II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

TINJAUAN PUSTAKA. yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan. untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

TINJAUAN PUSTAKA. baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi dalam diri seseorang dan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

TINJAUAN PUSTAKA. sepenuhnya dapat dijelaskan. Pada makna yang lebih kompleks pembelajaran. siswanya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan. Syah (2006: 92) mengatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran dapat dimaknai sebagai landasan dasar untuk membentuk. atau mendisain program pembelajaran didalam kelas.

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Everett M Rogers dalam Latifah (2011:12) mengemukakan bahwa komunikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB II KAJIAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu Communicare yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek yang biasanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

II. KAJIAN PUSTAKA. menyampaikan sesuatu seperti menjelaskan konsep dan prinsip kepada siswa.

BAB I PENDAHULUAN. Padahal metode ceramah memiliki banyak kekurangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:145),

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KAJIAN PUSTAKA. Manusia dalam hidupnya tidak pernah lepas dari belajar, karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

TINJAUAN PUSTAKA. kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi. Pengembangan

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai kebersamaan ( commonnees). 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 TIBAWA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB II LANDASAN TEORI. lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu model

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang objek tertentu tetapi juga menuntut cara berpikir untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika untuk siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Efektivitas erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan pelajaran yang terdiri dari berbagai konsep yang tersusun

Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan zaman di era globalisasi menuntut setiap negara untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

BAB II KAJIAN TEORI. a. Pengertian komunikasi matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah komunikasi berasal dari kata latin Communicare atau Communis yang

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata latin communicatio dan bersumber dari kata

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan. lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

BAB II KERANGKA TEORITIS. mempunyai efek, dapat membawa hasil, berhasil guna. Efektivitas menunjukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

Dedi Kurniawan ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembelajaran matematika dan salah satu tujuan dari materi yang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar pada hakikatnya merupakan aktivitas yang utama dalam serangkaian

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Kemampuan Komunikasi Matematis Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. (Stuart dalam Cangara, 2011: 18). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Lebih lanjut, Azizah (2011: 17) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian, pemberitahuan, dan penerimaan ide-ide dari seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) melalui media yang menimbulkan efek; baik berupa lisan, tulisan, maupun gerakan, dimana melalui komunikasi ide-ide direfleksikan, diperbaiki dan didiskusikan sehingga ide-ide yang disampaikan memiliki kesamaan makna diantara keduanya. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan informasi dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematika. Suriasumantri (2002: 190) mengatakan matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambanglambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah

11 makna diberikan padanya, tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Lebih lanjut Lindquist (NCTM, 1989: 2) berpendapat bahwa jika kita sepakat bahwa matematika merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar dan mengakses matematika. Komunikasi merupakan kemampuan penting dalam pendidikan matematika, karena pembelajaran matematika pada umumnya terfokus pada pengkomunikasian. Menurut Greenes dan Schulman (Azizah, 2011: 18) mengutarakan bahwa komunikasi matematis merupakan (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematis, dan (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pemikiran dan penemuan, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain. Lebih lanjut, Greenes dan Schulman (Azizah, 2011: 19) juga mengatakan bahwa komunikasi matematis adalah kemampuan (1) menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda, (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual, dan (3) mengkonstruksi, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya. Definisi komunikasi matematis juga diungkapkan oleh Sullivan & Mousley (Ansari, 2003: 17), bahwa komunikasi matematis bukan hanya sekedar

12 menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasangagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelasaian suatu masalah. Adapun indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis menurut Sumarmo (2003: 4) adalah (1) menghubungkankan benda-benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide matematika, (2) menjelaskan ide situasi menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, gambar, dan aljabar, dan (3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematis pada pembelajaran matematika menurut NCTM (1989 : 214) dapat dilihat dari (1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual, (2) kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya, dan (3) kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi. Indikator kemampuan komunikasi matematis menurut Satriawati (Azizah, 2011: 24) yaitu (1) drawing, kemampuan menyatakan ide matematika ke dalam bentuk

13 gambar, diagram, tabel dan sebaliknya, (2) mathematical expression, mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, dan (3) written texts, memberikan penjelasan ide dengan bahasa sendiri, dan membuat model matematika dengan menggunakan tulisan dan aljabar. Dalam penelitian ini, untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis, siswa diberi tes berupa soal-soal tentang materi yang diajarkan. Dengan mengacu kepada pendapat Satriawati (Azizah, 2011: 24) yaitu (1) drawing, kemampuan menyatakan ide matematika ke dalam bentuk gambar, diagram, tabel dan sebaliknya, (2) mathematical expression, mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, dan (3) written texts, memberikan penjelasan ide dengan bahasa sendiri, dan membuat model situasi matematika dengan menggunanakan tulisan dan aljabar. Beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis menurut Ansari (2009 : 22), antara lain (1) pengetahuan prasyarat, pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai akibat proses belajar sebelumnya. Jenis kemampuan siswa tersebut sangat menentukan hasil pembelajaran selanjutnya, (2) kemampuan membaca, diskusi, dan menulis. Diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari komunikasi untuk semua level. Wiederhold (Ansari 2009 :23) mengatakan bahwa : kemampuan membaca dalam topik-topik tertentu dan kemudian mengelaborasi topik-topik tersebut dan menyimpulkannya merupakan aspek penting untuk melihat keberhasilan berpikir siswa, dan (3) pemahaman matematik, pemahaman matematik ialah tingkat atau

level pengetahuan siswa tentang konsep, prinsip, algoritma dan kemahiran siswa menggunakan strategi penyelesaian terhadap soal atau masalah yang disajikan. 14 Berikut adalah contoh soal matematika dan pembahasannya yang sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi bangun ruang sisi lengkung. Sebuah kerucut berada di dalam setengah bola, seperti tampak pada gambar. Jika volume kerucut tersebut 4 liter, berapa sisa volume setengah bola (pada gambar yang ditunjukkan oleh daerah yang diarsir)? Penyelesaian: Diketahui : = 4 Ditanyakan :Sisa volume setengah bola? Dijawab : menyatakan peristiwa sehari-hari kedalam bahasa atau simbol matematika (mathematical expression) Misal, sisa volume bola dilambangkan dengan Dari gambar disamping, t = r dapat diketahui bahwa tinggi kerucut = jari-jari bola Maka, menyatakan ide matematika ke dalam bentuk gambar, diagram, tabel dan sebaliknya (drawing) = membuat model situasi matematika dengan menggunakan tulisan dan aljabar, serta memberikan penjelasan ide dengan bahasa sendiri. (written texts)

15 ( ) Jadi, sisa volume setengah bola adalah 2. Pembelajaran Kooperatif Secara bahasa kooperatif berasal dari kata cooperative yang berarti bekerja sama. Salah satu aktivitas sosial yang membutuhkan kemampuan untuk bekerja sama dengan baik ialah kerja kelompok. Eggen dan Kauchak (2012: 171) menyatakan bahwa kerja kelompok dirancang untuk meningkatkan keterlibatan siswa dengan interaksi antar siswa. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme. Isjoni (2013: 15) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif sehingga merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Komalasari (2013: 62) juga mendefinisikan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboartif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif mengarah pada pembelajaran dimana siswa bekerjasama dalam kelompok kecil, saling membantu, bertukar informasi untuk memahami

16 suatu materi pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman agar dapat mencapai sukses bersama secara akademik. Hal ini seperti yang dinyatakan Eggen dan Kauchak (2012: 171) pembelajaran kooperatif adalah sebuah kelompok strategi mengajar yang memberikan peran terstruktur bagi siswa sambil menekankan interaksi siswa-siswa untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif merupakan pondasi yang baik untuk meningkatkan semangat belajar siswa sehingga mampu berprestasi. Hal ini dikarenakan seperti yang dinyatakan Eggen dan Kauchak (2012: 171) bahwa guru meminta siswa bertanggung jawab secara individu atas pemahaman mereka dan siswa saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran ini akan memberi kesempatan siswa untuk mendiskusikan masalah, mendengar pendapat rekannya, memacu siswa untuk bekerjasama dan saling membantu menyelesaikan permasalahan. Secara tidak langsung mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama, siswa yang agresif dan siswa yang tidak peduli pada siswa lain. Pembelajaran kooperatif atau gotong royong adalah bentuk pengajaran siswa dalam beberapa kelompok kecil yang bekerjasama antara siswa satu dengan yang lain untuk memecahkan masalah. Dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk saling berkomunikasi aktif dengan anggota kelompoknya dalam rangka menyelesaikan masalah matematika yang diberikan gurunya. Dengan bekerjasama maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat

17 bagi kehidupannya kelak di luar pendidikan formal (Hartono, 2013: 100). Lebih lanjut, Hartono (2013: 112) juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk bersikap partisipatif dalam menyelesaikan tugas. Sikap partisipatif itu tak hanya untuk tugas semata, tapi juga melatih siswa agar suatu saat kelak mampu berpartisiasi dalam realitas kehidupan. Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari dua sampai lima orang dengan struktur yang bersifat heterogen dan dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Rusman (2013: 206) menyatakan pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru menghendaki adanya partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan. Aspek-aspek pembelajaran kooperatif diantaranya: saling ketergantungan positif, interaksi dengan tatap muka, kebersamaan, kepercayaan individu, mengembangkan keterampilan sosial dan evaluasi kelompok. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan-keterampilan dan aspekaspek yang disampaikan di atas adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Iru dan Arihi, 2012: 55).

18 3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Think Pair Share adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Tipe TPS ini dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk. Dari Universtas Maryland pada tahun 1981. Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif yang dinilai efektif untuk mengganti suasana pola diskusi di kelas. Menurut Nurhadi (2004: 23) TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi waktu yang lebih banyak kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Frank Lyman dalam Trianto (2009: 82) mengemukakan bahwa langkah-langkah (fase) TPS yaitu (a) berpikir (thinking), guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran,dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah, (b) berpasangan (pairing), guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh, dan (c) berbagi (sharing), guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Lebih lanjut, menurut pendapat Arends dalam Trianto (2009:81) yang menyatakan bahwa langkah-langkah dalam penerapan TPS yang pertama yaitu berfikir (think) yaitu guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah; berpasangan (pair) yaitu guru meminta siswa

19 berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberikan waktu tidak lebih dari empat atau lima menit untuk berpasangan; dan yang terakhir adalah berbagi (share) yaitu guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruh kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif sampai sebagian pasangan mendapatkan kesempatan untuk melaporkan. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa diberi kesempatan lebih banyak untuk berfikir, merespon, dan bekerja secara mandiri serta membantu teman lain secara positif untuk menyelesaikan tugas, sesuai dengan pendapat Lie (2004: 57) yang menyatakan bahwa TPS merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memberi kesempatan kepada pada untuk siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan model pembelajaran ini yaitu, mampu mengoptimalkan partisipasi siswa. Lebih lanjut, menurut Kagan dalam Eggen dan Kauchak (2012: 134) TPS adalah strategi kerja kelompok yang meminta siswa individual di dalam pasangan belajar untuk pertama-tama menjawab pertanyaan dari guru dan kemudian berbagi jawaban itu dengan seorang rekan. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS juga mempunyai kelemahan. Kelemahan TPS menurut Syamsu Basri dalam Riyanto (2009: 302) adalah (1) membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas, (2) membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas, (3) peralihan dari seluruh kelas ke

20 kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu, guru harus mem-buat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang. Dalam penerapannya, TPS akan efektif jika setiap siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran TPS. Hal ini sesuai dengan pendapat Eggen dan Kauchak (2012: 134) yang menyatakan bahwa keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat terjadi jika model pembelajaran ini dapat mengundang respons dari semua orang di dalam kelas dan dapat menempatkan semua siswa dalam peran-peran yang aktif secara kognitif, selain itu setiap anggota dari pasangan diharapkan untuk berpartisipasi sehingga strategi ini mengurangi kecenderungan penumpang gratisan yang bisa menjadi masalah saat menggunakan kerja kelompok. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran TPS diawali dengan proses Think (berpikir) yaitu siswa terlebih dahulu berfikir secara individu terhadap masalah yang disajikan oleh guru, dilanjutkan oleh tahap pair (berpasangan), yaitu siswa diminta untuk mendiskusikan dengan pasangan-pasangannya tentang apa yang telah dipikirkannya secara individu, dan diakhiri dengan share(berbagi), setelah tercapai kesepakatan tentang pikirannya, maka salah satu pasangan membagikan kepada seluruh kelas apa yang menjadi kesepakatan dalam diskusinya kemudian dilanjutkan dengan pasangan lain hingga sebagian pasangan dapat melaporkan mengenai berbagai pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya. Hasil dari TPS adalah untuk mengembangkan partisipasi siswa di dalam kelas dengan berdiskusi dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

21 Dengan cara siswa saling belajar satu sama lain dan mendapatkan jalan keluar dari ide mereka setelah berdiskusi dan membuat ide mereka untuk didiskusikan dalam kelas. 4. Pembelajaran Konvensional Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 592) Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru seperti metode ceramah, tanya jawab dan latihan soal. Sedangkan menurut Djamarah (2008: 77) pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu pembelajaran ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Model pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Lebih lanjut, Sukandi (2003: 31) mendefinisikan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsepkonsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Disini terlihat bahwa pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai penransfer ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai penerima ilmu. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran konvensional menurut Nining (2004). Adapun kelebihan pembelajaran konvensional adalah (1) murah biayanya karena

22 media yang digunakan hanya suara guru sehingga guru leebih cepat dalam menyampaikan informasi, (2) mudah mengulangnya kembali kalau diperlukan, sebab guru sudah menguasai apa yang telah diceramahkan, (3) dengan penguasaan materi yang baik dan persiapan guru yang cermat bahan dapat disampaikan dengan cara yang sangat menarik, lebih mudah diterima dan diingat oleh siswa, (4) memberi peluang kepada siswa untuk melatih pendengaran, (5) siswa dilatih untuk menyimpulkan pembicaraan yang panjang menjadi inti. Sedangkan kekurangan pembelajaran konvensional antara lain (1) tidak semua siswa memiliki daya tangkap yang baik, sehingga akan menimbulkan verbalisme, (2) sulit bagi siswa mencerna atau menganalisis materi yang diceramahkan bersama-sama dengan kegiatan mendengarkan penjelasan atau ceramah guru, (3) tidak memberikan kesempatan siswa untuk apa yang disebut belajar dengan berbuat, (4) tidak semua guru pandai melaksanakan ceramah sehingga tujuan pelajaran tidak dapat tercapai, (5) menimbulkan rasa bosan sehingga materi sulit diterima, (6) menjadikan siswa malas membaca isi buku, mereka mengandalkan suara guru saja. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah suatu pembelajaran yang bersifat ceramah yaitu siswa menerima semua materi yang dijelaskan oleh guru sehingga siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran dan pemahaman siswa dibangun berdasarkan hafalan, metode yang digunakan berupa ceramah, contoh, dan latihan soal. Namun pembelajaran konvensional memiliki kelebihan yaitu lebih mudah untuk diterapkan dalam proses pembelajaran dan guru dapat dengan cepat memberikan informasi kepada siswa.

23 5. Penelitian yang Relevan Peneliatian yang relevan dengan penelitian ini adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Azizah (2011: 66) dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap Kemampuan Komunikasi Mtematis Siswa (Skripsi). Dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional. 2. Peneliatian yang dilakukan oleh Marlina (2014: 5) dengan judul Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa (Jurnal). Dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada siswa yang belajar secara konvensional berdasarkan keseluruhan siswa dan pengelompokan siswa. B. Kerangka Pikir Kemampuan untuk menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan merupakan salah satu kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran matematika. Komunikasi matematis memegang peranan penting dalam membantu siswa membangun hubungan antara aspek-aspek informal dan intuitif dengan bahasa matematika yang abstrak, yang terdiri atas simbol-simbol matematika, serta antara uraian dengan gambaran mental dari gagasan matematika. Kemampuan

24 komunikasi dalam matematis mengandung arti kemampuan siswa untuk membahasakan matematika yang meliputi penggunaan keahlian membaca, menulis, menyimak, menelaah, menginterpretasi, dan mengevaluasi ide, simbol, istilah, serta informasi matematika. Selain itu, kemampuan komunikasi matematis juga dapat berarti menempatkan matematika sebagai alat untuk mempresentasikan dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan. TPS merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan peluang kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. Hal ini dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan dalam model pembelajaran TPS. TPS diawali dengan tahap think, tahap think melatih siswa untuk menyatakan ide-ide matematika ke dalam gambar atau tabel, dan sebaliknya, mengekspresikan konsep matematika ke dalam bahasa atau simbol matematika, serta membuat model matematika dan menjelaskan ide matematika dengan bahasa sendiri secara mandiri, sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Kemudian dilanjutkan dengan tahap pair, tahap pair melatih siswa untuk berbagi ide matematika dan belajar mengungkapkan dan menjelaskan ide tersebut dengan pasangannya. Jika terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan ide-ide matematika karena keterbatasan kemampuan komunikasi matematis siswa, maka akan diluruskan bersama-sama dengan pasangannya. Sehingga kemampuan komunikasi matematematis siswa akan lebih meningkat. Diakhiri dengan tahap share, pasangan siswa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan dan menjelaskan ide-ide matematika yang telah disepakati dari hasil diskusi pada tahap

25 pair dengan bahasa sendiri kepada seluruh kelas, siswa yang lain akan mendengarkan, menelaah, menghubungkan dan menyatukan berbagai ide matematika yang muncul. Sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa akan semakin meningkat. Pada pembelajaran konvensional, siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya secara mandiri. Kemampuan komunikasi matematis siswa bergantung pada penjelasan gurunya. Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS memungkinkan menghasilkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang baik. C. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam peneletian ini adalah: a. Seluruh siswa kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan selama ini memperoleh materi pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. b. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa selain model pembelajaran TPS dan pembelajaran konvensional dianggap memberi kontribusi yang sama.

26 D. Hipotesis 1. Hipotesis Umum Hipotesis dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IX SMPN 1 Abung Selatan. 2. Hipotesis Kerja Hipotesis kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.