BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS TINGKAT PENDAPATAN PETANI KARET RAKYAT BERDASARKAN SKALA USAHA MINIMUM (Studi Kasus: Desa Naman Jahe, Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

II. TINJAUAN PUSTAKA. input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk,

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Kuliah V-Analisis Perilaku Produsen: Biaya Produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

Chart Title. Indonesia 3.5 ha Thailand 2 ha Malaysia 1.5 ha

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Materi 4 Ekonomi Mikro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT

Kajian Biaya, Penerimaan & Keuntungan Usahatani

Pengantar Ekonomi Mikro

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR. Ikatan Geografi Indonesia (IGI) dalam Nursid Sumaatmadja, 1997:11).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

BISNIS BUDIDAYA KARET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHA PEMBIBITAN KARET PADA PTPN III KEBUN RAMBUTAN TEBING TINGGI, SUMATERA UTARA

Teori Produksi dan Biaya. Pertemuan 5

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

II. TINJAUAN TEORITIS. Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan tanaman asli dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. keadaan lingkungan (agroklimat) yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM USAHATANI

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II. KERANGKA TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) termasuk keluarga Oxalidaceae,

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Fenomena geosfer yang dimaksud adalah gejala-gejala yang ada di permukaan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB II TINJUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Aspek Agronomi Karet Tanaman karet (Hevea brasiliensis) mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya, tanaman karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman yang baru dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan sebagai tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah di Indonesia (Suwarto, 2010). Tanaman karet, merupakan anggota famili phorbiaceae. Berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung banyak getah susu. Tanaman karet mengalami gugur daun sekali setahun pada musim kemarau, di Sumatera Utara terjadi pada bulan Februari-Maret. Setelah gugur daun, terbentuk bunga bila tanaman karet telah berumur 5-7 tahun, tergantung pada tinggi tempat diatas permukaan laut. Masa produktif tanaman karet adalah 25-30 tahun (Sianturi, 2001). Sekarang sudah banyak ditemukan klon tanaman karet. Klon yang dianjurkan untuk ditanam dalam skala besar diantaranya adalah klon AVROS, PBM 1, BPM 24, GT 1, LCB 1320, PR255, PR 261, PR 300, RRIM 600, dan RRIM 712. Untuk penanaman yang luas, dianjurkan menanam dua klon atau lebih. Bagi perkebunan

rakyat, sebaiknya menggunakan klon AVROS 2037, BPM1, BPM 24, GT 1, PR 261, PR 300, dan PR 303 (Setiawan, 2000). Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, karet merupakan tanaman yang cocok ditanam di daerah tropis. Daerah tropis yang baik ditanami tanaman karet mencakup luasan antara 15 LU-10 LS. Suhu harian yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya adalah 25-30 C. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-600 m dpl. Curah hujan yang cukup antara 2.000-2.500 mm/tahun adalah salah satu kondisi yang disukai oleh tanaman karet. Dalam sehari, tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang cukup yaitu antara 5-7 jam per hari (Suwarto, 2010). Perawatan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) akan berpengaruh pada saat penyadapan pertama. Perawatan yang intensif dapat mempercepat awal penyadapan. Perawatan tanaman belum menghasilkan (TBM) meliputi kegiatan penyulaman, penyiangan, pemupukan, seleksi dan penjarangan, pemeliharaan tanaman penutup tanah, serta pengendalian hama dan penyakit. Kematian tanaman karet setelah penanaman masih dapat ditolerir sebanyak 5%. Penyiapan bibit untuk penyulaman dilakukan bersamaan dengan penyiapan bibit untuk penanaman agar diperoleh keseragaman bibit yang tumbuh. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur atau sampai dua tahun. Tahun ketiga tidak ada lagi penyulaman tanaman (Tim Penulis, 1999).

Pemupukan pada TBM mempunyai tujuan untuk memperoleh tanaman yang subur dan sehat, sehingga lebih cepat tercapainya matang sadap dan agar tanaman cepat menutup sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma. Pemberian pupuk secara berkala dan dengan frekuensi yang tinggi dapat mengurangi kehilangan hara disebabkan proses pencucian dan dosis pupuk tanaman dapat diserap akar tanaman lebih efesien (Setiawan, 2000). Tanaman karet disebut tanaman menghasilkan yaitu memasuki tahun kelima dari siklus hidup karet. Pada tahun ini tanaman karet sudah mulai disadap. Namun adakalnya dari sejumlah pohon karet yang berumur empat tahun itu ada pohon yang belum bisa disadap. Menurut teori, tanaman karet yang bisa disadap pada usia empat tahun itu belum 100%. Biasanya dari 476 pohon, yang benar-benar matang sadap hanya sekitar 400 pohon (Tim Penulis, 2008). Pada tanaman menghasilkan (TM) pemupukan mempunyai dua tujuan yaitu untuk meningkatkan hasil dan mempertahankan serta memperbaiki kesehatan dan kesuburan pertumbuhan tanaman pokok. Pemberian pupuk dilakukan 2 kali setiap tahun. Pemupukan tanaman produktif yang dilakukan dengan dosis yang tepat dan teratur dapat mempercepat pemulihan bidang sedapan, memberi kenaikan produksi 10-20%, meningkatkan resistensi tanaman terhadap gangguan hama penyakit dan tingkat produksi yang tinggi dapat dipertahankan dalam jangka waktu lebih lama (Setyamidjaja, 1993).

Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet. Penyadapan karet (mendedes, menoreh, tapping) adalah mata rantai pertama dalam proses produksi karet. Pada tanaman muda, penyadapan umumnya telah dimulai pada umur 5-6 tahun, tergantung pada kesuburan pertumbuhannya (Setyamidjaja, 1993). Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet sampai batas kambium dengan menggunakan pisau sadap. Bentuk irisan berupa saluran kecil, melingkar batang arah miring ke bawah. Melalui saluran irisan akan mengalir lateks selama 1-2 jam sesudah itu lateks akan mengental (Setiawan, 2000). Dalam pelaksanaan penyadapan harus diperhatikan ketebalan irisan, kedalaman irisan, waktu pelaksanaan dan pemulihan kulit bidang sadap. Tebal irisan yang dianjurkan 1,5-2 mm, kedalaman irisan yang dianjurkan 1-5 mm dari lapisan kambium. Penyadapan hendaknya dilakukan pada pagi hari antara pukul 05.00-06.00 pagi. Sedang pengumpulan lateksnya dilakukan antara pukul 08.00-10.00 pagi. Kulit pulihan bisa disadap kembali setelah 9 tahun untuk kulit pulihan pertama dan dapat disadap kembali pada bidang yang sama setelah 8 tahun untuk kulit pulihan kedua (Tim Penulis, 1999). 2.1.2 Tinjauan Aspek Sosial-Ekonomi Karet Keadaan sosial ekonomi petani karet mempunyai hubungan dengan hasil produksi karet rakyat. Ini berarti, usaha peningkatan produksi dan mutu karet rakyat secara otomatis akan meningkatkan kondisi sosial ekonomi petani. Dengan kata lain

peningkatan produksi dan mutu hasil kebun menjadi tidak berarti, jika keadaan sosial ekonominya tidak berubah. Untuk itu usaha yang sering dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi petani karet adalah melalui peningkatan pendapatan (Sadikin dan Irwan, 2005). 1. Faktor Sosial Petani a. Umur Pada petani yang lebih tua mempunyai kemampuan berusahatani yang lebih berpengalaman dan keterampilannya lebih baik, tetapi biasanya lebih konservatif dan lebih mudah lelah. Sedangkan petani muda mungkin lebih miskin dalam pengalaman dan keterampilan tetapi biasanya sifatnya lebih progresif terhadap inovasi baru dan relatif lebih kuat. Dalam hubungan dengan perilaku petani terhadap resiko, maka faktor sikap yang lebih progresi terhadap inovasi baru inilah yang lebih cenderung membentuk nilai perilaku petani usia muda untuk lebih berani menangung resiko. b. Tingkat Pendidikan Model pendidikan yang digambarkan dalam pendidikan petani bukanlah pendidikan formal yang acap kali mengasingkan petani dari realitas. Pendidikan petani tidak hanya berorientasi kepada peningkatan produksi petanian semata, tetapi juga menyangkut kehidupan sosial masyarakat petani. Masyarakat petani yang terbelakang lewat pendidikan petani diharapkan dapat lebih aktif, lebih

optimis pada masa depan, lebih efetkif dan pada akhirnya membawa pada keadaan yang lebih produktif. Rendahnya tingkat petani dan keterbatasan teknologi modern merupakan dua faktor penyebab utama yang menyebabkan kemiskinan di sektor pertanian di Indonesia. Keterbatasan dua faktor produksi tersebut yang sifatnya komplementer satu sama lain mengakibatkan rendahnya tingkat produktivitas yang pada akhirnya membuat rendahnya tingkat pendapatan riil petani sesuai mekanisme pasar yang sempurna. c. Pengalaman Bertani Belajar dengan mengamati pengalaman petani lain sangat penting, karena merupakan cara yang lebih baik untuk mengambil keputusan dari pada dengan cara mengolah sendiri informasi yang ada. Misalnya seorang petani dapat mengamati dengan seksama dari petani lain yang lebih mencoba sebuah inovasi baru dan ini menjadi proses belajar secara sadar. Mempelajari pola perilaku baru, bisa juga tanpa disadari (Soekartawi, 2005). 2. Faktor Ekonomi a. Luas Lahan Luas lahan yang selalu digunakan dalam skala usaha pertanian tradisional karena komunitas yang ditanam oleh petani tradisional selalu seragam yakni padi, kacang-kacangan dan tanaman keras yang sejenisnya. Dengan demikian pedoman luas lahan juga secara otomatis mengaju pada nilai modal, aset dan tenaga kerja.

Kebun kelapa sawit, Karet, Kopi misalnya juga bisa menggunakan acuan luas lahan untuk menentukan skala usahanya. Ketersediaan lahan garapan yang dimiliki petani yang jauh dibawa skala usaha ekonomi menjadi salah satu penyebab yang membuat rendahnya pendapatan petani di Indonesia. Baik didaerah perkotaan maupun daerah pedesaan, jumlah petani miskin yang tidak memiliki lahan jauh lebih banyak dibandingkan dengan petani miskin yang memiliki lahan. b. Jumlah Tanggungan Keluarga Ada hubungan yang nyata yang dapat dilihat melalui keengganan petani terhadap resiko dengan jumlah anggota keluarga. Keadaan demikian sangat beralasan, karena tuntutan kebutuhan uang tunai rumah tangga yang besar, sehingga petani harus berhati-hati alam bertindak khususnya berkaitan dengan cara-cara baru yang riskan terhadap risiko. Kegagalan petani dalam berusaha tani akan sangat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga. Jumlah anggota keluarga yang besar seharusnya memberikan dorongan yang kuat untuk berusaha tani secara intensif dengan menerapkan teknologi baru sehingga akan mendapatkan pendapatan (Soekartawi, 2002). c. Curahan Tenaga Kerja Faktor utama masalah ketenagakerjaan adalah produktivitas. Semakin produktif pekerja akan semakin besar pendapatan yang diperoleh. Jika seluruh tenaga kerja dalam satu unit kegiatan sangat produktif, maka unit kegiatan tersebut akan

menjadi produktif. Jika produktivitas itu disertai dengan efesien, maka unit kegiatan tersebut akan memperoleh laba usaha yang sangat besar. (Rahardi, 2003). Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja, oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja kerja yang dibutuhkan dan juga menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai seperti yang telah diketahui bahwa skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga yang diperlukan (Soekartawi, 2005). 2.2.Landasan Teori Teori Produksi Produksi merupakan hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian, kegiatan produksi tersebut adalah dengan mengkombinasikan berbagai masukan berbagai masukan untuk menghasilkan keluaran (Agung dkk.,2008). Daniel (2002) dalam usahatani faktor produksi mencakup tanah, modal dan tenaga kerja. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya mustahil usaha tani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak lagi faktor yang harus diperhatikan, katakan luasnya, topografinya, kesuburannya, keadaan fisisknya, lingkungannnya, lerengnya, dan lain sebagainya. Dengan mengetahui keadaan semua mengenai tanah, usaha pertanian dapat dilakukan dengan baik.

Faktor produksi mempunyai peranan penting dalam melaksanakan usahatani. Pemilikan lahan yang semakin luas memberikan potensi yang besar dalam mengembangkan usahatani. Modal juga mempunyai peranan penting, digunakan untuk membeli sarana produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan lain-lain. Faktor produksi ini sangat mempengaruhi besar-kecilnya biaya yang dikelurakan dan produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunujukkan bahwa faktor produksi lahan, tenaga kerja dan modal adalah faktor penting diantara faktor produksi lainnya (Soekartawi, 1995). Tanah/lahan menurut Fauzi 2008, dalam arti sesungguhnya bukan termasuk modal, karena tanah bukan buatan manusia atau hasil produksi. Orang awam menganggap tanah sebagai modal utama atau satu-satunya modal bagi petani. Hal ini karena tanah mempunyai fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi ekonomi dari tanah adalah: 1) Dapat diperjual belikan 2) Dapat disewakan, 3) Dapat dijadikan jaminan kredit. Teori Biaya Produksi Produksi berlangsung dengan jalan mengolah atau mendayagunakan masukan (input) menjadi keluaran (output). Pemenuhan masukan (input) merupakan pengorbanan biaya yang tidak dapat dihindarkan untuk melakukan kegiatan produksi. Biaya produksi adalah sejumlah pengorbanan ekonomis yang harus dikorbankan untuk memproduksi suatu barang. Suatu model fungsi biaya (cost function) dapat digunakan untuk menilai tingkat pencapaian efisiensi usahatani. Asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam melakukan

analisis fungsi biaya, yaitu: Pertama, aspek usahatani merupakan unit analisis biaya. Kedua, harga masukan (input) dan produksi (output) sebagai variabel faktor-faktor yang mempengaruhi biaya (Hartono, 2002). Biaya rendah menurut teori ekonomi dapat diwujudkan melalui pencapaian skala usaha yang ekonomis (economies of scale) yang diilustrasikan/dicirikan dengan semakin menurunnya biaya per satuan produk (AC= long run average cost). Menurunnya AC disebabkan oleh jumlah biaya tetap (FC= fixed cost) yang dibebankan secara lebih menyebar terhadap jumlah produksi yang lebih banyak. Menurut Setiawan, H.D. dan Andoko (2005) untuk mencapai tingkat efisiensi biaya yang optimal, diperlukan suatu skala ekonomi untuk luasan perkebunan karet yang akan dikelola. Dalam tingkat skala usaha yang optimal tersebut, seluruh komponen biaya tetap (fixed cost) akan berfungsi secara maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi skala usaha adalah sebagai berikut: - Jangka waktu tanaman karet mulai menghasilkan lateks - Jangka waktu produktif tanaman karet - Biaya investasi kebun untuk mencapai skala ekonomi Soekartawi (1995) biaya merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan selama satu tahun. TC = FC + VC dimana: TC = Total Cost (Total biaya) FC = Fixed Cost (biaya Tetap) VC = Variable Cost (biaya variabel)

Biaya tetap tidak berubah walaupun adanya perubahan tingkat keluaran. Biaya ini tetap harus dibayar meskipun tidak ada keluaran (produksi), dan hanya dapat dihapus dengan sama sekali menutupnya. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya bervariasi sesuai dengan variasi keluaran (produksi) yang dihasilkan. Semakin besar keluaran yang dihasilkan, maka biaya variabel juga semakin besar (Pindyck, R.S. dan Daniel, L.R.). Biaya Rata-Rata dapat dihitung dengan membagikan biaya total (TC) dan produksi selama satu tahun. AC = TC / Q dimana: AC = Average Cost (Biaya Rata-Rata) TC = Total Cost (Total biaya) Q = Ouput Teori Pendapatan Menurut Soekartawi (2002) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. TR = Y. Py Dimana : TR = total penerimaan Y = produksi yang diperoleh Py = harga Y Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pengeluaran total usahatani (total farm expense) didefenisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Selisih

antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (Soekartawi, 1986). Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya. dimana: Pd = pendapatan TR = Total Revenue (total penerimaan) TC = Total Cost (total biaya) Pd = TR-TC Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa atas tenaga kerja, modal yang dipakai, dan pengelolaan yang dilakukan. Balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu misalnya satu musim tanam atau satu tahun. Pendapatan usaha yang diterima berbeda untuk setiap orang, perbedaan pendapatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini ada yang masih dapat diubah dalam batas-batas kemampuan petani atau tidak dapat diubah sama sekali. Faktor yang tidak dapat diubah adalah iklim dan jenis tanah. Beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan dan dapat dilakukan perbaikan untuk meningkatkan pendapatan adalah luas lahan usaha, efisiensi kerja, dan efisiensi produksi. Teori Skala Usaha Ekonomis Koutsoyiannis (1975) menyatakan bahwa unsur skala ekonomis dan efisiensi di dalam usahatani merupakan unsur-unsur yang perlu di masukkan kedalam model

fungsi produksi usahatani. Output dari suatu kegiatan produksi dapat ditingkatkan melalui berbagai cara, antara lain dengan mengubah jumlah dan atau komposisi dari input-inputnya. Dalam jangka pendek, pencapaian skala usaha ekonomis pada masing-masing skala, dapat dijelaskan melalui gambar berikut: Gambar 1. Proses Penurunan Biaya Rata-rata Melalui Peningkatan Jumlah Produk Sistem produksi yang mula-mula menunjukkan increasing returns to scale, kemudian constant returns to scale, dan kemudian diminishing returns to scale akan menghasilkan kurva LRAC yang berbentuk U seperti ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Penurunan Kurva Amplop dari Biaya Rata-Rata Jangka Panjang dan Jangka Pendek Perhatikan bahwa dengan kurva LRAC yang berbentuk U, usahatani yang paling effisien untuk setiap tingkat output biasanya tidak akan beroperasi pada SRAC minimum, seperti yang bisa dilihat pada Gambar 2, kurva SRAC usahatani 3 lebih rendah. Secara umum, pada saat increasing returns to scale terjadi, usahatani yang mempunyai biaya terkecil untuk menghasilkan suatu output akan beroperasi lebih rendah dari kapasitas penuhnya. Hanya untuk satu tingkat output dimana LRAC minimum, sebuah usahatani yang optimal akan beroperasi pada titik minimum dari kurva SRAC-nya. Pada semua tingkat output dalam kisaran dimana decreasing returns to scale terjadi, usahatani yang paling efisien akan beropersi pada suatu tingkat output yang sedikit lebih besar dari pada kapasitasnya. Bentuk kurva LRAC tidak hanya penting karena implikasinya bagi penentuan skala usahatani, tetapi juga karena ia mempengaruhi tingkat persaingan potensial yang akan tejadi dalam suatu industri, keadaan yang mula-mula increasing returns to scale dan kemudian constant returns to scale sering dijumpai. Dalam industriindustri seperti itu, kurva LRAC-nya berbentuk L. Biasanya, persaingan cenderung akan lebih keras di dalam industri yang mempunyai kurva LRAC yang berbentuk U dan pada yang berbentuk L atau kurva LRAC yang berslope menurun. Pengetahuan mengenai hal ini bisa diperoleh melalui penelaahan konsep

biaya minimum efficient scale (MES) dari sebuah usahatani. MES ini didefinisikan sebagai tingkat output dimana LRAC adalah minimum. MES akan terdapat pada titik minimum kurva LRAC yang berbentuk U. Skala ekonomis berbentuk kurva long run average cost (LRAC) memiliki ekstrim minimum. Pada titik inilah usahatani beroperasi pada ongkos produksi per-unit paling rendah atau minimum efficient of scale (MES) dan dari bawah kurva MC memotong kurva LRAC dititik minimum. Koefisien fungsi (function coefficient atau FC) yang digunakan dalam analisis ekonomi, merupakan perbandingan antara marginal cost dan average cost. Apabila FC = AC/MC > 1, berarti usahatani telah berproduksi pada skala economies of scale. Sementara jika FC=1, biaya yang paling minimum dikeluarkan untuk menghasilkan produk yang diproduksi, tetapi jika FC<1, maka usahatani beroperasi pada diseconomies of scale. 2.3 Kerangka Pemikiran Karet tidak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara yang memiliki areal mencapai ratusan hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. Karet merupakan komoditi ekpor yang mampu memberikan kontribusi

di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Untuk itu sebagian besar petani memilih karet sebagai sumber pendapatan bagi keluarganya. Dalam meningkatkan produksi karet, petani memerlukan faktor-faktor produksi. Faktor produksi ini sangat mempengaruhi besar-kecilnya biaya yang dikelurakan dan produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunujukkan bahwa faktor produksi lahan, tenaga kerja dan modal adalah faktor penting diantara faktor produksi lainnya. Petani akan memperoleh penerimaan dari hasil penjualan produksi karet. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara produksi dengan harga jual pada saat itu yang dinilai dengan rupiah setelah memperoleh penerimaan, untuk mengetahui pendapatan bersih maka perlu diketahui biaya produksi. Pendapatan bersih diperoleh setelah mengurangkan penerimaan dengan biaya produksi. Harga jual dipengaruhi oleh harga jual produksi fisik. Produksi fisik dikali dengan harga jual disebut total penerimaan. Penerimaan maupun pendapatan akan mendorong petani untuk mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan seperti biaya produksi selanjutnya, tabungan dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Petani karet memerlukan biaya untuk memperoleh produksi yang maksimal. Semua pengeluaran yang digunakan dimasukkan kedalam biaya produksi. Adapun biaya produksi ini meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi disebut pendapatan bersih.

Kerangka penelitian ini, digambarkan sebagai berikut: Perkebunan Karet Rakyat Petani Karet Produksi Biaya Produksi Penerimaan Biaya Rata-Rata Pendapatan Biaya Minimum SRAC LRAC Skala Efisien Kebutuhan Hidup Keterangan: :Menyatakan Hubungan 2.4 Hipotesis Penelitian Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Sesuai dengan landasan teori yang sudah disusun, maka diajukan hipotesis yang akan diuji sebagai berikut :

1. Pendapatan petani karet rakyat tergolong rendah 2. Luas usahatani karet yang seharusnya dimiliki petani untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup petani dan keluarganya berada pada skala usaha di titik terendah kurva LRAC.