BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Bab ini akan menguraikan tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian

Lister Budi Agus Rianto. Dosen Pembimbing: Stefanus Ariyanto, SE., Ak., M.Ak. Binus University, 1 ABSTRACT

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BIOLOGIS PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN DAN PENYAJIAN ASET BIOLOJIK PADA PT ASTRA AGRO LESTARI TBK MENURUT PSAK 16 (REVISI 2011) DAN IAS 41

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu unit usaha atau kesatuan akuntansi, dengan aktifitas atau kegiatan ekonomi dari

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. pelaksanaan penelitian. Aset biologis pada PT. Perkebunan Nusantara VII Unit

KANTOR JASA PENILAI PUBLIK (KJPP) O, P, Q DAN REKAN. LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) KOMPARATIF 31 DESEMBER 2013 DAN 2014 (Dinyatakan dalam Rupiah)

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Kondisi Perusahaan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

PT SIANTAR TOP Tbk LAPORAN KEUANGAN UNTUK ENAM BULAN YANG BERAKHIR PADA TANGGAL 30 JUNI 2007 DAN 2006 (TIDAK DIAUDIT)

BANK METRO EXPRESS LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) Tanggal 29 Februari 2016 dan 31 Desember 2015

BANK SHINHAN INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA)

VII. RENCANA KEUANGAN

BANK METRO EXPRESS LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) Tanggal 30 Juni 2015 dan 31 Desember 2014

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Accounting Association (AAA), Accounting is the

NERACA BULANAN Tanggal : 31 Mei 2015

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Desember 2015 (Unaudited)

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Januari 2016 (Unaudited)

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 30 Juni 2015

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

PT SARASA NUGRAHA Tbk NERACA Per 31 Desember 2004 dan 2003 (Dalam Ribuan Rupiah, Kecuali Data Saham)

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

ii. Kredit 4,251,765 iii. Pembiayaan Syariah 40,726

Laporan Publikasi PT. Bank Sulselbar LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN PT. BANK SULSELBAR PER 31 MEI 2015

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 30 November 2015

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BANK SHINHAN INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) Periode Tanggal 30 November 2016

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Juli 2016 (Unaudited)

TOTAL ASET 81,190,623

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Agustus 2016 (Unaudited)

TOTAL ASET 85,982,283

TOTAL ASET 84,802,795

TOTAL ASET 84,923,383

TOTAL ASET 83,967,262

TOTAL ASET

TOTAL ASET

TOTAL ASET 89,648,272

TOTAL ASET 88,075,236

TOTAL ASET 85,932,429

TOTAL ASET 85,474,937

TOTAL ASET 87,302,409

TOTAL ASET 87,686,543

TOTAL ASET 87,035,918

LAPORAN POSISI KEUANGAN / NERACA Per 30 Juni 2015 (dalam jutaan Rupiah)

PT BANK DBS INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN 30 APRIL (dalam jutaan rupiah) POS - POS 30 APRIL 2015

PT BANK DBS INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN 31 MEI (dalam jutaan rupiah) POS - POS. 31 Mei 2015

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) Pada Tanggal 31 Juli 2017 (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) Pada Tanggal 30 April 2018 (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS

- 7. Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo )

BANK METRO EXPRESS LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) Tanggal 31 Desember 2015 dan 31 Desember 2014

TOTAL ASET 73,184,906

PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk LAPORAN POSISI KEUANGAN / NERACA BULANAN 29 Februari 2016 POS POS

PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk LAPORAN POSISI KEUANGAN / NERACA BULANAN 30 Nopember 2015 POS POS

PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk LAPORAN POSISI KEUANGAN / NERACA BULANAN 31 Oktober 2015 POS POS

PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk LAPORAN POSISI KEUANGAN / NERACA BULANAN 31 Desember 2015 POS POS

TOTAL ASET

PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk LAPORAN POSISI KEUANGAN / NERACA BULANAN 31 Maret 2016 POS POS

LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN Periode yang berakhir Pada Tanggal 30 SEPTEMBER 2015

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 30 JUNI 2015

NPM : ANALISIS REVALUASI AKTIVA TETAP UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PT BHAKTI TRANS CARGO. Nama : Sri Mulyani

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 JULI 2015

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) Pada Tanggal 30 November 2017 (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 30 April 2015

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA)

PT BANK DBS INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN 31 MARET (dalam jutaan rupiah) POS - POS. 31 Maret 2015

PT BANK DBS INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN 31 MEI (dalam jutaan rupiah) POS - POS 31 MEI 2016

PT BANK DBS INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN 30 APRIL (dalam jutaan rupiah) POS - POS 30 APRIL 2016

PT BANK DBS INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN 31 JANUARI (dalam jutaan rupiah) POS - POS 31 JANUARI 2016

PT BANK DBS INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN 30 JUNI (dalam jutaan rupiah) POS - POS 30 JUNI 2016

PT BANK DBS INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN 31 MARET (dalam jutaan rupiah) POS - POS 31 MARET 2016

PT BANK DBS INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN 29 FEBRUARI (dalam jutaan rupiah) POS - POS 29 FEBRUARI 2016

PT BANK DBS INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN 30 JUNI (dalam jutaan rupiah) POS - POS 30 JUNI 2015

PT BANK DBS INDONESIA LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN 31 DESEMBER (dalam jutaan rupiah) POS - POS 31 DESEMBER 2015

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. PT Dinamika Cipta Sentosa berdiri sejak Tahun 1993, bidang usaha yang dijalani oleh

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

Transkripsi:

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada Dalam bab ini, dilakukan analisis dengan membandingkan standar standar akuntansi yang ada di Indonesia sesuai dengan bidang agribisnis, yaitu IAS 41: Agriculture, BUMN, dan Bapepam. Analisis dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu pengakuan, pengukuran, dan penyajian serta pengungkapan berdasarkan aset biolojik yang ada pada perusahaan. Aset biolojik tersebut kemudian akan dibahas lebih mendalam pada saat pembibitan tanaman kelapa sawit, tanaman belum menghasilkan, dan tanaman telah menghasilkan. Masing masing dari tahapan tersebut memiliki perlakuan akuntansi yang berbeda beda untuk setiap standar akuntansi. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan data yang ada pada Perseroan untuk dibandingkan sesuai dengan ketiga standar akuntansi yang telah disebutkan di atas. 4.2 Analisis Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Biolojik Menurut Kebijaksanaan Perseroan Tabel 4.1 Uraian Luas Tahun Tanam Kelapa Sawit Uraian Luas Lahan (ha) Tahun Tanam 2008 850 Tahun Tanam 2009 1,000 Tahun Tanam 2010 1,000 Total 2,850

Total 2008 (ha) I Biaya II Biaya III Biaya IV Biaya Total Biaya Pembukaan Lahan 850 475 Rp 1,994,624 375 Rp 1,574,703 Rp 3,569,327 Pembibitan 850 475 Rp 1,395,186 375 Rp 1,101,463 Rp 2,469,649 Persiapan dan Penanaman 850 475 Rp 912,659 375 Rp 720,521 Rp 1,633,180 Kelapa Sawit Penanaman Kacangan 850 475 Rp 756,683 375 Rp 604,487 Rp 1,370,170 TBM 1 TBM 2 TBM 3 TOTAL BIAYA Rp 9,069,326 Tabel 4.2 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun Tanam 2008 (Rp.000) 37

Total 2009 (ha) I Biaya II Biaya III Biaya IV Biaya Total Biaya Pembukaan Lahan 1000 333 Rp 1,469,723 333 Rp 1,469,723 333 Rp 1,469,723 Rp 4,409,169 Pembibitan 1000 333 Rp 1,028,032 333 Rp 1,028,032 333 Rp 1,028,032 Rp 3,084,096 Persiapan dan Penanaman 1000 500 Rp 1,008,729 500 Rp 1,008,729 Rp 2,017,458 Kelapa Sawit Penanaman Kacangan 1000 500 Rp 846,282 500 Rp 846,282 Rp 1,692,564 TBM 1 850 213 Rp 1,068,767 213 Rp 1,068,767 213 Rp 1,068,767 213 Rp 1,068,767 Rp 4,275,069 TBM 2 TBM 3 TOTAL BIAYA Rp 15,478,354 Tabel 4.3 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun Tanam 2009 (Rp.000)

Total 2010 (ha) I Biaya II Biaya III Biaya IV Biaya Total Biaya Pembukaan Lahan 1000 250 Rp 1,157,407 250 Rp 1,157,407 250 Rp 1,157,407 250 Rp 1,157,407 Rp 4,629,628 Pembibitan 1000 250 Rp 809,575 250 Rp 809,575 250 Rp 809,575 250 Rp 809,575 Rp 3,238,300 Persiapan dan Penanaman 1000 333 Rp 706,110 333 Rp 706,110 333 Rp 706,110 Rp 2,118,330 Kelapa Sawit Penanaman Kacangan 1000 333 Rp 592,397 333 Rp 592,397 333 Rp 592,397 Rp 1,777,191 TBM 1 1000 250 Rp 1,320,242 250 Rp 1,320,242 250 Rp 1,320,242 250 Rp 1,320,242 Rp 5,280,967 TBM 2 1000 250 Rp 1,325,060 250 Rp 1,325,060 250 Rp 1,325,060 250 Rp 1,325,060 Rp 5,300,240 TBM 3 TOTAL BIAYA Rp 22,344,657 Tabel 4.4 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun Tanam 2010 (Rp.000) 39

4.2.1 Pengakuan Melihat dari tabel perhitungan tanaman baru menghasilkan yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa Perseroan mengakui adanya tiga pos tanaman kelapa sawit, yaitu bibit tanaman kelapa sawit, tanaman belum menghasilkan, dan tanaman telah menghasilkan. Pembibitan dimasukkan sebagai dalam perhitungan biaya tanaman belum menghasilkan. 4.2.2 Pengukuran Perseroan menggunakan biaya historis sebagai alat untuk mengukur nilai aset tanaman kelapa sawit. Pengukuran ini bersifat reliable karena mencerminkan nilai yang sebenarnya (objective). Amortisasi tanaman dilakukan setelah tanaman memasuki kondisi menghasilkan selama umur ekonomis tanaman, yaitu 25 tahun. Berikut adalah perincian biaya yang terkait terhadap perhitungan yang dilakukan pada tabel di atas : Biaya Pembukaan Lahan = Rp 5,677,380/ha Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat, seperti babat pendahuluan, menumbang pohon, perun awal, dst. Pembukaan lahan Perseroan berasal dari Hutan Primer, Hutan Sekunder, Semak Belukar, dan Ilalang. Biaya Pembibitan = Rp 2,937,230/ha Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat, seperti membuat bedengan, membuat peneduh, pemupukan, pancang, gembor, dll. Biaya Persiapan dan Penanaman Kelapa Sawit = Rp 1,611,970/ha 40

Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat, seperti survei lapangan, memupuk tanaman, mandor, peralatan ringan, dll. Biaya Penanaman Kacangan = Rp 1,921,390/ha Pengelompokkan biaya ini memiliki komponen kompenen biaya yang sama dengan biaya penanaman kacangan, dimana seluruh biaya sudah termasuk biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat, seperti survei lapangan, memupuk tanaman, mandor, peralatan ringan, dll. Biaya Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan I = Rp 4,789,.990/ha Biaya Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan II = Rp 5,655,850/ha Biaya Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan III = Rp 5,346,480/ha Seluruh biaya pada tanaman belum menghasilkan terdiri dari komponen biaya yang sama, yaitu biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat, seperti perawatan jalan dan parit, penyisipan, sensus tanaman, dll. Biaya Tanaman Menghasilkan = Rp 4,772,370/ha Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat untuk memelihara tanaman telah menghasilkan, seperti perawatan jalan dan parit, memupuk tanaman, katrasi, pestisida/insektisida, dll. Tanaman menghasilkan berumur 30 36 bulan sejak ditanam dan mulai menghasilkan, direklasifikasi sebesar biaya perolehan TBM, yaitu biaya pemeliharaan TBM dan alokasi biaya tidak langsung. Tanaman menghasilkan ini setiap tahun disusutkan/deplesi. Biaya tanaman yang sudah menghasilkan dicatat sebagai aktiva dan disusutkan/diamortisasi sesuai dengan nilai ekonomisnya. Biaya operasional tanaman yang sudah menghasilkan meliputi biaya pemeliharaan tanaman dan biaya panen, biaya biaya ini merupakan komponen harga produksi TBS. 41

Tabel 4.5 Pengukuran Aset Biolojik Menurut Kebijakan Perseroan 2011 (Rp.000) 2012 (Rp.000) Keterangan 1 Harga Perolehan Awal Tahun Tanam 2008 Rp 18,644,635 Rp 23,905,471 Tahun Tanam 2009 Rp 16,484,252 Rp 23,031,608 Tahun Tanam 2010 Rp 11,763,450 Rp 17,308,465 Total Rp 46,892,337 Rp 64,245,544 2 Penambahan Aktiva Tahun Tanam 2008 Rp 5,260,836 Rp - Tahun Tanam 2009 Rp 6,547,356 Rp 6,498,680 Tahun Tanam 2010 Rp 5,545,015 Rp 6,874,724 Total Rp 17,353,207 Rp 13,373,404 3 Harga Perolehan Akhir Tahun Tanam 2008 Rp 23,905,471 Rp 23,905,471 Tahun Tanam 2009 Rp 23,031,608 Rp 29,530,288 Tahun Tanam 2010 Rp 17,308,465 Rp 24,183,189 Total Rp 64,245,544 Rp 77,618,948 4 Depresiasi dan Amortisasi Tahun Tanam 2008 Rp - Rp 956,219 Tahun Tanam 2009 Rp - Rp - Tahun Tanam 2010 Rp - Rp - Total Rp - Rp 956,219 5 Akumulasi Depresiasi dan Amortisasi Tahun Tanam 2008 Rp - Rp 956,219 Tahun Tanam 2009 Rp - Rp - Tahun Tanam 2010 Rp - Rp - Total Rp - Rp 956,219 6 Nilai Buku Tahun Tanam 2008 Rp 23,905,471 Rp 22,949,252 Tahun Tanam 2009 Rp 23,031,608 Rp 29,530,288 Tahun Tanam 2010 Rp 17,308,465 Rp 24,183,189 Total Rp 64,245,544 Rp 76,662,729 42

4.2.3 Penyajian dan Pengungkapan Perseroan menyajikan aset tanaman kelapa sawit di dalam Laporan Posisi Keuangan kelompok Aset Lancar dengan akun Aktiva Tanaman, dimana termasuk di dalamnya pembibitan, tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan yang disajikan dalam kesatuan nilai atau tidak dipisahkan. Tabel 4.6 Penyajian Aset Biolojik Menurut Kebijakan Perseroan 2011 (Rp.000) 2012 (Rp.000) Aktiva Tanaman Harga Perolehan Rp 64,245,545 Rp 77,618,948 Akumulasi Amortisasi Rp - Rp (956,219) Total Nilai Aset Biolojik Rp 64,245,545 Rp 76,662,729 4.3 Analisis Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Biolojik pada PT Kelantan Sakti Menurut IAS 41: Agriculture Pembahasan IAS 41: Agriculture berikut dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu pembibitan, tanaman belum menghasilkan, dan tanaman telah menghasilkan sesuai dengan perlakuan akuntansinya. Berikut adalah detail perlakuan akuntansi terhadap aset biolojik Perseroan menggunakan standar IAS 41: Agriculture. 43

4.3.1 Pengakuan Suatu entitas mengakui aset biolojik hanya ketika aset biolojik tersebut sebagai akibat peristiwa masa lalu, dan besar kemungkinan akan memberikan manfaat ekonomi masa depan, serta nilai wajar dapat diukur secara handal. Perolehan pembibitan menurut IAS 41: Agriculture diakui dengan dua cara, yaitu bibit yang diperoleh dengan cara membeli dari supplier dan pembibitan sendiri yang dilakukan oleh perusahaan. Bibit yang ditanam tersebut memerlukan waktu kurang lebih 12 bulan untuk siap ditanam dan sampai pada tahap tanaman belum menghasilkan. Tanaman belum menghasilkan ini dikategorikan sebagai tanaman baru yang sudah tumbuh dengan baik di lapangan dan statusnya ditetapkan telah memasuki masa TBM, yaitu apabila terdapat pertumbuhan selama 3 4 tahun untuk bisa dikonversikan menjadi tanaman menghasilkan yang dapat dipanen produk agrikulturnya. Penghentian pengakuan aset tanaman biolojik ini dihentikan apabila tanaman ditebang atau diganti dengan tanaman lainnya. Apabila Perseroan mengacu pada standar IAS 41: Agriculture, Perseroan harus mengakui adanya bibit tanaman kelapa sawit, tanaman belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan. Dimana perolehan pembibitan tanaman kelapa sawit Perseroan diakui dengan membeli bibit tanaman dari supplier. 4.3.2 Pengukuran Menurut IAS 41: Agriculture aset biolojik diukur pada saat pengakuan awal atas aset dan setiap tanggal neraca sebesar nilai wajar dikurangi dengan biaya pada saat titik penjualan (point of sell). Point of sell adalah biaya langsung yang terkait dengan penjualan aset biolojik tersebut, tidak termasuk biaya keuangan dan pajak 44

penghasilan. Penentuan nilai wajar dapat ditentukan dari pasar aktif, apabila tidak terdapat pasar aktif, penentuan menggunakan pendekatan harga pasar transaksi terbaru, asalkan belum ada perubahan yang signifikan dalam keadaan ekonomi antara tanggal transaksi dan periode akhir pelaporan. Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk menentukan nilai wajar adalah harga pasar untuk aset serupa dengan penyesuaian dan benchmark, seperti nilai kebun yang dinyatakan per hektar, dan nilai ternak yang dinyatakan per kilogram. Jika dengan metode metode di atas ternyata fair value tidak dapat diketahui, maka entitas dapat mengukur nilai aset dengan metode discounted cash flow atau cost method, yaitu mengurangi nilai biaya yang telah dikeluarkan dikurangi dengan akumulasi depresiasi. Di akhir periode, keuntungan atau kerugian yang terjadi akibat perubahan nilai wajar ini harus diakui pada laporan laba rugi perusahaan. Pengukuran bibit kelapa sawit menggunakan IAS 41: Agriculture hanya dapat dilakukan bila perusahaan membeli bibit dari supplier, karena perlakuan akuntansi untuk bibit yang dikembangkan sendiri belum diakomodir secara utuh dalam IAS 41: Agriculture. Bibit yang dibeli dari supplier dapat diukur dengan metode pendekatan biaya (cost approach) dimana cost tersebut dapat diukur pada initial recognition-nya. Sedangkan bibit yang dikembangkan sendiri tidak dapat diukur dengan fair value secara handal dikarenakan perusahaan yang mengembangkan bibit sendiri tidak akan menjual bibit unggulan temuannya sendiri kepada publik, terutama kompetitor, sehingga tidak ditemukan pasar aktif untuk mempertemukan penjual dan pembeli untuk menentukan nilai wajar. Maka dari itu, pengukuran initial cost bibit kelapa sawit yang dibeli di supplier dapat diukur berdasarkan harga pasar aset serupa. Akan tetapi pengukuran ini agaknya kurang mengakomodir untuk pengakuan biaya 45

selanjutnya dari pemeliharaan bibit sampai siap untuk ditanam menjadi TBM karena bibit kelapa sawit tidak mengalami penyusutan, sedangkan pengukuran harus dikurangi dengan akumulasi depresiasi. Pengukuran aset biolojik Perseroan dengan IAS 41: Agriculture menggunakan metode Discounted Cash Flow (DCF) dihitung dengan cara present value dari expected net inflow dari tanaman perkebunan yang diperoleh dari ekspektasi harga Tandan Buah Segar (TBS) yang didiskontokan dengan tingkat bunga pasar sebesar 13,5% sebelum pajak. Selisih dari perubahan nilai wajar ini yang akan diakui sebagai keuntungan atau kerugian yang akan diungkapkan di dalam laporan laba rugi. Tabel 4.7 Pengukuran Aset Biolojik Menurut IAS 41: Agriculture tahun 2011 TBM 1 1,000 ha 0.6839 x Rp 55,062,373,000 = Rp 37,658,874,731 TBM 2 1,000 ha 0.7763 x Rp 18,772,683,000 = Rp 14,572,801,572 TBM 3 850 ha 0.8810 x Rp 5,351,081,000 = Rp 4,714,302,361 Total = Rp 56,945,978,663 Dibandingkan dengan biaya Rp 64,245,544,000. Biaya lebih besar, menyebabkan adanya impairment loss dan penyesuaian dimana selisih dari biaya adalah Rp 7,299,565,337. Tabel 4.8 Pengukuran Aset Biolojik Menurut IAS 41: Agriculture tahun 2012 TBM 2 1,000 ha 0.7763 x Rp 55,062,373,000 = Rp 42,743,652,349 TBM 3 1,000 ha 0.6839 x Rp 18,772,683,000 = Rp 12,839,223,574 TM 1 850 ha 0.8810 x Rp 10,200,000,000 = Rp 8,986,200,000 Total = Rp 64,569,075,923 46

Dibandingkan dengan biaya Rp 76,662,729,000. Biaya lebih besar, menyebabkan adanya impairment loss dan penyesuaian dimana selisih dari biaya adalah Rp 12,093,653,077. Perhitungan di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan angka yang dihasilkan dengan pengukuran yang dilakukan oleh Perseroan. Adanya selisih dianggap sebagai pernurunan nilai akibat perubahan fair value. IAS 41: Agriculture mengatur bahwa setiap penurunan nilai akibat perubahan fair value, harus diakui sebagai kerugian di laporan laba rugi komprehensif pada periode terjadinya. Dalam studi kasus ini cost to sell diasumsikan nol (0), hal ini dikarenakan produksi TBS yang dihasilkan tidak dijual ke pihak ketiga, melainkan dipakai sendiri untuk proses lebih lanjut, yaitu CPO dan kernel. Maka dari itu tidak ada biaya untuk menjual. Tabel 4.9 Perhitungan Tandan Buah Segar 2012 Tandan buah segar yang dihasilkan = 5,270,000 ton x Rp 1,015.39 = Rp 5,351,081,000 4.3.3 Penyajian dan Pengungkapan IAS 41: Agriculture mensyaratkan bahwa nilai tercatat dari aset biolojik harus disajikan terpisah dengan aset lainnya dalam laporan posisi keuangan. Sifat dan tahap produksi (tanaman belum menghasilkan sampai dengan tanaman telah menghasilkan buah tandan segar) dari aset biolojik tersebut juga harus dideskripsikan di dalam catatan atas laporan keuangan. Hal ini berguna untuk menambah wawasan para pembaca laporan keuangan tentang arus kas masa depan terhadap aset biolojik 47

tersebut. Selain itu, entitas juga dianjurkan untuk menyediakan deskripsi mengenai setiap kelompok aset biolojik, yaitu consumable dan bearer biological assets. Seluruh keuntungan dan kerugian yang dialami dari perubahan nilai wajar dari penilaian aset biolojik atau produk agrikultur yang dihasilkan pada saat panen juga harus dimunculkan dan disajikan dalam laporan laba rugi komprehensif, termasuk juga metode dan asumsi yang digunakan dalam menentukan nilai wajar harus diungkapkan. IAS 41: Agriculture membedakan penyajian aset biolojik menjadi dua yaitu, tanaman belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan. Jadi, tidak ada pos khusus untuk bibit tanaman kelapa sawit. Bibit tanaman kelapa sawit dikategorikan tergabung dalam tanaman belum menghasilkan pada penyajian di dalam laporan keuangan. Tabel 4.10 Penyajian Aset Biolojik Menurut IAS 41: Agriculture 2011 2012 (Rp. 000) (Rp. 000) ASET TIDAK LANCAR Tanaman menghasilkan Rp - Rp 8.986.784,14 Tanaman belum menghasilkan Rp 56.945.978.663 Rp 55.582.875.923 Total Nilai Wajar Aset Biolojik Rp 56.945.978.663 Rp 64.569.075.923 48

Tabel 4.11 Laporan Laba Rugi Komprehensif Perseroan Tahun 2011 dan 2012 Sebelum dan Sesudah Menggunakan IAS 41: Agriculture. PT KELANTAN SAKTI LAPORAN LABA RUGI KOMPREHENSIF YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2011 Disajikan dalam rupiah, kecuali dinyatakan lain (Rp.000) Keterangan Sebelum Sesudah PENJUALAN TBS Rp - Rp 5,351,081 CPO Rp - Rp - Kernel Rp - Rp - TOTAL Rp - Rp 5,351,081 BEBAN POKOK PENJUALAN Rp - Rp (5,515,869) KERUGIAN AKIBAT Rp (7,299,565,337) PERUBAHAN Rp - NILAI WAJAR ASET BIOLOJIK LABA (RUGI) KOTOR Rp - Rp (7,299,730,125) BEBAN OPERASIONAL Beban Pemasaran Rp - Rp - Beban Adm. & Umum Rp (1,067,991) Rp (1,067,991) TOTAL Rp (1,067,991) Rp (1,067,991) LABA (RUGI) OPERASI EBITDA Rp (1,067,991) Rp (7,300,798,116) BEBAN PENYUSUTAN & AMORTISASI Rp (1,764,536) Rp (1,764,536) PENDAPATAN (BEBAN) LAIN- LAIN Pendapatan / (Beban) Lain-lain Rp - Rp - Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp - Non Tanaman Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp - Tanaman Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp - Pabrik 49

Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp - Refinancing Beban Bunga IDC - Non Tanaman Rp - Rp - Beban Bunga IDC - Tanaman Rp - Rp - Beban Bunga IDC - Pabrik Rp - Rp - Beban Bunga IDC - Refinancing Rp - Rp - Beban Bunga Kredit Modal Kerja Rp - Rp - Beban Provisi Bank Rp (114,421) Rp (114,421) TOTAL Rp (114,421) Rp (114,421) LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK Rp (2,946,948) Rp (7,302,677,073) TAX Rp - Rp - LABA (RUGI) BERSIH Rp (2,946,948) Rp (7,302,677,073) SALDO LABA (RUGI) AWAL TAHUN Rp (4,514,905) Rp (4,514,905) SALDO LABA (RUGI) AKHIR TAHUN Rp (7,461,853) Rp (7,307,191,978) 50

PT KELANTAN SAKTI LAPORAN LABA RUGI KOMPREHENSIF YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2012 Disajikan dalam rupiah, kecuali dinyatakan lain (Rp.000) Keterangan Sebelum Sesudah PENJUALAN TBS Rp 5,351,081 Rp 5,351,081 CPO Rp - Rp - Kernel Rp - Rp - TOTAL Rp 5,351,081 Rp 5,351,081 BEBAN POKOK PENJUALAN Rp (5,515,869) Rp (5,515,869) KERUGIAN AKIBAT PERUBAHAN Rp - Rp (12,093,653,077) NILAI WAJAR ASET BIOLOJIK LABA (RUGI) KOTOR Rp (164,789) Rp (12,093,817,865) BEBAN OPERASIONAL Beban Pemasaran Rp (147,155) Rp (147,155) Beban Adm. & Umum Rp (1,566,737) Rp (1,566,737) TOTAL Rp (1,713,892) Rp (1,713,892) LABA (RUGI) OPERASI - EBITDA Rp (1,878,681) Rp (12,095,531,757) BEBAN PENYUSUTAN & AMORTISASI Rp (2,720,755) Rp (2,720,755) PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN Pendapatan / (Beban) Lain-lain Rp - Rp - Beban Bunga Kredit Investasi - Rp (1,606,893) Rp (1,606,893) Non Tanaman Beban Bunga Kredit Investasi - Rp (2,087,580) Rp (2,087,580) Tanaman Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp - Pabrik Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp - Refinancing Beban Bunga IDC - Non Tanaman Rp (345,045) Rp (345,045) Beban Bunga IDC - Tanaman Rp (409,704) Rp (409,704) Beban Bunga IDC - Pabrik Rp - Rp - Beban Bunga IDC - Refinancing Rp - Rp - Beban Bunga Kredit Modal Kerja Rp - Rp - 51

Beban Provisi Bank Rp (169,739) Rp (169,739) TOTAL Rp (4,618,961) Rp (4,618,961) LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK Rp (9,218,397) Rp (12,102,871,473) TAX Rp - Rp - LABA (RUGI) BERSIH Rp (9,218,397) Rp (12,102,871,473) SALDO LABA (RUGI) AWAL TAHUN Rp (7,461,853) Rp (7,307,027,190) SALDO LABA (RUGI) AKHIR TAHUN Rp (16,680,250) Rp (19,409,898,663) Seperti yang diatur dalam IAS 41: Agriculture, kerugian yang muncul dari selisih penilaian wajar ini harus dimasukkan ke dalam laporan laba rugi Perseroan pada saat terjadinya. Begitu juga sebalikanya, apabila ada keuntungan karena selisih penilaian wajar harus dimasukkan ke dalam laporan keuangan, hal ini akan berdampak signifikan terhadap income Perseroan, karena profit before tax Perseroan menjadi lebih besar. Keuntungan ini nantinya juga akan menambah profit yang dimiliki Perseroan. Ketika ada keuntungan selisih nilai wajar, Perseroan harus melaporkan profit sebelum pajak yang lebih besar, yang akan menyebabkan pajak yang lebih besar juga. Begitu juga sebaliknya apabila Perseroan mengalami kerugian atas perubahan nilai wajar. Hal ini diungkapkan dalam UU Pajak Penghasilan Indonesia yaitu UU Nomor 36 2008 pasal 4 ayat 1, keuntungan atas penilaian kembali aktiva merupakan objek pajak. Hal ini juga didukung dengan adaya Keputusan Menteri Keuangan Nomor PMK 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Keputusan ini menjelaskan bahwa keuntungan atas 52

penilaian kembali aktiva dikenakan pajak final sebesar 10%. Penilaian kembali aset ini dapat dikatakan menguntungkan apabila yang dinilai kembali adalah aset yang dapat didepresiasikan, karena walaupun terdapat penambahan dari pajak yang harus dibayarkan, hal ini juga diiringi dengan adanya penambahan dari sisi pengurang yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak Perseroan. 4.4 Analisis Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Biolojik pada PT Kelantan Sakti Menurut BUMN Menurut BUMN, tanaman kelapa sawit digolongkan dalam aset tanaman tahunan yang terdiri dari tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman telah menghasilkan (TM). 4.4.1 Pengakuan Untuk menjadi aset tanaman tahunan diperlukan proses, proses tersebut terdiri dari dua, yaitu : 1. Dari pembibitan sampai dengan menjadi tanaman telah menghasilkan (proses dari TBM menjadi TM); 2. Dari tanaman menghasilkan sampai dengan dihentikan pengakuannya, misalnya ditebang atau diganti dengan tanaman lain. Dalam pedoman BUMN, Perseroan harus mengakui adanya pembibitan sebagai bagian dari pos tanaman belum menghasilkan. Setelah tanaman dapat menghasilkan, tanaman diakui menjadi pos tanaman telah menghasilkan sampai dihentikan pengakuannya. 4.4.2 Pengukuran 53

Untuk pengukuran setelah pengakuan awal, pedoman ini menggunakan model biaya sebagai kebijakan akuntansinya. Pos tanaman belum menghasilkan diukur pada biaya perolehan dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai, sedangkan pos tanaman menghasilkan diukur pada biaya perolehan setelah dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai. Jadi, penyusutan aset tanaman dimulai ketika TBM direklasifikasi ke TM. Penyusutan ini diakui sebagai beban produksi atau penambah biaya perolehan persediaan yang dihasilkan, dan akumulasi penyusutan disajikan sebagai pos pengurang jumlah tercatatnya. Penyusutan tanaman kelapa sawit menurut BUMN dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus (straight line method) dengan taksiran umur manfaat (setelah menjadi TM) selama 25 tahun. Jumlah yang disusutkan yaitu biaya perolehan dikurangi dengan nilai residu. Pedoman ini mengatakan bahwa entitas dapat mengubah metode penyusutan dan/atau menggunakan umur manfaat yang berbeda sesuai dengan taksiran manajemen. Adapun biaya biaya yang terkait dengan aset tanaman tahunan yang menjadi dasar pengukuran diatas. Berikut adalah sebagian rincian biaya biaya tersebut berdasarkan prosesnya. Biaya yang diakui sebagai bagian dari TBM (biaya perolehan awal), yaitu : a. Biaya input, adalah harga perolehan bibit dan biaya lainnya yang dikeluarkan oleh entitas sampai dengan bibit siap tanam. b. Biaya proses, adalah biaya biaya yang dikeluarkan setelah biaya input sampai menjadi bibit tanaman berikutnya. Biaya ini terdiri dari biaya tenaga kerja langsung, seperti upah tenaga kerja dan biaya biaya lainnya yang 54

terjadi di unit/kebun yang dapat diatribusikan secara langsung, contohnya : biaya penyiapan lahan (land clearing); biaya handling dan pengangkutan bibit tanaman; biaya penanaman, pemupukan, dan pemeliharaan; biaya pengujian aset tanaman tahunan apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil bersih penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian tersebut; dan biaya komisi profesional yang menangani aset tanaman. c. Biaya penyisipan, dimana ada dua pendekatan : 1) Pendekatan areal - Biaya penyisipan suatu aset tanaman dalam areal TBM diakui sebagai penambah jumlah tercatat aset TBM. - Biaya penyisipan suatu aset tanaman dalam areal TBM diakui sebagai beban periode terjadinya. 2) Pendekatan per pohon - Jumlah tercatat aset tanaman TM yang diganti diakui sebagai beban periode terjadinya. - Biaya aset tanaman baru diakui sebagai perolehan aset tanaman. Adapun biaya biaya yang tidak boleh diakui sebagai biaya perolehan dan harus dibebankan pada periode terjadinya, contohnya antara lain : biaya tenaga kerja yang tidak terkait secara langsung seperti bonus dan tunjangan, biaya pembukaan fasilitas baru, biaya umum dan administrasi. Kemudian TBM yang akan diakui sebagai TM pada saat tanaman menghasilkan ditentukan oleh pertumbuhan vegetatif dan berdasarkan taksiran manajemen. 55

Setelah menjadi TM, biaya perolehannya dicatat berdasarkan nilai TBM yang direklasifikasi ke TM. Biaya biaya yang terjadi selama pemeliharaan diakui sebagai beban periodenya (termasuk juga biaya untuk memelihara tanaman yang tidak menambah manfaat ekonomis aset tanaman atau biaya untuk mengembalikan aset tanaman ke kondisi normalnya, contohnya seperti biaya pemupukan rutin), kecuali biaya biaya yang memenuhi syarat untuk dikapitalisasi ke aset. Amortisasi tanaman kelapa sawit pada Perseroan juga dilakukan setelah tanaman memasuki kondisi menghasilkan selama umur ekonomis tanaman, yaitu 25 tahun. Hal ini dikarenakan tanaman yang belum menghasilkan tidak diamortisasi karena belum mengalami penurunan fungsi. Jadi pengukuran yang dilakukan pada tanaman belum menghasilkan diperoleh dari akumulasi biaya perolehannya. Tabel 4.12 Pengukuran Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan di Tahun 2012 Tahun Tanam 2008 850 ha x Rp 4,772,370 = Rp 4,056,514,500 Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan I VII berdasarkan data Perseroan dinyatakan sama sebesar Rp 4,772,370 per hektarnya. Jadi pada tahun 2012, terdapat biaya tambahan sebesar Rp 4,056,514,500 untuk memelihara tanaman menghasilkan. 56

Tabel 4.13 Pengukuran Aset Biolojik Menurut BUMN 57 2011 (Rp.000) 2012 (Rp.000) Keterangan 1 Harga Perolehan Awal Tahun Tanam 2008 Rp 18,644,635 Rp 23,905,471 Tahun Tanam 2009 Rp 16,484,252 Rp 23,031,608 Tahun Tanam 2010 Rp 11,763,450 Rp 17,308,465 Total Rp 46,892,337 Rp 64,245,544 2 Penambahan Aktiva Tahun Tanam 2008 Rp 5,260,836 Rp - Tahun Tanam 2009 Rp 6,547,356 Rp 6,498,680 Tahun Tanam 2010 Rp 5,545,015 Rp 6,874,724 Total Rp 17,353,207 Rp 13,373,404 3 Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan Tahun Tanam 2008 Rp - Rp 4,056,515 Tahun Tanam 2009 Rp - Rp - Tahun Tanam 2010 Rp - Rp - Total Rp - Rp 4,056,515 4 Harga Perolehan Akhir Tahun Tanam 2008 Rp 23,905,471 Rp 27,961,986 Tahun Tanam 2009 Rp 23,031,608 Rp 29,530,288 Tahun Tanam 2010 Rp 17,308,465 Rp 24,183,189 Total Rp 64,245,544 Rp 81,675,463 5 Depresiasi dan Amortisasi Tahun Tanam 2008 Rp - Rp 956,219 Tahun Tanam 2009 Rp - Rp - Tahun Tanam 2010 Rp - Rp - Total Rp - Rp 956,219 6 Akumulasi Depresiasi dan Amortisasi Tahun Tanam 2008 Rp - Rp 956,219 Tahun Tanam 2009 Rp - Rp - Tahun Tanam 2010 Rp - Rp - Total Rp - Rp 956,219 7 Nilai Buku Tahun Tanam 2008 Rp 23,905,471 Rp 27,005,767 Tahun Tanam 2009 Rp 23,031,608 Rp 29,530,288 Tahun Tanam 2010 Rp 17,308,465 Rp 24,183,189 Total Rp 64,245,544 Rp 80,719,244

Tanaman menghasilkan pada tahun 2012 adalah tanaman kelapa sawit pada saat tahun tanam 2008 yang direklasifikasi dari TBM III pada tahun 2011 menjadi TM I 2012, yaitu sebesar Rp. 23,905,471. Dimana pengukuran dilakukan dengan mengurangkan akumulasi deplesi pada biaya perolehan setelah penambahan biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan, sehingga tercatat tanaman menghasilkan senilai Rp. 27,005,767. 4.4.3 Penyajian dan Pengungkapan Menurut BUMN, aset tanaman tahunan disajikan dalam kelompok aset tidak lancar. Dimana keuntungan atau kerugian yang terjadi diakui pada periodenya, dan disajikan sebagai pendapatan atau beban non usaha. Tabel 4.14 Penyajian Aset Biolojik Menurut BUMN Tanaman Perkebunan 2011 (Rp.000) 2012 (Rp.000) Tanaman menghasilkan setelah Rp - Rp 27,005,767 dikurangi akumulasi amortisasi Tanaman belum menghasilkan Rp 64,245,544 Rp 53,713,477 Total Nilai Aset Biolojik Rp 64,245,544 Rp 80,719,244 58

4.5 Analisis Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Biolojik pada PT Kelantan Sakti Menurut Bapepam Bapepam menjabarkan tanaman kelapa sawit termasuk dalam pos tanaman menghasilkan berumur panjang yang terdiri dari pembibitan tanaman kelapa sawit, tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan. Untuk perlakuan akuntansi aset biolojik ini tidak dijelaskan secara detail pada Surat Edaran Ketua Bapepam Nomor: SE-02/PM/2002. Perincian biaya juga tidak disajikan secara khusus, namun untuk pengukuran lanjutannya dijelaskan dalam Surat Edaran Nomor: SE-9/BL/2012 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Properti Perkebunan Kelapa Sawit di Pasar Modal. Berikut adalah pembahasan mengenai perlakuan akuntansi aset biolojik menurut Bapepam. 4.5.1 Pengakuan Bapepam mengakui adanya bibit tanaman kelapa sawit. Dimana bibit kelapa sawit merupakan bakal tanaman yang berupa benih maupun tanaman dalam persemaian. Bibit tanaman kelapa sawit ini termasuk dalam tanaman belum menghasilkan. Bibit tersebut dapat dijual atau digunakan dalam proses produksi selanjutnya. Sedangkan pos tanaman yang belum menghasilkan diakui dapat dipanen lebih dari satu kali. Pencatatannya diakui sebesar biaya biaya yang terjadi sejak saat penanaman sampai saat tanaman tersebut siap untuk menghasilkan secara komersial. Pada saat tanaman siap untuk menghasilkan maka direklasifikasi menjadi tanaman telah menghasilkan. 59

Pada pos tanaman telah menghasilkan merupakan tanaman keras yang dapat dipanen lebih dari satu kali yang telah menghasilkan secara komersial. Pencatatannya sebesar biaya perolehannya, yaitu semua biaya biaya yang dikeluarkan sampai tanaman tersebut menghasilkan. Untuk mengadopsi prosedur ini, Perseroan harus mengakui adanya pos tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan seperti yang tercantum di atas. Pembibitan tidak diakui sebagai pos khusus dan tidak diatur pencatatan maupun pengukurannya dalam standar akuntansi Bapepam. 4.5.2 Pengukuran Biaya biaya yang terkait dari pos tanaman belum menghasilkan antara lain terdiri dari biaya persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan kapitalisasi biaya pinjaman yang dipakai dalam pendanaan. Biaya biaya ini dicatat sebesar biaya perolehannya dan tidak disusutkan. Kemudian diukur dengan Pendekatan Biaya (Cost Approach) dimana nilai tanah diasumsikan nol (0). Oleh sebab itu, pengukuran dari biaya tanaman belum menghasilkan merupakan akumulasi biaya perolehan sampai dengan tanaman tersebut digolongkan menjadi tanaman menghasilkan. Untuk tanaman telah menghasilkan diukur dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan (Income Approach), metode yang digunakan adalah metode Discounted Cash Flow. Tahapan pengukuran dilakukan dengan mendapatkan arus kas yang merupakan hasil perkalian produksi tahun tanam pada periode terjadinya dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang telah disesuaikan untuk masing masing tahun tanam, kemudian dikurangkan dengan arus kas keluar yang meliputi biaya 60

pemeliharaan tanaman, biaya panen, biaya angkut, dan biaya umum lainnya seperti biaya operasional kebun dan biaya transportasi. Perseroan mengkategorikan biaya operasional kebun dan biaya transportasi sudah termasuk di dalam biaya pemeliharaan tanaman. Selanjutnya penilaian atas tanaman kelapa sawit ini dihitung berdasarkan tingkat diskonto. Tahun 2012 (dalam Rp. 000) Tabel 4.15 Pengukuran Tanaman MenghasilkanMenurut Bapepam Arus Kas Masuk Rp 18,772,683 Biaya pemeliharaan TM Rp 4,056,515 Biaya panen Rp 581,400 Biaya angkut Rp 306,000 Arus Kas Keluar Rp 4,943,915 Net Cash Flow Rp 13,828,769 * Rp 17,814,565 *didiskontokan dengan tingkat bunga pasar sebesar 13,5% 61

Tabel 4.16 Pengukuran Tanaman Belum Menghasilkan Menurut Bapepam 2011 (Rp.000) 2012 (Rp.000) Keterangan 1 Harga Perolehan Awal Tahun Tanam 2008 Rp 18,644,635 Rp - Tahun Tanam 2009 Rp 16,484,252 Rp 23,031,608 Tahun Tanam 2010 Rp 11,763,450 Rp 17,308,465 Rp 46,892,337 Rp 40,340,073 2 Penambahan Aktiva Tahun Tanam 2008 Rp 5,260,836 Rp - Tahun Tanam 2009 Rp 6,547,356 Rp 6,498,680 Tahun Tanam 2010 Rp 5,545,015 Rp 6,874,724 Rp 17,353,207 Rp 13,373,404 3 Harga Perolehan Akhir Tahun Tanam 2008 Rp 23,905,471 Rp - Tahun Tanam 2009 Rp 23,031,608 Rp 29,530,288 Tahun Tanam 2010 Rp 17,308,465 Rp 24,183,189 Rp 64,245,544 Rp 53,713,477 4.5.3 Penyajian dan Pengungkapan Selain ketentuan yang telah dijabarkan oleh penulis pada landasan teori, Bapepam juga menjelaskan apa yang harus dijelaskan di dalam catatan atas laporan keuangan pada ikhtisar kebijakan akuntansi, yaitu: 1. Dasar klasifikasi untuk jenis tanaman sebagai persediaan, tanaman belum menghasilkan, dan tanaman telah menghasilkan. 2. Dasar penilaian dan pengukuran. 3. Kebijakan akuntansi reklasifikasi tanaman belum menghasilkan. 4. Metode penyusutan dan masa manfaat tanaman yang disusutkan. 5. Kebijakan akuntansi biaya pinjaman. Dari perhitungan yang telah dilakukan berdasarkan standar akuntansi 62

Bapepam, pada tahun 2011 dan 2012 terdapat nilai tanaman belum menghasilkan yang sama dengan Perseroan sebesar Rp 64,245,544,000 dan Rp 53,713,477,000. Sedangkan penilaian tanaman telah menghasilkan yang diukur dengan Pendekatan Pendapatan (Income Approach) memiliki nilai yang berbeda dengan nilai yang ada di Perseroan, yaitu sebesar Rp 17,814,565,000. Tabel 4.17 Penyajian Aset Biolojik Menurut Bapepam 2011 (Rp.000) 2012 (Rp.000) Tanaman Perkebunan Tanaman telah menghasilkan Rp 17,814,565 Tanaman belum menghasilkan Rp 64,245,544 Rp 53,713,477 63

Catatan Atas Laporan Keuangan Tanaman Perkebunan Tanaman Perkebunan diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu tanaman belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan. Tanaman belum menghasilkan dinyatakan sebesar harga perolehannya, yang terdiri dari biaya biaya pembukaan lahan, pembibitan, persiapan dan penanaman kelapa sawit dan kacangan. Biaya tersebut dikapitalisasi sebesar biaya biaya yang sudah terakumulasi. Tanaman belum menghasilkan dicatat sebagai aktiva tanaman dan tidak disusutkan. Tanaman belum menghasilkan direklasifikasi menjadi tanaman menghasilkan pada saat tanaman dianggap sudah menghasilkan. Klasifikasi tanaman menghasilkan ditentukan dari pertumbuhan vegetatif dan berdasarkan taksiran manajemen, dicatat sebesar biaya perolehannya pada saat reklasifikasi dan disusutkan sesuai metode garis lurus (straight-line method) dengan taksiran masa ekonomis selama dua puluh lima tahun. Bunga pinjaman yang digunakan sebagai investasi untuk penanaman tanaman perkebunan ini dikapitalisasi sebagai Interest During Construction (IDC) pada akun tertentu dalam aset dan tidak dikurangi langsung dari akun tanaman. Pembibitan Semua biaya yang dikeluarkan untuk proses pembibitan, pembelian bibit, dan biaya pemeliharaannya dinyatakan sebesar harga perolehannya. Kemudian seluruh akumulasi biaya ini dipindahkan pada tanaman belum menghasilkan apabila bibit tanaman kelapa sawit siap untuk ditanam. 64

Penurunan Nilai Aktiva Rugi penurunan nilai diakui apabila taksiran jumlah yang diperoleh kembali dari suatu aktiva lebih rendah dari nilai tercatatnya, dicatat sebagai kerugian akibat perubahan nilai wajar aset di dalam laporan laba rugi. Pada setiap tanggal neraca, Perseroan harus melakukan penelahaan untuk menentukan apakah terdapat indikasi pemulihan penurunan nilai. Apabila terdapat pemulihan penurunan nila, akan diakui sebagai laba pada periode terjadinya pemulihan. 4.6 Dampak yang Ditimbulkan Akibat Implementasi IAS 41: Agriculture Secara Keseluruhan Setelah melakukan analisis perlakuan akuntansi terhadap aset biolojik menurut IAS 41: Agriculture, dapat diketahui bahwa penerapan pengukuran menggunakan nilai wajar mempunyai pengaruh yang cukup signifikan secara keseluruhan. Berikut akan dibahas dampak dampak yang terjadi akibat implementasi IAS 41: Agriculture: 4.6.1 Kurangnya aspek comparability dalam laporan keuangan Terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan nilai wajar akan membuat laporan keuangan sulit untuk dibandingkan. Hal ini terbukti dari adanya beberapa alternatif seperti NPV, nilai pasar, discounted cash flow, dan lainnya. 4.6.2 Membutuhkan Dana Tambahan Untuk Jasa Penilai 65 Sulitnya menentukan nilai wajar menjadi salah satu masalah dalam implementasi IAS 41: Agriculture. Harga pasar aktif maupun serupa tidak selalu ada,

hal ini menyebabkan pengukuran nilai wajar kelapa sawit memakai hierarki seperti discounted cash flow ataupun metode present value net cash inflow, keadaan ini secara tidak langsung mengakibatkan entitas akan menyisihkan sebagian dananya untuk menggunakan jasa penilai dalam menentukan nilai wajar aset biolojiknya. 4.6.3 Adanya Pengenaan Pajak Tambahan Akibat Keuntungan dari Penilaian Kembali Aset Biolojik Penilaian kembali aset biolojik menggunakan nilai wajar menyebabkan keuntungan atau kerugian atas perubahan nilai wajar. Semua keuntungan atau kerugian tersebut akibat penilaian kembali nilai wajar dimasukkan ke dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya. Keuntungan atas perubahan nilai wajar inilah yang menyebabkan entitas akan membayar pajak final sebesar 10% lebih besar, hal ini merugikan apabila aset yang dinilai kembali bukan aset yang bisa didepresiasikan, seperti contohnya tanaman belum menghasilkan. Penambahan pajak yang harus dibayarkan ini tidak diimbangi dengan adanya penambahan beban yang boleh dikurangkan sebagai pengurang hasilnya. 4.6.4 Efek Terhadap Laporan Keuangan Keuntungan atau kerugian perubahan nilai wajar mempengaruhi ekuitas akibat adanya peningkatan nilai aset. Ketika mengalami penurunan, sisi ekuitas juga akan berkurang juga sebesar jumlah yang sama pada laporan posisi keuangan. Dan jika dilihat dari sisi laporan laba rugi, penilaian kembali aset biolojik ini sangat berdampak pada profit entitas. Ketika mengalami kenaikan, entitas akan mengakuinya sebagai keuntungan, keuntungan ini tidak akan pernah terealisasi karena tanaman kelapa sawit ini bukan untuk dijual, melainkan untuk menghasilkan 66

produk agrikultural. Masalah ini akan menyebabkan volatilitas pendapatan yang menyebabkan kesalahan interpretasi dari para pembaca laporan keuangan. 67