"EMOTIONAL LEARNING" SEBAGAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER. Yulia Suriyanti STKIP Persada Khatulistiwa Sintang

dokumen-dokumen yang mirip
MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem. Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa :

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

BAB I PENDAHULUAN. Cet. 1,hlm 6. (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2012), hlm ), hlm. 48.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu pendidikan ada yang disebut sebagai pendidik dan sebagai. sebagai peserta didik mendapatkan haknya sepenuhnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran yang amat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan

PENGGUNAAN PENDEKATAN NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENUMBUHKAN PEMBELAJARAN PKN YANG JOYFULL LEARNING DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 WONOAYU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

KARYA TULIS ILMIAH PENERAPAN PENDIDIKAN EMOSI SEJAK DINI PADA ANAK DALAM MEMBENTUK KARAKTER POSITIF DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS AKHIR SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maslah

BAB I PENDAHULUAN. asuh dan arahan pendidikan yang diberikan orang tua dan sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia dini bagi seorang anak merupakan masa terpenting dan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan narkoba menjadi

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. tinggi terhadap segala sesuatu yang menarik perhatiannya. 1 Tidak diragukan. pendidikan yang mempengaruhinya. 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang DwiMurtiningsih,2014

BAB II KAJIAN TEORI. Lebih lanjut strategi pembelajaran aktif merupakan salah satu strategi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERSPEKTI Tentang PAUD DAN PENDIDIKAN DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pengaruh kepramukaan dan bimbingan orang tua terhadap kepribadian siswa kelas I SMK Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2005/2006. Oleh : Rini Rahmawati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Undang-undang tentang. sistem Pendidikan Nasional Pasal 28 Ayat (3) menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS TENTANG PROSES PENANAMAN NILAI NILAI AGAMA ISLAM PADA SISWA TAMAN KANAK KANAK DI R.A TARBIYATUL ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, karena interaksi pembelajaran merupakan kegiatan inti

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

Perkembangan Kognitif, Emosi, dan Bahasa pada Masa Kanak-Kanak Akhir. Dosen Pengampu : Dra. Nadlifah, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2015, hlm Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TEKNIK LISTRIK DASAR OTOMOTIF

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) UNTUK ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tangani PAUD Secara Holistik-Integratif! Monday, 04 November :18

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DWIJACENDEKIA Jurnal Riset Pedagogik

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang. negara, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Perilaku-perilaku yang

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWA. Novi Trisna Anggrayni Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Universitas PGRI Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan. Kemungkinan guru dalam menyampaikan materi saat proses

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V MELALUI METODE DISCOVERY

Sosialisasi Bahasa dalam Pembentukkan Kepribadian Anak. Sosialisasi bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dunia ini. Aristoteles (dalam Bertens, 1993) menjelaskan bahwa kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. No. 20/2003 tentang Sistem pendidikan Nasional Pasal I Ayat I,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

PEDOMAN PEMBELAJARAN. C. Prinsip Prinsip yang digunakan dalam proses pembelajaran anak usia dini sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

PERAN PENDIDIK PAUD DALAM MEMBANGUN KARAKTER ANAK 1

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah-sekolah pada saat ini menghadapi tantangan di dalam mendidik

resensi buku psikologi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang mendengarkan alunan musik selalu menggerak-gerakan anggota. Tuhan yang diberikan kepada seluruh manusia tanpa membedakan jenis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

"EMOTIONAL LEARNING" SEBAGAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER Yulia Suriyanti STKIP Persada Khatulistiwa Sintang suryantiyuli@yahoo.co.id ABSTRAK Pembelajaran merupakan proses adaptasi, penyesuaian yang berlangsung secara progresif. Dalam proses pembelajaran melibatkan berbagai komponen dari individu yang belajar, baik fisik dan kejiwaan yang meliputi perasaan, pikiran, pengalaman, bahasa tubuh dan emosi. Dalam pendidikan karakter dikenal dengan istilah pendidikan moral, pendidikan budi pekerti, pendidikan akhlak dan pendidikan nilai. Dalam pelaksanaannya pendidikan karakter dirancang dengan memperhatikan karakteristik peserta didik. Hal tersebut bertujuan untuk menemukan potensi peserta didik, merancang pembelajaran dengan berlatarbelakang karakteristik peserta didik dan tentunya agar tujuan dari pendidikan karakter tersebut dapat tercapai. Adanya keterlibatan emosi dalam pendidikan karakter, muncul asumsi yang menyatakan bahwa pendidikan tersebut akan tercapai apabila pembelajaran lebih difokuskan pada emosi daripada pembelajaran yang fokus pada intelektual. Fokus pembelajaran dengan mengutamakan emosi anak akan berdampak pada arah, bentuk ataupun rancangan pembelajaran berbasis emosi. Bahkan kondisi pembelajaran hendaknya juga diarahkan untuk lebih banyak melibatkan emosi anak dan guru. Emosi merupakan suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Dengan terciptanya emosi yang positif dari pendidik dan peserta didik maka proses pembelajaran akan lebih dalam dan bermakna. Kata Kunci: emotional learning, pendidikan karakter I. PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan proses. Pembelajaran merupakan suatu upaya dimana ada transfer ilmu. Pembelajaran merupakan upaya dalam transformasi diri si pebelajar dan pembelajaran merupakan proses adaptasi, penyesuaian yang berlangsung secara progresif. Dalam proses pembelajaran melibatkan berbagai komponen dari individu yang belajar, baik fisik dan kejiwaan yang meliputi perasaan, pikiran, pengalaman, bahasa tubuh dan emosi. Dalam pendidikan karakter, tujuan dari pembelajaran yaitu agar anak menemukan potensi diri, bermoral, memiliki budi pekerti yang luhur, berakhlak mulia dan memahami nilai-nilai kemanusiaan dalam dirinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, siswa akan melewati proses yang panjang. Dalam pendidikan formal, anak melewati tahap-tahap disetiap jengjang pendidikan yang seiring dengan bertambahnya usia anak hingga mencapai usia dewasa dan hasil dari pendidikan karakter tersebut akan terlihat tingkat ketercapaiannya. Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah faktor intern yang mencakup aspek psikologis. Emosi merupakan bagian dari aspek psikologis tersebut, dimana siswa memiliki rasa suka dan tidak suka, senang dan tidak senang, tertarik dan tidak tertarik, sedih, marah dan lain sebagainya. Kondisi pembelajaran yang kurang memperhatikan aspek emosi tentu akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran dan tentunya karakter yang diharapkan pun tidak dapat ditemukan. Sedangkan kondisi pembelajaran yang melibatkan emosi baik emosi anak maupun pengajar akan menimbulkan terjalinnya ikatan emosi antara pengajar dan pebelajar sehingga akan timbul rasa nyaman dan suasana menyenangkan dalam pembelajaran.oleh karena itu, perlu adanya kajian mengenai aspek emosi dalam proses pembelajaran anak berbasis pendidikan

karakter agar tercapai tujuan pendidikan yang optimal sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak. Makalah ini menyajikan alternatif solusi dalam mengembangkan pendidikan karakter dengan memperhatikan aspek emosi anak pada proses pembelajaran di sekolah. II. III. SUASANA PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN KARAKTER Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. (Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter, 2010). Dengan demikian, pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik ( moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik. Mengacu pada bagaimana suasana pembelajaran dalam pendidikan karakter, maka secara ideal kondisi fisik kelas yang layak adalahmencakup tiga hal, yakni individualisasi, stimulasi, dan situasi alami. (Barrett, 2015). Individualisasi artinya suasana kelas hendaknya mampu mendorong siswa untuk mandiri, stimulasi yaitu mendorong siswa untuk mau berbuat, mau bertindak dan mau untuk ingin tahu. Sedangkan situasi alami dimaksudkan sebagai kondisi nyata, fasilitas serta tata ruang yang didesain untuk mampu membuat siswa dapat belajar dengan baik. Dalam proses pembelajarannya sendiri, pendidikan karakter memiliki beberapa keistimewaan, yaitu adanya penambahan waktu belajar bagi siswa yang dapat digunakan untuk siswa dan guru memperdalam ilmu agama sesuai keyakinan anak masing-masing. Bentuk kegiatan lainnya yaitu berupa menggali potensi siswa dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan tersebut dapat berupa menari, menyanyi, membaca puisi, bermain musik atau membersihkan lingkungan. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap langkah atau tahap pembelajaran pendidikan karakter terdiri dari pendahuluan, inti, dan penutup, direvisi atau ditambah agar sebagian atau seluruh kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan memfasilitasi peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan dan mengembangkan karakter. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran yang digunakan yaitu kontekstual, pembelajaran kooperatif,dan pembelajaran PAIKEM (aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) yang bertujuan untuk mengembangkan karakter peserta didiksehingga siswa akan terbentuk menjadi individu yang berpikir kreatif, analitis dan praktis. EMOSI DALAM PEMBELAJARAN Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis (Goleman, 2002). Chaplin dalam Safaria, (2009) merumuskan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu. Perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi. Jika seseorang mengalami ketakutan mukanya menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, jadi adanya perubahan-perubahan kejasmanian sebagai rangkaian dari emosi yang dialami oleh individu yang bersangkutan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah perasaan yang mendorongan, kecenderungan untuk bertindak yang menimbulkan reaksi dan ekspresi jasmaniah pada seseorang sehingga orang lain dapat mengetahui kondisi psikologis orang tersebut, misalnya tertawa karena bahagia, menangis karena sedih, gemetar dan pucat karena ketakutan. Sifat dan intensitas emosi sangat berkaitan erat dengan aktivitas kognitif (berfikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi yang dialaminya. Reaksi manusia terhadap hadirnya emosi, disadari atau tidak memiliki dampak yang bersifat membangun atau merusak. Dengan demikian bisa dikatakan emosi tidak hanya merupakan reaksi terhadap kondisi diri sendiri maupun luar diri sendiri, tetapi juga upaya pencapaian ke arah pembentukan diri menuju hidup yang transendental (spiritual). Prezz dalam Syukur (2011). Ada 2 (dua) kelompok emosi, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi negatif memotivasi anak-anak untuk belajar dan berperilaku proporsial yaitu takut dihukum, khawatir bila tidak diterima orang lain, merasa bersalah bila tidak mampu memenuhi harapan orang lain dan malu bila melakukan perbuatan yang tidak dapat diterima orang lain. Sedangkan emosi positif akan membentuk moral anak seperti empati, naluri pengasuh dan penyayang. (Uno, 2006). Selanjutnya Coleman dan Mammen (1974) menyatakan bahwa salah satu fungsi emosi adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan diri seseorang dapat diketahui dari emosi orang tersebut. Maka, saat anak merasa suka dan tertarik dengan pembelajaran akan terlihat dari antusiasnya anak dalam belajar. Anak yang sedang mengalami masalah akan terlihat murung dan tidak bersemangat. Kognitif anak bervariasi setiap tahap perkembangannya. Anak usia 2 sampai 7 tahun sangat egosentrik yang artinya hanya memikirkan diri sendiri. Anak usia 7 sampai 11 tahun berpikir dan memahami hal-hal konkrit yang mereka lihat. Diatas sebelas tahun anak sudah mampu berpikir abstrak, akan tetapi, pada usia ini anak sudah memasuki masa remaja, sehingga yang paling menonjol dari seorang remaja adalah adanya konsep sikap yang egois sebagai wujud perkembangan berpikir dan bersikap dalam memperjuangkan kemandirian sikap ( the strike of autonomy). Dengan demikian, maka dalam pembelajaran, emosi siswa cenderung mudah berubah-ubah dan hal tersebut menuntut guru untuk lebih memperhatikan rancangan pembelajaran berbasis emosi. Pembelajaran emosi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan dengan cara menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan dari awal hingga akhir pembelajaran. Guru merupakan aktor saat berada di kelas. Saat marah seseorang akan tidak mempunyai moralitas, Osho (2007). Sehingga seorang guru harus menekan amarah tersebut dan memberikan senyuman saat pertama kali masuk kelas dan menyapa siswa. Kemampuan guru dalam menerima dan membaca emosi siswa serta menunjukkannya dalam sikap yang ramah dan baik selama proses pembelajaran akan membantu siswa yang kurang secara kognitif, serta rendah diri merasa diterima. Kondisi tersebut menciptakan emosi senang sehingga materi apapun yang disampaikan guru lebih mudah untuk diterima siswa. IV. MODEL PEMBELAJARAN DALAM MENGEMBANGKAN EMOSI ANAK Joyce & Shower dalam Rustiana (1997), beberapa model belajar yang dapat digunakan untuk mengembangkan aspek emosi anak, antara lain: 1. Model Personal Model ini memfokuskan pada diri anak sebagai bagian sentral dalam keseluruhan proses dengan tujuan: (a) mengenali dan mengembangkan emosi melalui perbaikan konsep diri, (b) melatih anak untuk bertanggung jawab terhadap proses pendidikan yang dijalankan dengan menciptakan tujuan belajar yang berasal dari kebutuhan dan aspirasi anak, dan (c) mengembangkan cara berpikir kualitatif, seperti kreativitas dan ekspresi diri. Model tersebut dilakukan dengan cara memberikan kebebasan pada anak untuk mengekspresikan emosi dan perasaan tanpa adanya kritikan dan memberikan kesempatan pada anak untuk membuat perencanaan serta menentukan keputusan sendiri dalam mencapai tujuan belajar.

2. Model Simulasi Model ini didasarkan pada prinsip cybernetics, yaitu menganalogikan manusia dengan mesin. Maksudnya melalui prinsip tersebut, anak diibaratkan sebagai sebuah mesin yang dapat mengatur umpan balik terhadap dirinya sendiri. Model ini memungkinkan anak untuk mengalami secara langsung situasi belajar, sehingga anak dapat merasakan dan selanjutnya memperbaiki perilaku yang masih belum tepat. 3. Model Bermain Peran Dalam pelaksanaannyamodel ini membuka peluang bagi anak untuk berperan dalam berbagai karakteristik kepribadian sehingga memungkinkan adanya eksplorasi perasaan dan ekspresi emosi serta memberikan pengalaman baru terhadap sikap, persepsi maupun nilai-nilai. Selain itu melalui bermain peran yang berbeda-beda, anak dapat melatih keterampilan untuk memecahkan masalah dari berbagai sudut pandang. Kualitas hubungan guru dan siswa (anak) dapat dikonseptualisasikan melalui tiga cara yaitu: (a) Modelling, atau peniruan. Ekspresi emosi anak merefleksikan ekspresi emosi guru. Sebagai contoh apabila guru sering memarahi maka akan menghasilkan sifat anak yang tidak jauh berbeda dengan guru. Dari peniruan ini, anak-anak dapat belajar mengekspresikan emosi secara tepat untuk situasi-situasi tertentu dan perilaku-perilaku umum yang berkenaan dengan ekspresi emosi, (b) Coaching, atau bimbingan. Guru mendorong anak untuk bereksplorasi dalam memahami emosi dirinya baik secara langsung dengan berkomunikasi secara verbal. Melalui instruksi serta sosialisasi dalam percakapan, guru memberikan kontribusi dengan memberikan informasi-informasi tentang kejadian potensial yang dapat menimbulkan emosi, dan (c). Contingent Responding. Reaksi-reaksi perilaku dan emosi pada guru terhadap anak menolong anak untuk memahami adanya perbedaan antara emosi yang satu dengan emosi yang lain Peningkatan perkembangan emosi yang terintegrasi dapat dilakukan ketika guru memberikan penguatan-penguatan terhadap ekspresi emosi yang positif dan dapat diterima secara sosial. V. KESIMPULAN 1. Pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. 2. Pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik ( moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik. 3. Emosi adalah perasaan yang mendorongan, kecenderungan untuk bertindak yang menimbulkan reaksi dan ekspresi jasmaniah pada seseorang sehingga orang lain dapat mengetahui kondisi psikologis orang tersebut, misalnya tertawa karena bahagia, menangis karena sedih, gemetar dan pucat karena ketakutan. 4. Emosi dikelompokkan menjadi 2, yaitu emosi positif dan emosi negatif 5. Fungsi emosi adalah pembawa informasi (messenger) 6. Pembelajaran emosi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan dengan cara menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan dari awal hingga akhir pembelajaran 7. Model pembelajaran dalam mengembangkan emosi antara lain, model personal, simulasi, dan bermain peran.

REFERENSI Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo. Kementrian Pendidikan Nasional. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Afgani, Muh Win. 2007. Mengkaitkan Emosi Dalam Pembelajaran. Makalah. Unsri. Safaria.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27243/4/Chapter%20II.pdf Uno, Hamzah B. 2004. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Mardiya.www.kulonprogokab.go.id/v21/files/SEPUTAR PERKEMBANGAN- PSIKOLOGIS-REMAJA.pdf. Ashiabi, G.S, 2000. To Improve Developing Aspect of Emotion of The Children. Department of Child And Family Studies, University of Tennesse, Knoxville. Early Childhood Education Journal, Vol. 28, No. 2, 2000. Mussen, P.H, Conger, J.J., Kagan, J., & Husto, A.C., 1994. Perkembangan dan Kepribadian Anak. Jakarta: Penerbit Arcan. Mussen, P.H. & Eisenberg, N., 1998. Handbook Child Psychology. Vol 3: Social, Emotional, and Personality Development. New York: John Wiley & Sons, Inc. Rustiana, 1997. Peranan Kecerdasan Emosional Dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Jurnal Ilmiah Psikologi Arkhe, Tahun kedua, No. 3, 1997. LOLOS