Pemetaan Korosi pada Stasiun Pemurnian di Pabrik Gula Watoe Toelis Krian, Sidoarjo Adam Alifianto (2707 100 021) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ABSTRAK Stasiun pemurnian pada pabrik gula Watoe Toelis di krian, Sidoarjo ini merupakan unit yang bertujuan menghasilkan nira jernih dengan cara mengendapkan atau memisahkan kotoran yang terdapat dalam nira mentah. Dalam stasiun pemurnian ini sifat korosif dari nira semakin meningkat karena adanya pengaruh dari proses sulfitasi yang mengakibatkan turunnya ph serta bertambahnya unsur sulfur didalam komposisi nira. Untuk mendapatkan data agar pemetaan korosi menjadi lebih akurat maka dilakukan pengujian laju korosi pada pipe dan shell di Stasiun Pemurnian. Setelah dilakukan uji potensiostat didapatkan laju korosi pada pipa untuk medium carbon dengan pengaruh nira memiliki nilai terbesar 6,0656 mm/year dan untuk shell menggunakan cast iron dengan pengaruh nira jernih memiliki laju korosi 0,7705 mm/year. Pada pemetaan korosi tingkat resiko di kategorikan menjadi tiga jenis,yaitu low severity corrosion,medium severity corrosion dan high severity corrosion. Kata kunci : nira, stasiun pemurnian, pemetaan korosi. PENDAHULUAN Karat (rust), tentu saja adalah sebutan yang belakangan ini hanya dikhususkan bagi korosi pada besi, sedangkan korosi sendiri adalah perusakan suatu material karena bereaksi dengan lingkungannya atau bisa disebut sebagai gejala destruktif yang mempengaruhi hampir semua logam. Terutama karena pabrik-pabrik di bidang industri menggunakan logam seperti besi, baja, dan banyak jenis logam dan paduan lainnya pada setiap komponen-komponennya. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa permasalahan korosi selalu ada disetiap industri tersebut,serta kurang disadarinya bahwa permasalahan korosi ini mampu memunculkan dampak yang merugikan baik dari segi biaya,sumber daya alam dan juga sumber daya manusia. Hal ini jugalah yang terjadi pada industri perkebunan yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah industri gula yang berada di Pabrik Gula Watoe Toelis Pabrik gula yang terletak di Krian, Sidoarjo ini masih belum mempelajari dan membahas lebih dalam mengenai proses korosi yang ada di pabrik tersebut. Sedangkan dalam proses pembuatan dari gula itu sendiri banyak menggunakan peralatan-peralatan yang terbuat dari logam dan juga banyak menggunakan unsur yang bersifat korosif seperti Sulfur. Dan juga masih belum diketahuinya apakah nira yang merupakan bahan utama dari pembuatan gula bisa mengakibatkan terjadinya proses korosi atau tidak. METODOLOGI Temperature (design & operation) Fluida kerja (jenis & komposisi) Sampel nira Melakukan pengujian komposisi nira dengan metode Fehling START Preparasi Pengumpulan data Pengambilan sampel A Material Sampel Pipe dan Shell Preparasi spesimen Uji potensiostat 1
2 Gambar 1. Diagram alir penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN A Menetukan klasifikasi berdasarkan laju korosi dari tiap material Menggambar pemetaan korosi dengan pemberian simbol warna Kesimpulan dan Rekomendasi END Data Teknis Dari hasil pengamatan serta wawancara di lapangan maka diperoleh beberapa data desain dari equipment pada unit pemurnian,dimana di unit ini menghasilkan nira jernih dengan cara mengendapkan/memisahkan kotoran yang terbawa nira dengan berbagai proses seperti defekasi dan sulfitasi. Bologne Fungsi alat : untuk mengetahui berat nira mentah yang dihasilkan dari stasiun gilingan - Volume : 50 hektoliter - Volume kerja : 36 hektoliter - Dialirkan nira mentah dari stasiun gilingan dengan temperatur 40 0 C dengan PH ±6,3 Juice Heater Fungsi alat : untuk mempercepat dan menyempurnakan reaksi pada defekator dan sulfitasi pada temperatur tertentu. - Diameter : 1570 mm - Tinggi : 4154 mm - Bahan Pipa : Medium Carbon Steel - Nira dipanaskan sampai temperatur 75-80 0 C dengan PH ±6,3 pada pemanasan pertama dan temperatur nira dianaikan menjadi ± 105 0 C pada pemanasan kedua Defekator Fungsi alat : untuk menaikkan PH - Diameter : 1000 mm - Tinggi : 2250 mm - Volume : 17,67 hektoliter - Nira Masuk defekator I pada temperatur 75 0 dengan ph 6,5 bertujuan untuk dinaiikan Phnya menjadi 7,2 7,4. - Nira keluar dari defekator I lalu masuk ke defekator II untuk mencapai ph menjadi ± 8,6. Sulfitir Fungsi alat : untuk memucatkan nira - Diameter : 1560 mm - Tinggi : 3500 mm - Volume : 52,2 hektoliter - Nira yang sudah terkapur masuk ke bejana sulfitasi pada temperatur sekitar 75 0 dan ph menurun akibat penambahan SO 2 menjadi 7 7,2. Flash Tank Fungsi alat : untuk menghilangkn gas-gas yang terlarut pada nira - Diameter : 1500 mm - Volume : 17,5 hektoliter - Temperatur nira masuk flash tank ± 105 0 C Snow Balling Tank Fungsi alat : menghomogenkan campuran nira dengan flokulan, sehingga proses pengendapan lebih sempurna. Bahan Konstruksi : Cast Iron
- Temperatur nira yang masuk Clarifier ± 105 0 C lalu ditambahkan flokulan. Door Clarifier Fungsi alat : untuk menjernihkan nira melalui pengendapan kotoran. - Diameter : 6100 mm - Tinggi : 5490 mm - Volume : 264 hektoliter - Temperatur nira yang masuk Clarifier ± 105 0 C lalu diendapkan Alat Penampis (Rotary Vacuum Filter) Fungsi alat : untuk memisahkan antara nira tapis dengan blotong - Diameter : 3050 mm - Tinggi : 5660 mm - Volume : 17,5 hektoliter - Bahan filter : Stainless Steel - Temperatur nira kotor yang masuk ± 80 0 C Uji Komposisi Nira Tabel 1. Komposisi Nira Kode Sakarosa (%) Gula Reduksi (%) Sulfur (%) Asam Asetat (%) 1 8,64 0,36 0,05 0,09 2 29,42 2,82 1,56 0,41 3 31,05 3,04 1,62 0,49 Berdasarkan hasil pengujian nira yang telah dilakukan,di dalam nira terdapat 3 senyawa utama yang menyebabkan rasa manis dalam nira yaitu : sakarosa,fraktosa dan glukosa. Fraktosa dan glukosa bisa juga disebut dengan gula reduksi. Sakarosa pada nira tidak mempengaruhi korosivitas pada peralatan-peralatan di pabrik gula karena Sakarosa merupakan senyawa yang sangat stabil sehingga tidak mudah berikatan dengan O 2. Sedangkan gula reduksi yang terdiri dari fraktosa dan glukosa merupakan gula hasil kerusakan Sakarosa oleh mikroba. Gula reduksi ini tidak stabil karena apabila teroksidasi akan menjadi asam. Asam inilah yang bisa menjadi katalis dalam 3 proses korosi yang terjadi pada logam-logam di stasiun pemurnian. Selain itu terdapat beberapa senyawa yang terkandung di dalam nira yang memiliki pengaruh besar terhadap korosi yaitu Sulfur dan Asam Asetat. Sulfur memiliki pengaruh yang besar terhadap proses terjadinya korosi karena ion Sulfur sendiri bersifat reduktif. Hal ini menyebabkan Sulfur mudah sekali mengikat Oksigen (O 2 ) sehingga mudah sekali membentuk senyawa SO 2.Dimana SO 2 termasuk dari bahan pengotor yang bersifat mempercepat laju korosi karena menurunkan ph (menaikkan derajat ke asaman) media korosif.(sulistijono 1999) Sedangkan Asam Asetat merupakan asam organik yang terbentuk secara alami dari hasil proses fermentasi atau proses perusakan gula yang tereduksi menjadi asam yang dikenal dengan nama Asam Asetat atau Asam Cuka. Asam Asetat juga mempengaruhi proses korosi karena senyawa ini bersifat asam sehingga memiliki efek sebagai katalisator dalam proses korosi yang terjadi pada logam.berikut ini adalah reaksi kimia dari fermentasi Sakarosa menjadi Asam Asetat : C 6 H 12 O 6 2C 2 H 5 OH + 2CO 2 + 2ATP (4.1) 2C 2 H 5 OH CH 3 COOH + CO 2 (4.2) Dan setelah diuji komposisinya maka berdasarkan data bahwa dari nira mentah yang diproses menjadi nira jernih di unit pemurnian dan kemudian diuapkan di badan penguapan menjadi nira kental terjadi peningkatan kandungan sulfur serta asam asetat. Jadi sifat korosif dari nira semakin meningkat melalui proses pemurnian. Uji Potensiostat Pengujian potensiostat dilakukan pada sampel pipa serta Shell yang telah dipreparasi dengan elektrolitnya menggunakan nira mentah,nira jernih dan nira kental. kondisi ini disesuaikan dengan kondisi operasinya. Pipa dengan nira mentah Gambar 2. Grafik uji medium carbon steel dengan elektrolit nira mentah
Kondisi ini merupakan kondisi pipa saat nira dari stasiun gilingan masuk ke stasiun pemurnian mulai dari Bologne sampai dengan Defecator 1. Kurva polarisasi merupakan hasil dari perubahan beda potensial berbanding perubahan arus spesifik yang diberikan oleh mesin uji. Setelah ditarik 2 garis ektrapolasi pada kurva polarisasi tersebut, maka didapat nilai i corr pada titik pertemuan antara kedua garis tersebut yang kemudian ditarik pada sumbu ordinat yaitu sebesar 110,170 na. Dengan material yang diuji seluas 0,25 cm 2, maka didapat nilai i corr yaitu sebesar 440,680 µa/cm 2. Sehingga data icorr per satuan luas tersebut dimasukkan kedalam rumus CR (Corrosion Rate), didapat nilai laju korosi pipa dengan aliran nira ph 6,3 yaitu sebesar 5,1207 mm/year. Hasil pengujian ini didapatkan nilai corrosion rate adalah 5,1207 mm/year. Pipa dengan nira jernih Gambar 3. Grafik uji medium carbon steel dengan elektrolit nira jernih Kondisi ini disesuaikan pipa saat nira sudah memasuki tahapan pemurnian sampai saat menuju stasiun pemurnian. Setelah ditarik 2 garis ektrapolasi pada kurva polarisasi tersebut, maka didapat nilai i corr pada titik pertemuan antara kedua garis tersebut yang kemudian ditarik pada sumbu ordinat yaitu sebesar 119,460 na. Dengan material yang diuji seluas 0,25 cm 2, maka didapat nilai i corr yaitu sebesar 477,840 µa/cm 2. Sehingga data icorr per satuan luas tersebut dimasukkan kedalam rumus CR (Corrosion Rate), didapat nilai laju korosi pipa dengan aliran nira ph 7,2 yaitu sebesar 5,5525 mm/year. Hasil pengujian ini didapatkan nilai corrosion rate adalah 5,5525 mm/year. 4 Pipa dengan nira kental Gambar 4. Grafik uji medium carbon steel dengan elektrolit nira kental Kondisi ini disesuaikan dengan kondisi pipa saat nira kental hasil dari penguapan memasuki stasiun pemurnian untuk proses sulfitasi. Setelah ditarik 2 garis ektrapolasi pada kurva polarisasi tersebut, maka didapat nilai i corr pada titik pertemuan antara kedua garis tersebut yang kemudian ditarik pada sumbu ordinat yaitu sebesar 130,500 na. Dengan material yang diuji seluas 0,25 cm 2, maka didapat nilai i corr yaitu sebesar 522,000 µa/cm 2. Sehingga data icorr per satuan luas tersebut dimasukkan kedalam rumus CR (Corrosion Rate), didapat nilai laju korosi pipa dengan aliran nira ph 5,4 yaitu sebesar 6,0656 mm/year. Hasil pengujian ini didapatkan nilai corrosion rate adalah 6,0656 mm/year. Shell dengan nira jernih Gambar 5. Grafik uji Cast Iron dengan elektrolit nira jernih Kondisi ini disesuaikan dengan kondisi pada equipment yang bekerja pada stasiun pemurnian. Setelah ditarik 2 garis ektrapolasi pada kurva polarisasi tersebut, maka didapat nilai i corr pada titik pertemuan antara kedua garis tersebut yang kemudian ditarik pada sumbu ordinat yaitu sebesar 16,5780 na. Dengan material yang diuji seluas 0,25 cm 2, maka didapat nilai i corr yaitu sebesar 66,3120 µa/cm 2. Sehingga data icorr per satuan luas tersebut dimasukkan kedalam rumus CR (Corrosion Rate), didapat nilai laju korosi pipa
dengan aliran nira ph 7,2 yaitu sebesar 0,77054 mm/year. Hasil pengujian ini didapatkan nilai corrosion rate adalah 0,77054 mm/year. Setelah diketahui data laju korosi materialnya terhadap fluida yang bekerja selanjutnya dibuat klasifikasi tingkat kerawanan korosinya sebagai berikut : 1. Laju korosi > 5 mm/year = High Severity Corrosion (merah) 2. Laju korosi antara 2 sampai 5 mm/year = Medium Severity Corrosion (kuning) 3. Laju Korosi < 2 mm/year = Low Severity Corrosion (hijau) Dari hasil pengujian di atas maka dapat dibuat pemetaan korosi (corrossion maping) berdasarkan laju korosi dari tiap peralatan.maka didapatkan pemetaan korosi pada peralatan-peralatan di Stasiun Pemurnian sebagai berikut : Korosi pada peralatan-peralatan di Stasiun Pemurnian Pada stasiun pemurnian ini dibagi menjadi 2 bagian,yang pertama shell dari setiap peralatan yang terkena nira.disini shell masih dalam kategori aman seperti yang dapat dapat dilihat dari hasil uji laju korosi yang mana corrosion rate yang terjadi bernilai kecil yaitu 0,7705 mm/year.hal ini disebabkan karena jenis material shell ini adalah cast iron yang cukup memiliki ketahanan korosi dibandingkan medium carbon Steel. Di Stasiun ini yang perlu lebih diperhatikan adalah pada sistem perpipaannya. Hal ini dikarenakan pipa disini menggunakan jenis medium carbon Steel sehingga lebih rentan terhadap korosi.dari hasil uji potensiostat didapatkan laju korosi akibat fluida yang bekerja semakin meningkat mulai dari pengaruh medium carbon Steel terhadap nira mentah yaitu 5,1207 mm/year,nira jernih yaitu 5,5525 mm/year dan nira kental bernilai 6,0656 mm/year.ini bisa terjadi karena pada nira di unit pemurnian ini bersifat lebih korosif karena adanya penambahan sulfur akibat dari proses sulfitasi serta terdapat lebih banyak asam asetat. KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan Dari hasil pembuatan corrosion mapping yang telah dilakukan berdasarkan laju korosi dari pengaruh nira yang bekerja terhadap jenis materialnya maka dapat diambil kesimpulan,yaitu Potensi korosi pada stasiun pemurnian terdapat dua jenis yaitu, pada shell adalah Low Severity Corrosion dengan laju korosi 0,7705 mm/year dan pada pipa dikategorikan High Severity Corrosion dengan laju korosi 5,1207 mm/year, 5,5525 mm/year, dan 6,0656 mm/year. Untuk cairan nira pada pabrik gula ini berpengaruh terhadap laju korosi pada peralatan-peralatan di Stasiun Pemurnian karena memiliki ph yang asam serta adanya proses pemurnian juga meningkatkan sifat korosif pada nira 5 Saran Saran yang bisa diajukan pada proses corrosion mapping ini adalah sebagai berikut : 1. Dilakukan pengecekan secara berkala terhadap ketebalan dari pipa karena kemungkinan terjadinya penipisan sangat
besar,ini dilakukan guna mencegah terjadinya kegagalan material. 2. Perlu dilakukan pengujian polarisasi dengan variabel temperatur agar hasil laju korosi pada tiap komponen lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Hugot. E. 1986. Handbook of Cane Sugar Engineering. Amsterdam : Elsevier Science Publishers B.V Trethewey, K. R. dan J. Chamberlain. 19991. Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Fontana Mars. G. 1987. Corrosion Engineering Second Edition, New York : McGraw Hill International Book Company Treseder, R. S. 1991. NACE Corrosion Engineer s Reference Book 2 nd edition. National Association of Corrosion Engineers. Houston. Roberge, Piere. 2000. Handbook of Corrosion Engineering. New York : McGraw Hill International Book Company Sulistijono. 2000. Diktat Korosi dan Analisa Kegagalan. Surabaya : ITS Askeland, Donald R. 1998. The Science and Engineering of Material, S1 Edition. 6