*) Diterima : 5 Desember 2007; Disetujui : 28 Agustus 2008

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1)

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

Judul Penelitian : Kebijakan pengelolaan Cagar Alam Gunung Celering Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. METODE VEGETATIF FUNGSI Kanopi tanaman dapat menahan pukulan langsung butiran hujan terhadap permukaan tanah. Batang,perakaran dan serasah tanaman

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

Daerah Aliran Atas: Pohon: -Pinus (Pinus mercusii) Semak: -Pakis (Davillia denticula) -Kirinyu (Cromolaena odorata) -Pokak

PENGARUH KONDISI EKOSISTEM DARAT KORIDOR SUNGAI TERHADAP DANAU RAWA PENING

IV. GAMBARAN UMUM. A. Sejarah Taman Agro Satwa Wisata Bumi Kedaton. Keberadaan Taman Agro Satwa dan Wisata Bumi Kedaton Resort di Kota

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI DALAM PEMILIHAN JENIS TANAMAN PENYUSUN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN CIAMIS

V. HASIL 5.1 Hasil Survey Perubahan Perilaku

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Struktur dan Komposisi Jenis Agroforestry Kebun-Campuran pada Berbagai Luas Pemilikan Lahan Di Desa Pattalikang Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten

POTENSI TEGAKAN SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KEBERHASILAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PERHUTANI

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

Tugas Makala Agroforestry. Oleh (A ) SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI TEGAKAN SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KEBERHASILAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PERHUTANI

DAFTAR PUSTAKA. Amsyari, F Prinsip Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Mutiara. Jakarta

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili

STUDI KERAGAMAN TUMBUHAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK DI DESA SIDOMULYO KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33/Menhut-II/2007

DINAMIKA KOMUNITAS TUMBUHAN PADA EKOSISTEM BATAS CAGAR ALAM GUNUNG AMBANG

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

Sikap Masyarakat terhadap Fungsi RTH Pekarangan untuk Mereduksi Dampak Partikel Debu (Studi Kasus Di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Bogor)

KONTRIBUSI AGROFORESTRI DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN DAN PEMERATAAN PENDAPATAN MASYARAKAT PENGELOLA HUTAN KEMASYARAKATAN DI SESAOT LOMBOK

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

Lampiran 1. Perhitungan Biomassa dan Karbon Tersimpan. Lampiran 2. Nilai Biomassa dan Karbon Tersimpan Pada RTH Hutan Kota Taman Beringin a.

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

POTENSI KAYU RAKYAT PADA KEBUN CAMPURAN di DESA PESAWARAN INDAH KABUPATEN PESAWARAN

AGROFORESTRI KOMPLEKS DI BANTAENG SULAWESI SELATAN : PENTINGNYA PERAN PETANI SEBAGAI AGEN PENYANGGA KEANEKARAGAMAN HAYATI TUMBUHAN

Pengalaman Melaksanakan Program Restorasi di Hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung

STUDI DENDROLGIS JENIS-JENIS POHON DI AREAL KAMPUS POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI KUPANG

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden. petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah.

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POTENSI TEGAKAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAYA KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

HUTAN TANAMAN RAKYAT Oleh : Agus Budhi Prasetyo PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

DIREKTORI PENGHASIL BIBIT POHON BUAH-BUAHAN, BUAHAN, KAYU-KAYUAN, KAYUAN, DAN PERKEBUNAN

Lampiran 1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO 2 per jalur hijau. 1. Jalur Setia Budi Kecamatan Medan Selayang

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) II. PRAKTIKUM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah di bagian selatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya (Spurr 1973).

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

Lampiran 1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO 2 per jalur hijau. 1. Jalur Balai Kota Kecamatan Medan Barat

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Hutan Gaharu (Aquilaria malaccensis) pohon Aquilaria yang sangat berharga terutama karena wangi, dapat digunakan

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

USAHA KEBUN KAYU DENGAN JENIS POHON CEPAT TUMBUH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

JENIS-JENIS POHON DI SEKITAR MATA AIR DATARAN TINGGI DAN RENDAH (Studi Kasus Kabupaten Malang)

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

SKRIPSI. Pemetaan Flora dan Pola Pemanfaatan Lahan Pertanian di. Sekitar Daerah Gua Ngguwo Gunungkidul Sebagai Daerah. Ekowisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

Transkripsi:

EVALUASI KEANEKARAGAMAN VEGETASI DALAM KEGIATAN REBOISASI DI PULAU NUSAKAMBANGAN (Evaluation of Vegetation Diversity in the Reforestation Program in Nusakambangan Island)*) Oleh/By : Susi Abdiyani 1 Balai Penelitian Kehutanan Solo Jl. Jend. A. Yani-Pabelan, Kartasura PO. BOX. 295 Surakarta 57102 Telp./Fax : (0271) 716709 dan 716959 e-mail : bp2tpdas@indo.net.id; 1 e-mail :abdiyani@yahoo.com *) Diterima : 5 Desember 2007; Disetujui : 28 Agustus 2008 s ABSTRACT Forest of Nusakambangan Island was progressively degraded due to land clearing to various land uses and illegal logging of commercial woods. Community lands surrounding the forest are also unproductive as they are filled by mud of Segara Anakan. To fulfill their daily needs and to secure the water sources in the island they cultivate the opened forest lands in the island that left by entrepreneur due to the project failure. This study was aimed to find out the species diversity of the vegetation planted by the communities in the Nusakambangan Island. The method used was field observation and census. The diversity of the vegetation was measured by Shannon Diversity Index (SDI). Results of the observation showed that Nusakambangan s communities planted 30,671 stems consisting of 42 species in the area of 139.217 ha. The most widely planted species was coffee (Coffea sp.), orange (Citrus aurantium Linn.), sengon (Paraserianthes falcataria Back.), dadap (Erythrina lithosperma Miq.), and petai (Parkia speciosa Hassk.). The least planted species were belimbing (Averrhoa bilimbi Linn.), cotton (Gossypium sp.), and matoa (Pometia pinnata Forst.). The average tree density in the reforested lands was 220 stems per hectare with the diversity index of 2.421. Keywords: Diversity, density, vegetation, Nusakambangan Island ABSTRAK Hutan di Pulau Nusakambangan semakin rusak. Hal ini disebabkan pembukaan hutan untuk berbagai jenis usaha dan penebangan liar terhadap kayu-kayu komersial. Lahan milik masyarakat sekitar belum bisa berproduksi karena pengurugan lumpur dari Segara Anakan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjaga sumber air yang ada di pulau ini, mereka menanami hutan Nusakambangan yang sudah dibuka dan ditinggalkan pengusaha karena kegagalan proyek. Penelitian ini bertujuan mengetahui keanekaragaman jenis vegetasi yang ditanam masyarakat di Pulau Nusakambangan. Metode yang digunakan adalah sensus dan cek lapangan. Tanaman keras yang ditanam masyarakat Nusa Kembangan adalah 30.671 batang dari 42 jenis dalam areal seluas 139,217 ha. Jenis yang paling banyak ditanam adalah kopi (Coffea sp.), jeruk (Citrus aurantium Linn.), sengon (Paraserianthes falcataria Back.), dadap (Erythrina lithosperma Miq.), dan petai (Parkia speciosa Hassk.). Jenis yang paling sedikit ditanam adalah belimbing (Averrhoa bilimbi Linn.), kapas (Gossypium sp.), dan matoa (Pometia pinnata Forst.). Kerapatan pohon rata-rata di lahan reboisasi Nusakambangan adalah 220 batang/ha dengan indeks keragaman 2,421. Kata kunci : Keanekaragaman, kerapatan, vegetasi, Pulau Nusakambangan I. PENDAHULUAN Pulau Nusakambangan selama ini hanya dikenal sebagai pulau penjara yang tertutup untuk umum. Orang yang mendengar nama pulau ini sudah pasti membayangkan suatu penjara yang dihuni penjahat kelas kakap. Padahal di pulau ini tidak hanya narapidana yang ada, tapi pulau ini mengandung kekayaan hayati hutan tropis. Pulau ini merupakan satu-satunya sisa hutan hujan tropis dataran rendah di Jawa. Di pulau ini terdapat beberapa kawasan konservasi yang telah ditetapkan sejak jaman Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1937, yaitu Cagar Alam (CA) Nusakambangan Barat (625 ha), CA Nusakambangan Timur (277 ha), CA Karang Bolong (0,5 ha), dan CA Wijayakusumah (1 ha) (Staatblaad van Nederlandsch-Indie, 1937). Sayang sekali kalau kekayaan alam yang sudah dijaga 209

Info Hutan Vol. V No. 3 : 209-217, 2008 sejak dahulu itu kini dengan mudah dapat diakses oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pada tahun 1996 Kementerian Kehakiman melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan membuat kesepakatan dengan PT. Muliabana Donan Mas untuk dijadikan perkebunan pisang Cavendish, dengan salah satu ketentuan luas minimum 200 ha (Wibisono, 2001). Proyek tersebut menyerap tenaga kerja ribuan kepala keluarga yang kebanyakan didatangkan dari Provinsi Jawa Barat, tetapi kemudian proyek tersebut bangkrut dan nasib pekerjanya menjadi tidak pasti. Untuk menyambung hidup, para pekerja meneruskan menggarap lahan bekas perkebunan yang ditinggalkan oleh pengusaha. Semakin lama semakin banyak orang yang datang untuk mengikuti teman maupun saudaranya yang sudah terlebih dahulu menggarap lahan di pulau tersebut. Hutan yang dibuka pun semakin luas, mencapai 1.000 ha (Wibisono, 2001). Hal ini menyebabkan gejolak di masyarakat, karena semakin banyaknya pendatang masuk ke kawasan ini. Pada tahun 2001 Pemerintah Daerah Cilacap menertibkan kawasan ini dengan mengembalikan mereka ke daerah asalnya. Dengan perginya para penggarap mengakibatkan banyak lahan yang terlantar dan ditumbuhi alang-alang. Namun demikian, sebagian ada yang tetap bertahan dan memilih menetap serta menjadi penduduk Kampung Laut. Mereka inilah yang tetap meneruskan lahan garapannya. Selain itu, lahan pertanian milik masyarakat sekitar tidak bisa berproduksi dalam jangka waktu beberapa tahun karena adanya pengurugan lumpur dari Segara Anakan dan pendangkalannya mengakibatkan hasil tangkapan nelayan menurun drastis. Pemanfaatan P. Nusakambangan dijadikan alternatif pemecahan masalah untuk memenuhi kebutuhan mereka. Penelitian ini bertujuan mengetahui keanekaragaman jenis yang ditanam masyarakat di P. Nusakambangan. II. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2005 dan berlokasi di Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap dan di kawasan bekas perkebunan pisang Cavendish P. Nusakambangan. Kampung Laut adalah satu-satunya kecamatan di Kabupaten Cilacap yang terletak di perairan Segara Anakan dan P. Nusakambangan, terdiri atas empat desa, yaitu Panikel, Ujung Gagak, Ujung Alang, dan Klaces. Keempat desa ini memiliki karakteristik yang berbedabeda. Panikel dan Ujung Gagak sekarang daratannya sudah menyatu dengan Pulau Jawa. Mata pencaharian warga Desa Panikel sebagian besar adalah bertani sedangkan mata pencaharian penduduk Ujung Gagak adalah nelayan di Segara Anakan dan laut lepas (Samudera Hindia). Desa yang letaknya terpisah dari Pulau Jawa oleh Segara Anakan adalah Desa Klaces dan Ujung Alang. Desa Klaces adalah desa paling baru di kecamatan ini. Penduduknya masih sedikit yaitu kurang dari 300 kepala keluarga. Meskipun baru tetapi di desa inilah pusat administrasi Kecamatan Kampung Laut, karena di desa inilah terletak kantor kecamatan, puskesmas, dan kelas satu SMU Kampung Laut (kelas dua dan tiga di Desa Ujung Gagak). Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No. 23 Tahun 2000 dan No. 6 Tahun 2001 desa ini juga ditunjuk sebagai desa hierarki I yang berfungsi sebagai pusat administrasi. Penduduk desa ini sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan kebanyakan dari mereka adalah penduduk yang berasal dari luar Kampung Laut yang seterusnya pindah, menetap, dan sudah menjadi penduduk di kecamatan tersebut. Seluruh wilayah desa ini menyatu dengan P. Nusakambangan. Peta kawasan Segara Anakan dan Nusakambangan tercantum pada Gambar 1. 210

Sumber (Source): Yayasan Silvagama, 2005 Gambar (Figure) 1. Peta kawasan Segara Anakan dan Nusakambangan (Map of Segara Anakan and Nusakambangan area) B. Cara Pengambilan Data Penelitian dilakukan dengan metode sensus kepada semua penduduk Desa Klaces yang menanami lahan bekas perkebunan Cavendish di P. Nusakambangan dan melakukan cek lapangan dengan menggunakan metode analisis vegetasi memakai petak ukur kuadrat (Kusmana, 1997) berukuran 10 m x 10 m. Dalam sensus dan cek lapangan dicatat luas lahan di Nusakambangan yang ditanami, nama tanaman keras, dan jumlahnya. C. Analisis Data Identifikasi di lapangan dilakukan dengan memanfaatkan pengetahuan masyarakat lokal. Kerapatan dihitung dengan membagi jumlah total tanaman keras/luas lahan yang ditanami. Keanekaragaman jenis tumbuhan dapat dihitung menggunakan indeks keanekaragaman Shannon (H ) (Odum, 1998). s ni ni H = - ln i 1 N N Keterangan (Remarks) : s : Jumlah jenis (number of species) ni : Jumlah individu jenis ke-i (number of individuals for species i) N : Jumlah individu semua jenis (number of individuals for all species) Semakin besar nilai H menunjukkan semakin tinggi keanekaragaman jenis. Besarnya nilai keanekaragaman jenis Shannon didefinisikan sebagai berikut : 1. H > 3 menunjukkan keanekaragaman jenis yang tinggi pada suatu kawasan 2. 1 H 3 menunjukkan keanekaragaman jenis yang sedang pada suatu kawasan 3. H < 1 menunjukkan keanekaragaman jenis yang rendah pada suatu kawasan III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Reboisasi Nusakambangan oleh Penduduk Klaces Sementara lahan pertanian masyarakat Klaces masih belum bisa digunakan karena sedang diurug lumpur Segara Anakan, maka lahan Nusakambangan-lah yang dijadikan alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Berawal dari satu-dua orang yang menanami kembali lahan bekas perkebunan pisang 211

Info Hutan Vol. V No. 3 : 209-217, 2008 Cavendish di Nusakambangan untuk dijadikan lahan pertanian (babat). Setelah yang lain melihat hasilnya, maka semakin bertambah pula jumlah penduduk Klaces yang ikut membuka lahan untuk dijadikan lahan pertanian. Tanaman yang ditanam adalah jenis yang masa panennya cepat, dalam arti bisa memenuhi kebutuhan pangan mereka dalam waktu yang cepat. Seiring berjalannya waktu, pola tanam mereka pun mulai berubah. Pola ini berkembang menuju tanaman jangka panjang, seperti petai (Parkia speciosa), jengkol (Pithecolobium lobatum), jeruk (Citrus aurantium), mangga (Mangifera indica), kopi (Coffea sp.), coklat (Theobroma cacao), dan buah-buahan lainnya. Tanaman jangka pendek tetap ada, hanya lebih banyak diselingi dengan tanamantanaman jangka panjang. Untuk pemenuhan kebutuhan kayu, mereka menanam sengon (Paraserianthes falcataria) dengan alasan waktu panen singkat. Jika menanam tanaman kayu yang masa panennya lama, mereka khawatir jaminan untuk bisa memanfaatkan tanaman tersebut tidak ada (Gambar 2). Bergesernya pola ini disebabkan rencana jangka panjang penduduk, yaitu menjadikan P. Nusakambangan sebagai daerah perlindungan air dan juga tabungan pendapatan mereka. Mereka tahu bahwa sumber air yang tersedia untuk Kampung Laut adalah hanya ada di P. Nusakambangan. Tanaman tahunan yang akan mereka tanam di hutan Nusakambangan dalam jangka panjang akan tetap memberikan hasil berupa buah petik tanpa harus menebang pohonnya. Jadi, fungsi pohon sebagai pelindung tanah dan air tetap terjaga tapi buah yang dihasilkan juga dapat memberikan pendapatan kepada masyarakat. Lahan pertanian milik penduduk dalam beberapa tahun mendatang diharapkan sudah bisa dimanfaatkan lagi untuk tanaman jangka pendek. B. Jenis-Jenis yang Ditanam Penduduk Klaces di Nusakambangan Masyarakat sudah menyepakati bahwa Nusakambangan akan dijadikan aset jangka panjang. Selain tanaman semusim seperti padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), ketela pohon (Manihot esculenta), ketela rambat (Ipomea batatas), kedelai (Glycine max), dan kacang-kacangan, masyarakat juga menanam tanaman keras dengan jenis dan jumlah tanaman sesuai dengan selera dan kemampuan masing- Gambar (Figure) 2. Lahan bekas perkebunan yang masih belum ditanami (kiri); lahan yang sudah dihijaukan oleh penduduk Klaces (kanan) (Land of ex-plantation which is still not yet cultivated (left); land which has been greened by Klaces villagers (right). (Silvagama, 2005). 212

masing. Pemerintah juga ikut menyumbang beberapa jenis bibit untuk penghijauan di lahan masyarakat maupun reboisasi pulau ini. Tingkat keanekaragaman tanaman yang ditanam penduduk Klaces di P. Nusakambangan termasuk sedang. Jumlah jenis yang mereka tanam ada 42 jenis (Lampiran 1), di antaranya ada tanaman asli Nusakambangan yaitu benda (Artocarpus elastica). Mereka menanam tanaman penghasil buah sebanyak 70% dibanding tanaman penghasil kayu atau daun yang kurang dari 30%. Menurut Suharjito (2002) ada beberapa alasan pemilihan jenis tanaman yang diusahakan di kebun yaitu (1) supaya hasilnya banyak atau maksimal; (2) supaya hasilnya beragam; (3) mudah memelihara; (4) mudah pemasarannya; (5) harga stabil/naik; (6) warisan orang tua; (7) tanahnya kecil/ sempit; dan (8) sesuai dengan kondisi tanahnya. Tingkat keanekaragaman yang sedang berlaku untuk seluruh kawasan yang dikelola masyarakat Klaces. Keragaman yang dimiliki tiap orang berbeda-beda, ada penduduk yang menanami lahannya dengan banyak jenis, tapi ada juga yang menanamnya dengan banyak pohon tapi sangat sedikit jenis (cenderung monokultur). Dari data ini dapat dievaluasi kekurangberagaman tanaman yang ditanam masing-masing orang. Tapi hal ini juga dikembalikan lagi kepada kesepakatan di antara masyarakat Klaces. Jenis-jenis akasia (Acacia mangium), jati (Tectona grandis), dan mahoni (Swietenia macrophylla) ada yang ditanam karena program pemerintah. Ada juga jenis aslinya seperti laban (Vitex pubescens), pule (Alstonia scholaris), tolok (Sterculia campanulata), benda (A. elastica), dan kelampeyan (Antocephalus cadamba) sudah tumbuh di habitatnya karena tumbuh dari anakan atau sengaja tidak ditebang ketika pembukaan lahan. Hal ini sesuai dengan hasil temuan Partomihardjo dan Ubaidillah (2004) bahwa laban (V. pubescens), kedondong (Spondias pinnata), tolok (S. campanulata), pule (A. scholaris), benda (A. elastica), kelampeyan (A. cadamba), mindri (Melia azedarach), dan matoa (Pometia pinnata) juga ditemukan di hutan pamah. Partomihardjo dan Ubaidillah (2004) membagi kawasan Nusakambangan menjadi lima tipe habitat, yaitu mangrove, pantai berpasir, hutan pamah, daerah terganggu/perladangan, dan perkampungan. Mapala Silvagama (2000) juga menemukan jenis-jenis seperti laban (V. pubescens), pule (A. scholaris), benda (A. elastica), kelampeyan (A. cadamba), tolok (S. campanulata), matoa (P. pinnata), dan jambu dersana (Syzygium malaccense) di kawasan CA Nusakambangan Barat. Jenis langka juga ditemukan di kawasan ini yaitu Shorea javanica (Partomihardjo dan Ubaidillah, 2004) dan jenis endemik Dipterocarpus litorallis (Partomihardjo dan Ubaidillah, 2004 dan Mapala Silvagama, 2000). Tanaman yang berasal dari swadaya masyarakat lebih didominasi oleh tanaman buah petik, seperti kopi (Coffea sp.), jeruk (C. aurantium), durian (Durio zibethinus), jengkol (P. lobatum), rambutan (Nephelium lappaceum), dan tanaman buah lainnya. Tanaman yang sengaja diperuntukkan untuk persediaan kayu adalah sengon (P. falcataria). Pemilihan jenis oleh masyarakat ini didasarkan pada nilai ekonomi tanaman tersebut. Bibit tanaman-tanaman swadaya masyarakat ini ada yang diperoleh dengan melakukan pembibitan sendiri dan ada yang membeli bibit siap tanam. Penanaman dan pemeliharaan tanaman dilakukan bersama anggota keluarga lain (Gambar 3). Kerapatan rata-rata pohon yang ditanam penduduk adalah sebesar 220 batang/ha. Hasil ini diperoleh dari jumlah total individu pohon dibagi dengan luas total lahan yang ditanami penduduk yaitu 30.671 batang/139,2 ha. Dengan kerapatan tersebut berarti rata-rata jarak tanam 7 m x 7 m. Untuk hutan yang difungsikan melindungi tata air Kampung Laut kerapatan tersebut masih kurang, karena kerapatan dengan jarak tanam tersebut biasanya bisa diterapkan untuk hutan yang tidak difungsikan untuk itu tapi cenderung ke arah hutan produksi kayu. 213

Info Hutan Vol. V No. 3 : 209-217, 2008 Gambar (Figure) 3. Pembibitan swadaya oleh penduduk Klaces dan Yayasan Silvagama (kiri); salah satu tanaman buah petik yang ditanam di Nusakambangan (kanan) (Self-initiated seedlings by Klaces villagers and Silvagama foundation (left); one example of fruit crop planted in Nusakambangan (right) (Silvagama, 2006). Jenis yang memiliki kerapatan paling tinggi berturut-turut adalah tanaman kopi (Coffea sp.) 39 batang/ha, jeruk (C. aurantium) 32 batang/ha, sengon (P. falcataria) 27 batang/ha, dadap (Erythrina lithospermai) 23 batang/ha, dan pete (P. speciosa) 21 batang/ha; sedangkan jenis lainnya mempunyai kerapatan kurang dari 1 batang/ha. Belimbing (Averrhoa bilimbi), kapas (Gossypium sp.), dan matoa bahkan hanya terdapat satu pohon dalam kawasan seluas 139,217 ha tersebut. Linn.), kapas (Gossypium sp.), dan matoa (Pometia pinnata Forst.). 4. Kerapatan pohon rata-rata adalah 220 batang/ha. 5. Keanekaragaman jenis tanaman reboisasi termasuk sedang yaitu sebesar 2.421. B. Saran Perlunya penambahan kerapatan pohon yang ditanam dengan jenis pohon yang beragam. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Peran masyarakat Kampung Laut dalam reboisasi Nusakambangan adalah dengan penanaman dan pemeliharaan tanaman sejumlah 30.671 batang dari 42 jenis dalam areal seluas 139,217 ha. 2. Jenis yang paling banyak ditanam adalah kopi (Coffea sp.), jeruk (Citrus aurantium Linn.), sengon (P. falcataria Back.), dadap (Erythrina lithosperma Miq.) dan petai (Parkia speciosa Hassk). 3. Jenis yang paling sedikit ditanam adalah belimbing (Averrhoa bilimbi DAFTAR PUSTAKA Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. IPB. Bogor. Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi (terjemahan). Edisi III. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Partomihardjo, T. dan Ubaidillah. 2004. Daftar Jenis Flora dan Fauna Pulau Nusakambangan Cilacap-Jawa Tengah. Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No. 23 Tahun 2000 tentang Penetapan Batas Kawasan Segara Anakan. 214

Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No. 6 Tahun 2001 tentang Tata Ruang Kawasan Segara Anakan. Staatblaad van Nederlandsch-Indie No. 369 Tahun 1937 tentang Monumen-Monumen Alam Jawa Tengah (terjemahan). Suharjito, D. 2002. Pemilihan Jenis Tanaman Kebun Talun : Suatu Kajian Pengambilan Keputusan oleh Petani. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 3 (2): 47-56. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Team Eksplorasi Ilmiah Nusakambangan. 2000. Deskripsi Kondisi Hutan Dataran Rendah dan Identifikasi Prospek Domestikasi Pelalar Jawa Dypterocarpus littoralis Bl. Laporan Penelitian Eksplorasi Ilmiah Nusakambangan. Mapala Silvagama. Fakultas Kehutanan UGM. Tim Pendamping Masyarakat. 2005. Laporan Pendampingan Program Memulai Pengelolaan Kolaboratif di Nusakambangan : Upaya Bersama Menyelamatkan Hutan Dataran Rendah Terakhir di Jawa. Yayasan Silvagama. Yogyakarta. Tim Pendamping Masyarakat. 2006. Laporan Pendampingan Program Upaya Menyelamatkan Hutan Dataran Rendah Terakhir di Jawa : Meneguhkan Wilayah Kelola Penduduk Lokal Melalui Pengelolaan Kolaboratif di Nusakambangan Yayasan Silvagama. Yogyakarta. Wibisono, A. 2001. Kontribusi Penduduk Terhadap Upaya Pelestarian Hutan di Pulau Nusakambangan dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Pulau Nusakambangan sebagai Hutan Hujan Dataran Rendah Berupa Ekosistem Kepulauan di Era Otonomi Daerah. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Nusakambangan 2001. Mapala Silvagama Fakultas Kehutanan UGM dan DFID. Yogyakarta. 215

Info Hutan Vol. V No. 3 : 209-217, 2008 216 Info Hutan Vol. V No. 3 : 209-217, 2008 Lampiran (Appendix) 1. Tanaman keras yang ditanam penduduk Klaces di Nusakambangan (Hardwoods planted by Klaces villagers in Nusakambangan) No Nama lokal Nama botanis Famili Jumlah Kerapatan (Density) Indeks diversitas Hasil yang diambil (Local name) (Botanical name) (Family) (Total) (Batang (stems)/ha) (Diversity indices) (Products) 1 Kopi Coffea sp. Rubiaceae 5.463 39,24 0,307 Buah 2 Jeruk Citrus aurantium Linn. Rutaceae 4.454 31,99 0,280 Buah 3 Albu Paraserianthes falcataria Back. Leguminosae 3.712 26,66 0,256 Kayu 4 Dadap Erythrina lithosperma Miq. Leguminosae 3.154 22,66 0,234 Daun 5 Pete Parkia speciosa Hassk. Leguminosae 2.967 21,31 0,226 Buah 6 Mahoni Swietenia macrophylla King. Meliaceae 1.388 9,97 0,140 Kayu 7 Rambutan Nephelium lappaceum Linn. Sapindaceae 1.170 8,40 0,125 Buah 8 Mangga Mangifera indica Linn. Anacardiaceae 959 6,89 0,108 Buah 9 Jati Tectona grandis L.f. Verbenaceae 844 6,06 0,099 Kayu 10 Coklat Theobroma cacao Linn. Sterculiaceae 828 5,95 0,098 Buah 11 Jengkol Pithecolobium lobatum Benth. Leguminosae 703 5,05 0,087 Buah 12 Duren Durio zibethinus Murr. Bombacaceae 515 3,70 0,069 Buah 13 Gamal Gliricidia sepium Jack. Leguminosae 503 3,61 0,067 Daun 14 Akasia Acacia mangium Willd. Leguminosae 422 3,03 0,059 Kayu 15 Kemlandingan Leucaena leucocaphala Lamk. Leguminosae 410 2,95 0,058 Daun, buah, kayu 16 Nangka Artocarpus integra Merr. Moraceae 404 2,90 0,057 Buah, daun 17 Pace Morinda citrifolia Linn. Rubiaceae 385 2,77 0,055 Buah 18 Kedondong Spondias pinnata Kurz. Anacardiaceae 358 2,57 0,052 Buah 19 Kelapa Cocos nucifera Linn. Palmae 338 2,43 0,050 Buah, daun 20 Jambu kluthuk Psidium guajava Linn. Myrtaceae 298 2,14 0,045 Buah 21 Jambu thokal Eugenia javanica Lamk. Myrtaceae 230 1,65 0,037 Buah 22 Laban Vitex pubescens Vahl. Verbenaceae 195 1,40 0,032 Kayu 23 Tolok Sterculia campanulata Wall. Sterculiaceae 151 1,08 0,026 Kayu 24 Pule Alstonia scholaris R.Br. Apocynaceae 132 0,95 0,023 Kayu 25 Nangka sabrang Anona squamosa Linn. Anonaceae 123 0,88 0,022 Buah 26 Benda Artocarpus elastica Reinw. Moraceae 107 0,77 0,020 Kayu 27 Jambu mede Anacardium occidentale Linn. Anacardiaceae 83 0,60 0,016 Buah 28 Sawo Achras zapota Linn. Sapotaceae 63 0,45 0,013 Buah 29 Alpukat Persea americana Mill. Lauraceae 60 0,43 0,012 Buah 30 Turi Sesbania grandiflora Pers. Leguminosae 50 0,36 0,010 Daun, kayu 8

217 Evaluasi Keanekaragaman Vegetasi (Susi Abdiyani) Lampiran (Appendix) 1. Lanjutan (Continuation) No Nama lokal Nama botanis Famili Jumlah Kerapatan (Density) Indeks diversitas Hasil yang diambil (Local name) (Botanical name) (Family) (Total) (Batang (Stems)/ha) (Diversity indices) (Products) 31 Kelampeyan Antocephalus cadamba Miq. Rubiaceae 45 0,32 0,010 Kayu 32 Kluwih Artocarpus communis Forst. Moraceae 31 0,22 0,007 Buah 33 Sukun Artocarpus communis Forst. Moraceae 31 0,22 0,007 Buah 34 Randu Ceiba pentandra Gaertn. Bombacaceae 26 0,19 0,006 Buah 35 Salam Eugenia polyantha Wight. Myrtaceae 25 0,18 0,006 Daun, kayu 36 Mindri Melia azedarach Linn. Meliaceae 18 0,13 0,004 Kayu 37 Mahkota dewa Phaleria macrocarpa Scheff. Thymelaeaceae 12 0,09 0,003 Daun, buah 38 Kemiri Aleurites moluccana Willd. Euphorbiaceae 6 0,04 0,002 Buah 39 Pesitan Lansium domesticum Corr. Meliaceae 5 0,04 0,001 Buah 40 Belimbing Averrhoa bilimbi Linn. Oxalidaceae 1 0,01 0,000 Buah 41 Kapas Gossypium sp. Malvaceae 1 0,01 0,000 Buah 42 Matoa Pometia pinnata Forst. Sapindaceae 1 0,01 0,000 Buah Jumlah 30.671 220 2,421 Sumber (Source): Yayasan Silvagama, 2005 9