STUDI SIFAT MEKANIS PERBANDINGAN HASIL PENGELASAN OKSIASETILIN DAN ARC LISTRIK PADA PLAT ST 37 DENGAN KETEBALAN 3,5 MM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 8. Materi las acetylene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

DASAR TEKNOLOGI PENGELASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Peralatan Las Busur Nyala Listrik

BAB VI PROSES PENGELASAN

ANALISIS PENGARU ARUS PENGELASAN DENGAN METODE SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN PADA BAJA KARBON RENDAH ABSTRAK

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa serta reparasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V. ELEKTRODA (filler atau bahan isi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)

TINJAUAN PUSTAKA. penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI. Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN), las adalah

BAB I LAS BUSUR LISTRIK

DASAR-DASAR PENGELASAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebagai media atau alat pemotongan (Yustinus Edward, 2005). Kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai

BAB II KERANGKA TEORI

PENGARUH BESAR ARUS LISTRIK DAN PANJANG BUSUR API TERHADAP HASIL PENGELASAN.

Las busur listrik atau las listrik : Proses penyambungan logam dengan menggunakan tegangan listrik sebagai sumber panas.

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS

Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083

LAB LAS. Pengelasan SMAW

STUDI KARAKTERISTIK PENGELASAN SMAW PADA BAJA KARBON RENDAH ST 42 DENGAN ELEKTRODA E 7018

BAB III TEKNOLOGI PENGELASAN PIPA UNTUK PROSES SMAW. SMAW ( Shielded Metal Arc Welding ) salah satu jenis proses las busur

proses welding ( pengelasan )

C. RUANG LINGKUP Adapun rung lingkup dari penulisan praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Kerja las 2. Workshop produksi dan perancangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga membentuk suatu sambungan/kampuh. pateri dan mematri keras. Untuk mengelas yang baik dan benar terlebih

PENGARUH KELEMBABAN FLUKS ELEKTRODA E 6013 LAS SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN TUMPUL BAJA PADUAN BERKEKUATAN TARIK TINGGI AISI 4340

SUBMARGED ARC WELDING (SAW)

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM

Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa. pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi.

Pengaruh Variasi Waktu dan Tebal Plat Pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah

Pengaruh Kondisi Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah

BAB III PENGELASAN. timah solder dimana paduan ini mempunyai titik cair pada 220 o C.

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

BAB 1 PROSES PENGELASAN

I. PENDAHULUAN. sampah. Karena suhu yang diperoleh dengan pembakaran tadi sangat rendah maka

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi kebutuhan teknologi maupun kebutuhan rumah. berpengaruh pada penurunan kualitas barang produksi seperti

BAB I PENDAHULUAN. atau non ferrous dengan memanaskan sampai suhu pengalasan, dengan atau tanpa menggunakan logam pengisi ( filler metal ).

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga membentuk suatu sambungan/kampuh. pateri dan mematri keras. Untuk mengelas yang baik dan benar terlebih

Melakukan Pekerjaan Las Busur Manual

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

RANGKUMAN LAS TIG DAN MIG GUNA MEMENUHI TUGAS TEORI PENGELASAN

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

LAS LISTRIK LAPORAN PRAKTIKUM. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Teknik Pelayanan dan Perawatan. Dosen Pembimbing :

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk.

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.

FM-UII-AA-FKU-01/R0. Fakultas : Teknologi Industri Jumlah Halaman : 28 Jurusan / Program Studi : Teknik Industri Kode Praktikum ` MESIN GERGAJI & LAS

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

BAB I PENDAHULUAN. proses pengelasan. Pada proses pengelasan terdapat berbagai jenis

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

STUDI PERBANDINGAN KEKUATAN TARIK PADA PENGELASAN PLAT BAJA St 40 TEBAL 3 mm DENGAN PENGELASAN BUSUR LISTRIK MENGGUNAKAN ARUS 120 A DAN 140 A

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERAAN DAN STRUKTUR MIKRO

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

PENGARUH HEAT TREATMENT

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

PELATIHAN PENGELASAN DAN PENGOPERASIAN KOMPRESOR

STUDI KOMPARASI KUALITAS HASIL PENGELASAN PADUAN ALUMINIUM DENGAN SPOT WELDING KONVENSIONAL DAN PENAMBAHAN GAS ARGON

M O D U L T UT O R I A L

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LATIHAN LAS LISTRIK (MEMBUAT RIGI-RIGI LAS) NO REVISI TANGGAL HALAMAN JST/TSP/ dari 9

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

RANCANG BANGUN SPESIMEN UNTUK KEBUTUHAN ULTRASONIC TEST BERUPA SAMBUNGAN LAS BENTUK T JOINT PIPA BAJA. *

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. terjadinya oksidasi lebih lanjut (Amanto & Daryanto, 2006). Selain sifatnya

Analisa Hasil Lasan Stud Welding Pada Baja AISI 304 dan Baja XW 42 Terhadap Kekuatan Tarik dan Kekerasan

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

JURNAL KAJIAN TEKNIK MESIN

ANALISA KUAT LENTUR DAN PENGELASAN PADA PEMEGANG KURSI MOBIL

Transkripsi:

STUDI SIFAT MEKANIS PERBANDINGAN HASIL PENGELASAN OKSIASETILIN DAN ARC LISTRIK PADA PLAT ST 37 DENGAN KETEBALAN 3,5 MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Taknik RAHMAD SETIAWAN NIM : 040 401 031 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN MEDAN 2009 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan di hadapan Allah SWT. Yang telah memberikan ilmu dan kesehatan sehingga atas perkenaannya penulis bisa menulis skripsi ini. Penulis terdorong untuk menulis skripsi ini mengingat bahwa pengetahuan tentang pengelasan sangat diperlukan oleh setiap orang yang memilih profesi di bidang keteknikan. Kebutuhan tersebut perlu di tunjang adanya karya ilmiah, ataupun riset yang berhubungan terhadap ilmu pengelasan. Skripsi ini di sarikan dari beberapa buku, artikel serta pengujian langsung yang berkaitan dengan pengetahuan pengelasan yang pernah penulis baca dan lakukan seperti yang tercantum dalam daftar pustaka. Penulis berusaha agar penyajiannya sesederhana mungkin agar mudah difahami oleh setiap pembaca. Penulis juga menyadari keterbatasan pengetahuan, kelemahan dalam hal isi dan penyajiannya. Oleh karena itu, kritik membangun dari segala pihak akan diterima dengan senang hati. Penulis berharap agar isi skripsi ini bermanfaat bagi semua kalangan yang berkecimpung di bidang keteknikan khususnya di bidang pengelasan serta harapan penulis untuk membantu pemerintah dalam rangka peningkatan sumberdaya manusia, dapat terwujud. Akhir kata, pada kesempatan ini penulis ingin sampaikan rasa terimakasihnya kepada Ir. Raskita Meliala, Prof. Bustami Syam, Ir. Suparmin, Ir. Agus Zaenuri, kepada Seluruh Staf Pengajar Di Departemen Teknik Mesin, i Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

Kedua Orang Tua, Endah Noviana SE., serta semua pihak yang mendukung penulisan skripsi ini. Medan Maret 2009 Penulis Rahmad Setiawan NIM: 040401031 ii Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

ABSTRAK Mengingat pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan industri, karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Maka dibutuhkan sebuah riset dan karya ilmiah yang berorientasi kepada terwujudnya peningkatan mutu sambungan las, efesiensi yang tinggi, biaya yang murah, penghematan tenaga dan penghematan enerji sebaik mungkin. Hasil dari studi pengelasan oksiasetilin dan busur listrik pada plat St 37 untuk tebal 3,5 mm menunjukkan penurunan sifat mekanis dari kedua metode penyambungan ini. Meskipun pada kondisi ini metode penyambungan busur listrik lebih baik dari hasil penyambungan dengan metode penyambungan Oksiasetilin sebagai berikut: Proporsional Stress turun 11,78% untuk pengelasan busur listrik, dan 23,12% untuk hasil pengelasan oksi asetilen dari 298,48 (N/mm 2 ), sedangkan untuk Yield stress turun 12,79% untuk hasil pengelasan busur listrik, dan 22,21% untuk hasil pengelasan oksiasetilin dari 309,95 (N/mm 2 ), selanjutnya Maksimum Stress Turun 20% untuk hasil pengelasan busur listrik, dan 43,77% untuk hasil pengelasan oksiasetilin dari 454,41 (N/mm 2 ). Kata Kunci: Pengaruh Pengelasan, Sifat Mekanis Hasil Pengelasan. iii Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

DAFTAR ISI SPESIFIKASI TUGAS LEMBAR PERSETUJUAN KARTU BIMBINGAN KATA PENGANTAR... ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. i iii iv vii viii xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG.. 1 1.2. RUMUSAN MASALAH.. 3 1.3. BATASAN MASALAH... 4 1.4. TUJUAN PENELITIAN... 4 1.5. MANFAAT PENELITIAN... 4 1.6. SISTEMATIKA PENULISAN... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGELASAN 7 2.2 KLASIFIKASI PENGELASAN. 9 iv Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

2.3 PENGELASAN CAIR (FUSION WELDING) 10 2.4 PENGELASAN DENGAN GAS. 10 2.5 LAS BUSUR LISTRIK 17 2.6 PARAMETER PENGELASAN... 25 2.7 KLASIFIKASI KAWAT ELEKTRODA DAN FLUKS. 27 2.8 PERSIAPAN SAMBUNGAN.. 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 JADWAL PENELITIAN DAN LOKASI PENELITIAN 36 3.2 METODE PENELITIAN.. 36 3.3 VARIABEL-VARIABEL PENGUJIAN 37 3.3.1 BAHAN DASAR St 37 (BASE METAL)... 37 3.3.2 PROSES PENGELASAN. 38 3.3.3 PROSES PEMBENTUKAN. 43 3.4 PROSES PENGUJIAN TARIK.. 44 BAB IV ANALISA HASIL PERCOBAAN 4.1. METAL DASAR St 37 (BASE METAL).. 48 4.2. PENGELASAN OKSI ASETILEN (OAW).. 54 4.3. PENGELASAN BUSUR LISTRIK 60 4.4. HASIL PENGUJIAN TERHADAP SIFAT MEKANIS 66 v Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

4.5. PERSENTASE PENURUNAN SIFAT MEKANIS AKIBAT PROSES PENGELASAN 69 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN 71 5.2. SARAN 72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Hubungan Diameter Elektroda Dengan Arus Listrik 26 Tabel 3.1. Persiapan Tepi, Teknik, Kecepatan Dan Kunsumsi Gas.. 38 Tabel 3.2. Hubungan Antara Material Dasar Dan Tipe Elektroda Yang Dipakai 40 Tabel 3.3. Hubungan Tipe Elektroda, Posisi Pengelasan, Besar Arus Dan Tegangan Kerja 41 Tabel 5.1. Hasil Pengujian Tarik Spesimen Uji 67 vii Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Diagram Temperatur Cair Material.. 9 Gambar 2.2. Tabung Asetilen Dan Oksigen Untuk Pengelasan Oksiasetilen 11 Gambar 2.3. Generator Asetilin System Lempar / Celup Sederhana.. 12 Gambar 2.4. Generator Asetilin Sistem Tetes... 13 Gambar 2.5. Skema Nyala Las Oksiasetilen Dan Sambungan Gasnya 14 Gambar 2.6. Nyala Netral Dan Suhu Yang Dicapai Pada Ujung Pembakaran... 14 Gambar 2.7. Skema Cara Pengelasan Tumpu Dengan Gas Bertekanan. 17 Gambar 2.8. Prinsip Kerja Perpindahan Logam Pada Proses SMAW... 18 Gambar 2.9. Pengaruh Arus Listrik... 26 Gambar 2.10. Tatanama Elektroda Berdasarkan AWS.. 30 Gambar 2.11. Jenis-Jenis Sambungan Dasar.. 31 Gambar 2.12. Alur Sambungan Las Tumpul... 32 viii Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

Gambar 2.13. Sambungan T 29 Gambar 2.14. Macam-Macam Sambungan Sudut. 30 Gambar 2.15. Sambungan Tumpang.. 31 Gambar 2.16. Sambungan Dengan Penguat... 31 Gambar 2.17. Sambungan Dengan Penguat... 32 Gambar 3.1. Gambar Specimen. 49 Gambar 3.2. Verifikasi Pengerjaan Specimen Pada Program Master CAM.. 50 Gambar 3.3. Verifikasi Bentuk Specimen Akhir Pada Program Master CAM.. 52 Gambar 3.4. Specimen Yang Siap di Uji Tarik.. 53 Gambar 3.5. Alat Uji Tarik.. 54 Gambar 3.6. Spesimen Yang Akan Di Uji Tarik.. 54 Gambar 3.7. Proses Uji Tarik. 55 Gambar 3.8. Proses Uji Di Pantau Pada Monitor. 56 Gambar 3.9. Specimen Setelah Mengalami Uji Tarik.. 56 Gambar 3.10. Diagram Hasil Uji Tarik Tegangan VS Regangan.. 57 Gambar 3.11. Diagram Hasil Pengujian Gaya VS Pertambahan Panjang 57 Gambar 4.1. Grafik Load VS Stroke BM I. 60 Gambar 4.2. Grafik Tegangan VS Regangan BM I.. 60 Gambar 4.3. Grafik Load VS Stroke BM II.. 62 Gambar 4.4. Grafik Tegangan VS Regangan BM II.. 62 Gambar 4.5. Grafik Load VS Stroke BM III.. 64 ix Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

Gambar 4.6. Grafik Tegangan VS Regangan BM III. 64 Gambar 4.7. Grafik load VS Stroke OAW I... 66 Gambar 4.8. Grafik Tegangan VS Regangan OAW I... 66 Gambar 4.9. Grafik Load VS Stroke OAW II 68 Gambar 4.10. Grafik Tegangan VS Regangan OAW II.. 68 Gambar 4.11. Load VS Stroke OAW III... 70 Gambar 4.12. Grafik Tegangan VS Regangan OAW III. 70 Gambar 4.13. Grafik Load VS Stroke ARCW I... 72 Gambar 4.14. Grafik Tegangan VS Regangan ARCW I... 72 Gambar 4.15. Grafik Load VS Stroke ARCW II.. 74 Gambar 4.16. Grafik Tegangan VS Regangan ARCW II. 74 Gambar 4.17. Grafik Load VS Stroke ARCW III... 76 Gambar 4.18. Grafik Tegangan VS Regangan ARCW III 76 x Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pengujian BM 1. 1 Lampiran 2 Pengujian BM 2. 9 Lampiran 3 Pengujian BM 3. 17 Lampiran 4 Pengujian OAW 1.. 22 Lampiran 5 Pengujian OAW 2.. 28 Lampiran 6 Pengujian OAW 3.. 34 Lampiran 7 Pengujian ARCW 1...38 Lampiran 8 Pengujian ARCW 2... 52 Lampiran 9 Pengujian ARCW 3...58 Lampiran 10 Ukuran Spesimen Uji Lampiran 11 Surat Keterangan Kalibrasi Alat Uji xi Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan zaman yang disertai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat dewasa ini menciptakan era globalisasi dan keterbukaan yang menuntut setiap individu untuk ikut serta di dalamnya, sehingga sumber daya manusia harus menguasai IPTEK serta mampu mengaplikasikannya dalam setiap kehidupan. Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan industri karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Sehingga hampir tidak mungkin pembangunan suatu pabrik tanpa melibatkan unsur pengelasan. Pada era industrialisasi dewasa ini teknik pengelasan telah banyak dipergunakan secara luas pada penyambungan batang-batang, konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin. Luasnya penggunaan teknologi ini disebabkan karena bangunan dan mesin yang dibuat dengan teknik penyambungan menjadi ringan dan lebih sederhana dalam proses pembuatannya. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam bidang konstruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, pipa saluran dan lain sebagainya. Disamping itu proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, membuat lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan lain-lain. Pengelasan bukan 1 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

tujuan utama dari konstruksi, tetapi merupakan sarana untuk mencapai pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las harus betul-betul memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las yaitu kekuatan dari sambungan dan memperhatikan sambungan yang akan dilas, sehingga hasil pengelasan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam memilih proses pengelasan harus dititik beratkan pada proses yang paling sesuai untuk tiap-tiap sambungan las yang ada pada konstruksi. Dalam hal ini dasarnya adalah efesiensi yang tinggi, biaya yang murah, penghematan tenaga dan penghematan energi sejauh mungkin. Mutu dari pengelasan di samping tergantung dari pengerjaan lasnya sendiri dan juga sangat tergantung dari persiapan sebelum pelaksanaan pengelasan, karena pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Pada penelitian ini pengelasan yang digunakan adalah las busur listrik dan asetilen. Hal ini sangat erat hubungannya dengan arus listrik, ketangguhan, cacat las, serta retak yang pada umumnya mempunyai pengaruh yang fatal terhadap keamanan dari konstruksi yang dilas. Maka dari itu untuk mengusahakan terhadap hasil pengelasan yang baik dan berkualitas maka perlu memperhatikan sifat-sifat bahan yang akan dilas. Untuk itu penelitian tentang pengelasan sangat mendukung dalam rangka memperoleh hasil yang lebih baik. Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu memperluas lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran bangunan konstruksi yang akan dilas. 2 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

Untuk dapat mengetahui pengaruh hasil pengelasan las listrik dan asetilen pada pelat baja terhadap uji kekerasan, struktrur mikro dan uji tarik dari pengelasan maka perlu dilakukan pengujian terhadap benda uji hasil pengelasan. 1.2. Rumusan Masalah. Bertolak dari latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu: 1. Bagaimana sifat mekanis yang dimiliki pelat baja St 37 setelah dilas dengan menggunakan las listrik dan asetilen? 2. Berapa besar pengaruh pengelasan dengan menggunakan las listrik dan asetilen terhadap kekuatan tarik pada daerah HAZ logam induk? 1.3. Batasan Masalah Agar dalam penyusunan skripsi ini lebih mengarah ke tujuan penelitian dengan membatasi pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bahan yang digunakan adalah pelat baja St 37. 2. Pengelasan yang dilakukan adalah pengelasan listrik dengan elektroda terbungkus E 6013. 3. Pengelasan asetilen menggunakan kawat penambah sebagai umpan pengelasan. 4. Arus listrik yang digunakan dalam proses pengelasan listrik yaitu 135 Ampere. 3 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

5. Sambungan yang di gunakan adalah tipe sambungan tumpul (but joint) dua sisi. 6. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik dengan standarisasi ASME E8. 7. Pengaruh proses pembentukan spesimen uji meliputi proses milling, grinding, di abaikan. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hasil pengelasan dengan las listrik dan asetilen terhadap kekuatan tarik, pada pelat baja St 37. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Untuk mengetahui nilai hasil uji tarik, yang terjadi pada proses penyambungan setelah proses pengelasan listrik dan pengelasan asetilen. 2. Membandingkan hasil pengelasan, dengan cara mengetahui pengaruh hasil pengelasan listrik dan asetilen terhadap kekuatan tarik, pada pelat baja St 37. 3. Dari data-data ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya tentang pengelasan listrik dan asetilen. 1.6. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini akan dibagi dalam beberapa bab. Secara garis besar, isi yang dimuat dalam skripsi ini adalah seperti yang tercakup dalam sistematika penulisan berikut: 4 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

BAB 1: PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistemetika penulisan. BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisikan tinjauan umum tentang pengelasan, parameter pengelasan, dan persiapan sambungan. BAB 3: METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas tentang metode yang dijalankan untuk mendapatkan hasil pengujian. BAB 4: ANALISA HASIL PERCOBAAN Pada bab ini akan dibahas hasil pengujian yang didapat setelah proses sebelumnya dicapai. BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari analisa hasil percobaan pada bab 4. DAFTAR PUSTAKA 5 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelasan Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah, misalnya pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian paduan timbal-timah. Menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun 3000 sampai 4000 SM. Alat-alat las busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan dalam praktek oleh Benardes (1985). Dalam penggunaan yang pertama ini Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan. Zerner (1889) mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon. Slavianoff (1892) adalah orang pertama yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut mencair karena panas yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Kemudian Kjellberg menemukan bahwa kualitas sambungan las menjadi lebih baik bila kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus dengan terak. Di samping penemuan-penemuan oleh Slavianoff dan Kjellberg dalam las busur dengan elektroda terbungkus seperti diterangkan di atas, Thomas (1886) menciptakan proses las resistansi listrik, Goldschmitt (1895) menemukan las 6 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

termit dan tahun 1901 las oksi-asitelin mulai digunakan oleh Fouche dan Piccard. Baru pada tahun 1926 ditemukannya las hidrogen atom oleh Lungumir, las busur logam dengan pelindung gas mulia oleh Hobart dan Dener serta las busur rendam oleh Kennedy (1935). Wasserman (1936) menyusul dengan menemukan cara pembrasingan yang mempunyai kekuatan tinggi. Dari tahun 1950 sampai sekarang telah ditemukan cara-cara las baru antara lain las tekan dingin, las listrik terak, las busur dengan pelindung gas CO 2, las gesek, las ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser, dan masih banyak lagi lainnya. Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa pengaruh tekanan atau dapat juga didefinisikan sebagai ikatan metalurgi yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara atom. Pada tahap-tahap permulaan dari pengembangan teknologi las, biasanya pengelasan hanya digunakan pada sambungan-sambungan dari reparasi yang kurang penting. Tapi setelah melalui pengalaman dan praktek yang banyak dan waktu yang lama, maka sekarang penggunaan proses-proses pengelasan dan penggunaan konstruksi-konstruksi las merupakan hal yang umum di semua negara di dunia. 7 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu memperluas ruang lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran bangunan konstruksi yang dapat dilas. Dengan kemajuan yang dicapai sampai saat ini, teknologi las memegang peranan penting dalam masyarakat industri modern. 2.2. Klasifikasi Pengelasan Ditinjau dari sumber panasnya. Pengelasan dapat dibedakan menjadi: 1. Mekanik 2. Listrik 3. Kimia Sedangkan menurut cara pengelasan, dibedakan menjadi dua bagian besar: 1. Pengelasan tekanan (Pressure Welding) 2. Pengelasan Cair (Fusion welding) 8 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

Gambar 2.1. Diagram Temperatur Cair Material. Sumber: Haynes Techbook Welding Manual, Jay Storer And John Haynes. 2.3. Pengelasan Cair (Fusion Welding) Pengelasan cair adalah proses penyambungan logam dengan cara mencairkan logam yang tersambung. Jenis-jenis pengelasan cair adalah sebagai berikut: 1. Oxyacetylene Welding 2. Electric Arc Welding 3. Shield Gas Arc Welding - TIG 9 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

- MIG - MAG - Submerged Welding 4. Resistance Welding - Spot Welding - Seam Welding - Upset Welding - Flash Welding -Electro Slag Welding - Electro Gas Welding 5. Electron Beam Welding 6. Laser Beam Welding 7. Plasma Welding 10 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

2.4. Pengelasan Dengan Gas 1. Pengelasan Oksi-asetilen (Oxyacetylin welding). Pengelasan dengan oksi asetilen adalah proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Dalam proses ini digunakan campuran gas oksigen dengan gas asetilen. Suhu nyalanya bisa mencapai 3500 o C. Oksigen berasal dari proses hidrolisa atau pencairan udara. Oksigen disimpan dalam silinder baja pada tekanan 14 MPa. Gas asetilen (C2H2) dihasilkan oleh reaksi kalsium karbida dengan air dengan reaksi sebagai berikut : C2H2 + 2 H2O Ca(OH)2 + C2H2 Kalsium air kapur tohor gas karbida asetilen Oksi-asetilen. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo. Gambar 2.2. Tabung Asetilen Dan Oksigen Untuk Pengelasan 11

Gas asetilen yang digunakan untuk pengelasan dapat diperoleh dengan membeli pada tabung-tabung yang ada di pasaran atau dengan cara membuat sendiri. Alat yang berfungsi sebagai pembuat dan penyimpan gas asetilen disebut generator asetilen. Gas asetilen yang dibuat pada generator diperoleh dengan cara mereaksikan CaC2 ( Kalsium Karbida ) dengan air. Cara kerja generator asetilen sistem lempar atau celup sederhana seperti terlihat pada gambar berikut. Gambar 2.3. Generator Asetilen System Lempar / Celup Sederhana. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo. Karbit yang dicelupkan dalam air yang ditampung. Gas asetilen yang terjadi bergerak naik, gas yang terjadi berkumpul dalam ruang gas terus kekunci air, dari kunci air tersebut gas siap digunakan. 12

Cara kerja generator asetilen sistem tetes kebalikan dari generator asetilen sistem celup, seperti pada gambar 2.3. Generator asetilen jenis ini air diteteskan kepermukaan karbit yang terletak pada laci didalam rotor, gas asetilen yang terbentuk kemudian masuk keruang gas, dari ruang gas masuk kekunci air dan siap digunakan. Generator asetilen harus mendapatkan perawatan dan perhatian yang khusus karena sistem ini menghasilkan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau tetapi mudah terbakar dan mempunyai sifat racun bila dihirup dalam jumlah yang banyak sehingga harus disimpan dengan baik. Gambar 2.4. Generator Asetilen Sistem Tetes. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo. Agar aman dipakai gas asetilen dalam tabung tekanannya tidak boleh melebihi 100 kpa dan disimpan tercampur dengan aseton. Tabung asetilen diisi dengan bahan pengisi berpori yang jenuh dengan aseton, kemudian diisi dengan gas 13

asetilen. Tabung asetilen mampu menahan tekanan sampai 1,7 MPa. Skema nyala las dan sambungan gasnya bisa dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.5. Skema Nyala Las Oksi-asetilen Dan Sambungan Gasnya. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo. Pada nyala gas oksi-asetilen bisa diperoleh 4 jenis nyala yaitu nyala netral, karburasi dan oksidasi dan nyala asitelin. Nyala netral diperlihatkan pada gambar 2.5 dibawah ini. Gambar 2.6. Nyala Netral Dan Suhu Yang Dicapai Pada Ujung Pembakar. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo. 14

Tanda-tanda dari keempat nyala api seperti berikut ini: 1). Nyala netral Perbandingan antara gas asetilen dan oksigen seimbang yaitu 1:1,2. Pada nyala terdapat 2 bagian yaitu : nyala inti dan nyala luar. Nyala inti berbentuk tumpul dan berwarna agak keputih-putihan. 2). Nyala api karburasi Nyala ini adalah nyala kelebihan asetilen. Bila kita perhatikan dalam penyalaan ada 3 bagian yaitu nyala inti, nyala ekor minimal 1¼ x nyala netral dan nyala luar. Ujung nyala inti berbentuk tumpul dan berwarna biru. 3). Nyala oksidasi Nyala oksidasi adalah nyala kelebihan oksigen, nyala ini terdiri dari 2 bagian, yaitu nyala inti dan nyala luar, nyala ini berbentuk runcing dan berwarna biru terang/cerah. 4). Nyala Asetilen Nyala ini hanya campuran gas oksigen yang terdapat pada udara luar dengan asetilen, maka inti nyala api tidak terdapat pada penyalaan. 2. Pengelasan Oksi-hidrogen Nyala pengelasan oksi-hidrogen mencapai 2000 o C, lebih rendah dari oksigenasetilen. Pengelasan ini digunakan pada pengelasan lembaran tipis dan paduan dengan titik cair yang rendah. Meskipun jenis peralatan yang digunakan disini sama, pengaturan pada pengelasan hydrogen lebih sulit karena perbandingan gas 15

yang berbeda tidak memberikan warna nyala yang berlainan. Namun utuk mutu sambungan las setara dengan hasil proses las lainnya. 3. Pengelasan Udara-Asetilen Nyala dalam pengelasan ini mirip dengan pembakar Bunsen. Untuk nyala dibutuhkan udara yang dihisap sesuai dengan kebutuhan. Suhu pengelasan lebih rendah dari yang lainnya maka kegunaannya sangat terbatas yaitu hanya untuk patri timah dan patri suhu rendah. 4. Pengelasan Gas Bertekanan Sambungan yang akan dilas dipanaskan dengan nyala gas menggunakan oksiasetilen hingga 1200 o C kemudian ditekankan. Ada dua cara penyambungan yaitu sambungan tertutup dan sambungan terbuka. Pada sambungan tertutup, kedua permukaan yang akan disambung ditekan satu sama lainnya selama proses pemanasan. Nyala menggunakan nyala ganda dengan pendinginan air. Selama proses pemanasan, nyala tersebut diayun untuk mencegah panas berlebihan pada sambungan yang dilas. Ketika suhu yang tepat sudah diperoleh, benda diberi tekanan. Untuk baja karbon tekanan permulaan kurang dari 10 MPa dan tekanan upset antara 28 MPa. Pada sambungan terbuka menggunakan nyala ganda yang pipih yang ditempatkan pada kedua permukaan yang disambung. Permukaan yang disambung dipanaskan sampai terbentuk logam cair, kemudian nyala buru-buru dicabut dan 16

kedua permukaan ditekan sampai 28 MPa hingga logam membeku. Proses pengelasan terbuka bisa dilihat pada gambar 2.6. Gambar 2.7. Skema Cara Pengelasan Tumpu Dengan Gas Bertekanan. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo. 5. Pemotongan Nyala Oksi-asetilen Pemotongan dengan nyala juga merupakan suatu proses produksi. Nyala untuk pemotongan berbeda dengan nyala untuk pengelasan dimana disekitar lubang utama yang dialiri oksigen terdapat lubang kecil untuk pemanasan mula. Fungsi nyala pemanas mula adalah untuk pemanasan baja sebelum dipotong. Karena bahan yang akan dipotong menjadi panas sehingga baja akan menjadi terbakar dan mencair ketika dialiri oksigen. 2.5. Las Busur Listrik Las busur listrik atau umumnya disebut dengan las listrik adalah suatu proses penyambungan logam dengan menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Jenis sambungan dengan las Iistrik ini adalah merupakan sambungan tetap dengan 17

menggunaan busur listrik untuk pemanasan. Panas oleh busur listrik terjadi karena adanya loncatan elektron dari elektroda melalui udara ke benda kerja. Elektron tersebut bertumbukan dengan udara/gas serta memisahkannya menjadi elektron dan ion positif. Daerah di mana terjadi loncatan elektron disebut busur (Arc). Menurut Bernados (1885) bahwa busur yang terjadi di antara katoda karbon dan anoda logam dapat meleburkan logam sehingga bisa dipakai untuk penyambungan 2 buah logam. Gambar 2.8. Prinsip Kerja Perpindahan Logam Pada Proses SMAW. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo. Las Busur Listrik dapat dibagi menjadi: 1). Las Elektroda Karbon 2). Las Elektroda Terbungkus 3). Las Busur Rendam 4). Las Busur CO2 18

5). Las TIG 6). Las MIG 7). Las Busur dengan elektroda berisi fluks Prinsip Kerja Las Listrik. Pada dasarnya las listrik yang menggunakan elektroda karbon maupun logam, menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda dan benda kerja dapat mancapai temperatur tinggi yang dapat melelehkan sebagian bahan merupakan perkalian antara tegangan listrik (E) dangan kuat arus (I) dan waktu (t) yang dinyatakan dalam satuan panas joule, atau kalori seperti rumus dibawah ini : H = E x I x t dimana : H = Panas Dalam Satuan Joule. E = Tegangan Listrik Dalam Volt. I = Kuat Arus Dalam Amper. t = Waktu Dalam Detik. 1). Las Listrik Dengan Elektroda Karbon Carbon Arc Welding mungkin adalah proses las listrik yang dikembangkan pertama kali menurut catatan, eksperimen las listrik pertama kali dilakukan pada tahun 1881, ketika Auguste de Meritens (Perancis) menggunakan busur karbon sebagai sumber pengelasan dengan aki sebagai sumber listriknya. Dalam 19

eksperimennya, dia menghubungkan benda kerja dengan kutub positif. Walaupun kurang efisien, proses ini berhasil menyatukan timah dengan timah. Carbon Arc Welding adalah proses untuk menyatukan logam dengan menggunakan panas dari busur listrik, tidak memerlukan tekanan dan batang pengisi (filler metal) dipakai jika perlu. Carbon Arc Welding banyak digunakan dalam pembuatan aluminium dan besi. Mula-mula elektroda kontak/bersinggungan dengan logam yang dilas sehingga terjadi aliran arus listrik, kemudian elektroda diangkat sedikit sehingga timbullah busur. Panas pada busur bisa mencapai 5.500 o C. Sumber arusnya bisa DC maupun AC. Dengan menggunakan DC/AC, proses Carbon Arc Welding bisa dipakai secara manual ataupun otomatis. Pendinginannya tergantung besarnya arus, bila penggunaan arus di atas 200 Ampere digunakan air pendingin (Water Cooled). Dan sebaliknya bila di bawah 200 Ampere digunakan pendingin dengan udara bebas (Air cooled). Jenis bahan elektroda yang banyak digunakan adalah elektroda jenis logam walaupun ada juga jenis elektroda dari bahan karbon namun sudah jarang digunakan. Elektroda berfungsi sebagai logam pengisi pada logam yang dilas sehingga jenis bahan elektroda harus disesuaikan dengan jenis logam yang dilas. Untuk las biasa mutu lasan antara arus searah dengan arus bolak-balik tidak jauh berbeda, namun polaritas sangat berpengaruh terhadap mutu lasan. Elektroda yang digunakan pada pengelasan jenis ini ada 3 macam yaitu : elektroda polos, elektroda fluks dan elektroda berlapis tebal. Elektroda polos 20

adalah elektroda tanpa diberi lapisan dan penggunaan elektroda jenis ini terbatas antara lain untuk besi tempa dan baja lunak. Elektroda fluks adalah elektroda yang mempunyai lapisan tipis fluks, dimana fluks ini berguna melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-oksida pada saat pengelasan. Kawat las berlapis tebal paling banyak digunakan terutama pada proses pengelasan komersil. Lapisan pada elektroda berlapis tebal mempunyai fungsi : 1. Membentuk lingkungan pelindung. 2. Membentuk terak dengan sifat-sifat tertentu untuk melindungi logam cair. 3. Memungkinkan pengelasan pada posisi diatas kepala dan tegak lurus. Kecepatan pengelasan dan keserbagunaan mesin las arus bolak-balik dan arus searah hampir sama, namun untuk pengelasan logam/pelat tebal, las arus bolakbalok lebih cepat. 2). Las Elektroda Terbungkus (Coated Electrode Welding) Cara Pengelasan dimana elektrodanya dibungkus dengan fluks merupakan pengembangan lebih lanjut dari pengelasan dengan eletroda logam tanpa pelindung (Bare Metal Electrode). Dengan elektroda logam tanpa pelindung, busur sulit dikontrol dan mengalami pendinginan terlalu cepat sehingga O 2 dan N 2 dari atmosfir diubah menjadi oksida dan nitrida, akibatnya sambungan menjadi rapuh dan lemah. 21

Prinsip Las Elektroda Terbungkus adalah akibat dari busur listrik yang terjadi antara elektroda dan logam induk yang mengakibatkan logam induk dan ujung elektroda mencair dan kemudian membeku bersama-sama. Lapisan (Pembungkus) elektroda terbakar bersama dengan meleburnya elektroda. Fungsi Fluks ini antara lain: - Melindungi logam cair dari lingkungan udara. - Menghasilkan gas pelindung - Menstabilkan busur - Sumber unsur paduan (V, Zr, Cs, Mn). 3). Las Busur Rendam (Submerged Arc Welding) Dalam pengelasam busur rendam otomatis, busur dan material yang diumpankan untuk pengelasan tidak diperlukan seorang operator yang ahli. Pengelasan otomatis ini pertama kali diusulkan oleh Bernardos dan N. Slavianoff dan las busur rendam dipraktekkan pertama kali oleh D. Dulchevsky. Las busur rendam adalah pengelasan dimana logam cair tertutup dengan fluks yang diatur melalui suatu penampung fluks dan logam pengisi yang berupa kawat pejal diumpankan secara terus menerus. Dalam pengelasan ini busur listriknya terendam dalam fluks. Karena dalam pengelasan ini, busur listriknya tidak kelihatan, maka sangat sukar untuk mengatur jatuhnya ujung busur. Di samping itu karena mempergunakan kawat elektroda yang besar maka sangat sukar untuk 22

memegang alat pembakar dengan tangan tepat pada tempatnya. Karena kedua hal tersebut maka pengelasan selalu dilaksanakan secara otomatis penuh. Mesin las ini dapat menggunakan sumber listrik AC yang lamban dan DC dengan tegangan tetap. Bila menggunakan listrik AC perlu adanya pengaturan kecepatan pengumpanan kawat las yang dapat diubah-ubah untuk mendapatkan panjang busur yang diperlukan. Bila menggunakan sumber listrik DC dengan tegangan tetap, kecepatan pengumpanan dapat dibuat tetap dan biasanya menggunakan polaritas balik (DCRP). Mesin las dengan listrik DC kadang-kadang digunakan untuk mengelas pelat tipis dengan kecepatan tinggi atau untuk pengelasan dengan eletroda lebih dari satu. 4). Tungsten Inert Gas (TIG) Pengelasan ini pertama kali ditemukan di Amerika Serikat (1940), berawal dari pengelasan paduan untuk bodi pesawat terbang. Prinsipnya : Panas dari busur terjadi diantara elektrode tungsten dan logam induk akan meleburkan logam pengisi ke logam induk di mana busurnya dilindungi oleh gas mulia (Ar atau He). Las ini memakai elektroda tungsten yang mempunyai titik lebur yang sangat tinggi (3260 C) dan gas pelindungnya Argon/Helium. Sebenarnya masih ada gas lainnya, seperti xenon. Tetapi karena sulit didapat maka jarang digunakan. Dalam penggunaannya tungsten tidak ikut mencair karena tungsten tahan panas melebihi dari logam pengisi. Karena elektrodanya tidak ikut mencair maka disebut 23

elektroda tidak terumpan. Keuntungan : Digunakan untuk Alloy Steel, Stainless Steel maupun paduan Non Ferrous: Ni, Cu, Al (Air Craft). Disamping itu mutu las bermutu tinggi, hasil las padat, bebas dari porositas dan dapat untuk mengelas berbagai posisi dan ketebalan. Dibandinkan dengan Carbon Arc Welding, tungsten memiliki beberapa keunggulan. Pada umumnya Tungsten Arc Welding hampir sama dengan Carbon Arc Welding. Persamaannya: - Sumber arusnya sama (Power Supply/Welding Circuit) - Memakai elektroda kawat - Dikhususkan hanya untuk las. Perbedaannya: - Carbon Arc Welding memakai fluks (Coating), TIG memakai gas pelindung. - Elektroda pada Carbon Arc Welding ikut mencair sebagai logam pengisi, TIG elektrodanya tidak ikut mencair. - Carbon Arc Welding tidak perlu filler metal, TIG diperlukan filler metal. 2.6. Parameter Pengelasan Kestabilan dari busur api yang terjadi pada saat pengelasan merupakan masalah yang paling banyak terjadi dalam proses pengelasan dengan SAW, oleh karena itu kombinasi dari Arus listrik (I) yang dipergunakan dan Tegangan (V) 24

harus benar-benar sesuai dengan spesifikasi kawat elektroda dan fluksi yang dipakai. 1). Pengaruh dari Arus Listrik (I) Setiap kenaikan arus listrik yang dipergunakan pada saat pengelasan akan meningkatkan penetrasi serta memperbesar kuantiti lasnya. Penetrasi akan meningkat 2 mm per 100 A dan kuantiti las meningkat juga 1,5 Kg/jam per 100 A. Gambar 2.9. Pengaruh Arus Listrik. Sumber: Dasar-dasar pengelasan, W. Keynyon terjemahan Dines Ginting. Sedangkan pengaruhnya terhadap kawat elektroda dengan diameter yang dipergunakan pada saat proses pengelasan adalah diammeter (mm) x (100-200) (A). 2). Pengaruh dari Tagangan Listrik (V) Setiap peningkatan tegangan listrik (V) yang dipergunakan pada proses pengelasan akan semakin memperbesar jarak antara tip elektroda dengan material yang akan dilas, sehingga busur api yang terbentuk akan menyebar dan mengurangi penetrasi pada material las. Konsumsi fluksi yang dipergunakan akan meningkat sekitar 10% pada setiap kenaikan 1 volt tegangan. 25

3). Pengaruh Kecepatan Pengelasan Jika kecepatan awal pengelasan dimulai pada kecepatan 40 cm/menit, setiap pertambahan kecepatan akan membuat bentuk jalur las yang kecil (Welding Bead), penetrasi, lebar serta kedalaman las pada benda kerja akan berkurang. Tetapi jika kecepatan pengelasannya berkurang dibawah 40 cm/menit cairan las yang terjadi dibawah busur api las akan menyebar serta penetrasi yang dangkal, hal ini dikarenakan over heat. 4). Pengaruh Polaritas arus listrik (AC atau DC) Pengelasan dengan kawat elektroda tunggal pada umumnya menggunakan tipe arus Direct Current (DC), elektroda positif (EP), jika menggunakan elektroda negatif (EN) penetrasi yang terbentuk akan rendah dan kuantiti las yang tinggi. Pengaruh dari arus Alternating Curret (AC) pada bentuk butiran las dan kuantiti pengelasan antara elektroda positif dan negatif adalah sama yaitu cenderung porosity, oleh karena itu dalam proses pengelasan yang menggunakan arus AC harus memakai fluks yang khusus. 2.7. Klasifikasi Kawat Elektroda Dan Fluksi 1. Fluksi Fluksi merupakan pembungkus elektroda yang sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu sambungan karna fluksi bersifat melindungi metal cair dari udara bebas serta menstabilkan busur. 26

Terdapat 2 macam Fluksi sesuai dengan pembuatannya : - Fused Fluksi. - Bonded Fluksi. A). Fused Fluksi Fused Fluksi terbuat dari campuran butir-butir material seperti mangan, kapur, boxit, kwarsa dan fluorpar didalam suatu tungku pemanas. Cairan terak yang terbentuk akan diubah ke dalam bentuk fluksi dengan jalan : - Dituang di suatu cetakan dalam bentuk beberapa lapis / susun yang tebal kemudian dipecah serta disaring sesuai dengan ukuran butiran yang diinginkan. - Dari kondisi panas dituang ke dalam air, sehingga timbul percikan percikan yang kemudian disaring sesuai ukurannya. Metode ini lebih effisien, tetapi kualitas fluksi yang dihasilkan mengandung hidrogen yang cukup tinggi yang memerlukan prose lebih lanjut untuk mengurangi kadar hidrogen tersebut. B). Bonded Fluksi Bonded Fluksi ini dibuat di pabrik dengan jalan mencampur butiran-butiran material yang ukurannya jauh lebih halus seperti mineral, ferroalloy, water glass sebagi pengikat dalam suatu pengaduk (mixer) yang khusus. Campuran tersebut kemudian akan dikeringkan dalam suatu pengering yang berputar pada temperatur 600 800 0 C. 27

2. Kawat Elektroda Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik manurut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX yang artinya sebagai berikut : E menyatakan elaktroda busur listrik. XX (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan Ib/in 2 lihat table. X (angka ketiga) menyatakan posisi pangelasan angka 1 untuk pengelasan segala posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan. X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai untuk pengelasan. Contoh : E 6013 Artinya: Kekuatan tarik minimum dan deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/mm2 Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC + atau DC. 28

Ukuran Kawat Elektroda Elektroda dimulai dari 1.2, 1.6, 2.0, 2.5, 3, 4, 5, dan 6 mm. Tabel 2.1. Hubungan Diameter Elektroda Dengan Arus Listrik. Kawat Elektroda Diameter (mm) Arus listrik (A) Kawat Elektroda Dimeter (mm) Arus listrik (A) 1,2 120 250 3 280 650 1,6 160 350 4 350 900 2,0 200 450 5 500 1100 2,5 240 570 6 600 1400 Sumber: Tim Kurikulum Fakultas Perkapalan ITS, Dasar-Dasar Pengelasan Menggunakan Peralatan Las Busur Listrik, 2003. 2.8. Persiapan Sambungan Klasifikasi sambungan las berdasarkan jenis sambungan dan bentuk alur. 1. Sambungan Las Dasar Sambungan las dalam konstruksi baja pada dasarnya dibagi dalam sambungan tumpul, sambungan t, sambungan sudut dan sambungan tumpang. Sebagai perkembangan sambungan dasar tersebut diatas terjadi sambungan silang, sambungan dengan penguat dan sambungan sisi seperti yang ditunjukkan dalam 29

gambar 2.10. Pembagian lebih lanjut dari sambungan ini dapat dilihat dalam gambar 2.11 sampai dengan gambar 2.16. Gambar 2.10. Jenis-Jenis Sambungan Dasar. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto. 30

Gambar 2.11. Alur Sambungan Las Tumpul. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto. 2. Sambungan Tumpul Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien. Sambungan ini dibagi lagi mejadi dua yaitu sambungan penetrasi penuh dan sambungan penetrasi sebagian seperti yang terlihat dalam gambar 2.11. Sambungan penetrasi penuh dibagi lebih lanjut menjadi sambungan tanpa pelat pembantu dan sambungan dengan pelat pembantu yang masih dibagai lagi dalam pelat pembantu yang turut menjadi bagian dari konstruksi dan pelat pembantu yang hanya sebagai penolong pada waktu proses pengelasan saja. 31

Bentuk alur dalam sambungan tumpul sangat mempengaruhi efisiensi pengerjaan, efisiensi sambungan dan jaminan sambungan. Karena itu pemilihan bentuk alur sangat penting. Bentuk dan ukuran alur sambungan datar ini sudah banyak di standarkan dalam standar AWS, DIN, JSSC dan sebagainya. Pada dasarnya dalam memilih bentuk alur harus menuju kepada penurunan masukan panas dan penurunan logam las sampai kepada harga terendah yang tidak menurunkan mutu sambungan. Karena hal ini maka dalam pemilihan bentuk alur diperlukan kemampuan dan pengalaman yang luas. Bentuk-bentuk yang telah distandarkan pada umumnya hanya meliputi bentuk alur harus ditentukan sendiri berdasarkan pengalaman yang dapat dipercaya. Gambar 2.12. Sambungan T. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto. 32

3. Sambungan Bentuk T Dan Bentuk Silang Pada kedua sambungan ini secara garis besar dibagi dalam dua jenis yaitu jenis las dengan alur dan jenis las sudut. Hal-hal yang dijelaskan untuk sambungan tumpul di atas juga berlaku untuk sambungan jenis ini. Dalam pelaksanaan pengelasan mungkin sekali ada bagian batang yang menghalangi yang dalam hal ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur. 4. Sambungan sudut Dalam sambungan ini dapat terjadi penyusutan dalam arah tebal pelat yang dapat menyebabkan terjadinya retak lamel. Hal ini dapat dihindari dengan membuat alur pada pelat tegak seperti yang terlihat dalam gambar 2.13. Bila pengelasan dalam tidak dapat dilakukan karena sempitnya ruang maka pelaksanaanya dapat dilakukan dengan pengelasan tembus atau pengelasan dengan pelat pembantu. Gambar 2.13. Macam-Macam Sambungan Sudut. 33

Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto. 5. Sambungan Tumpang Sambungan tumpang dibagi dalam 3 jenis seperti ditunjukkan dalam gambar 2.14. Karena sambungan ini efisiensinya rendah maka jarang sekali digunakan untuk pelaksanaan penyambungan konstruksi utama. Sambungan tumpang biasanya dilakukan dengan las sudut, dan las sisi. Gambar 2.14. Sambungan Tumpang. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto. 6. Sambungan Sisi Sambungan sisi dibagi dalam sambungan las dengan alur dan sambungan las ujung seperti yang terlihat dalam gambar 2.15. Untuk jenis yang pertama pada pelatnya harus dibuat alur sedangkan pada jenis kedua pengelasan dilakukan pada ujung pelat tanpa ada alur. Jenis yang kedua ini biasanya hasilnya kurang memuaskan kecuali bila pengelasannya dilakukan dalam 34

posisi datar dengan aliran listrik yang tinggi. Karena hal ini maka jenis ini hanya dipakai untuk pengelasan tambahan atau sementara pada pengelasan pelat-pelat yang tebal. Gambar: 2.15. Sambungan Sisi. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto. 7. Sambungan Dengan Pelat Penguat Sambungan ini dibagi dalam dua jenis yaitu sambuangna dengan pelat penguat tunggal dan dengan pelat penguat ganda seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.16. Dari gambar dapat dilihat bahwa sambungan ini mirip dengan sambungan tumpang. Dengan alasan yang sama dengan sambungan tumpang, maka sambungan inipun jarang digunakan untuk penyambungan konstruksi utama. 35

Gambar 2.16. Sambungan Dengan Penguat. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto. 36

BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dijelaskan metode-metode yang dilakukan pada proses pengujian. 3.1. Jadwal Penelitian Dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengujian Logam Departemen Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2009 sampai dengan selesai. 3.2. Metode Penelitian 1. Proses pengujian dilaksanakan sepenuhnya, terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi pemakaian dari metode penyambungan, dalam hal ini penyambungan las oksi-asetilen dan las busur listrik terhadap sambungan pelat baja karbon yang hanya ditinjau dari pemeriksaan secara uji merusak dengan jenis pengujian tarik. 2. Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari proses pengelasan yang dilakukan dari hasil pengujian tarik terhadap benda uji sebanyak 9 spesimen, masing-masing 3 spesimen untuk uji material dasar (base metal), 3 spesimen untuk las oksi-asetilen dan selanjutnya untuk pengelasan busur listrik yang keseluruhannya dilakukan pengujian tarik dengan standarisasi ASME E8. 3. Metoda analisa dan evaluasi data yang diperoleh dari pengujian yang dilakukan di laboratorium pada masing-masing spesimen adalah secara kualitatif. 37

Dari data inilah akan dicari harga rata-rata (mean) untuk uji tarik dari masingmasing spesimen dan merupakan nilai yang dicapai dari uji tarik dari bahan tersebut. 4. Dari sinilah penelitian akan mendapatkan kesimpulan yang sebenarnya bagaimana pengaruh pengelasan oksi-asetilen dan las busur listrik terhadap kekuatan tarik dari baja karbon menengah didalam standar pengujian yang berlaku. 5. Penyusunan laporan, yang termasuk didalamnya kesimpulan dari hasil yang dicapai serta pengambilan langkah-langkah yang berhubungan terhadap hasil kekuatan sambungan las pada material uji lebih ditekankan, sehingga pada akhirnya tujuan penelitian dapat sepenuhnya tercapai. 3.3. Variabel- Variabel Pengujian Dari metode penelitian diatas maka dapat ditentukan hal-hal dasar terhadap variabel-variabel pengujian berikut ini: 3.3.1 Bahan Dasar St 37 (Base Metal) Bahan yang digunakan pada penelitian adalah baja karbon menengah St 37 dengan pertimbangan: a. Baja karbon menengah St 37 banyak digunakan di industri, terlebih industri kecil dan menengah, sebagai bahan konstruksi. b. Baja karbon menengah mudah dilakukan proses penyambungan, baik dengan las listrik maupun las oksi-asetilen (tidak membutuhkan keahlian khusus). c. Bahan uji mudah didapat. 38

Ketebalan bahan dasar yang dipakai dalam pengujian adalah 3,5 mm. Hal ini didasarkan kepada tebal minimum pengelasan listrik, yaitu 3-4 mm. 3.3.2 Proses Pengelasan Hal-hal yang perlu ditekankan pada proses pengelasan: 1) Pengelasan Oksi-Asetilen Dalam menentukan hal-hal dasar yang dipakai pada proses pengelasan oksiasetilen dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel: 3.1. Persiapan Tepi, Teknik, Kecepatan Dan Konsumsi Gas. Sumber: Dasar-dasar pengelasan, W. Keynyon terjemahan Dines Ginting. Dari tabel 3.1, didapat untuk ketebalan pelat 3,5 mm maka dipakai nomor ukuran nosel 10, dengan celah sambungan 1,5 mm (maks 1/2 T), diameter kawat penambah 3,2 mm, perbandingan tekanan operasi oksigen : asietilen adalah 39

0,14:0,14 bar dengan kata lain perbandingan asetilin dan oksigen adalah 1:1 (nyala Netral). 2) Pengelasan Busur Listrik a. Pemilihan elektroda: Elektroda yang digunakan pada proses pengujian adalah elektroda tipe E 6013, Ø 3,2 mm, arus yang dipakai adalah arus DC+ (seperti pada gambar 3.1), Gambar 3.1. Elektroda Yang Dipakai Pada Proses Pengelasan Busur Listrik. Hal ini didasarkan kepada: Jenis metal dasar yang akan dilakukan pengelasan yaitu St 37 dimana tipe ini merupakan jenis baja karbon menengah (37 kg/mm 2 ). Tabel 3.2: Hubungan Antara Material Dasar dan Tipe Elektroda yang dipakai. 1/8, 5/32 & 3/16 E6013, E7014, E7016 & E701 1/8, 5/32 & 3/16 E309, E310 & E312 1/8 & 5/32 ENiCrFe-2, ENiCrFe-3 & ENiCrMo-3 WATERPROOFING Carbon steel Stainless steel High nickel American Welding Society,WS A5.18 American Welding Society, AWS A5.4 American Welding Society,AWS A5.1 40

MATERIALS Epoxy 152 4MIL-P-24441 Lea-Lac 30-L2093 Non-petroleum-based, clear, polyurethane Sumber: Sumber: U.S. Navy Underwater Cutting & Welding Manual; hal: 3-4. Dari sini maka didapat kan beberapa tipe elektroda yang sesuai dengan pengelasan metal dasar diantaranya: E 6013; E 7014; E 7016; E701, dan penguji memilih tipe elektroda E 6013. Dari tipe elektroda E 6013 didapat informasi sebagai berikut: E 6013 Artinya: Kekuatan tarik minimum deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/mm2 Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC + atau DC Dari penjelasan di atas tipe elektroda E 6013 dapat dipakai menggunakan arus DC dan AC, dan seperti penjelasan pada bab II hal:19, maka penguji menggunakan arus DC- mengingat arus ini sangat baik pada pengelasan pelat tipis. Untuk menyesuaikan diameter elektroda, dan besar arus, yang dipakai didasarkan kepada ketebalan pelat, posisi pengelasan dan jenis elektroda. Seperti yang dilihat pada tabel di bawah ini: 41

Tabel 3.3: Hubungan Tipe Elektroda, Posisi Pengelasan, Besar Arus Dan Tegangan kerja Electrode Welding Position Type Size Horizontal Vertical Overhead Arc 1 Inch Amps Amps Amps Voltage E6013 1/8 130-140 130-140 130-135 25-35 5/32 150-180 150-180 150-170 26-36 E7016 1/8 140-150 140-150 130-140 25-35 5/32 160-200 160-200 160-180 26-36 E7014 1/8 140-150 140-150 130-145 25-35 5/32 170-200 170-200 170-190 26-36 3/16 190-240 190-240 190-230 28-38 E3XX 1/8 130-140 135-140 125-135 22-30 High 1/8 130-150 125-145 125-145 22-30 Nickel Sumber: U.S. Navy Underwater Cutting & Welding Manual. Dengan demikian diameter elektroda yang dipakai adalah Ø 3,2 mm dan arus yang dipakai 135 A. 42

3.3.3. Proses Pembentukan. Bentuk spesimen mengikuti standarisasi ASME E8 sebagai berikut: Gambar 3.2. Gambar Spesimen. Sumber: Boiler and Pressure Vessel Code, Bab IX, 1986. Mengingat fillet radius yang dipakai pada spesimen uji tarik cukup besar (Ø 50,8 mm) dan untuk menjaga ketelitian yang dimaksud, maka penguji menggunakan mesin CNC untuk proses pembentukannya dengan bantuan program CAM yaitu program MASTER CAM. Gambar 3.3. Verifikasi Pengerjaan Spesimen Pada Program Master CAM. 43

Gambar 3.4. Verifikasi Bentuk Spesimen Akhir Pada Program Master CAM. Setelah setiap langkah pada proses pemograman Master CAM telah dipenuhi, maka program lagsung dapat dihubungkan kemesin milling numerik yang sesuai pada post prosessor yang yang telah ditentukan sebelumnya. Pada akhirnya spesimen yang telah diproses pada mesin CNC dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 44

Gambar 3.5: Spesimen Yang Siap Diuji Tarik. 3.4. Proses Pengujian Tarik Spesimen uji ditarik dengan mesin uji tarik Universal Testing Machine (UTM), jenis Tarno Test UPH 100 kn di laboratorium jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan (gambar 3.6.). Gambar 3.6. Alat Uji Tarik. 45

Gambar 3.7.: Proses Uji Tarik. Proses pengujian dipantau pada monitor yang mencatat setiap nilai dari hasil uji tarik seperti yang terlihat pada gambar berikut ini: Gambar 3.8. Proses Uji Dipantau Pada Monitor. 46

Proses dihentikan saat terjadi perpatahan (fracture) seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.9. Gambar 3.9. : Spesimen Setelah Mengalami Uji Tarik. Hasil pengujian yang dicatat mesin uji langsung dapat diterjemahkan ke dalam bentuk diagram tegangan dan regangan dan diagram beban terhadap penambahan panjang seperti pada gambar: 47