Christopher A.P, S. Ked

dokumen-dokumen yang mirip
Lilik Kurniawan, S. Ked Yayan Akhyar Israr, S. Ked

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati

GASTER, Vol. 4, No. 1 Februari 2008 ( ) INVASIVE PNEUMOCOCCAL DISEASE (IPD) Sri Kustiyati Dosen Kebidanan STIKES Aiyiyah Surakarta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat sakit serupa sebelumnya, batuk lama, dan asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat TB paru dan Asma

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO 2 ) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penyebab Pneumonia. Bakteri merupakan penyebab umum, diantaranya: Streptococcus pneumoniae : Pneumonia Pneumokokus

NASKAH PUBLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. N DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN : BRONKOPNEUMONIA DI RUANG FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pneumonia adalah peradangan saluran pernafasan akut yang mengenai

BAB II TINJUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONKOPNEUMONIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah dan pleura (Soemantri dkk., 1991). ISPbA dapat dijumpai dalam berbagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI. disebabkan oleh virus, dan merupakan suatu peradangan yang menyebabkan. lumen pada bronkiolus (Suriadi & Rita, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Author : Hirawati, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

ASKEP PNEUMONIA. A. DEFINISI Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agent infeksi.

Klebsiella pneumoniae. Gamma Proteobacteria Enterobacteriaceae. Klebsiella K. pneumoniae. Binomial name Klebsiella pneumoniae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut bawah. 15 Pneumonia

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia dijuluki oleh William Osler pada abad ke-19 sebagai The

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing (Ngastiyah, 2005). Pneumonia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan peradangan brokioli yang lebih kecil.edema membran

HUBUNGANN TEMPAT TINGGAL FISIK DENGAN ANGKA KESAKITAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS BONANG I. Karya Tulis Ilmiah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

IV. Mekanisme pembersihan di respiratory

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Transkripsi:

Author : Christopher A.P, S. Ked Editor : Yayan Akhyar Israr, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk

PNEUMONIA DEFINISI Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. 1 Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkhus yang disebut bronkopneumonia. Dalam pelaksanaan pemberantasan penyakit ISPA semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronkopneumonia) disebut pneumonia saja. 2 ETIOLOGI Etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pneumonia. Hanya biakan dari aspirat paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu penetapan etiologi pneumonia. Meskipun pemeriksaan spesimen aspirat paru merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab pneumonia pada balita, cara tersebut merupakan prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika, terutama jika hanya dimaksudkan untuk penelitian. Oleh karena alasan tersebut di atas maka penetapan etiologi pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan bahwa di negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9 % aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus. 2 Etiologi pneumonia antara lain: 1 1. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander. 1

2. Virus : Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, cytomegalovirus. 3. Jamur : Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus, Candida albicans. 4. Aspirasi : makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. FAKTOR RESIKO Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor risiko baik yang meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat pneumonia: 2 a) Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia: Umur < 2 bulan Laki-laki Gizi kurang Barat badan lahir rendah Tidak mendapat ASI memadai Polusi udara Kepadatan tempat tinggal Imunisasi yang tidak memadai Membedung anak (selimut berlebihan) Defisiensi Vitamin A Pembarian makanan tambahan terlalu dini. b) Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia Umur < 2 bulan Tingkat sosio-ekonomi rendah Kurang gizi Berat badan lahir rendah Tingkat pendidikan ibu yang rendah Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah 2

Kepadatan tempat tinggal Imunisasi yang tidak memadai Menderita penyakit kronis Aspek kepercayaan setempat dalam praktek pengobatan yang salah. KLASIFIKASI Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Berdasarkan anatomis, pneumonia dibagi atas: 1 1. Pneumonia lobaris 2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) 3. Pneumonia interstitialis (bronkiolitis) Tabel 1. Klasifikasi klinik pneumonia: 3 Tipe klinik Epidemiologi Pneumonia komunitas Sporadis atau endemik; muda atau orang tua Pneumonia nosokomial Didahului perawatan di rumah sakit Pneumonia rekurens Terdapat dasar penyakit kronik paru Pneumonia aspirasi Alkoholik, usia tua Pneumonia pada gangguan Pada pasien tranplantasi, penyakit keganasan, sistem imun AIDS PATOGENESIS Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen. 4 Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari susunan anatomis rongga hidung, jaringan limfoid di nasofaring, bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan 3

sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Reflek batuk, refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis, aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik. 1 Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium (4 12 jam pertama/ kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida, sehingga mempengaruhi perpindahan gas dalam darah dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau 4

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 8hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV (7 11hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. 4 LANGKAH DIAGNOSTIK Anamnesis Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel dan sesak nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, sering kali tanpa demam dan batuk. Anak besar biasanya mengeluh nyeri kepala dan muntah. 5 Pemeriksaan Fisik Manifestasi klinis yang terjadi berbeda-beda sesuai kelompok umur tertentu. Pada neonates sering terjadi takipneu, retraksi dinding dada, grunting dan sianosis. Pada bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel. Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai pernafasan cupping hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles (ronki basah halus) yang khas 5

pada anak besar bisa saj tidak ditemukan pada anak bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, fremitus menurun, dan terdengar Fine crackles di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan menyebabkan nyeri dada. Bila berat, gerakan dada menurun saaat inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut. 5 Pemeriksaan Penunjang a) Ro torak PA merupakan dasar diagnosis utama pneumonia b) Leukosit>15.000/ul, dengan didominasi sel neutrofil c) Trombositopenia bisa didapatkan pada pneumonia dengan empiema d) Pemeriksaan sputum kurang berguna e) Biakan darah jarang positif (3 11%) kecuali untuk Pneumokokus dan H. Influenzae (25 95%) f) Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai sensitifitas dan spesifisitas rendah. g) Pemeriksaan serologis kurang bermanfaat. 5 TERAPI Diagnosis etiologi pneumonia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga pemberian antibiotik diberikan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu Streptococcus pneumonia dan H. influenza. Pemberian antibiotik sesuai kelompok umur. Untuk umur dibawah 3 bulan diberikan golongan penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia > 3 bulan, pilihan utama adalah ampisilin dipadu dengan kloramfenikol. Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotik adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7 10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah S.aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk Stafilokokus adalah 3 4 minggu. 5 6

DAFTAR PUSTAKA 1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta: Infomedika Jakarta; 1995.1228-1235. 2. Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan. Pemberantasan Penyakit ISPA. Nomor: 1537.A/MENKES/SK/XII/2002. Tanggal 5 Desember 2002. Jakarta : Departemen Keseharan; 2002. 3. Dahlan Z. Artikel: Pandangan Baru Pneumonia Atipik dan Terapinya. Bagian Penyakit Dalam FK.UNPAD Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Bandung : FK UNPAD; 2007. 4. Webmaster. Bronkopneumonia. Disitasi dari : http://hsilkma.blogspot.com /2008/03/bronkopneumonia.html, pada tanggal 14 Juni 2008. Perbaharuan terakhir : Januari 2008. 5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Kesehatan Anak Edisi I. 2004. Jakarta : IDAI; 2004. 7 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk