BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali adalah sapi asli Indonesia yang berhasil di domestikasi dari banteng (Bos bibos

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utama (aceh, pesisir, madura dan bali). Sapi bali merupakan hasil domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali (Bibos Sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar (Bibos

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bangsa sapi bali memiliki klasifikasi toksonomi menurut Williamson dan Payne (1993)

5 KINERJA REPRODUKSI


BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB III PEMERIKSAAN RESPIRASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

BAB II FAAL KELAHIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

I. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

Anatomi/organ reproduksi wanita

TINJAUAN PUSTAKA. atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN A.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

BAB IV PEMERIKSAAN PULSUS DAN PEREDARAN DARAH PERIFER

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA. Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus (zebu

Sohibul Himam ( ) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Bangsa sapi bali memiliki klasifikasi taksonomi menurut Williamson dan Payne (1993 ) sebagai berikut : Phylum Sub phylum Class Ordo Sub-Ordo Family Genus Spesies : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Artiodactyla : Ruminansia : Bovidae : Bos : Bos sondaicus Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng (Bos bibos) yang telah lama dikenal oleh peternak di Bali dan hingga kini telah tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Selain di Indonesia, sapi bali juga dapat ditemukan di Malaysia dan Australia (Batan, 2006). Sapi bali termasuk sapi dwiguna yaitu sebagai hewan pekerja dan hewan potong (Teamtouring, 2009). Sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi khususnya pada masyarakat Bali dan penduduk Indonesia pada umunya (Batan, 2006). Sapi bali berukuran sedang, dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya ramping. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam (Balivetman s, 2008). Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha 5

6 bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga panggal ekor (Batan, 2006). Sapi bali jantan berwarna lebih gelap bila dibandingkan dengan sapi bali betina. Warna bulu sapi bali jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin. Warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua atau merah bata apabila sapi itu dikebiri (Batan, 2006). Keunggulan sapi bali dibandingkan sapi lain yaitu memiliki adaptasi sangat tinggi terhadap lingkungan yang kurang baik (Masudana, 1990), seperti dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah (Sastradipradja, 1990), mempunyai fertilisasi dan conception rate yang sangat baik (Oka and Darmadja, 1996), presentase karkas yang tinggi yaitu 52-57,7% (Payne and Rollinson, 1973), memiliki daging berkualitas baik dengan kadar lemak rendah (Paynes and Hodges, 1997) dan tahan terhadap parasit internal dan eksternal (National Research Council, 1983). 2.2 Siklus Estrus Siklus estrus merupakan jarak antara estrus pertama sampai estrus berikutnya atau waktu antara periode estrus (Bearden and Fuquay, 1992). Dalam siklus estrus akan terjadi perubahan fisiologik pada alat kelamin betina dan aktifitas ini dikontrol oleh mekanisme endokrin seperti hormon hipotalamus (Gn-RH),

7 hormon hormon hipofisa anterior FSH, LH dan hormon hormon steroid yang disekresikan oleh ovarium (progesteron dan estrogen) (Macchi and Bruce, 2004). Estrus dipakai sebagai hari ke nol dari siklus estrus, lama estrus pada sapi ialah 24 jam. Pada fase estrus akan terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel (Austin and Short, 1990). Kemudian diikuti meningkatnya sekresi estrogen terutama estradiol 17 ß dari folikel de Graaf yang belum berovulasi dan selanjutnya hormon estrogen menstimulasi perkembangan estrus dengan suatu mekanisme yaitu adanya interaksi antara hormon dan reseptornya sehingga menyebabkan meningkatnya proses sintesis dalam sel. Hafez, (2000) mengungkapkan bahwa estrogen juga menstimulasi produksi prostaglandin pada uterus. Pada akhir fase estrus, folikel mengalami ovulasi diikuti dengan pembentukan korpus luteum sebagai sumber produksi progesteron (Hafez, 2000; Austin and Short, 2002). Bila ditinjau dari aktivitas ovarium maka dalam siklus estrus dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu fase folikuler (fase estrogen) dan fase luteal (fase progesteron). Fase folikuler meliputi fase proestrus dan fase estrus, sedangkan fase luteal meliputi fase metestrus dan fase diestrus (Bearden and Fuquay, 1992). Estrus secara umum ditandai dengan adanya kegelisahan, kebengkakan dan kemerahan pada vulva, produksi susu menurun, keluarnya cairan atau lendir jernih tembus cahaya dari vulva. Lamanya estrus dan waktu ovulasi pada masing masing spesies sangat bervariasi dan tergantung dari spesies hewannya. Pada

8 periode estrus akan ditandai dengan meningkatnya sekresi estrogen dari folikel de Graaf dan hewan menunjukkan gejala estrus (Hafez, 2000). Metestrus merupakan fase setelah ovulasi, pada fase ini korpus luteum mulai berkembang dan mulai mensekresikan hormon progesteron (Mc donald, 2000). Lama metestrus pada sapi ialah 3-5 hari. Diestrus merupakan periode yang paling panjang dari semua fase yaitu 13-16 hari. Diestrus ditandai dengan tingginya kadar progesteron atau korpus luteum sudah berfungsi secara penuh. Pada sapi korpus luteum mulai berkembang sejak hari ke-5 siklus estrus, kemudian peningkatan hormon progesteron dalam sirkulasi darah mulai terdeteksi (Bearden and Fuquay, 1992). Proestrus merupakan periode yang ditandai dengan menurunnya fungsi korpus luteum atau menurunnya kadar progesteron akibat kerja PGF 2α yang disekresikan dari uterus (Hafez, 2000). Proestrus terjadi selama 2-3 hari. Rendahnya kadar progesteron akan diikuti meningkatnya sekresi FSH dari hipofisa anterior dan selanjutnya akan terjadi perkembangan folikel pada ovarium, sehingga menyebabkan meningkatnya hormon estrogen dan hewan kembali menunjukkan tanda tanda estrus. 2.3 Hormon yang Berperan dalam Siklus Estrus Siklus estrus diatur oleh hormon yang dihasilkan oleh hypotalamus, hipofisa dan ovarium. Hormon GnRH disekresikan oleh hypotalamus, merangsang hipofisa anterior untuk melepaskan dua hormon gonadotropin yaitu FSH dan

9 LH. Hormon utama yang dihasilkan oleh ovarium adalah estrogen yang diproduksi oleh folikel de Graaf dan progesteron yang desekresikan oleh korpus luteum. Hormon FSH adalah hormon yang disekresikan oleh adenohipofisa dari hipofisa anterior yang merupakan hormon reproduksi primer yang berfungsi untuk menggertak proses reproduksi seperti spermatogenesis dan menstimuli pertumbuhan folikel dan berfungsi di dalam pelepasan estrogen dan inhibin oleh folikel ovarium (Bearden and Fuquay, 1992). Hormon LH lebih mudah dimurnikan dari hormon FSH. Hormon LH bekerja sama dengan FSH untuk menstimuler pematangan folikel dan pelepasan estrogen. Sesudah pematangan folikel, LH menyebabkan ovulasi dengan menggertak pemecahan dinding sel dan pelepasan ovum. Ia juga mungkin ikut berpengaruh terhadap pembentukan korpus luteum dan sekresi progesteron untuk kelanjutan kebuntingan sapi (Partodihardjo, 1980; Toelihere, 1985). Estrogen adalah hormon yang diproduksi oleh ovarium. Hormon estrogen maupun progesteron merupakan hormon yang memegang peranan penting dalam pengaturan siklus normal reproduksi betina (Graham and Christine, 1997). Pada siklus estrus yaitu pada fase luteal, hormon progesteron akan menghambat sekresi hormon gonadotropin pada kelenjar hipofisa anterior (FSH dan LH) yang menyebabkan folikel pada ovarium tidak berkembang dan hormon estrogen tidak

10 dihasilkan, sehingga hewan tidak menunjukkan gejala estrus(anestrus) (Austin and Short, 1990; Hafez, 2000; McDonald, 2000). Pada akhir fase luteal akibat sifat luteolitik PGF 2α yang disekresikan dari uterus, menyebabkan menurunnya kadar hormon progesteron bahkan menurun ke kadar basal dan akan membuka kembali hambatan dihipofisa anterior sehingga FSH disekresikan kembali yang diikuti dengan berkembangnya folikel ovarium dan meningkatnya kadar hormon estrogen, selanjutnya hewan akan kembali menunjukkan gejala estrus (Bearden and Fuquay, 1992; Hafez, 2000). Progesteron merupakan hormon steroid yang disekresikan oleh sel korpus luteum, placenta dan kelenjar adrenal (Hafez, 2000; McDonald, 2000). Sekresi progesteron tergantung dari status siklus estrus, kadar tertinggi hormon progesteron nampak pada fase luteal karena korpus luteum merupakan sumber utama dari progesteron dan kadar terendah pada fase folikel (McDonald, 2000). Progesteron adalah hormon yang sangat penting untuk pengaturan fungsi siklus normal reproduksi betina (Graham and Christine, 1997). Fungsi lain hormon progesteron adala memacu perkembangan lobus alveoli glandula mammae untuk sekresi susu dan menekan sintesis protein susu sebelum partus (Graham and Christine, 1997; McDonald, 2000.

11 2.4 Status Praesen Sapi Status praesen adalah kondisi fisiologis hewan saat ini, atau keadaan umum normal dari hewan. Hal yang termasuk status praesen adalah temperatur tubuh, frekuensi pulsus, frekuensi respirasi, dan frekuensi jantung. 2.5 Frekuensi Jantung Menurut Cunningham (2002), frekuensi jantung adalah banyaknya detak jantung dalam satu menit. Pengamatan terhadap frekuensi jantung pada ruminansia besar (seperti sapi) dihitung secara auskultasi dengan menggunakan stetoskop yang diletakkan tepat di atas apeks jantung pada dinding dada sebelah kiri. Menurut Rosenberger (1979), frekuensi jantung dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan berat badan. Frekuensi normal jantung sapi di daerah dataran rendah adalah pada pedet 90-110 kali/menit, pedet lepas sapih 70-90 kali/menit, sapi bunting 70-90 kali/menit, pejantan dewasa 60-70 kali menit. Menurut Worstell and Brody (2003),rataan frekuensi detak jantung sapi FH bervariasi antara 78,41 80,11 kali/menit untuk pagi hari dan 89,03 91,3 kali/menit untuk siang hari. Frekuensi jantung normal pada sapi dewasa adalah 55 80 kali/menit, sedangkan frekuensi detak jantung anak sapi dapat mencapai 100 120 kali/menit. Frekuensi detak jantung sapi betina yang sedang bunting dapat meningkat hingga 15-40%, dan untuk sapi laktasi akan meningkat hingga 10% (Kelly, 1984). Smith and Mangkoewidjojo (1988), sapi dewasa mempunyai

12 detak jantung 40-58kali/menit. Semakin muda umur ternak, frekuensi denyut nadi akan semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa indikator fisiologis seperti frekuensi denyut nadi, frekuensi respirasi, dan suhu rektal pada ternak muda lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang lebih tua. Frekuensi jantung juga dipengaruhi oleh aktifitas fisik tubuh, latihan dan lingkungan seperti suhu lingkungan dan kelembaban udara. Peningkatan frekuensi jantung disebut tachycardia sedangkan penurunan frekuensi jantung disebut bradycardia. Denyut nadi dan denyut jantung pada hewan sehat akan selalu sinkron. Frekuensi nadi yang lebih rendah dari frekuensi jantung menandakan adanya insufisiensi jantung yang ditandai dengan kelemahan ventrikular (Rosenberger, 1979). 2.6 Frekuensi Pulsus Gelombang tekanan sistolik yang bermula dari jantung dan menyebar ke seluruh jaringan atorial disebut pulsus atau gelombang pulsus. Gelombang ini dapat dirasakan dalam arteri di dekat permukaan badan, terutama apabila arteri dapat ditekan ke arah tulang yang terdekat di dekatnya ataupun ke arah struktur lain yang padat (Frandson, 1992). Pada ternak besar pulsus dapat dirasakan dari arteri fasial yang terdapat di sekitar ramus horizontal dari mandibula, atau dapat dirasakan dengan menempelkan tangan pada pembuluh darah arteri coccygeal di bawah ekor bagian tengah sekitar 10 cm dari anus (Kelly, 1984). Arteri femoral pada sisi

13 paha medial, gampang diraba pada anjing, kucing, domba dan kambing. Pulsus ini pada kuda dapat dirasakan pada arteri digital (Frandson, 1992). Denyut nadi dan detak jantung pada hewan sehat akan selalu sinkron. Frekuensi pulsus yang lebih rendah dari frekuensi jantung menandakan adanya insufisiensi jantung yang ditandai dengan kelemahan ventrikular (Rosenberger, 1979). Secara umum, kecepatan detak jantung yang normal cenderung besar pada hewan kecil dan kemudian semakin lambat dengan besarnya ukuran hewan. Sebagai contoh, denyut tikus berkisar antara 325-850 kali dalam setiap menit, sedangkan denyut seekor gajah hanya sekitar 20 kali setiap menitnya. Kisaran detak jantung normal untuk berbagai jenis ternak seperti yang dikemukakan oleh Duke s adalah kuda 23-70 kali/menit, babi 55-86 kali/menit, kambing 70-135 kali/menit, sapi 60-70 kali/menit, dan domba 60-120 kali/menit. 2.7 Frekuensi Respirasi Penghitungan frekuensi respirasi pada sapi dilakukan dengan cara menghitung gerakan flank dan tulang rusuk yang bergerak simetris pada saat inspirasi selama 1 menit. Pernafasan bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi O 2, CO 2, dan ion hidrogen dalam cairan tubuh, sehingga fungsi jaringan dapat terus berlangsung. Fungsi pernafasan diatur oleh medulla oblongata dan pons yang merupakan pusat pernafasan. Di dalam substansi retikularis medulla oblongata terdapat pengaturan inspirasi dan ekspirasi yang

14 mengatur irama dasar pernafasan. Sedangkan pusat pneumotaksik dan pusat apneumotaksik yang mempengaruhi kecepatan dan irama pernafasan terdapat di dalam pons (Frandson, 1992). Pernafasan terjadi melalui dua proses, yakni pernafasan luar (eksterna) dan pernafasan dalam (interna). Pernafasan luar merupakan absorbsi O 2 dan pembuangan CO 2 dari tubuh secara keseluruhan, sedangkan pernafasan dalam merupakan pertukaran gas antara sel-sel dan medium cair (Frandson, 1992). Masuk dan keluarnya udara dari atmosfer ke dalam paru-paru dimungkinkan oleh peristiwa mekanik pernafasan inspirasi dan ekspirasi. Pada masa inspirasi paru-paru akan mengembang, sedangkan pada masa ekspirasi paru-paru akan menguncup. Pernafasan dapat dilakukan dengan sengaja dan reflektoris (spontan). Pernafasan spontan ditimbulkan oleh rangsangan yang ritmis neuromotoris yang menginervasi otot-otot pernafasan. Rangsangan ini secara keseluruhan tergantung kepada impuls-impuls syaraf otak. Pernafasan berhenti bila medulla spinalis dipotong melintang di atas nervus phrenicus (Frandson, 1992; Ganong, 2002). Pernafasan yang dalam dan cepat disebabkan oleh stimulasi pusat respirasi untuk meningkatkan ventilasi pulmoner dan pertukaran gas melintasi membrane respirasi. Hal ini diatur secara neurogenik dan humorokimia yang melibatkan input saraf kolateral dari korteks motor otak, umpan balik dari otot dan proprioreseptor persendian seperti pada waktu latihan fisik, dan factor

15 humorokimia dari CO 2 darah, dan konsentrasi ion H + (Frandson, 1992; Ganong, 2002). Pernafasan terjadi secara pendek dan cepat bila hewan terkejut, takut atau kepanasan. Frekuensi pernafasan merupakan salah satu indikator yang tepat bagi status kesehatan hewan ternak. Frekuensi pernafasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran tubuh, umur hewan, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, adanya gangguan pada saluran pencernaan, kondisi kesehatan hewan, dan posisi hewan (Kelly, 1984). Frekuensi nafas sapi dewasa normal adalah 10 30 kali/menit, sedangkan anak sapi dalam masa pertumbuhan memiliki frekuensi nafas normal 15 40 kali/menit (Kelly, 1984). Menurut Kibler (1992) kisaran frekuensi respirasi normal sapi FH yaitu berkisar antara 37-59 kali/menit (suhu ruang 20 o C- 26,67 o C). Parameter yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan sistem pernafasan adalah kecepatan pernafasan (inspirasi kali/menit), tipe pernafasan, ritme atau irama dan dalamnya pernafasan (intensitas) (Ganong, 2002). Tipe pernafasan pada sapi adalah kosto-abnominal yang didominasi oleh pernafasan abdominal. Kelainan yang ditunjukkan dengan dominasi pernafasan kostal dikarenakan adanya gangguan otot diafragma akibat paralisis, ruptur, abses, dan tekanan dari neoplasma, serta akibat dari akumulasi gas ataupun cairan pada rongga perut dan peritoneum, penyakit paru-paru seperti pneumonia dan edema paru-paru yang menyebabkan udara yang masuk ke dalam paru-paru

16 terhalangi dan juga akibat peritonitis yang menyebabkan pergerakan dinding diafragma dan abdominal menjadi sakit (Kelly, 1984). 2.8 Temperatur Tubuh Temperatur tubuh merupakan temperatur tubuh bagian dalam atau sering disebut dengan temperatur inti (Guyton and Hall, 1997). Temperatur tubuh bagian dalam hewan dapat diukur dengan menggunakan termometer yang dapat mengindikasikan keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas (Kelly, 1984). Pusat pengaturan temperatur tubuh (termoregulasi) terletak di hipotalamus. Fungsi dari pusat pengatur temperatur tubuh adalah mempertahankan agar temperatur tubuh selalu dalam keadaan normal dan konstan. Temperatur tubuh normal merupakan kondisi optimal untuk berlangsungnya semua proses fisiologis atau metabolisme di dalam tubuh seperti berdenyutnya jantung, proses pernafasan, pencernaan dan lain-lain (SchÖnbaum and Peter 1991). Temperatur rektum dianggap dapat mewakili temperatur tubuh dan paling sedikit dipengaruhi oleh perubahan temperatur lingkungan sehingga lebih stabil dibandingkan dengan tempat lain. Temperatur tubuh hewan diukur dengan cara memasukkan termometer ke dalam rektum. Menurut Kelly (1984), temperature rektal normal sapi perah dewasa berkisar antara 37.8 o C-39.2 C. Menurut Rosenberger (1979), temperatur tubuh normal sapi perah dipengaruhi oleh umur hewan, temperatur hewan muda akan

17 lebih tinggi dibandingkan dengan hewan dewasa. Temperatur dan kondisi lingkungan juga mempengaruhi temperatur tubuh, temperatur lingkungan yang meningkat pada siang hari dapat meningkatkan temperatur tubuh 0.5 o C-1 C. Aktifitas tubuh hewan seperti banyak bergerak atau setelah makan, dapat meningkatkan temperatur tubuh akibat metabolisme yang meningkat. Fungsi dan status reproduksi hewan seperti estrus, kebuntingan, dan partus juga mempengaruhi temperatur tubuh hewan. Panas tubuh dihasilkan dari hasil metabolisme yang berasal dari dalam tubuh. Energi dari pakan akan diubah dalam bentuk panas yang akan disebarkan ke lingkungan dan ke seluruh permukaan tubuh. Apabila temperatur lingkungan melebihi temperatur tubuh hewan dan hewan terpapar oleh radiasi panas, maka hewan akan berusaha melawan panas tersebut. Begitu juga jika hewan terpapar oleh sinar matahari langsung atau berada di dekat dengan benda padat yang lebih hangat dibandingkan dengan temperatur tubuhnya. Panas tubuh akan hilang menuju lingkungan sekitar melalui pemancaran dari permukaan tubuh menuju objek yang lebih dingin (Cunningham, 2002). Pemancaran panas terjadi melalui pergerakan udara atau air yang menjadi lebih hangat oleh tubuh, penguapan sekresi respirasi, keringat atau saliva dan penghantaran pada permukaan yang lebih dingin karena tubuh hewan bersentuhan. Panas juga bisa hilang melalui urin dan feses. Pemindahan panas di

18 dalam tubuh dilakukan oleh pergerakan di dalam sistem sirkulasi, jantung dan pembuluh darah (Cunningham, 2002). Hipertermia terjadi apabila temperatur tubuh berada di atas titik kritis temperatur tubuh hewan yang menunjukkan terjadinya kelebihan penyerapan panas atau peningkatan produksi panas dan pengurangan pengeluaran panas. Pada saat hewan mengalami hipertermia, terjadi pula peningkatan frekuensi jantung, frekuensi nafas, pulsus yang melemah, salivasi dan berkeringat. Apabila temperatur mencapai lebih dari 41 C maka dapat terjadi dyspnea, kolaps, konvulsi, dan koma (Rosenberger, 1979; Kelly, 1984). Demam terjadi apabila temperatur tubuh berada di atas kisaran normal (Rosenberger, 1979; Kelly, 1984). Demam merupakan pertanda terangsangnya sistem pertahanan tubuh akibat adanya infeksi atau benda asing yang dapat membahayakan tubuh seperti bakteri, virus, jamur, parasit, dan protein/substansi asing. Di dalam tubuh senyawa-senyawa tersebut akan bertindak sebagai pirogen eksogen yang kemudian akan merangsang sel-sel petahanan tubuh seperti granulosit, monosit dan makrofag untuk mengeluarkan senyawa yang disebut sebagai pirogen endogen. Pusat termoregulasi di hipotalamus sangat peka terhadap senyawa pirogen endogen ini, sehingga senyawa pirogen endogen mampu mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan set point yang akan disesuaikan tubuh (Lorenz and Larry 1987).

19