BAB 1 PENDAHULUAN. Kejadian bencana seringkali dikaitkan dengan takdir Tuhan yang memang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan pusat pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

BANJIR (PENGERTIAN PENYEBAB, DAMPAK DAN USAHA PENANGGULANGANNYA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN. Benua Australia dan Benua Asia serta terletak diantara dua Samudra yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. persentasi uap air di udara semakin banyak uap air dapat diserap udara.

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi)

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan

terbuka hijau yang telah diubah menjadi ruang-ruang terbangun, yang tujuannya juga untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi penduduk kota itu sendiri.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kota besar yang ada di Indonesia dan banyak menimbulkan kerugian. Banjir merupakan bencana

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Jumlah Bencana Terkait Iklim di Seluruh Dunia (ISDR, 2011)

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. kewilayahan dalam konteks keruangan. yang dipelajari oleh ilmu tersebut. Obyek formal geografi mencakup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota

PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR. Sumihar Hutapea

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR KUNCI UNTUK PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN KINERJA SISTEM DRAINASE PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk lahan perumahan, industri sehingga terjadi. penyimpangan guna lahan yang mengakibatkan meluapnya aliran aliran

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa adanya (langsung tanpa pengolahan tertentu), dengan begitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini Indonesia banyak ditimpa musibah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. tidak digenangi air dalam selang waktu tertentu. (Pribadi, Krisna. 2008)

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing :

4/12/2009. Water Related Problems?

BAB I PENDAHULUAN. (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejadian bencana seringkali dikaitkan dengan takdir Tuhan yang memang sudah digariskan. Meskipun sebenarnya kejadian bencana itu merupakan sesuatu yang masih mungkin dihindari dengan bantuan kekuatan dan kekuasaan Tuhan yang tertanam dalam pikiran manusia sendiri. Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara rawan bencana setelah India dan China. Jika banjir di India dan China disebabkan oleh luapan sungai dan laut, di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh luapan sungai. Meski demikian diprediksikan banjir dari meluapnya air laut dipastikan akan melanda Indonesia di masa mendatang seiring adanya perubahan iklim global. Sering munculnya bencana banjir di Indonesia antara lain disebabkan faktor kondisi curah hujan yang tinggi, sebagian tanah tidak lagi mampu menyerap air dengan baik, dan perubahan penggunaan tanah (Marfai, 2010) Di seluruh Indonesia, tercatat ada 5.590 sungai induk, yang 600 di antaranya berpotensi menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir yang dicakup sungai-sungai induk mencapai1,4 juta hektar. Indonesia merupakan wilayah bercurah hujan tinggi, sekitar 2.000-3.000 milimeter setahun. Apabila suatu saat curah hujan melebihi kisaran (range) tersebut, maka banjir sulit dielakkan (Direktorat Pengairan dan Irigasi, 2009).

Bila air hujan turun dan sampai di permukaan Bumi, sebagian air itu meresap ke dalam tahan dan membentuk air tanah, sebagian lainnya mengalir di permukaan tanah sebagai aliran permukaan yang secara umum terekspresikan sebagai aliran sungai, dan sebagian kecil menguap kembali. Secara alamiah, pada waktu-waktu tertentu, ketika curah hujan sangat tinggi di musim hujan, aliran air permukaan menjadi sangat besar melebihi kapasitas alur sungai sehingga tidak dapat tersalurkan dengan baik melalui aliran sungai. Air meluap dan terjadilah apa yang disebut banjir. Banjir yang melanda daerah rawan, pada dasarnya disebabkan tiga hal. Pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Ketiga, degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai, penyempitan alur sungai yang disebabkan penumpukan sampah di aliran sungai (Direktorat Pengairan dan Irigasi, 2009). Banjir dapat merusak fasilitas pelayanan sosial ekonomi masyarakat dan prasarana publik, bahkan menelan korban jiwa. Kerugian semakin besar jika kegiatan ekonomi dan pemerintahan terganggu bahkan terhenti. Meskipun partisipasi masyarakat dalam rangka penanggulangan banjir sangat nyata terutama pada aktivitas tanggap darurat, namun banjir menyebabkan tambahan beban keuangan negara, terutama untuk merehabilitasi dan memulihkan fungsi prasana publik yang rusak. Banjir besar dunia di akhir tahun 2010 yang melanda Negara Bagian Queensland, Australia timur laut, semakin menjadi setelah permukaan air laut terus

naik. Sedikitnya 13 kota terendam, jalur rel kereta api dan jalan raya terputus dan banyak mengalami kerugian, merendam 30.000 rumah dan tercatat 19 korban tewas serta ribuan orang mengungsi (Kompas, 2010). Beberapa bencana banjir besar yang terjadi di Indonesia, salah satunya yaitu banjir Wasior, diakibatkan karena kerusakan hutan di Wasior, hujan tiada henti yang terjadi sejak Sabtu, 2 Oktober 2010 hingga Minggu, 3 Oktober 2010 yang menyebabkan Sungai Batang Salai yang berhulu di Pegunungan Wondiwoy meluap. Banjir yang terjadi menyebabkan banyak infrastruktur di Wasior hancur termasuk lapangan udara di Wasior, sementara kerusakan juga menimpa rumah warga, rumah sakit dan jembatan. Banjir bandang juga menyebabkan 110 orang tewas dan 450 orang masih dinyatakan hilang. Sebagian korban luka-luka dibawa ke Manokwari dan Nabire. Banjir yang terjadi merusak rumah warga dan infrastruktur sehingga warga yang selamat memutuskan mengungsi ke Manokwari dengan menggunakan kapal laut (Kompas, 2010). Banjir bandang di Kabupaten Pasuruan pada 11 Januari 2011, meski tidak menelan korban jiwa, banjir tersebut mengakibatkan 6.643 rumah terendam air, sebuah tanggul sepanjang 182 meter Desa Manaruwi Kecamatan Bangil jebol dan dua jembatan rusak berat serta 10 rumah mengalami kerusakan berat (detik.com, 2011). Banjir besar tahun 2002 yang menggenangi Jakarta, Tangerang dan Bekasi, mengakibatkan 2 orang korban tewas dan 40.000 orang pengungsi. Banjir yang terjadi pada 2 4 Februari 2007 memengaruhi 60% dari wilayah Jakarta, yang menyebabkan Jakarta di bawah tanda merah panggung dan menggusur 150.000

orang. Hal ini menunjukkan bahwa dampak banjir memburuk setiap tahun karena faktor-faktor internal dan eksternal (Tanuwidjaja, 2010). Kota Medan pada 5 Januari 2011 juga mengalami banjir di mana ketinggian air mencapai 3 meter, yang diduga akibat adanya penyempitan dan Pendangkalan sungai, serta penggunaan jalur hijau Daerah Aliran Sungai (DAS) tanpa memandang tata ruang. Ribuan rumah terendam di sejumlah kecamatan akibat luapan Sungai Deli, diantaranya di Kecamatan Medan Maimun, Medan Labuhan, Medan Deli, Medan Helvetia dan Kecamatan Medan Sunggal, yang mengakibatkan sedikitnya 400 rumah terendam luapan Sungai Deli. Setiap tahun dua kali banjir besar serta empat atau lima kali banjir kecil melanda daerah tersebut (Analisa, 2011). Bencana banjir terjadi karena adanya lonjakan debit atau volume air sungai dari kawasan hulu dan hujan lokal pada masa puncak hujan bulan Januari-Februari. Belakangan kuantitas air meningkat sejalan dengan berkurangnya tutupan hutan dan daerah vegetasi di hulu dan hilir karena berubah menjadi daerah permukiman dan industri. Kondisi ini sulit dipulihkan karena konflik sosial yang harus ditanggung bila harus menggusur permukiman yang sudah terlanjur berdiri. Selain, dari sisi sistem drainase juga muncul masalah penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah, tidak adanya penanganan sedimentasi di daerah aliran sungai, saluran makro dan mikro, serta pembuangan sampah ke badan sungai kian memperburuk dampak banjir (Moersidik, 2010). Pembuangan sampah tidak pada tempatnya terkadang dianggap biasa dan tidak akan dapat menimbulkan masalah besar oleh masyarakat. Bila hal ini terus

dibiarkan maka membuang sampah tidak pada tempatnya akan menjadi suatu kebiasaan umum. Hal kecil yang seringkali tidak diperhatikan seperti inilah yang dapat berkembang menjadi hal besar yang nantinya dapat menimbulkan suatu masalah dari berbagai segi (Moersidik, 2010). Salah satu penyebab munculnya permasalahan timbulnya sampah kota adalah perubahan karakteristik timbunan sampah, yang disebabkan oleh pergeseran pola konsumsi masyarakat. Dewasa ini masyarakat banyak memakai bahan anorganik sebagai bahan pengemas. Walaupun kehadiran organik sampah rumah tangga masih mendominasi (63,56%). Kesulitan yang sering dialami adalah pada operrasi pengelolaan dan pembuangan akhir, seringkali sampah dibiarkan berserakan dijalanjalan sehingga dapat menimbulkan penyumbatan dan banjir (Maryono, 2002). Pembuangan sampah di sungai, tidak hanya berdampak bagi estetika lingkungan, namun juga bagi kesehatan serta sosial ekonomi di daerah tersebut. Perlu adanya kerjasama lintas sektoral dari berbagai profesi termasuk di dalamnya kesehatan khususnya yang berkesinambungan untuk dapat menyelesaikan masalah pembuangan sampah di sungai (Mursidik, 2010). Masyarakat yang tinggal di DAS merupakan kelompok yang paling berisiko atau rentan terhadap penularan penyakit menular yang disebabkan oleh penyediaan air bersih secara kualitas dan kuantitas belum memadai, kebiasaan masyarakat buang air di sungai, pembuangan sampah dan air limbah belum dikelola dengan baik, bangunan tempat tinggal belum memenuhi syarat perumahan yang sehat. Hal ini

merupakan faktor risiko berbagai penyakit menular berbasis lingkungan (Kusnoputranto, 1995). Gangguan kesehatan mulai dari masalah kulit, hingga intoksikasi dan mutasi gen akibat pencemaran air sungai terjadi dengan perlahan tapi pasti pada semua masyarakat di aliran sungai. Banjir yang datang di musim penghujan pun menambah daftaran masalah kesehatan dan sosial ekonomi di daerah tersebut (Mursidik, 2010). Sehari pasca banjir melanda sepanjang DAS di kota Medan, ratusan warga terserang demam dan flu serta infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA), penyakit kulit juga menyerang warga tetapi tidak terlalu banyak (Analisa, 2010). Banjir yang terjadi di beberapa kecamatan di Kota Medan bukan hanya disebabkan kanal yang menjadi pengendali tidak berfungsi, tetapi juga akibat terjadinya penyempitan dan pendangkalan sungai. Pemakaian jalur hijau di DAS yang tidak lagi memandang tata ruang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dan kebiasaan masyarakat yang membuang sampah di DAS, saat ini sudah terjadi kerusakan pada Sungai Deli dari mulai hulu sampai ke muara. Di hulu sungai hutannya sudah rusak, di hutan-hutan hulu sungai Deli di daerah Deli Serdang, Langkat dan Karo hampir semua digali masyarakat sebagai pengganti pupuk. Di hilir sepanjang pertengahan sungai Deli sudah tercemar dan berpotensi mengalami kerusakan karena lahan-lahannya di daerah-daerah curam menuju ke Berastagi sudah digunakan untuk hotel, restoran atau perumahan. Biasanya sungai terbuka maka erosi akan tinggi (Analisa, 2011).

Di Kota Medan sendiri, banyak perumahan, real estate, dan perumahan elit yang tidak memiliki pengolahan cair atau limbah tinja. Semua limbah dibuang ke sungai Deli, termasuk industri-industri yang berada di sepanjang sungai hampir dipastikan tidak ada yang punya pengelolaan limbah yang bekerja efektif dan memenuhi baku mutu. Di tengah kota daerah aliran Sungai Deli ada beberapa proyek bangunan yang dulunya merupakan proyek MUDP (Medan Urban Development Project). Yang mengakibatkan Sungai Deli menampung semua limbah warga Kota Medan. Di sebelah hilir bisa dilihat terdapat DAM, dan terjadi pendakalang luar biasa (Analisa, 2011). Menurut hasil survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di daerah Multatuli Kecamatan Medan Maimun, masyarakat di daerah tersebut sudah terbiasa membuang sampah di DAS khususnya Ibu yang banyak membuang sampah langsung ke sungai, karena ibu subjek utama di rumah dalam melakukan pekerjaan rumah serta penghasil sampah (plastik, bungkusan belanja dari pasar), terlihat dari beberapa tempat di Sungai Babura tersebut di jadikan tempat pembuangan sampah masyarakat yang tinggal daerah tersebut maupun di luar daerah aliran sungai. Tetapi ada juga beberapa warga yang cenderung mengumpulkan sampah keringnya plastik dan kertas untuk dijualkan kepada asongan sehingga dapat mengurangi volume sampah di DAS Deli. Sampah rumah tangga merupakan kontributor sampah kota terbesar (60-70%), dalam kaitannya dengan pengelolaan sampah rumah tangga peran ibu-ibu rumah tangga sangat menentukan (Maryono, 2002).

Sedikitnya diperkirakan puluhan ton sampah dan limbah cair yang dihasilkan warga Kota Medan setiap hari dibuang ke daerah aliran sungai yang bermuara di kawasan Medan utara, yang didominasikan dari sampah dapur, sehingga ikut mencemari perairan laut Belawan (Medanpunya, 2011). Berdasarkan Perda Kota Medan No. 8 tahun 2001 dan SK Walikota Medan No. 32 tahun 2002 tentang retribusi pelayanan kebersihan. Dalam perda diatur, setiap pribadi atau badan wajib menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan dan saluran air di sekitarnya. Adapun sanksi bagi warga Kota Medan yang membuang sampah sembarangan di lingkungan dan saluran air akan dikenakan sanksi denda Rp. 5 juta atau pidana enam bulan kurungan. Hal ini juga didukung Perda I Kota Medan No. 1 tahun 2007 tentang peringatan dan sanksi untuk masyarakat yang membuang sampah ke sungai maupun DAS, juga dengan denda sebesar Rp. 5 juta dan kurungan penjara enam bulan. Peraturan daerah tentang lingkungan sudah ada tapi kenyataan banyak bahkan hampir semua masyarakat yang bermukim di sekitar pantaran sungai Deli tidak mengetahuinya. Akibatnya kebijakan yang ditetapkan tidak efektif. Kebijakan penanggulangan banjir yang bersifat fisik, harus diimbangi dengan langkah-langkah non-fisik, sehingga peran masyarakat diberi tempat yang sesuai. Agar penanggulangan banjir lebih integratif dan efektif, diperlukan tidak hanya koordinasi di tingkat pelaksanaan, tetapi juga di tingkat perencanaan kebijakan, termasuk partisipasi masyarakat. Green dalam Notoatmodjo (2005) mengatakan perilaku terbentuk dari 3 faktor, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yang terdiri atas pengetahuan,

sikap, kepercayaan/ keyakinan, nilai-nilai/ tradisi. Faktor pemungkin (enabling factors) yang terdiri atas lingkungan fisik (tersedia atau tidak tersedianya fasilitas) sarana dan prasarana yang terdapat di pelayanan kesehatan dalam rangka untuk menunjang seseorang berperilaku. Adapun faktor penguat (reinforcing factors) yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku para petugas, keluarga dan anggota masyarakat. Ada beberapa aspek yang dapat menjelaskan bagaimana perilaku masyarakat membuang sampah sembarangan ini muncul. Pembentukan perilaku ini sangat cocok dari sudut pandang teori planned behavior. Menurut Ajzen (1991), perilaku seseorang muncul karena ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya perilaku tersebut yaitu sikap, norma subjektif, dan kemampuan mengontrol perilaku. Tiga hal ini yang menjadi penyebab utama bagaimana perilaku membuang sampah sembarangan ini bisa terbentuk dan bertahan kuat di dalam perilaku masyarakat. Pertama, melihat bagaimana sikap masyarakat terhadap perilaku membuang sampah sembarangan, lebih tepatnya bagaimana sistem belief masyarakat terhadap perilaku ini. Kemungkinan di dalam pikiran alam bawah sadar, masyarakat menganggap bahwa membuang sampah sembarangan bukan sesuatu hal yang salah dan wajar untuk dilakukan dan sangatlah mungkin masyarakat bisa merasa bahwa perilaku membuang sampah sembarangan ini bukan suatu hal yang salah dan tidak berdosa. Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimanakah pengaruh sikap Ibu dan implementasi kebijakan Pemda terhadap perilaku masyarakat

DAS Deli Medan dalam buang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan. 1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian yaitu: 1. Apa ada pengaruh sikap terhadap perilaku Ibu DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan. 2. Apa ada pengaruh implementasi kebijakan Pemda terhadap perilaku Ibu DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu: 1. Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap perilaku Ibu DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan. 2. Untuk menganalisis pengaruh implementasi kebijakan Pemda terhadap perilaku Ibu DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan. 1.4. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah 1. Ada pengaruh sikap ibu terhadap perilaku Ibu DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan.

2. Ada pengaruh implementasi kebijakan Pemda terhadap perilaku Ibu DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi pengelola tata letak ruang Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam membut kebijakan dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pengolahan limbah industri dan rumah tangga dalam penanggulangan bencana. 2. Sebagai masukan untuk masyarakat agar membuang sampah pada tempatnya yang merupakan tahapan penting dalam meminimalisir korban, kerusakan, dan kerugian akibat bencana banjir. 3. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan untuk memperkaya khasanah ilmu kesehatan masyarakat khususnya untuk menajemen kesehatan bencana. 4. Sebagai referensi ilmiah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan perilaku membuang sampah yang dilakukan oleh Ibu di DAS yang berdampak bencana banjir dan penanggulangan bencana.