BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media

dokumen-dokumen yang mirip
BULLYING. I. Pendahuluan

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

III. METODE PENELITIAN. penelitian adalah pada Tahun Ajaran 2013/2014. yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BAB III METODE PENELITIAN

UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

BAB II KEKERASAN YANG DI LAKUKAN OLEH GURU TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN SEKOLAH. A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan di lingkungan Sekolah

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB I PENDAHULUAN. bullying selalu terjadi bahkan sudah menjadi sebuah tradisi. Bullying

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pendapat Austin (1962) yang kemudian dikembangkan oleh

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

Pengertian tersebut didukung oleh Coloroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan ketiga unsur berikut;

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. misalnya di rumah, di jalan, di sekolah, maupundi tempat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul

Perilaku Bullying dan Peranan Guru BK/Konselor dalam Pengentasannya (Studi Deskriptif terhadap Siswa SMP Negeri 3 Lubuk Basung)

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting karena situasi ini dapat mempengaruhi semua dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. lain, alat yang digunakan berkomunikasi tersebut adalah bahasa. Chaer

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

STUDI FENOMENOLOGI : DINAMIKA PSIKOLOGIS KORBAN BULLYING PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut (Sukardi. 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang mencakup fasilitas, peraturan yang diterapkan, hubungan sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berita mengenai kekerasan anak di sekolah belakangan ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini

BAB I PENDAHULUAN. informasi tetapi juga untuk tindakan. Tindakan melalui tuturan ini disebut dengan

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI COPING KORBAN BULLYING VERBAL PADA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BAB II LANDASAN TEORI. dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini membahas strategi komunikasi guru BK (konselor) dalam

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya (Ki Hajar Dewantara, 1922).

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam tuturannya (Chaer dan Leoni. 1995:65).

BAB I PENDAHULUAN. kalimat. Objek dalam sebuah kalimat adalah tuturan. Suatu tuturan dapat dilihat

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. Delors, 1996: 22), bahwa terdapat empat pilar pendidikan yaitu learning to know,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari. negatif yang diterima korban (Olweus, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterikatan antarmanusia adalah wujud harfiah yang telah ditetapkan sebagai makhluk hidup. Hal demikian ditunjukkan dengan sifat ketergantungan antara satu individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media sebagai penghubung, yaitu bahasa. Dengan berbahasa, seseorang dapat menyampaikan yang ada dalam fikirannya kepada orang lain demi suatu tujuan. Namun, dalam proses penggunaan bahasa, kemungkinan ada kondisi yang diciptakan oleh partisipan. Kondisi tersebut dapat meliputi kenyamanan dan ketidaknyamanan. Kondisi ketidaknyamanan inilah yang juga dapat dikategorikan sebagai suatu fenomena sosial. Salah satunya wujud ketidaknyamanan dalam proses komunikasi tersebut adalah bullying. Kata bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu bully. Oxford (1989:18), bully atau buli adalah tindakan seseorang yang menggunakan kekuatan atau kekuasaannya untuk menakuti atau menyakiti orang yang lebih lemah. Tattum (1993:8) mengemukakan bullying adalah hasrat sadar yang disengaja untuk menyakiti dan membuat orang lain tertekan. Lebih jauh, Olweus (1993:9) menjelaskan bahwa bullying merupakan tindakan negatif untuk menyakiti secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih lemah oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bullying adalah suatu tindakan kekerasan yang menggunakan kekuatan dan kekuasaan pelaku terhadap korban demi kesenangan dan tujuan subjektif. 1

Pada umumnya, bullying lebih menekankan pada aspek verbal selain tindakan kekerasan secara fisik. Hal demikian dikarenakan bahasa berperan penting dalam berkomunikasi. Sebagaimana Oktavianus & Revita (2013:1) mengungkapkan, setiap aktivitas yang dilakukan manusia diawali dengan bahasa dan diakhiri dengan bahasa. Artinya, dengan berbahasa manusia mampu menujukkan fenomena yang terjadi dalam lingkungan sosialnya. Selain itu, biasanya aspek verbal dalam tindakan kekerasan langsung mengarah kepada dampak psikologi atau mental seseorang. Revita (2016:4) dalam tulisannya mengklasifikasikan bullying atas tiga kategori. Pertama adalah bullying fisik, seperti memukul, menjegal, mendorong, meninju, menghancurkan barang orang lain, mengancam secara fisik, memelototi, atau mencuri barang. Kedua disebut dengan bullying psikologis. Tindakan yang dilakukan contohnya adalah menyebarkan gosip, mengancam, gurauan yang mengolok-olok, secara sengaja mengisolasi seseorang, mendorong orang lain untuk mengasingkan seseorang secara sosial, dan menghancurkan reputasi seseorang. Ketiga adalah bullying verbal. Bullying tipe ini identik dengan penggunaan bahasa yang di dalamnya termasuk contohnya menghina, menyindir, meneriaki dengan kasar, memanggil dengan julukan, nama keluarga, kecacatan, atau ketidakmampuan. Selanjutnya Rauskina, Djuwita, dan Soesieto (2005:8) juga mengklasifikasikan bullying ke dalam beberapa aspek, yaitu; (1) Kontak fisik langsung (menggigit, mendorong, memukul, menjambak, menendang, mencubit, mencakar, mengunci seseorang di dalam ruangan, dan memeras barang milik orang lain), (2) Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, menganggu, 2

memberi panggilan nama name-calling, sarkasme, merendahkan, mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, dan menyebarkan gosip), (3) Kontak verbal tidak langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka merendahkan, mengejek, dan mengancam; biasanya disertai kekerasan fisik). Perilaku atau tindakan bullying tersebut, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor psikis seseorang, namun juga dilatarbelakangi oleh lingkungannya. Faktor demikian berpotensi membentuk sikap pelaku atau korban bullying. Walgito (1987: 54) mengungkapkan bahwa sikap merupakan sesuatu yang diperoleh seseorang melalui interaksi dengan suatu objek sosial atau peristiwa sosial. Faktor yang mengubah sikap antara lain adalah perasaan, pengetahuan, pengalaman, dan motif. Keempat hal di atas merupakan produk interaksi yang juga ditentukan oleh kondisi lingkungan (Wingkel, 1984:31). Salah satu lingkungan yang menjadi wadah berlangsungnya bullying adalah sekolah. National Mental Health and Education Center tahun 2004 di Amerika, diperoleh data bahwa bullying merupakan bentuk kekerasan yang umumnya terjadi dalam lingkungan sekolah yang mencapai 15% dan 30 % siswa adalah pelaku bullying dan korban bullying. Data tersebut menyimpulkan bahwa tindakan bullying hingga saat ini belum melalui proses penanganan yang lebih serius. Artinya, keberlangsungan bullying lebih banyak terjadi di lingkungan sekolah, khususnya antarpelajar. Rigby (2007:15) mengemukakan bahwa bullying dapat berasal dari teman sebaya, senior atau kakak kelas, bahkan guru dan staf sekolah. Oleh karena itu, penelitian tentang bullying ini hanya dibatasi antara siswa dengan siswa. 3

Salah satu sekolah yang menjadi pengamatan dalam penelitian ini adalah SMP PGRI 4 Kota Padang. Sekolah tersebut merupakan sekolah yayasan (swasta) yang terletak di Jalan Sutan Syahrir Seberang Padang Selatan II. Secara geografis, SMP PGRI 4 tergolong sekolah pinggiran yang kehidupan masyarakat umumnya berada pada tingkat ekonomi dan pendidikan rendah. Hal demikian didukung oleh latar belakang pelajar di SMP PGRI 4 Kota Padang yang sebagian besar juga berasal dari keluarga yang bermasalah. Artinya, karakter mendasar dari perilaku pelajar di SMP PGRI 4 Kota Padang sudah terbentuk dari lingkungan keluarga sehingga sekolah adalah tempat sasaran pelampiasan permasalahan yang telah diperoleh di rumah. Selain itu, sekolah sebagai tempat membentuk karakter tidak sepenuhnya dapat memberikan pembelajaran dan didikan secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan beberapa di antara guru juga lemah dalam menjalankan proses pembelajaran dan dalam mendidik. Dengan demikian, memungkinkan sering terjadinya bullying. Berkaitan dengan penelitian mengenai bullying di SMP PGRI 4 Kota Padang ditemukannya bullying verbal dalam situasi formal dan nonformal. Dengan kata lain, bullying verbal tidak hanya terjadi dalam situasi nonformal, tetapi juga pada situasi formal ketika proses belajar mengajar. Kemudian, untuk subjek penelitian ini dibatasi hanya pada pelajar kelas 7 dan kelas 8. Hal itu disebabkan pelajar pada tingkat tersebut masih berada pada masa transisi. Artinya, pelajar dalam kondisi peralihan pola pikir dan perilaku. Untuk mengamati fenomena tersebut, peneliti menggunakan teori Austin (1962) dan Searle (1979) yang mengklasifikasikan tindak tutur. Menurut Austin (1962-1), selain bertutur seseorang juga dapat melakukan sesuatu. Pendapat tersebut didukung oleh Searle (1979:30) bahwa setiap komunikasi terdapat tindak tutur. 4

Artinya, komunikasi bukan hanya sekedar lambang, kata, dan kalimat, melainkan produk atau hasil dari lambang kata dan kalimat yang berwujud perilaku. Contohnya tergambar dari tuturan salah satu pelajar di SMP PGRI 4 Kota Padang di bawah ini: Data 1 A B A C A C : Yasmin, mana LKS nya? : Ndak ado LKS Yasmin Bu. Yasmin tidak ada LKS, Bu : Buat di buku latihan saja. Pindah duduk ke sebelah Indah! : Ndak nio duduak jo Yasmin sela tu do buk! Tidak mau duduk dengan YM juling itu, Bu! : Apa masalahnya? : Paja tu ele se Buk! Dia itu bodoh Bu! Peristiwa tutur di atas melibatkan penutur A, B, dan C. Situasi tutur terjadi ketika sedang berlangsungnya proses pelajaran IPA. Ketika itu, guru meminta seluruh pelajar kelas 7.2 untuk mengeluarkan LKS dan mengerjakan tugas yang ada di dalam LKS. Akan tetapi, salah satu pelajar, yaitu penutur B tidak memenuhi permintaan dari guru. Hal demikian dikarenakan penutur B tidak memiliki LKS dan tidak memiliki cukup uang untuk membelinya. Penutur B tergolong pelajar yang kurang mampu. Kemudian, guru meminta penutur B bergabung dengan penutur C yang kebetulan berada di dekat kursi penutur B. Namun, perintah tersebut ditolak oleh penutur C. Penolakan ini disebabkan penutur B adalah siswa yang memiliki kekurangan secara fisik, yaitu mata juling, dan tingkat fokus dalam belajar sering berubah-rubah sehingga penutur B sering dikucilkan dan diasingkan di kelas. Tuturan Ndak nio duduak jo Yasmin sela tu do buk! termasuk sebagai bullying verbal karena penolakan penutur C dilakukan dengan cara merendahkan penutur B. Ini dapat dilihat dari pengggunaan kata sela yang mengacu kepada kondisi fisik 5

penutur B. Meskipun penutur B memiliki kekurangan pada penglihatan, dengan pemberian label sela justru mengindikasikan adanya unsur celaan. Oleh karena itulah, kata sela sebagai penjulukan atau name-calling merupakan salah satu bentuk bullying verbal dalam konteks di atas. Berdasarkan tindak tuturnya, Searle (1979:354 355) membagi lima tipe-tipe tindak tutur, yaitu representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Pada tuturan Ndak nio duduak jo Yasmin sela tu do buk! adalah tipe tindak tutur direktif, yaitu tuturan yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai dengan apa yang disebutkan dalam tuturannya. Penutur C tidak hanya sekedar menyampaikan ketidakinginannya atas perintah guru yang memindahkan penutur B di sampingnya, melainkan juga meminta agar penutur B tidak duduk di sampingnya. Kemudian, berdasarkan konteks dan tuturannya, fungsi tuturan tersebut adalah argumentatif. Hal demikian ditunjukkan dengan tuturan penutur C yang menyinggung kekurangan fisik penutur B. Adapun faktor yang melatarbelakangi terjadinya bullying verbal pada data di atas adalah faktor tingkat sosial. Sebagaimana yang dikemukakan Pateda (1987:18), perbuatan komunikatif tergantung pada (1) apa yang ingin disampaikan; (2) suasana hati pembicara; (3) situasi lingkungan; (4) keadaan pendengar; (5) tingkat sosial: (6) umur; dan (7) urgensi apa yang ingin disampaikan. Penutur C merasa kesal karena harus duduk berdampingan dengan penutur B. Penutur C merasa terganggu dengan keberadaan penutur B dikarenakan kekurangan fisik yang dimiliki oleh penutur B. Selain itu, penutur B adalah pelajar yang dikucilkan di sekolah sehingga penutur C merasa malu harus duduk dengan penutur B. Artinya, penutur C 6

beranggapan bahwa dirinya dan penutur B memiliki perbedaan secara fisik dan dalam pergaulan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut; 1. Apa sajakah bentuk-bentuk bullying verbal dalam tindak tutur pelajar SMP PGRI 4 Kota Padang? 2. Apa sajakah tipe-tipe tindak tutur yang terdapat pada bullying verbal pelajar SMP PGRI 4 Kota Padang? 3. Apa fungsi tuturan yang terdapat pada bullying verbal dalam tindak tutur pelajar SMP PGRI 4 Kota Padang? 4. Apa sajakah faktor yang melatarbelakangi terjadinya bullying verbal dalam tindak tutur antarpelajar di SMP PGRI 4 Kota Padang? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Mengidentifikasi bentuk-bentuk bullying verbal dalam tindak tutur pelajar SMP PGRI 4 Kota Padang. 2. Mendeskripsikan tipe-tipe tindak tutur yang terdapat pada bullying verbal dalam tindak tutur pelajar SMP PGRI 4 Kota Padang. 3. Menjelaskan fungsi yang terdapat dalam bullying verbal pada tindak tutur pelajar SMP PGRI 4 Kota Padang. 7

4. Memerikan faktor yang melatarbelakangi terjadinya bullying verbal antarpelajar SMP PGRI 4 Kota Padang. 1.4 Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini akan menambah khazanah dan perkembangan kajian linguistik, khususnya ilmu sosiopragmatik. Bahasa yang secara terus menerus digunakan dalam aktivitas dan komunikasi, akan membuka peluang lebih luas dalam kajian linguistik. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi referensi dan acuan bagi peneliti lainnya yang menelaah tentang aspek bullying verbal dalam kajian linguistik lainnya. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam mengidentifikasi perilaku dan karakteristik pelajar dari bullying verbal yang terjadi di sekolah. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi faktor-faktor terjadinya bullying verbal di sekolah. Dengan demikian, akan memberikan pemahaman kepada pihak sekolah untuk mencari solusi dalam mengatasi tindakan bullying. 8