lebih lepas dan terbuka untuk bertanya kepada temannya dibandingkan kepada guru; kebuntuan yang ditemukan siswa dalam penyelesaian masalah; dan kebosanan yang cepat timbul apabila bekerja sendiri, maka diperlukan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk saling bekerjasama dan berkolaborasi dengan temannya dalam memecahkan masalah. Kolaborasi siswa secara bersama-sama lebih kuat dari segi intelektual maupun fisik daripada bekerja sendiri, dan tidak ada seseorang yang dapat menghasilkan alternatif jawaban sebanyak beberapa orang (Costa, 2012). Kolaborasi hasil pemikiran siswa memungkinkan lebih banyak ide atau gagasan yang akan muncul, sehingga dapat membuka cakrawala kreativitas berpikir siswa. Senada dengan hal di atas, pepatah Minangkabau mengatakan duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang, yang berarti apabila suatu pekerjaan dikerjakan sendiri akan terasa lebih berat dibandingkan bila dikerjakan secara bersama-sama. Jadi, peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat ditopang dengan pembelajaran secara berkelompok atau kooperatif. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kelompok kecil dengan tingkat kemampuan matematis siswa yang heterogen, siswa bekerja sebagai

sebuah tim dalam memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Setiap siswa memiliki kepentingan dan tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas kelompok dalam memecahkan masalah. Kelebihan pembelajaran kooperatif menurut Suherman (2003) ialah mampu melatih siswa untuk mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkumnya; melatih kerjasama, saling membantu satu sama lain dalam mengintegrasikan pengetahuan baru dan pengetahuan yang telah dimilikinya; meningkatkan sikap positif siswa; membangun kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah; mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika (math anxiety); dan bermanfaat bagi siswa yang heterogen. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi cenderung memiliki sikap bekerjasama yang relatif rendah dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan rata-rata atau di bawah rata-rata (Wiyanto, 2008). Siswa berkemampuan tinggi lebih suka bekerja secara mandiri, sedangkan siswa yang berkemampuan rendah biasanya lebih mengandalkan teman-temannya yang pintar untuk menyelesaikan tugas kelompok. Padahal menurut Costa & Kallick (2000, 2012) kebiasaan berpikir bersama-sama dengan orang lain merupakan salah satu keterampilan yang paling penting untuk dimiliki siswa. Informasi atau gagasan tidak hanya muncul dari satu siswa kepada teman lainnya, melainkan setiap siswa dalam kelompok hendaknya memberikan kontribusi yang seimbang terhadap kemajuan kelompok dalam menyelesaikan masalah. Bekerja dalam kelompok membutuhkan kemampuan untuk menguji kelayakan/kebenaran ide, solusi dan strategi pada orang lain, membutuhkan pengembangan kemauan dan keterbukaan untuk menerima umpan balik dari teman secara kritis (Costa, 2012). Kerjasama dan belajar dari orang lain dalam situasi timbal balik seperti ini dinamakan dengan habit of thinking interdependently (HTI). HTI merupakan salah satu dari 16 macam kebiasaan berpikir (habit of mind) yang diperkenalkan oleh Costa & Kallick pada tahun 2000. Kebiasaan berpikir diartikan Lim (2013) sebagai pola perilaku intelektual yang produktif.

Interdependent berarti suatu kondisi yang saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina suatu kerjasama atau hubungan, sedangkan HTI adalah kebiasaan berpikir bersama-sama dengan orang lain, untuk dapat lebih saling tergantung dan sensitif akan kebutuhan orang lain (Costa, 2012). Costa juga menjelaskan bahwa HTI memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bertukar pikiran, akan tetapi siswa mengantisipasi agar pemikirannya berbeda dengan orang lain. Dengan kata lain, hal ini memacu mereka kreatif untuk mencari alternatif solusi yang sekiranya berbeda dengan yang diperoleh oleh teman-temannya. Interaksi siswa dalam kelompok menurut Costa (2012) dan Sumarmo (2013) dapat berupa saling memberikan masukan, kritikan, tanggapan, pujian; saling mencurahkan tenaga dan pikiran untuk kelompok; lebih mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi; saling membantu antar sesama anggota kelompok dengan memastikan bahwa seluruh anggota paham terhadap tugas yang mereka kerjakan; dan mereka tidak hanya berkontribusi tetapi juga belajar sesuatu dari kelompok. HTI berkembang ketika siswa mampu membangun hubungan yang baik, langgeng, kuat dan produktif antar sesama anggota kelompok. Menurut BBSS (2008) hubungan yang terjalin dalam kelompok dapat diukur dengan memperhatikan aspek: (a) kepedulian/berempati terhadap perasaan dan pikiran orang lain, (b) berupaya melihat dan mendengarkan orang lain dengan pemahaman dan empati, (c) menunjukkan kemandirian dalam belajar dan melihat sukacita dalam pembelajaran, dan (d) tim/pekerja yang kolaboratif. Terkait hubungan antara kemampuan berpikir kreatif matematis dan HTI, pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah lebih banyak mengarahkan siswa untuk mencari satu solusi permasalahan dengan benar. Siswa tidak dibiasakan dan diberikan kebebasan untuk berpikir sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga hal ini berpengaruh pada kreativitas yang ditunjukkan siswa. Agar kreativitas dapat terwujud dengan baik dibutuhkanlah keterampilan berpikir kreatif (aptitude) dan juga bersikap kreatif (non-aptitude traits). Guilford (Munandar, 1999) menambahkan ciri-ciri utama non-aptitude yaitu lebih

berkaitan dengan sikap atau perasaan yang meliputi rasa ingin tahu, bersifat imajinatif, merasa tertantang oleh kemajemukan, sifat berani mengambil resiko dan sifat menghargai. Sikap kreatif ini juga termuat dalam habit of thinking interdependently (HTI). Aptitude dan non-aptitude traits diharapkan bisa berjalan bersamaan sehingga kreativitas dapat terwujud dengan baik. Dengan kata lain, pembiasaan berpikir saling bergantung dan berpikir kreatif oleh siswa dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematisnya. Berkaitan dengan gender, beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan matematika siswa laki-laki dan perempuan, khususnya kemampuan yang berkaitan dengan penyelesaian masalah keruangan. Hasil riset Maccoby dan Jacklin (Saragih, 2011) menunjukkan bahwa laki-laki lebih unggul daripada perempuan dalam hal keruangan. Dijelaskan juga bahwa keunggulan ditemukan secara konsisten pada masa remaja dan dewasa, tetapi tidak terjadi pada waktu mereka kanak-kanak. Dengan kata lain, keunggulan lakilaki dibandingkan perempuan terjadi pada tingkat sekolah menengah. Oleh karena itu, studi ini akan memperhatikan kemampuan berfikir kreatif matematis siswa berdasarkan gender. Pembelajaran di kelas dilakukan secara kooperatif sehingga memunculkan kebiasaan berpikir saling bergantung yang positif antar siswa. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Habit of Thinking Interdependently (HTI) Siswa SMP melalui Pendekatan Open-Ended dengan Setting Kooperatif. Penelitian ini dilakukan di kelas VIII pada salah satu sekolah menengah pertama (SMP) di Kota Bandung. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalahmasalah yang muncul, yaitu: 1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa belum maksimal 2. Terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran

3. Siswa jarang dibiasakan, diberikan kebebasan dan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya 4. Setiap individu memiliki potensi kreatif, akan tetapi praktek pembelajaran di sekolah membuat siswa terpaksa menerima solusi yang diberikan guru sehingga potensi siswa kurang berkembang 5. Kreativitas individu tercipta tanpa memandang gender, akan tetapi penelitian lain mengatakan bahwa laki-laki lebih unggul daripada perempuan dalam hal keruangan 6. Siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi cenderung memiliki sikap bekerjasama yang relatif rendah dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan rata-rata atau di bawah rata-rata Berdasarkan masalah di atas, penelitian ini akan dibatasi pada rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis dan kebiasaan berpikir saling bergantung siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok. C. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan open-ended dengan setting kooperatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan open-ended dengan setting kooperatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional? 3. Bagaimana perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan openended dengan setting kooperatif dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional berdasarkan gender?

a. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa kelompok laki-laki eksperimen (LE), perempuan eksperimen (PE), laki-laki kontrol (LK) dan perempuan kontrol (PK)? b. Jika terdapat perbedaan, maka apakah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis terjadi pada setiap pasangan kelompok (LE dan PE, LE dan LK, LE dan PK, LK dan PE, LK dan PK, PE dan PK)? c. Jika terdapat perbedaan, maka kelompok manakah yang memiliki peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis yang lebih baik antara siswa laki-laki dan siswa perempuan? 4. Apakah terdapat korelasi antara peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan habit of thinking interdependently (HTI) siswa? 5. Bagaimana gambaran habit of thinking interdependently (HTI) siswa dalam pembelajaran melalui pendekatan open-ended dengan setting kooperatif? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, secara rinci penelitian ini bertujuan unuk mengetahui: 1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan open-ended dengan setting kooperatif 2. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan open-ended dengan setting kooperatif dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional 3. Perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan open-ended dengan setting kooperatif dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional berdasarkan gender 4. Korelasi yang terdapat antara peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan habit of thinking interdependently (HTI) siswa

5. Gambaran habit of thinking interdependently (HTI) siswa dalam pembelajaran melalui pendekatan open-ended dengan setting kooperatif E. Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini dapat memberikan berbagai manfaat, terutama diantaranya: 1. Ketika Proses Penelitian a. Siswa mampu belajar menyelesaikan permasalahan dengan multi solusi dan atau multi cara jawab yang benar, belajar meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis serta bekerjasama saling bertukar ide, memberikan kritikan, pujian dan masukan dalam kelompok belajar. Dengan kata lain, siswa dapat belajar meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan habit of thinking interdependently (HTI) selama penelitian b. Guru yang terlibat dalam penelitian ini dapat memperoleh wawasan tentang penerapan pendekatan open-ended dengan setting kooperatif 2. Hasil a. Teoritis 1) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis dalam ruang lingkup yang lebih luas 2) Penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan, agar kualitas pendidikan dapat ditingkatkan lagi 3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan oleh guru dalam menerapkan pembelajaran melalui pendekatan open-ended dengan setting kooperatif. Pendekatan ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan habit of thinking interdependently (HTI) siswa 4) Peneliti memperoleh pengalaman, wawasan dan pengetahuan yang berharga mengenai alternatif solusi yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan habit of thinking interdependently (HTI) b. Praktis Memberikan informasi tentang peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan HTI siswa melalui pendekatan open-ended dengan setting kooperatif.