BAB I PENDAHULUAN. salah satu fitrah manusia. Nilai itulah yang diajarkan oleh al-qur an. Al-Qur an

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan seluruh tubuhnya ke arah Ka bah yang berada di Masjidil Haram, karena

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari lintasan benda-benda langit pada orbitnya masing-masing.

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG ARAH KIBLAT

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG ARAH KIBLAT MENURUT ILMU FALAK S K R I P S I

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG FATWA DAN ARAH KIBLAT. dikenal dengan istilah nasihat ulama, petuah-petuah orang agung. 2

BAB I PENDAHULUAN. wajib benar benar menghadap Ka'bah itu ( 'ain Ka'bah) tetapi orang yang jauh

BAB IV ANALISIS PENENTUAN ARAH KIBLAT DALAM KITAB. A. Analisis Penentuan Arah Kiblat dengan Bayang- bayang Matahari dalam

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

BAB IV ANALISIS TERHADAP ARAH KIBLAT MASJID AGUNG BANTEN. A. Analisis terhadap Akurasi Arah Kiblat Masjid Agung Banten

BAB I PENDAHULUAN. Arah kiblat merupakan arah yang dituju oleh umat Islam dalam

SAATNYA MENCOCOKKAN ARAH KIBLAT. Oleh: Drs. H. Zaenal Hakim, S.H. 1. I.HUKUM MENGHADAP KIBLAT. Firman Allah dalam Surat al-baqarah ayat 144: Artinya:

BAB I PENDAHULUAN. mengahadap kiblat adalah salah satu syarat sah shalat. Kiblat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam ajaran Islam, menghadap arah Kiblat merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya menentukan arah Kiblat ketika hendak melaksanakan shalat. Bagi

Menyikapi Fatwa Arah Kiblat. Written by Monday, 19 July :12

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan masalah karena Rasulullah saw. ada bersama-sama sahabat dan

BAB IV AKURASI METODE PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID AGUNG AT TAQWA BONDOWOSO JAWA TIMUR

BAB IV ANALISIS FATWA MUI NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG KIBLAT (Kiblat Umat Islam Indonesia Menghadap ke Arah Barat)

PENGENALAN PENGUKURAN ARAH KIBLAT DI TINGKAT MADRASAH IBTIDAIYAH/SEKOLAH DASAR MELALUI MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI PENGUKURAN SUDUT

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai penentuan arah kiblat, khususnya di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan kiblat adalah persoalan azimuth yaitu jarak dari titik Utara ke

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia diciptakan berpasangan antara laki-laki dengan perempuan

Salman Alfarisy, Lc.* Sekretaris Asia Pacific Community for Palestine

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf sebagai institusi keagamaan, di samping berfungsi ubudiyah. mewujudkan dan memelihara hablun min Allah dan hablun min an-nas.

BAB IV APLIKASI DAN UJI AKURASI DATA GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) DAN AZIMUTH MATAHARI PADA SMARTPHONE BERBASIS ANDROID UNTUK HISAB ARAH KIBLAT

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

Cara Mudah Penentuan Arah Kiblat

BAB I PENDAHULUAN. muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang pelaksanaannya dikaitkan

DAFTAR PUSTAKA. Abd al-mu thi, Fathi Fawzi Misteri Ka bah (Kisah Nyata Kiblat Dunia Sejak Nabi Ibrahim hingga Sekarang), Jakarta: Zaman, 2010.

PENENTUAN ARAH QIBLAT

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON. A. Pengecekan Arah Kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

Studi Analisa Penentuan Arah Kiblat Masjid Raya Al-Mashun Medan

BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. menghadap kiblat,shalatnya tidak sah. Umat Islam di Indonesia pada

BAB II KONSEP UMUM TENTANG ARAH KIBLAT. A. Pandangan Para Ulama Tentang Arah Kiblat. dari,, yang secara sederhana dapat kita artikan menghadap.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. Persetujuan... Pengesahan... Abstrak... Kata Pengantar... Daftar Isi...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan tentang pelayaran sudah dikenal oleh masyarakat dunia. sejak lama. Ekspedisi-ekspedisi besar pernah dilakukan hingga

MENGHITUNG ARAH KIBLAT DENGAN RUMUS SEGITIGA BOLA

Sejumlah ulama berpendapat bahwa menjalankan shalat berjamaah mengandung banyak nilai kebaikan, diantaranya berikut;

MAKALAH ISLAM Waktu Praktis Penentuan Arah Kiblat

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan sesuai tuntutan zaman, baik pada zaman pra-

BAB I PENDAHULUAN. aqliy. Sumber hukum naqliy ialah Al-Qur an dan As-Sunnah, sedangkan sumber

PENINGKATAN PEMAHAMAN TAKMIR MASJID DI WILAYAH MALANG TERHADAP PENENTUAN AKURASI ARAH KIBLAT

BAB I PENDAHULUAN. tertentu kepada orang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan 1. Ramadhan yang disebut juga dengan istilah zakat fitrah 2.

BAB IV NAVIGASI MAPALSA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. begitu saji di terapkan di peta karena adanya variasi magnet bumi, yaitu yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. banyak manfaatnya dalam kehidupan praktis. Berbagai aspek kehidupan dan

SISTEM KOORDINAT GEOGRAFIK

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Ibadah haji merupakan syari at yang ditetapkan oleh Allah kepada. Nabi Ibrahim. Dan hal ini juga diwajibkan kepada umat Islam untuk

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan penciptaan manusia. Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

PEMANFAATAN METODE PERGESERAN TITIK BAYANGAN MATAHARI DALAM MENENTUKAN ARAH KIBLAT MESJID AGUNG DAN MESJID JAMI KOTA PALOPO

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

Ternyata Hari Jum at itu Istimewa

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 40 Tahun 2011 Tentang BADAL THAWAF IFADHAH (PELAKSANAAN THAWAF IFADHAH OLEH ORANG LAIN)

DAFTAR TERJEMAH. No Hal Kutipan Bab Terjemah

VERIFIKASI FATWA MUI NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ARAH KIBLAT. Agus Yusrun Nafi

BAB IV ANALISIS METODE PENGUKURAN ARAH KIBLAT SLAMET HAMBALI. A. Analisis Konsep Pemikiran Slamet Hambali tentang Metode

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT. A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB I PENDAHULUAN. benda-benda langit saat ini sudah mengacu pada gerak nyata. Menentukan awal waktu salat dengan bantuan bayang-bayang

DAFTAR PUSTAKA. Adib, Munawir A Fatah, Al-Bisri, Surabaya: Pustaka Progresif, 1999, hlm. 583.

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang berlaku dalam Islam tidak boleh bertentangan dengan al-qur an. Di

BAB I PENDAHULUAN. menghadap kiblat di dalam shalat merupakan syarat sah shalat. Dengan demikian

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER)

BAB IV ANALISIS FUNGSI DAN AKURASI JAM MATAHARI PERUMAHAN KOTABARU PARAHYANGAN PADALARANG JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

DAFTAR TERJEMAH No. BAB Hal Terjemah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

BAB IV ANALISIS KEAKURASIAN ARAH KIBLAT MASJID SUNAN KALIJAGA KADILANGU DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB V PENUTUP. menghadap ke bangunan Ka bah, shalatnya tidak sah. Sedangkan orang. perbedaan pendapat, adapun pendapat itu adalah :

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV AKURASI METODE ARAH KIBLAT MASJID-MASJID DI DESA SRUNI, KEC. JENGGAWAH, KAB. JEMBER JAWA TIMUR

UNTUK KALANGAN SENDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. mempelajari lintasan benda-benda langit seperti Matahari, Bulan, Bintangbintang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan umat manusia, dan usaha juga sangat menentukan pola hidup, corak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. 1

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG MATLA MENURUT FIQH ASTRONOMI SKRIPSI

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan analisis dalam pembahasan disertasi ini, peneliti. 1. Matlak menurut fikih adalah batas daerah berdasarkan jangkauan

Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An Nawawi

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG

Penetapan Awal Ramadhan dan Syawal

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan mu'amalah yang paling banyak dilakukan orang adalah kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Urgensi (Pentingnya) Tauhid dan Pembagiannya. Urgensi (Pentingnya) Tauhid dan Pembagiannya

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak lahir ke dunia, manusia telah membawa beberapa kecenderungan alami yang tidak berubah. Salah satunya adalah mengabdi kepada Yang Maha Kuasa sekaligus mengagungkan-nya. 1 Ibadah kepada Allah SWT merupakan salah satu fitrah manusia. Nilai itulah yang diajarkan oleh al-qur an. Al-Qur an menegaskan bahwa fitrah keislaman telah tertanam dalam diri setiap insan sejak ia belum dilahirkan. 2 Allah berfirman dalam QS. al-rum (30) ayat 30 : Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut 1 Yunasril Ali, Agar Shalat Jadi Penolongmu, Penyejuk Hatimu, (Jakarta : Zaman, 2009), cet.ke-1, h. 22. 2 Ibid., h. 24.

2 fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 3 Sejak awal Allah telah menentukan arah bagi manusia dalam beribadah, dan arah pertama yang ditunjukkan-nya adalah Ka bah di Mekah, yang telah ada sejak zaman Nabi Adam a.s dan dibangun kembali dalam bentuk yang lebih megah dan lebih anggun oleh Nabi Ibrahim a.s bersama putranya Nabi Ismail a.s. 4 Ketika Nabi Musa a.s dan Nabi Isa a.s diutus, arah kiblat dialihkan ke Baitul Maqdis. Dan ketika Nabi Muhammad saw diutus, kiblat dikembalikan ke arah semula, yakni Masjid al-haram. 5 Kesatuan arah dalam ibadah menggambarkan tauhid, bahwa hanya ada satu Tuhan yang disembah, yakni Allah. Ka bah sebagai kiblat ibadah kaum muslim mengingatkan kita untuk senantiasa memelihara dan menegakkan tauhid sehingga benar-benar menjadi umat yang menjaga kesatuan. Menghadap arah kiblat merupakan masalah penting dalam syari at Islam. Menurut hukum syari at, menghadap arah kiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau badan seseorang menghadap ke arah Ka bah yang terletak di Mekah, yang merupakan pusat tumpuan umat Islam untuk melaksanakan ibadah-ibadah 3 Departemen Agama RI, al-qur an dan Terjemahannya, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1971) h. 645. Al-Qurthubi, sebagaimana yang dikutip oleh Yunasril Ali dalam bukunya Agar Shalat Jadi Penolongmu, Penyejuk Hatimu, menjelaskan bahwa menurut Abu Hurairah, salah seorang sahabat Nabi, fitrah Allah yang dimaksud dalam ayat ini ialah kebaikan berupa agama yang benar. 5 Yunasril Ali, op.cit., h. 118.

3 tertentu. 6 Ketika shalat fardhu ataupun shalat sunat menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sahnya shalat. 7 Ketika melakukan thawaf di Baitullah atau ketika menguburkan jenazah, maka harus diletakkan miring bahu kanan menyentuh liang lahat dan muka menghadap kiblat. 8 Allah SWT berfirman dalam QS. al-baqarah (2) ayat 149-150 : Artinya : Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benarbenar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut 6 Sofia Hardani, Dasar-Dasar Ilmu Falak, (Pekanbaru : Suska Press, 2010), cet.ke-1, h. 92. 7 Sayid Sabiq, Fiqh al-sunnah, (Beirut : Dar al-fikr, 1983), cet. ke 1, h. 104-111. 8 Sofia Hardani, op.cit., h. 93.

4 kepada mereka dan takutlah kepada-ku (saja). Dan agar Ku - sempurnakan nikmat-ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. 9 Hadits Nabi SAW yang berbunyi : قال أبو ھریرة رضي الله تعالى عنھ قال : قال رسول الله صلى الله علیھ وسلم : استقبل القبلة وكبر (رواه البخاري) Artinya : Dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : Menghadaplah kiblat lalu bertakbirlah. (HR. Bukhari). 10 حدثنا محمد بن أبي معشر: حدثنا أبي عن محمد بن عمر وعن أبي سلمة عن أبي ھریرة رضي الله عنھ قال : قال رسل الله صلى الله علیھ وسلم "ما بین المشرق والمغرب قبلة". (رواه الترمذي) Artinya : Bercerita Muhammad bin Abi Ma syarin, dari Muhammad bin Umar, dari Abi Salamah, dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah saw bersabda : Antara Timur dan Barat terletak kiblat (Ka bah). (HR. Tirmidzi) 11 Pada masa Nabi Muhammad saw kewajiban menghadap kiblat Ka bah itu tidak banyak masalah karena umat Islam masih relatif sedikit dan kebanyakan tinggal di sekitar Mekah sehingga mereka bisa melihat wujud Ka bah. Berbeda halnya dengan keadaan saat ini, umat Islam sudah banyak jumlahnya dan tinggal tersebar di berbagai belahan dunia yang jauh dari Mekah. Apakah kewajiban 9 Departemen Agama RI, loc.cit., 10 Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-bukhari, Shahih al-bukhari, (Kairo : Dar Ibn al-haitsam, 2004), jilid 1, h. 55. 11 Abi Isa Muhammad bin Isa at-turmudzi, Sunan at-turmudzi, juz.1 Bab Thaharah-Shalat (Beirut : Dar al-fikr, 1994), h. 363.

5 menghadap kiblat itu harus pada fisik Ka bah ( ain Ka bah) atau cukup dengan arahnya saja (syathrah atau jihah). 12 Para ulama sepakat bahwa bagi orang-orang yang melihat Ka bah wajib menghadap ain Ka bah dengan penuh keyakinan. Sementara itu, bagi mereka yang tidak bisa melihat Ka bah maka para ulama berbeda pendapat. Pertama, jumhur ulama selain Syafi iyah berpendapat cukup dengan menghadap jihah Ka bah. Kedua, Syafi iyah berpendapat bahwa diwajibkan bagi yang jauh dari Mekah untuk menghadap ain Ka bah yakni wajib menghadap Ka bah sebagaimana yang diwajibkan pada orang-orang yang menyaksikan ain Ka bah. 13 Persoalan kiblat adalah persoalan azimut jarak dari titik utara ke lingkaran vertikal melalui benda langit atau melalui suatu tempat yang diukur sepanjang lingkaran horizon menurut arah perputaran jarum jam. 14 Dengan demikian, persoalan arah kiblat erat kaitannya dengan letak geografis suatu tempat yakni berapa derajat jarak suatu tempat dari khatulistiwa yang dikenal dengan istilah lintang dan berapa derajat letak suatu tempat dari garis bujur kota Mekah. 15 Selain itu, kiblat juga terkait dengan arah Ka bah di Mekah. Arah Ka bah ini dapat ditentukan dari setiap titik atau tempat di permukaan bumi dengan 12 Maskufa, Ilmu Falak, (Jakarta : Gaung Persada, 2010), cet.ke-2, h. 128. 13 Wahbah Zuhaili, al-fiqh al-islami wa Adillatuhu, (Damaskus : Dar al-fikr, 1997), jilid 1, h. 757-758. Lihat juga Ibnu Rusyd, Bidayatul al-mujtahid wa Nihayah al-muqtashid, (Beirut : Dar al- Fikr, tth), jilid 1, h. 80. 14 A. Jamil, Ilmu Falak (Teori & Aplikasi), Arah Qiblat, Awal Waktu, dan Awal Tahun (Hisab Kontemporer), (Jakarta, 2009), cet. ke-1, h. 109. 15 Ibid.

6 melakukan perhitungan dan pengukuran. Oleh sebab itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya adalah perhitungan untuk mengetahui guna menetapkan ke arah mana Ka bah di Mekah itu dapat dilihat dari suatu tempat dipermukaan bumi, sehingga semua gerakan orang yang sedang melaksanakan shalat, baik ketika berdiri, ruku, maupun sujudnya selalu berimpit dengan arah yang menuju Ka bah. 16 Berkaitan dengan kewajiban menghadap kiblat yang didasari perintah agama, maka ilmu pengetahuan berupaya untuk menyelaraskan apa yang dimaui oleh nash itu dengan melihat fenomena alam dalam hal ini adalah keadaan bumi yang relatif bulat. Implikasinya adalah ke manapun muka kita dihadapkan akan bertemu juga dengan Ka bah. 17 Oleh karena itu, umat Islam harus mengetahui posisi Baitul Haram (Ka bah) dengan cara mempelajari ilmu bumi dan ilmu falak. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ilmu falak atau astronomi maka menentukan arah kiblat bagi suatu tempat di bumi bukan merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. 18 16 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Buana Pustaka, 2005), cet.ke-2, h. 49. 17 Maskufa, op.cit., h. 128. 18 Ibid., h. 129.

7 Ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda langit, tentang fisiknya, geraknya, ukurannya, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. 19 Ilmu falak yang sering disebut juga ilmu hisab merupakan ilmu yang bermanfaat bagi umat Islam dalam menetapkan waktu-waktu ibadah dan tempat ibadah, seperti menetapkan awal waktu shalat, menetapkan awal waktu buka dan imsak dalam berpuasa, menetapkan memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan, menetapkan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, menetapkan waktu gerhana baik gerhana bulan maupun gerhana matahari dan juga menetapkan posisi dan arah kiblat pada suatu tempat. Dalam ilmu falak, kegiatan yang paling menonjol pada ilmu tersebut adalah melakukan perhitungan-perhitungan. 20 Seperti halnya dalam penentuan arah kiblat, secara garis besarnya adalah menghitung berapa besar sudut yang diapit oleh garis meridian yang melewati suatu tempat yang dihitung arah kiblatnya dengan lingkaran besar yang melewati tempat yang bersangkutan dan Ka bah, serta menghitung jam berapa matahari itu memotong jalur menuju Ka bah. 21 19 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), jilid 1 cet.ke-13, h. 304. 20 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis : Metode Hisab-Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012), cet.ke-2, h. 1. 21 Ibid., h. 3.

8 Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penentuan arah kiblat semakin mudah dilakukan. Akan tetapi, karena pemahaman defenisi arah menghadap kiblat yang variatif secara fiqih, maka pada ranah pemahaman masyarakat penentuan arah kiblat menjadi ramai dipermasalahkan, apakah harus benar-benar menghadap kiblat menuju ke bangunan Ka bah atau cukup arah menuju Ka bah. Di Indonesia khususnya, secara historis, metode penentuan arah kiblat telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan penentuan arah kiblat ini dapat dilihat dari alat-alat yang dipergunakan untuk mengukurnya, seperti tongkat istiwa 22, rubu mujayyab 23,kompas, dan theodolite. 24 Selain itu, sistem perhitungan yang dipergunakan juga mengalami perkembangan, baik mengenai data koordinat maupun sistem ilmu ukurnya yang sangat terbantu dengan adanya alat bantu penghitungan seperti kalkulator scientific maupun alat bantu pencarian data koordinat yang semakin canggih seperti GPS (Global Positioning System). 25 22 Tongkat Istiwa berfungsi sebagai alat bantu untuk menentukan arah utara-selatan sejati dengan memanfaatkan bantuan sinar matahari sebelum dilakukan penentuan arah kiblat dengan azimuth kiblat atau sudut yang menunjukkan arah kiblat. Juga berfungsi sebagai alat bantu dalam penentuan arah kiblat dengan memanfaatkan bayang-bayang matahari atau rashdul kiblat. Lihat Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis : Metode Hisab-Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012), cet.ke-2, h. 29. 23 Rubu Mujayyab berfungsi sebagai alat bantu untuk menentukan arah kiblat dengan azimuth kiblat atau sudut yang menunjukkan arah kiblat. Lihat Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis : Metode Hisab-Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012), cet.ke-2, h. 29. 24 Ibid., h. 29. 25 Ibid.

9 Pada saat ini, metode yang sering dipergunakan untuk menentukan arah kiblat ada dua macam yaitu azimuth kiblat dan rashdul kiblat, atau disebut juga dengan teori sudut dan teori bayangan. 26 Isu keagamaan yang penuh dengan tema-tema penting selalu mewarnai kehidupan umat. Sering ditemukan di tengah masyarakat adanya perbedaan arah kiblat sehingga menimbulkan problem besar terutama di tengah masyarakat awam. Pada awal tahun 2010 muncul isu pergeseran arah kiblat akibat pergeseran lempengan bumi dan adanya gempa bumi. Selain itu banyak ditemukan masjid dan mushala yang arah kiblatnya berbeda-beda. Terkait permasalahan tersebut, pada tanggal 01 Februari 2010 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 tentang kiblat. Secara lengkap, Diktum Fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 tentang kiblat sebagai berikut 27 : Pertama, tentang ketentuan hukum. Dalam ketentuan hukum tersebut disebutkan bahwa: (1) Kiblat bagi orang yang shalat dan dapat melihat Ka bah adalah menghadap ke bangunan Ka bah ( ainul Ka bah). (2) Kiblat bagi orang yang shalat dan tidak dapat melihat Ka bah adalah arah Ka bah ( jihat al- Ka bah). (3) Letak geografis Indonesia yang berada di Timur Ka bah/mekah maka kiblat umat Islam Indonesia adalah ke arah Barat. 26 Ibid. 27 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, (Jakarta: Erlangga, 2011), cet.ke-1, h. 250-251.

10 Kedua, rekomendasi. MUI merekomendasikan agar bangunan Masjid/musholla di Indonesia sepanjang kiblatnya menghadap ke arah Barat, tidak perlu diubah, dibongkar dan sebagainya. Namun, fatwa tersebut direvisi oleh Fatwa MUI No. 05 Tahun 2010 tentang arah kiblat yang disahkan pada tanggal 01 Juli 2010. Dalam fatwa MUI yang kedua ini, disebutkan dalam Ketentuan Hukum nomor 03 bahwa Kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah Barat Laut dengan posisi bervariasi sesuai dengan letak kawasan masing-masing. 28 Fatwa ini dilengkapi dengan rekomendasi yang berisi Bangunan masjid/musholla yang tidak tepat arah kiblatnya, perlu ditata ulang shafnya tanpa membongkar bangunannya. Fatwa ini menimbulkan keresahan dalam masyarakat, sehingga ditanggapi secara berbeda baik dari kalangan MUI maupun dari kalangan ahli falak dan astronomi. Perubahan fatwa ini memunculkan pertanyaan bagaimana sebenarnya penetapan arah kiblat di Indonesia. Lebih dalam lagi bagaimana pandangan ilmu falak terhadap hasil penetapan fatwa tersebut. Berdasarkan masalah di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan menganalisa bagaimana pandangan ilmu falak mengenai hasil penetapan fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang arah kiblat yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG ARAH KIBLAT MENURUT ILMU FALAK. 28 Ibid., h. 260-261.

11 Pembahasan tentang arah kiblat dipandang penting karena ia merupakan masalah yang urgen dalam syari at Islam. Menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Ilmu falak atau ilmu hisab sangat diperlukan dalam metode perhitungan dan penetapan arah kiblat yang benar. Sementara itu, dijadikannya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI ) sebagai sasaran penelitian karena fatwa majelis tersebut sebagai pedoman bagi umat Islam di Indonesia. B. Batasan Masalah Supaya penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari topik yang dipersoalkan, maka pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan kepada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang ara h kiblat berdasarkan metode perhitungan ilmu falak. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dipahami bahwa pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimana penetapan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang arah kiblat berdasarkan metode perhitungan ilmu falak. Karena luasnya pembahasan tersebut maka masalah pokok dalam penelitian ini, yaitu: 1. Metode apa yang digunakan MUI dalam menetapkan arah kiblat? 2. Bagaimana pandangan ilmu falak terhadap fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang arah kiblat?

12 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui metode yang digunakan MUI dalam menetapkan arah kiblat. b. Untuk mengetahui pandangan ilmu falak terhadap fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang arah kiblat. 2. Manfaat Penelitian a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai metode yang digunakan MUI dalam menetapkan arah kiblat. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai pandangan ilmu falak terhadap fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang arah kiblat. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu suatu penelitian yang berusaha menggali teori-teori yang telah berkembang dalam bidang ilmu yang berkaitan dengan suatu masalah, mencari metode-metode,serta teknik penelitian baik dalam mengumpulkan data atau menganalisis penelitian yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu, memperoleh orientasi yang lebih luas dalam permasalahan yang

13 dipilih serta menghindarkan terjadinya duplikasi yang tidak diinginkan dengan mengarah pada pengembangan konsep dan fakta yang ada 29. 2. Sumber Data Adapun data dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: a. Sumber primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber asli yang memuat data-data atau informasi tersebut. Data primer ini diperoleh dari buku Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Perspektif Hukum dan Perundang-undangan serta website resmi Majelis Ulama Indonesia (http://www.mui.or.id). b. Sumber sekunder, yaitu data yang bersifat membantu atau menunjang dalam melengkapi dan memperkuat serta memberikan penjelasan. Adapun sumber data sekunder yang digunakan adalah Konsep Ijtihad Majelis Ulama Indonesia Dalam Pengembangan Hukum Islam karya Helmi Karim, Ilmu Falak Teori dan Praktek karya Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern karya Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat karya Susiknan Azhari, Formula Baru Ilmu Falak karya A. Kadir, Ilmu Falak karya Maskufa, Dasar-dasar Ilmu Falak karya Sofia Hardani, Ilmu Falak Praktis karya Ahmad Izzudin dan 29 Moh. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), cet.ke-1, h. 111

14 sumber lain seperti kitab, kamus, artikel, ensiklopedi dan media internet yang relevan dengan kajian ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti mengumpulkan, mengkaji, dan menelaah berbagai buku dan sumber tertulis lainnya yang mempunyai relevansi dengan kajian ini. 4. Metode Analisis Data Adapun teknik analisis dalam penelitian ini, sesuai dengan data yang diperoleh maka peneliti menggunakan teknik analisis isi atau kajian isi (content analysis), yaitu suatu analisis terhadap makna yang terkandung dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai arah kiblat berdasarkan ilmu falak 30 Metode ini juga digunakan untuk mengidentifikasi, mempelajari dan kemudian melakukan analisis terhadap apa yang diselidiki 31. F. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab dengan perincian sebagai berikut. Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini mencakup latar belakang, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan. Adapun yang dibicarakan dalam bab ini adalah persoalan hukum 30 Anton Bekker dan A. Charris Zubcdr, Metode Penelitian Filsafat. (Yogyakarta: Kanisius, 1990), cet.ke-1, h. 65. 31 Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1991), cet.ke-1, h. 49.

15 Islam secara umum dan diskusi tentang analisa keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang arah kiblat. Bab II memberikan tinjauan umum tetang Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang meliputi : Sejarah, Visi dan Misi Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tugas dan Program Kerja, Struktur Kepengurusan dan Metode Istinbat Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bab III mengungkapkan secara umum tentang fatwa yang meliputi : pengertian fatwa, dasar hukum fatwa, sebab-sebab munculnya fatwa, syaratsyarat orang yang memberi fatwa, kapan fatwa dikeluarkan, hal yang dapat difatwakan. Selain itu, mengungkapkan secara umum tentang arah kiblat menurut ilmu falak yang meliputi : pengertian arah kiblat, dasar hukum, lintasan sejarah penetapan arah kiblat, metode penetapan arah kiblat. Bab IV membicarakan metode yang digunakan MUI dalam menetapkan arah kiblat dan fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang arah kiblat menurut ilmu falak. Bab V adalah kesimpulan dari bab-bab sebelumnya disertai dengan beberapa saran. Selanjutnya diikuti oleh daftar kepustakaan yang dijadikan sumber dalam pembahasan ini dan juga beberapa lampiran.