BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan. perundang-undangan yang diberikan kepada DPRD, dan pegawai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu mengenai topik yang relevan dengan pendapatan asli daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BABl PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori agensi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah serta kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otononomi daerah menurut UU No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori ini, akan dibahas lebih jauh mengenai Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Belanja Modal. Kemudian akan menjabarkan penelitian terdahulu yang diperluas dengan referensi yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian 2.1.1 Alokasi Belanja Pegawai Alokasi Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang diberikan kepada DPRD, dan pegawai pemerintah daerah baik yang bertugas di dalam maupun di luar daerah sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal (KSAP,2007). Sedangkan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, Belanja Pegawai adalah kompensasi baik dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah, baik yang bertugas di dalam maupun diluar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Termasuk dalam kelompok belanja pegawai ini adalah 9

pengeluaran-pengeluaran untuk gaji dan tunjangan-tunjangan, uang makan, lembur, honorarium dan vakasi. Belanja Pegawai bagi pegawai negeri baikdi tingkat daerah maupun pemerintah pusat terdiri dari: 1. Gaji Gaji adalah suatu bentuk balas jasa ataupun penghargaan yang diberikan secara teratur kepada seorang pegawai atas jasa dan hasil kerjanya. Perincian detai gaji PNS dari golongan terendah ke tertinggi ditetapkan berdasarkan PP no. 8 tahun 2009. 2. Tunjangan Tunjangan PNS merupakan pendapatan sah yang diterima seorang PNS sesuai jabatan dan status. Berikut ini jenis tunjangan PNS: Tunjangan keluarga yang besarnya untuk suami/istri ; 10% dari gaji pokok, sedang anak 2% dengan maksimal yang dapat diajukan 2 anak. Tunjangan pangan sebesar nilai beras per 10 kg/orang yang masuk daftar gaji. Tunjangan jabatan, merupakan tunjangan bagi PNS yang diangkat dalam jabatan struktural maupun fungsional. 3. Honorarium `Honorarium adalah pembayaran atas jasa yang diberikan pada suatu kegiatan tertentu. Pelaksanaan pemberian honorarium akan diatur 10

berdasarkan kebutuhan dan kemajuan pelaksanaan pekerjaan. Hal ini dimaksudkan agar : Pembayaran honorarium dilakukan berdasarkan masa kerja efektif dari tim/panitia (sesuai prestasi pelaksanaan kegiatan) Masa kerja tim/panitia didasarkan pada perkiraan lamanya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan sampai dengan output tercapai. 2.1.2 Teori Agensi (Agency Theory ) Teori ini memposisikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal dan pada umumnya prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users lain. Namun pengertian prinsipal tersebut meluas menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan. Eori ini menjelaskan agen (manajemen ) bekerja untuk stakeholder, dan salah satu pekerjaan mereka adalah memberikan informasi yang terkait dengan usaha yang dijalankan. 2.1.3 Pendapatan Asli Dearah Menurut Mardiasmo (2002), pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dalam menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan pertanggung-jawaban diperlukan kewenangan dan kemampuan yang 11

menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan yang menggali sumber daerah untuk menjamin terselanggaranya otonomi daerah yang semakin mantap, maka diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri yakni dengan upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik dengan meningkatkan penerimaan sumber PAD yang sudah ada maupun dengan penggalian sumber PAD yang baru sesuai dengan ketentuan yang ada serta memperhatikan kondisi dan potensi ekonomi masyarakat. Kendala Utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan, dibiayai dari dana perimbangan, terutama Dana Alokasi Umum. Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari Pendapatan Asli Daerah (Pratiwi, 2007). Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan KeuanganAntara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari: 12

- Pajak daerah, - Retribusi daerah, - Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, - Lain-lain PAD yang sah. Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dalam Undang-Undang No.34 Tahun 2000 ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaan dalam PP No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Berdasarkan ketentuan daerah diberikan kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi. 2.1.4 Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisai. Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Tujuan dari pemberian dana alokasi umum ini adalah pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapat. Jaminan keseimbangan penyelenggaraan pemerintahdaerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih 13

antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity), alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil, namun kebutuhan fiskal besar, akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal. Menurut Halim (2009) ketimpangan ekonomi antara Provinsi dengan Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi fiskal. Disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan Sumber Daya Alam yang kurang dapat digali oleh Pemerintah Daerah untuk menanggulangi ketimpangan tersebut, Pemerintah Pusat berinisiatif untuk memberikan subsidi berupa DAU kepada daerah. Bagi daerah yang tingkat kemiskinannya lebih tinggi, akan diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya dan begitu juga sebaliknya. Selain itu untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penugasan pajak antara sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.pusat dan daerah telah diatasi dengan adanya kebijakan bagi hasil dan Dana Alokasi Umum minimal sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri. Dana Alokasi Umum akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah. 14

2.1.5 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) berdasarkan Permendagri No 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SILPA tahun anggaran sebelum mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban pada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan. 2.1.6 Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun periode akuntansi. Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Sedangkan menurut Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-33/PB/2008 yang dimaksud dengan belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode 22 akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya 15

mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatakan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoretis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain, dan membeli. Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya dilakukan melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit. Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Untuk memenuhi tujuan tersebut Kepala Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi (capitalization treshold) sebagai dasar pembebanan belanja modal. Belanja modal meliputi: a. Belanja modal tanah b. Belanja modal peralatan dan mesin c. Belanja modal gedung dan bangunan d. Belanja modaljalan, irigasi, dan jaringan e. Belanja modal aset tetap lainnya f. Belanja aset lainnya (aset tetap tak berwujud) Halim (2012) mengatakan bahwa belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun 16

23 anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Belanja modal dibagi menjadi: a. Belanja publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum. Contoh belanja publik: pembangunan jembatan dan jalan raya, pembelian alat transportasi massa, dan pembelian mobil ambulans. b. Belanja aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur. Contoh belanja aparatur: pembelian kendaraan dinas, pembangunan gedung pemerintahan, dan pembangunan rumah dinas. 2.2 Penelitian Terdahulu Prasetyo (2014) dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daeerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Jumlah Pegawai Terhadap Alokasi Belanja Pegawai (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2008-2012) menyebutkan bahwa PAD dan DAU mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap belanja pegawai. Sedangkan hasil analisis SILPA dan Jumlah pegawai tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap realisasi belanja pegawai. Penelitian Marganingsih (2011) dengan judul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, dan DAU terhadap Alokasi Belanja Pegawai menyebutkan bahwa 17

hasil pengujian terhadap hipotesis-hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan variabel pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Belanja Pegawai. Kemudian Rahmawati (2010) dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Alokasi Belanja Daerah (Studi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, menyebutkan bahwa DAU dan PAD mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja daerah. Jika dilihat lebih lanjut, tingkat ketergantungan alokasi belanja daerah lebih dominan terhadap PAD daripada DAU. Beberapa penelitian terdahulu dengan hasil pengujiannya dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Variabel Penelitian Kesimpulan Penelitian Prasetyo (2014) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Jumlah Pegawai Terhadap Alokasi Belanja Pegawai (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2008-2012) Variabel Independen : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Jumlah Pegawai Variabel Dependen : Alokasi Belanja Pegawai PAD dan DAU mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap belanja pegawai. Sedangkan hasil analisis SILPA dan Jumlah pegawai tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap realisasi belanja pegawai 18

Astutik Pengaruh Variabel Independen : Hasil pengujian Marganingsih Pertumbuhan Pertumbuhan Ekonomi, terhadap hipotesis- (2011) Ekonomi, PAD, dan PAD, DAU hipotesis DAU terhadap Variabel Dependen : menunjukkan bahwa Alokasi Belanja Alokasi Belanja Pegawai secara simultan Pegawai variabel pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Belanja Pegawai. Nur Indah Pengaruh Pendapatan Variabel Independen : DAU dan PAD Rahmawati Asli daerah, dan Pengaruh Pendapatan Asli mempunyai (2010) Dana Alokasi Umum daerah, dan Dana Alokasi pengaruh yang terhadap Alokasi Umum signifikan terhadap Belanja Daerah Variabel Dependen : alokasi belanja Alokasi Belanja Daerah daerah. Jika dilihat lebih lanjut, tingkat ketergantungan alokasi belanja daerah lebih dominan terhadap PAD daripada DAU. 19

2.3 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah kesimpulan yang bersifat sementara dari tinjauan teoritis yang mencerminkan hubungan antar variabel yang sedang diteliti. Menurut Sugiyono (2004 : 49) kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Pendapatan Asli Daerah (X1) H 1 Dana Alokasi Umum (X2) H 2 H 5 Alokasi Belanja Pegawai (Y) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (X3) H 3 Belanja Modal (X4) H 4 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Dapat dilihat pada gambar 2.1 bahwa yang akan diuji dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris apakah ada pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah (X1) terhadap Alokasi Belanja Pegawai, pengaruh dana Alokasi Umum (X2) terhadap alokasi belanja Pegawai, pengaruh Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (X3) terhadap alokasi belanja pegawai, dan pengaruh Belanja Modal (X4) terhadap alokasi belanja pegawai. Serta secara bersama-sama apakah ada pengaruh antara kelima variabel tersebut (X1,X2,X3,X4) terhadap alokasi belanja pegawai. 20

Berikut adalah uraian konsep variabel-variabel idependen yang mempengaruhi variabel dependen dalam penelitian ini : a) Pengaruh PAD dengan Alokasi Belanja Pegawai Studi Abdullah (2004) dalam Prasetyo(2014), mengemukakan adanya perbedaan preferensi antara eksekutif dan legislatif dalam pengalokasian spread PAD ke dalam belanja sektoral. Alokasi untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tetapi alokasi untuk pendidikan dan kesehatan justru mengalami penurunan. Abdullah (2004) dalam Prasetyo(2014), menduga power legislatif yang sangat besar menyebabkan diskresi atas penggunaan spread PAD. Spread dalam PAD merupakan selisih hasil dari pengalokasian daerah untuk pendidikan dan kesehatan terhadap belanja daerah. b) Pengaruh DAU Terhadap Alokasi Belanja Pegawai Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Holtz-Eakin et.al.(1985) dalam Andre Hardib Prasetyo(2014), menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Secara spesifik mereka menegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima. 21

c) Pengaruh SILPA terhadap Alokasi Belanja Pegawai SILPA yang digunakan untuk pembiayaan belanja daerah salah satunya belanja pegawai juga berdasarkan persetujuan dewan legislatif. Dalam perspektif teori keagenan, anggota dewan dan Pemerintah Daerah turut mencanangkan jumlah alokasi dan pemanfaatan pembiayaan sehingga pihak legislatif mendapatkan wewenangnya kembali. Pihak eksekutif dalam hal ini pemerintah daerah adalah agent dan pihak legislatif adalah principal. Belum ada penelitian mengenai pengaruh SILPA terhadap belanja pegawai. Pengalokasian SILPA terhadap belanja pegawai secara nyata terjadi pada Kabupaten/Kota di Sumatra Barat yang bersumber dari internet [padangekspres.co.id dalam penelitian prasetyo (2014)] yaitu tentang penggunaan dana SILPA banyak di alokasikan untuk belanja tidak langsung (belanja pegawai) pada tahun 2013. Dengan adanya defisit pada belanja tidak langsung sebesar Rp 111,879 miliar, dan SILPA menjadi solusi untuk menutup defisit anggaran pemerintah. d) Pengaruh Belanja Modal Terhadap Alokasi Belanja Pegawai Cara menambah alokasi belanja modal ialah berhemat pada belanja pegawai dan belanja barang. Belanja pegawai ditekan dengan tidak merekrut pegawai baru kecuali guru, dokter, dan perawat. Memang kecenderungan dari tahun ke tahun, belanja modal daerah sudah memperlihatkan peningkatan. Namun, peningkatan tersebut harus diekselerasi. Upaya ini dianggap lebih memberi dorongan pada sektor 22

ekonomi, selain lebih bermanfaat bagi daerah ketimbang APBD dihabiskan untuk pembayaran gaji pegawai pemda. (keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/41-belanja-modal-pemda-haruscapai-30-persen) 2.4 Hipotesis Penelitian Menurut Cooper (1998 : 43), A proposition is a statement about concepts that may be judged as true or false it fit refers to observable phenomena. When a proporsition is formulated for emprical testing, we call it hypothesi. As a declarative statement, a hypothesis is of a tentative and conjectural nature. Hypotheses have also been described as statements in which we assign variables to cases. Hipotesis merupakan dugaan sementara atau penjelasan sementara yang belum bisa dibuktikan sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguji apakah dugaan tersebut benar atau salah. Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan teoritis, penelitian terdahulu, serta kerangka konseptual, maka hipotesis dari penelitian ini antara lain sebagai berikut: H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap alokasi realisasi Belanja Pegawai H2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap pengalokasian realisasi Belanja Pegawai H3 : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh terhadap 23

pengalokasian Belanja Pegawai H4: Belanja Modal berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Pegawai H5: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Belanja Modal berpengaruh simultan terhadap Alokasi Belanja Pegawai. 24