ANALISIS DAMPAK ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI INDONESIA FAHMI ABDURAHMAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

II. TINJAUAN PUSTAKA Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia. beras. Perkembangan dari hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN A.

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

II. TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

1 Universitas Indonesia

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA: ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

PROSPEK TANAMAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus

KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

TINJAUAN PUSTAKA Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia. Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA PERUSAHAAN INDUSTRI DAN PRODUKTIFITAS TENAGA KERJA DI PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2006

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia adalah sebagai makanan pokok karena hampir seluruh

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN...

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

Transkripsi:

ANALISIS DAMPAK ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI INDONESIA FAHMI ABDURAHMAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap Kesejahteraan Petani Padi di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2011 Fahmi Abdurahman H44070095

RINGKASAN FAHMI ABDURAHMAN. Analisis Dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap Kesejahteraan Petani Padi di Indonesia. Dibimbing Oleh NOVINDRA Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2010) jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar 41.49 juta jiwa yang merupakan urutan pertama dalam hal lapangan pekerjaan. Oleh karena itu sektor pertanian bagi Indonesia memiliki peranan yang cukup penting dalam pembangunan perekonomian. Pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang cukup besar yaitu 15.90 persen pada tahun 2010. Namun, produksi komoditas pertanian di Indonesia belum mencukupi kebutuhan permintaan dalam negeri, maka diperlukan perdagangan yang terkait dengan komoditas pertanian untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Perkembangan perdagangan yang semakin kompleks menuntut adanya sebuah aturan atau hukum yang tertulis dan berlaku universal, maka dibentuk Asean Free Trade Area (AFTA) untuk perdagangan bebas di antara negara-negara Assocation of Southeast Asian Nations (ASEAN). Beras merupakan komoditas pertanian yang diperdagangkan didalam perdagangan bebas AFTA. Partisipasi Indonesia dalam perdagangan bebas AFTA disadari sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan dengan adanya perdagangan tersebut. Hal ini disebabkan karena produk Indonesia akan memiliki pangsa pasar yang lebih luas dan mekanisme melakukan ekspor-impor komoditas menjadi lebih mudah dan menguntungkan akibat adanya penurunan tarif ekspor. Namun, muncul berbagai kekhawatiran akan kesiapan Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas. Kekhawatiran tersebut berupa masuknya barang-barang impor yang lebih murah dengan kualitas yang sama yang menjadi ancaman bagi produk lokal. Hal ini dapat ditunjukan pada kasus beras impor dari Thailand dan Vietnam yang harganya lebih murah dan berkualitas tinggi, kondisi tersebut menjadi ancaman bagi petani padi di domestik. Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia (2) mengevaluasi dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap perubahan kesejahteraan petani padi di Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan rentang waktu (time series) dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2009. Sumber data penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi yang terkait yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Pertanian (Kementan), Badan Urusan Logistik (BULOG), dan publikasi lainnya. Pengolahan data dilakukan dengan program komputer yaitu yaitu : SAS 9.2 dan Excel. Model permintaan dan penawaran beras di Indonesia menggunakan persamaan simultan, yang terdiri dari 7 persamaan struktural dan 4 persamaan identitas. Model yang telah dirumuskan terdiri dari 7 persamaan, dan 20 predetermined variable terdiri dari 14 variabel eksogen dan 6 lag variabel endogen, sehingga total variabel dalam model (K) adalah 31 variabel. Berdasarkan kriteria order condition disimpulkan setiap persamaan struktural

yang ada dalam model adalah overidentified. Selanjutnya, metode estimasi model yang digunakan adalah 2SLS. Simpulan dari penelitian ini sebagai berikut : (1) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia, yaitu (a) Permintaan beras Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh jumlah penduduk Indonesia dan permintaan beras t-1; (b) Luas areal panen padi dipengaruhi secara nyata oleh luas areal panen padi t-1 dan total kredit usahatani; (c) Harga riil gabah tingkat petani secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah, total produksi padi, harga riil impor beras Indonesia, dan harga riil gabah tingkat petani t-1; (d) Harga riil beras Indonesia dipengaruhi secara nyata terhadap harga riil beras Indonesia adalah tren waktu dan penawaran beras; (e) Harga riil beras impor Indonesia dipengaruhi secara nyata terhadap harga riil beras impor Indonesia adalah harga riil beras dunia dan harga riil beras impor Indonesia t-1; (f) Jumlah impor beras Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh jumlah impor beras Indonesia t-1; (2) Adanya komitmen dalam Asean Free Trade Area (AFTA) yang menyebabkan kesejahteraan petani menjadi menurun; (3) Menghadapi penurunan tarif impor beras menuju tarif impor beras nol, sebagai akibat komitmen dalam AFTA, maka kebijakan yang paling efektif adalah dengan peningkatan harga pembelian pemerintah Saran yang bisa dikemukakan dalam penelitian ini adalah : (1) Sebagai upaya untuk mempertahankan kesejahteraan petani padi akibat adanya AFTA, maka sebaiknya pemerintah meningkatkan harga riil pembelian pemerintah; (2) Sebaiknya pemerintah memperhatikan harga beras eceran yang meningkat dengan cara melakukan operasi pasar yang tepat; (3) Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas padi sebaiknya pemerintah memberikan insetif seperti suku bunga kredit yang murah dan menerapkan kebijakan subsidi pupuk; (4) Sebagai upaya mengurangi jumlah impor beras pemerintah dapat menerapkan kebijakan program diverifikasi konsumsi pangan (substitusi beras) dan program KB agar dapat menanggulangi tingkat pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi. Kata kunci : Asean Free Trade Area (AFTA), kesejahteraan petani padi, permintaan dan penawaran beras. iv

ANALISIS DAMPAK ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI INDONESIA FAHMI ABDURAHMAN H44070095 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Judul Skripsi : Analisis Dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap Kesejahteraan Petani Padi di Indonesia Nama : Fahmi Abdurahman NIM : H44070095 Disetujui Dosen Pembimbing Novindra, S.P, M.Si NIP. 19811102 200701 1 001 Diketahui Ketua Departemen Ekonomi Sumbedaya dan Lingkungan Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003 Tanggal Lulus:

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil untuk menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada : 1. Allah SWT atas berkat dan rahmat-nya skripsi penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ayahanda (Agus Miraz), Ibunda (Surti Trisilowati), Kakak dan Adikku tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa yang tulus serta kasih sayang dan dukungan kepada penulis selama ini. 3. Bapak Novindra S.P, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan semangat, perhatian, bimbingan, motivasi, saran, dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Ibu Hastuti S.P, MP sebagai dosen penguji yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan saran demi penyempurnaan skripsi ini. 5. Pihak Pusdiklat BULOG dan Kementrian Pertanian yang telah memberikan izin dan membantu penelitian ini. 6. Suci Hariani yang senantiasa memberikan semangat dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman sebimbingan Alfian, Anggun, Rini, Yusuf. Teman-teman ESL 44 dan teman se-kostan DR C11 atas kebersamaannya selama ini. 8. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap Kesejahteraan Petani Padi di Indonesia. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan agar dapat menyelesaikan studi Program Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Sebagaimana manusia yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan topik ini dapat menyempurnakan kekurangan yang masih terdapat pada skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, akademisi, pemerintah maupun masyarakat luas. Bogor, November 2011 Penulis

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penelitian... 6 1.4. Manfaat Penelitian... 6 1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA... 8 2.1. Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia... 8 2.1.1. Produksi... 8 2.1.2. Konsumsi... 9 2.1.3. Stok, Pengadaan dan Penyaluran Beras... 10 2.1.4. Jumlah Penduduk... 11 2.1.5. Impor Beras.... 12 2.2. Peran Beras... 13 2.3. Kebijakan Beras Nasional... 13 2.3.1. Kebijakan Produksi.... 14 2.3.2. Kebijakan Harga.... 15 2.3.3. Kebijakan Distribusi.... 16 2.3.4. Kebijakan Impor... 17 2.4. Perdagangan Internasional... 18 2.5. Asean Free Trade Area (AFTA).... 19 2.5.1. Common Effective Preferential Tarif (CEPT).... 20 2.6. Penelitian Terdahulu... 23 2.7. Kebaruan Penelitian... 24 III. KERANGKA PEMIKIRAN... 27 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 27 3.1.1. Fungsi Produksi dan Penawaran... 27 3.1.2. Fungsi Permintaan... 29 3.1.3. Persamaan Simultan... 31 3.1.4. Elastisitas... 32 3.1.5. Surplus Produsen... 32 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 33 IV. METODE PENELITIAN... 37 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 37 4.2. Jenis dan Sumber Data... 37 4.3. Metode Analisis Data... 37 4.3.1. Analisis Kualitatif... 38 xii xiv xv

4.3.2. Analisis Kuantitatif... 38 4.4. Perumusan Model... 39 4.4.1. Luas Areal Panen Padi... 40 4.4.2. Produktivitas Padi... 40 4.4.3. Produksi Padi... 41 4.4.4. Produksi Beras... 41 4.4.5. Harga Riil Gabah Tingkat Petani... 41 4.4.6. Permintaan Beras... 42 4.4.7. Penawaran Beras... 42 4.4.8. Harga Riil Beras Indonesia... 43 4.4.9. Harga Riil Beras Impor Indonesia... 43 4.4.10.Jumlah Impor Beras Indonesia... 44 4.4.11.Marjin Pemasaran Beras... 44 4.5. Identifikasi Model... 44 4.6. Metode Pendugaan Model... 46 4.6.1. Uji Statistik F... 46 4.6.2. Uji Statistik t... 47 4.6.3. Uji Statistik Durbin-h... 47 4.7. Validasi Model... 48 4.8. Simulasi Model... 49 4.9. Perubahan Kesejahteraan... 51 4.10. Definisi Operasional... 51 V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA.... 55 5.1. Hasil Estimasi Model... 55 5.1.1. Luas Areal Panen Padi... 56 5.1.2. Produktivitas Padi... 57 5.1.3. Produksi Padi... 59 5.1.4. Produksi Beras... 60 5.1.5. Harga Riil Gabah Tingkat Petani... 60 5.1.6. Permintaan Beras... 62 5.1.7. Penawaran Beras... 63 5.1.8. Harga Riil Beras Indonesia... 64 5.1.9. Harga Riil Beras Impor Indonesia... 65 5.1.10. Jumlah Impor Beras Indonesia... 66 5.1.11. Marjin Pemasaran Beras... 67 VI.EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI INDONESIA... 69 6.1. Validasi Model... 69 6.2. Simulasi Historis... 69 6.2.1. Penurunan Tarif Impor Sebesar 20 Persen... 70 6.2.2. Tarif Impor Nol... 71 x

6.2.3. Skenario Simulasi Kebijakan Pemerintah Dalam Menghadapi Tarif Impor Beras Nol Sesuai Dengan Perjanjian AFTA... 71 6.2.3.1. Menaikkan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 10 Persen dan Tarif Impor Nol... 71 6.2.3.2. Menaikkan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 10 Persen, Menurunkan Harga Riil Pupuk Urea Sebesar 10 Persen, dan Tarif Impor Nol... 72 6.2.3.3 Menaikkan Total Kredit Usahatani Sebesar 15 Persen, Menaikkan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 10 persen, dan Tarif Impor Nol... 72 6.2.3.4. Ringkasan... 73 VII. SIMPULAN DAN SARAN... 74 7.1. Simpulan.... 74 7.2. Saran Kebijakan... 75 DAFTAR PUSTAKA... 76 LAMPIRAN... 78 xi

Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1 Penduduk 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Indonesia Tahun 2006-2010... 1 2 Kontribusi Setiap Sektor Terhadap Produk Domestik Bruto di Indonesia Tahun 2006-2010... 2 3 Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Periode 1984-1990, 1991-1997, 1998-2004, dan 2005-2010... 4 4 Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2006-2010... 8 5 Konsumsi Beberapa Macam Bahan Makanan di Indonesia Tahun 2007-2010... 9 6 Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras di Indonesia Tahun 2005-2009... 11 7 Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2005-2010... 12 8 Perkembangan Volume dan Nilai Impor Beras di Indonesia Tahun 2006-2010... 12 9 Perkembangan Kebijakn Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Tahun 1959-2007... 14 10 Common Effective Preferential Tariff for Asean Free Trade Area (CEPT-AFTA) untuk Komoditas Beras... 22 11 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Analisis Dampak Skema CEPT-AFTA Terhadap Kesejahteraan Produsen Padi di Indonesia dengan Penelitian Sebelumnya... 26 12 Hasil Identifikasi Model dari Masing-Masing Persamaan..... 46 13 Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Panen Padi... 56 14 Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Padi... 58 15 Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gabah Tingkat Petani... 60 16 Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Beras... 62 17 Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Indonesia... 64 18 Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Impor Indonesia... 65 19 Hasil Estimasi Jumlah Impor Beras Indonesia... 67 20 Hasil Validasi Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia... 69 xii

21 Hasil Simulasi Historis terhadap Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia... 70 xiii

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Kerangka Pemikiran Operasional... 35 xiv

Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia... 79 2 Data Time Series Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia... 80 3 Nama Variabel Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia... 84 4 Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Panen Padi... 86 5 Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Padi... 87 6 Hasil Estimasi Persamaan Harga Gabah Tingkat Petani... 88 7 Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Beras... 89 8 Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Indonesia... 90 9 Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Impor Indonesia..... 91 10 Hasil Estimasi Persamaan Jumlah Impor Beras Indonesia 92 11 Hasil Validasi Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Tahun 2000-2009... 93 12 Hasil Simulasi Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia... 96 xv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar 41.49 juta jiwa yang merupakan urutan pertama dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penduduk 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2006-2010 No. Lapangan Pekerjaan Jumlah Tenaga Kerja (Juta Jiwa) 2006 2007 2008 2009 2010 1. Pertanian 40.14 41.21 41.33 41.61 41.49 2. Pertambangan 0.92 0.99 1.07 1.16 1.25 3. Industri Pengolahan 11.89 12.37 12.55 12.84 13.82 4. Listri, Gas, dan Air 0.23 0.17 0.20 0.22 0.23 5. Bangunan 4.70 5.25 5.44 5.49 5.59 6. Perdagangan dan Hotel 19.22 20.55 21.22 21.95 22.49 7. Angkutan dan Komunikasi 5.66 5.96 6.18 6.12 5.62 8. Keuangan, dan Persewaan 1.35 1.40 1.46 1.49 1.74 9. Jasa-Jasa 11.36 12.02 13.10 14.00 15.96 Total 95.46 99.93 102.55 104.87 108.21 Sumber : BPS, 2010 Oleh karena itu, sektor pertanian bagi Indonesia memiliki peranan yang cukup penting dalam pembangunan perekonomian. Sektor pertanian bermanfaat dalam proses pembangunan Indonesia antara lain mencakup (1) penyediaan kebutuhan pangan untuk penduduk yang semakin bertambah (2) penyediaan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan bagi penduduk (3) penyediaan bahan mentah untuk agroindustri (4) menghasilkan devisa untuk negara, dan (5) menciptakan kelestarian lingkungan hidup (Amang, 1999). Pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang cukup besar yaitu 15.90 persen pada tahun 2010 yang dapat ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kontribusi Setiap Sektor terhadap Produk Domestik Bruto di Indonesia Tahun 2006-2010 (%) No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 1 Pertanian 13.00 13.70 14.46 15.29 15.90 2 Pertambangan 11.00 11.20 10.92 10.54 11.10 3 Industri Pengolahan 27.50 27.10 27.89 26.38 25.20 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.90 0.90 0.82 0.83 0.80 5 Konstruksi 7.50 7.70 8.48 9.89 10.10 6 Perdagangan, dan Restoran 15.00 14.90 13.97 13.37 13.80 7 Pengangkutan dan Komunikasi 6.90 6.70 6.31 6.28 6.20 8 Keuangan dan Real Estat 8.10 7.70 7.43 7.20 7.10 9 Jasa-jasa 10.10 10.10 9.73 10.22 9.80 Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber : BPS, 2010 Produksi komoditas pertanian di Indonesia belum mencukupi kebutuhan permintaan dalam negeri. Oleh karena itu, diperlukan perdagangan yang terkait dengan komoditas pertanian untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Negara yang produksi pertaniannya surplus dapat mengekspor produk pertaniannya ke negara yang membutuhkan, sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak. Perkembangan perdagangan yang semakin kompleks menuntut adanya sebuah aturan atau hukum yang tertulis dan berlaku universal, maka dibentuk Asean Free Trade Area (AFTA) untuk perdagangan bebas di antara negara-negara Assocation of Southeast Asian Nations (ASEAN). Hubungan ekonomi antara negara-negara ASEAN yang digariskan oleh Masyarakat Ekonomi ASEAN dan merupakan hasil dari Visi ASEAN 2020 yang berisi berbagai langkah yang telah diambil oleh ASEAN untuk tujuan integrasi ekonomi. Tujuan dasar ekonomi negara-negara ASEAN adalah untuk menciptakan stabilitas dan kemakmuran ekonomi secara keseluruhan. Negara-negara ASEAN juga ingin menciptakan zona ekonomi dimana penyediaan barang, investasi, dan jasa tanpa hambatan. Negara-negara ASEAN ingin memastikan bahwa tingkat kesenjangan ekonomi dan kemiskinan menurun. Tujuan dasar di bentuknya AFTA adalah untuk 2

mendapatkan keragaman regional negara-negara anggotanya, dapat saling melengkapi satu sama lain dan menciptakan peluang bisnis. Salah satu kebijakan dari ASEAN yaitu melalui AFTA dapat menempatkan ASEAN sebagai salah satu nama besar dalam rantai pasokan dunia 1. Partisipasi Indonesia dalam perdagangan bebas AFTA disadari sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan dengan adanya perdagangan tersebut. Hal ini disebabkan karena produk Indonesia akan memiliki pangsa pasar yang lebih luas dan mekanisme melakukan ekspor-impor komoditas menjadi lebih mudah dan menguntungkan akibat adanya penurunan tarif ekspor. Namun, muncul berbagai kekhawatiran akan kesiapan Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas. Kekhawatiran tersebut berupa masuknya barang-barang impor yang lebih murah dengan kualitas yang sama yang menjadi ancaman bagi produk lokal. Hal ini dapat ditunjukan pada kasus beras impor dari Thailand dan Vietnam yang harganya lebih murah dan berkualitas tinggi, kondisi tersebut menjadi ancaman bagi petani padi di domestik. Beras merupakan komoditas pertanian yang diperdagangkan di dalam perdagangan bebas AFTA. Beras memiliki peran yang strategis dan politis karena komoditas ini menjadi makanan pokok bagi 90 persen rakyat Indonesia sehingga perlu mendapat perhatian khusus. (Firdaus et al. 2008). Peran pemerintah dalam pemantapan ketahanan pangan telah diatur di dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1966 tentang pangan. Sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan terutama beras di Indonesia, maka diperlukan peran pemerintah dalam meningkatkan produktivitas padi. Adapun perkembangan laju pertumbuhan luas areal panen, 1 http://www.depdag.go.id/files/publikasi/djkipi/afta.htm diakses pada tanggal 23 April 2011 3

produktivitas, dan produksi padi di Indonesia pada periode 1984-1997 (Orde Baru) dan 1998-2010 (Orde Reformasi) ditunjukan pada Tabel 3. Laju pertumbuhan produksi padi pada orde baru 2.86 persen pada periode tahun 1984-1990, tetapi pada periode tahun 1991-1997 laju pertumbuhan produksi padi menjadi 1.93 persen disebabkan laju pertumbuhan produktivitas padi yang lebih rendah pada periode 1991-1997. Orde reformasi laju pertumbuhan produksi padi 1.60 persen per tahun dalam periode 1998-2004 dan menjadi sebesar 4.29 persen per tahun dalam periode 2005-2010, hal ini disebabkan laju pertumbuhan luas panen dan produktivitas meningkat. Tabel 3. Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Periode 1984-1990, 1991-1997, 1998-2004, dan 2005-2010. No. Uraian 1984-1990 (%) 1991-1997 (%) 1998-2004 (%) 2005-2010 (%) 1. Luas Areal Panen 0.80 1.42 0.29 2.28 2. 3. Produktivitas Produksi 1.60 2.86 Sumber : Kementrian Pertanian (diolah), 2010 0.32 1.93 1.31 1.60 1.86 4.29 Perdagangan bebas AFTA yang sudah diterapkan saat ini mempengaruhi penjualan beras domestik karena harus bersaing dengan beras impor dari negaranegara ASEAN seperti beras dari Thailand dan Vietnam. Harga beras dunia saat ini sekitar Rp 6,500/kg-Rp 7,500/kg seperti beras Vietnam seharga Rp 6,400/kg dan Thailand Rp 6,500/kg-Rp 7,500/kg, sedangkan di Indonesia harganya mencapai Rp 7,000/kg-Rp 8,500/kg. Di tingkat mikro, produsen padi domestik merasakan dampak langsung dengan adanya penurunan tarif impor beras sebagai salah satu implikasi perdagangan bebas AFTA. Beras lokal yang umumnya masih belum berdaya saing tinggi harus menghadapi beras impor yang lebih murah, menyebabkan produksi beras dalam negeri menjadi kurang diminati. Bagi petani 4

domestik, hal ini sangat merugikan karena mereka harus menjual beras dengan harga yang lebih rendah dari beras impor. Hal itu terjadi karena petani domestik harus menjual dengan harga yang setara dengan harga beras impor agar laku terjual, akibatnya dapat mempengaruhi produksi dan produktivitas padi domestik. 1.2. Perumusan Masalah Manfaat adanya AFTA adalah untuk memudahkan perdagangan bebas antar negara ASEAN sehingga setiap negara anggota ASEAN akan memperoleh keuntungan pasar yang semakin luas. Perdagangan bebas AFTA juga dapat menjadi ancaman bagi Indonesia jika tidak mampu mengontrol produk impor yang masuk. Selain itu dengan adanya AFTA produsen domestik juga akan menghadapi kompetitor-kompetitor besar dari negara-negara ASEAN. Dalam perdagangan bebas AFTA terdapat skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) adalah pengurangan tarif regional dan menghapus hambatan non-tarif selama 15 tahap yang dimulai pada 1 Januari 1993. Produk CEPT meliputi seluruh produk industri yang termasuk di dalamnya produk olahan hasil pertanian dan produk lainnya. Berdasarkan CEPT Produk List komoditas beras termasuk ke dalam high sensitive list, jadi komoditas tersebut termasuk dalam skema penurunan tarif dan hambatan non-tarif dalam jangka waktu yang lebih lama daripada CEPT Produk List yang lain. Adanya skema CEPT-AFTA membuat produk-produk pertanian dari negara-negara ASEAN memiliki pangsa pasar yang semakin luas, tetapi produk lokal harus bersaing dengan produk impor. Permasalahan yang dikhawatirkan terjadi dengan adanya AFTA, jika pada akhirnya tarif impor beras menuju nol yang akan menyebabkan harga beras impor lebih murah daripada harga beras domestik dan jumlah impor beras meningkat. 5

Pada penelitian ini akan dianalisis apakah dengan adanya AFTA tingkat kesejahteraan petani padi di indonesia akan menurun atau meningkat. Hal tersebut karena produk pertanian (beras) Indonesia akan bersaing dengan produk impor negaranegara ASEAN. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia? 2. Bagaimana dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap perubahan kesejahteraan petani padi di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka secara spesifik tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia. 2. Mengevaluasi dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap perubahan kesejahteraan petani padi di Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna di dalam pengembangan ilmu pengetahuan baik bagi penulis sendiri maupun bagi kepentingan orang lain. 2. Dapat dijadikan sebagai referensi dalam mengkaji dampak AFTA terhadap sektor pertanian khususnya komoditas beras. 6

3. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan pada instansi yang terkait seperti Badan Urusan Logistik (BULOG). 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia kemudian mengestimasi perubahan kesejahteraan petani padi di Indonesia akibat adanya AFTA. Data yang digunakan dalam penelitian ini dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2009. Karena keterbatasan data, maka untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini dibangun suatu model yang merefleksikan fenomena ekonomi dengan keterbatasan yaitu : 1. Permintaan beras domestik tidak dilakukan pemisahan berdasarkan jenis beras. Demikian juga penawaran dan permintaan beras domestik tidak didisagregasi berdasarkan wilayah tetapi secara agregasi nasional. 2. Jenis dan harga beras impor yang digunakan adalah beras Thailand patahan 25 persen yang merupakan jenis beras yang paling banyak diimpor indonesia. Harga beras Thailand patahan 5 persen menjadi acuan dalam perdagangan internasional beras. 3. Beras domestik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beras eceran kualitas medium varietas beras IR 64 II. Pemilihan varietas tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa varietas tersebut menghasilkan jenis beras yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan komponen utamanya yaitu produksi, konsumsi, stok beras, jumlah penduduk, dan impor beras. Perkembangan dari hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1. Produksi Menurut Putong (2003), produksi adalah menambah nilai guna suatu barang, proses produksi membutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat dan sarana untuk melakukan proses produksi. Dalam pertanian, proses produksi sangat kompleks dan terus-menerus berubah seiring dengan kemajuan teknologi. Produksi padi nasional ditentukan oleh luas areal panen dan tingkat produktivitasnya. Adapun perkembangan luas areal panen, produktivitas dan produksi padi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2006-2010 Tahun Luas Areal Produktivitas Produksi Laju Pertumbuhan Panen (Ha) (Ton/Ha) (Ton) Produksi (%) 2006 11,786,430 4.62 54,454,937 0.56 2007 12,147,637 4.71 57,157,435 4.96 2008 12,327,425 4.89 60,325,925 5.54 2009 12,883,576 5.00 64,398,890 6.75 2010 13,244,184 5.01 66,411,469 3.13 Rata-Rata Laju Pertumbuhan Produksi (%) 4.19 Sumber : Kementrian Pertanian (diolah) 2010 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa luas areal panen padi dan produksi padi dari tahun 2006 sampai dengan 2010 cenderung meningkat. Tingkat pertumbuhan produksi padi rata-rata sekitar 4.19 persen per tahun. Luas areal panen

padi dan produksi padi yang cenderung meningkat dari tahun 2006 sampai dengan 2010, mengakibatkan produktivitas padi meningkat. 2.1.2. Konsumsi Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi 90 persen penduduk Indonesia (Firdaus et al., 2008), hal ini menyebabkan beras menjadi bahan makanan yang superior daripada bahan makanan lainnya. Hal itu dapat terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Konsumsi Beberapa Macam Bahan Makanan di Indonesia Tahun 2007-2010 (Kg/Kap/Tahun) Jenis Makanan 2007 2008 2009 2010 Beras 90.73 93.70 91.51 90.36 Jagung 3.13 2.29 1.83 1.56 Ketela Pohon 6.99 7.67 5.53 5.06 Ketela Rambat 2.40 2.66 2.24 2.29 Ikan dan Udang 13.56 13.71 12.98 14.13 Daging Sapi 0.42 0.37 0.31 0.37 Daging Ayam 4.12 3.81 3.60 4.17 Telur Ayam 6.36 6.00 6.05 10.43 Tahu 8.50 7.14 7.04 6.99 Tempe 7.93 7.25 7.04 6.94 Kacang Kedelai 0.10 0.05 0.05 0.05 Sumber : BPS, 2010 Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui konsumsi bahan makanan di Indonesia yang paling banyak adalah beras daripada bahan makanan yang lain. Data tahun 2007-2010, menunjukan bahwa pada tahun 2007 konsumsi beras perkapita di Indonesia sebesar 90.73 kg, kemudian pada tahun 2008 konsumsi beras meningkat menjadi 93.70 kg. Tingginya konsumsi beras daripada bahan makanan lain dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya rasa beras yang lebih enak, mudah diolah, kandungan gizi beras, rendahnya pengembangan teknologi pengolahan, sosialisasi pangan non beras masih rendah, dan pendapatan masyarakat yang masih rendah. 9

2.1.3. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras Pengelolaan stok, pengadaan, dan penyaluran beras yang dilakukan oleh lembaga pemerintah melalui lembaga Badan Urusan Logistik (BULOG), bertujuan menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pangan. Kemampuan pengadaan beras yang dilakukan BULOG ditentukan oleh dua variabel penting yaitu selisih harga dasar dan market clearing. Semakin tinggi selisih harga dasar dengan market clearing maka akan memberikan insentif bagi petani untuk menjual gabah atau berasnya ke pemerintah (BULOG). Tugas BULOG berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI (Permendag) No.22/M-DAG/PER/10/2005 tentang penggunaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk pengendalian gejolak harga. (1) CBP adalah sejumlah tertentu beras milik pemerintah pusat yang pengadaannya didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai cadangan stok beras nasional dan dikelola oleh BULOG dengan arah penggunaan untuk penanggulangan keadaan darurat, kerawanan pangan pasca bencana, pengendalian gejolak harga beras, dan untuk memenuhi kesepakatan Cadangan Beras Darurat. (2) gejolak harga beras adalah kenaikan harga beras ditingkat konsumen mencapai lebih dari 25 persen dari harga normal dan berlangsung selama seminggu. (3) harga normal adalah harga rata-rata beras kualitas medium di tingkat konsumen yang telah berlangsung selama tiga bulan sebelum terjadinya gejolak harga beras. (4) beras kualitas medium adalah dengan kualitas yang setara dengan CBP. Pengadaan beras nasional yang dibeli pemerintah dari petani disimpan dan disalurkan pada gudang-gudang BULOG. Apabila pengadaan dalam negeri tidak mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri, dilakukan pengadaan dari luar negeri 10

(impor). Saat musim paceklik, BULOG melaksanakan operasi pasar murni (penjualan beras ke pasar) untuk mengurangi laju kenaikan harga sehingga tidak melampaui batas tertinggi dan mengatasi fluktuasi antar musim. Hal ini bertujuan untuk menjamin pasokan pangan yang cukup pada tingkat harga yang wajar sebagai unsur penting dalam pengamanan pangan nasional. Pengadaan pangan dalam negeri diharapkan dapat meningkatkan produksi beras melalui jaminan harga yang memadai bagi petani (Amang, 1999). Tabel 6. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras di Indonesia Tahun 2005-2009 (Ton) Tahun Stok Beras Pengadaan Beras Penyaluran Beras 2005 1,470,502 1,529,718 2,233,216 2006 1,093,370 1,434,127 1,842,680 2007 1,274,048 1,765,987 2,934,449 2008 1,443,936 2,931,776 3,757,111 2009 1,912,413 3,611,695 3,613,321 Rata-Rata Laju Pertumbuhan (%) 9.32 26.52 16.49 Sumber : BULOG, 2010 Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata laju pertumbuhan stok beras 9.32 persen, pengadaan beras 26.52 persen dan penyaluran beras 16.49 persen. 2.1.4. Jumlah Penduduk Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan sebagai penambahan tenaga kerja untuk memproduksi komoditas ekspor, sedangkan penambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan konsumsi domestik yang berarti meningkatkan jumlah permintaan domestik akan suatu komoditas (Salvatore, 1997). Adapun perkembangan jumlah penduduk di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7. Jumlah penduduk Indonesia yang cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1.54 persen. Jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan konsumsi akan beras menjadi meningkat. 11

Tabel 7. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2005-2010 Tahun Penduduk Laju Pertumbuhan (juta jiwa) Penduduk (%) 2005 219.85 1.40 2006 222.74 1.32 2007 225.64 1.30 2008 228.52 1.28 2009 231.37 1.25 2010 237.64 2.71 Rata - Rata Laju Pertumbuhan Penduduk 1.54 Sumber : BPS (diolah) 2010 2.1.5. Impor Beras Impor beras dilakukan di setiap negara untuk memenuhi permintaan beras di dalam negeri. Produksi beras domestik yang belum dapat mencukupi kebutuhannya, menyebabkan pemerintah perlu mengimpor beras. Adapun perkembangan impor beras di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Beras di Indonesia Tahun 2006-2010 Tahun Volume (Ton) Nilai 000 (US$) 2006 439,782 133,905 2007 482,103 157,772 2008 289,274 123,783 2009 250,276 107,955 2010 687,582 360,790 Sumber : Kementrian Pertanian, 2010 Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah Impor beras nasional terkecil terdapat pada tahun 2009 sebesar 250,276 ton, sedangkan jumlah impor beras nasional terbesar pada tahun 2010 sebesar 687,582 ton. Jumlah impor beras dari tahun 2007 sampai 2009 cenderung menurun tetapi pada tahun 2010 jumlah impor beras meningkat menjadi 687,582 ton. 12

2.2. Peran Beras Beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Menurut Suryana dan Mardianto (2001) beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan stabilitas politik nasional. Masyarakat masih tetap menghendaki adanya pasokan dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu terdistribusi secara merata dan dengan harga terjangkau. Kondisi ini menunjukan bahwa beras masih menjadi komoditas strategis secara politis. Menurtut Suryana dan Mardianto (2001) Beras memiliki karakteristik menarik antara lain: (1) 90 persen produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia (2) pasar beras dunia sangat rendah, yaitu hanya empat sampai dengan lima persen dari total produksi, berbeda dengan komoditas tanaman pangan lainnya seperti gandum, jagung dan kedelai yang masing-masing mencapai 20 persen, 15 persen, dan 30 persen dari total produksi : (3) harga beras sangat tidak stabil dibanding dengan produk lainnya (4) 80 persen perdagangan beras dikuasai oleh enam negara, yaitu Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, Cina, dan Myanmar (5) struktur pasar oligopolistik (6) Indonesia merupakan negara net importir sejak tahun 1998 dan (7) sebagian besar negara di Asia umumnya beras diperlakukan sebagai wage goods dan political goods. 2.3. Kebijakan Beras Nasional Menurut Firdaus et al. (2008) kebijakan adalah suatu peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan yang berguna untuk mempengaruhi suatu keadaan. Kebijakan berguna sebagai alat pemerintah untuk campur tangan dalam mempengaruhi perubahan secara sektoral pada masyarakat, begitu pula termasuk di dalamnya kebijakan pada sektor pertanian. Berdasarkan Inpres 13

No.2/2005 kebijakan perberasan di Indonesia terbagi menjadi kebijakan produksi, kebijakan harga, kebijakan distribusi, dan kebijakan impor. 2.3.1. Kebijakan Produksi Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa program kebijakan produksi padi nasional diawali dengan dikeluarkannya program padi sentra tahun 1959. Tabel 9. Perkembangan Kebijakan Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Tahun 1959-2007 Program Tahun Hard Soft Technology Technology Padi Sentra 1959 Varietas Si, Gadis, Jelita Komando operasi Dara gerakan makmur BIMAS 1965 Varietas Si, Gadis, Jelita Perbaikan kelembagaan Dara dan kredit Inmas 1968 Varietas PB5 Perbaikan kelembagaan dan PB 8(IRRI) BIMAS Penggunaan varietas PB5 Penguatan kelembagaan 1969 Gotong Royong dan PB 8 modal swasta Insus 1979 Panca Usahatani Pembentukan kelompok tani Supra Insus 1987 Sapta Usahatani Penguatan kelompok tani SUTPA 1995 Varietas Cibodas Diversfikasi Pertanian dan Membramo INBIS 1997 Varietas Cibodas Pendampingan Pertanian dan Membramo Gama Palagung 1998 Sapta Usahatani Kredit Usaha Tani Corparate Varietas Cibodas Konsolidasi petani 2000 Farming dan Membramo sehamparan dan dana PTT 2001 Perpaduan Sumberdaya Kelompok agrbisnis dan penguatan modal Bantuan benih, perbaikan Pengendalian OPT, P2BN 2007 irigasi dan pupuk bersubsidi Manajamen pascapanen Sumber : Firdaus et al. (2008) Program ini dilakukan dengan dua paket teknologi yaitu bantuan alat dan bahan (hard techonology) dan pendekatan sosial individu (soft technology) akan tetapi program ini kurang berhasil sehingga pemerintah terus melakukan perubahan 14

kebijakan dalam upaya meningkatkan produksi padi. Kemudian pemerintahan orde baru mengeluarkan berbagai paket teknologi seperti Bimbingam Massal (BIMAS) tahun 1965, Intensifikasi Khusus (Insus) tahun 1979, dan Supra insus pada tahun 1987. Indonesia dapat mencapai swasembada beras pada tahun 1984 melalui teknologi pasca usahatani. Kebijakan produksi UU No.7 Tahun. 1996 tentang pangan untuk mendorong peningkatan produksi beras nasional. Kebijakan tersebut memiliki dua cara yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas tanaman. Ekstensifikasi kebijakan produksi pangan melalui Inpres No.9 Tahun 2002 tentang dukungan dalam rangka meningkatkan produktivitas padi di Indonesia. Kebijakan produksi yang berlaku saat ini dikenal dengan sebutan Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) yang dimulai sejak awal tahun 2007. 2.3.2. Kebijakan Harga Kebijakan pengendalian harga dilakukan dengan tujuan untuk melindungi petani dan konsumen beras melalui mekanisme stabilisasi harga. Guna melindungi petani, sejak tahun 1970 pemerintah mengeluarkan harga dasar (floor price) gabah dan beras. Tujuannya untuk memberikan jaminan kepada petani bahwa hasil produksinya akan dibeli sesuai harga yang ditetapkan pemerintah agar dapat merangsang peningkatkan produksi. Guna melindungi konsumen, pemerintah menerapkan harga konsumen (ceilling price), yaitu harga tertinggi yang boleh diterapkan pedagang kepada konsumen. Ceilling price digunakan untuk menjamin harga pasar masih dalam jangkauan daya beli konsumen sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses beras. 15

Melalui Inpres No.9 Tahun 2002, pemerintah merubah Harga Dasar Gabah (HDG) menjadi Harga Dasar Gabah Pembelian Pemerintah (HDGP) atau lebih dikenal dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kebijakan HPP hanya menjamin harga gabah pada tingkat tertentu di lokasi yang telah ditetapkan, tetapi tidak menjamin harga dasar gabah minimum di tingkat petani. HPP juga berlaku di gudang BULOG, bukan di tingkat petani sebagaimana kebijakan HDG. Bentuk kebijakan harga yang lain pada beras yang masih berlaku hingga saat ini adalah Operasi Pasar Murni (OPM) dan Operasi Pasar Khusus (OPK). OPM digunakan pada saat harga beras terlalu tinggi akibat adanya excess demand di pasar. OPM dilakukan dengan cara pemotongan harga sekitar 10 sampai 15 persen di bawah harga pasar. OPK adalah penyaluran bantuan pangan pada masyarakat miskin yang rawan pangan. Sejak tahun 2002, OPK diubah namanya menjadi Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin). Program Raskin juga masih terus dilakukan sebagai salah satu jaring pengaman sosial yang volumenya semakin meningkat dari tahun ke tahun karena adanya kecenderungan kenaikan harga beras di tingkat konsumen. 2.3.3. Kebijakan Distribusi Tujuan kebijakan distribusi adalah untuk menjamin ketersediaan pangan sepanjang tahun secara merata dan terjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sejak tahun 1967 pemerintah menunujuk BULOG untuk mengatur penyediaan beras dalam negeri dan menstabilkan harga. Proses distribusi beras di Indonesia dilakukan dengan dua cara yaitu melalui BULOG dan mekanisme pasar. BULOG hanya menguasai sekitar 10 persen dari pangsa pasar nasional, sedangkan sisanya 90 persen melalui mekanisme pasar. BULOG mendistribusikan berasnya pada 16

gudang-gudang (divre dan subdivre) di seluruh provinsi Indonesia, untuk mencegah terjadinya kerawanan pangan. 2.3.4. Kebijakan Impor Kebijakan impor bertujuan untuk menekan jumlah dan mengurangi tingkat ketergantungan impor beras Indonesia. Kebijakan impor diimplementasikan melalui dua instrumen pokok yaitu hambatan tarif dan kuota tarif. Tahun 2000, pemerintah mengeluarkan kebijakan protektif dengan menetapkan tarif impor spesifik sebesar Rp 430 per kg (setara dengan ad valorem 30 persen). Kemudian nilai tarif tersebut dikoreksi kembali pada akhir tahun 2004 menjadi sebesar Rp 450 per kg yang berlaku pada awal tahun 2005. Tahun 2004 pemerintah mengeluarkan ketentuan impor beras dalam SK Menperindag No.9/MPP/Kep/1/2004. SK ini menyangkut beberapa ketentuan penting adalah (1) bahwa impor beras hanya dapat dilakukan oleh importir yang telah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Beras (IP) dan importir yang telah mendapat penunjukan sebagai Importir Terdaftar Beras (IT Beras) (2) pelarangan impor selama 1 bulan sebelum panen raya, selama panen raya, dan dua bulan setelah panen raya (sekitar bulan Januari-Juni) (3) pelaksanaan importisasi beras oleh IT beras hanya dapat dibongkar di pelabuhan yang tujuan sesuai dengan persetujuan impor yang diberikan oleh direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan (4) beras yang diimpor oleh IP beras hanya boleh digunakan sebagai bahan baku untuk proses industri yang dimilikinya dan dilarang diperjualbelikan. 17

2.4. Perdagangan Internasional Indonesia termasuk negara berkembang yang berani dalam mengarahkan kebijakan perdagangan sesuai dengan tuntutan mekanisme pasar. Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang telah disepakati dalam perundingan General Agreement on Tariffs and trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO). Ketentuan-ketentuan tersebut memberikan pengaruh terhadap sistem dan pranata hukum nasional di sektor perdagangan. Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi terhadap Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement on Establishing WTO. Indonesia wajib mematuhi semua perjanjian yang ada di dalamnya termasuk perjanjian pertanian (Agreement on Agriculture/AOA). Perjanjian ini bertujuan untuk melancarkan liberalisasi perdagangan dunia termasuk produk pertanian. Perjanjian ini terdapat tiga pilar utama yaitu: (1) akses pasar (Market Access) (2) subsidi domestik (Domestic Support) (3) subsidi export (export Subsidies). Keikutsertaannya membawa konsekuensi baik eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kesepakatan WTO. Konsekuensi internal Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundangundangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO. Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagangan internasional baik pada global (GATT-WTO) maupun regional (Asean Free Trade Area, Asia Pacific Economic Cooperation, dan China-Asean Free Trade Area) diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 18

2.5. ASEAN Free Trade Area (AFTA) Asean Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk nol sampai dengan lima persen) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. AFTA disepakati pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura. Awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997 kemudian Kamboja pada tahun 1999. Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam kesepakatan, AFTA direncanakan beroperasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003. Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 persen kandungan lokal akan dikenai tarif hanya nol sampai dengan lima persen. Anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPT dalam tiga kategori : 1. Pengecualian sementara 2. Produk pertanian yang sensitif 19

3. Pengecualian umum lainnya (Sekretariat ASEAN, 2004) Pada kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada akhirnya diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni nol sampai dengan lima persen. Adapun untuk produk pertanian sensitif akan diundur sampai 2010. Dapat disimpulkan, paling lambat 2015 semua tarif di antara negara ASEAN diharapkan mencapai titik nol persen. AFTA dicanangkan dengan instrumen CEPT, yang diperkenalkan pada Januari 1993. ASEAN pada 2002, mengemukakan bahwa komitmen utama di bawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi empat program, yaitu : 1. Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara negaranegara ASEAN hingga mencapai nol sampai dengan lima persen. 2. Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan hambatan-hambatan non-tarif (non-tariff barriers). 3. Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di bidang bea masuk serta standar dan kualitas. 4. Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen. 2.5.1. Common Effective Preferential Tarif (CEPT) Common Effective Preferential Tarif (CEPT) dalam kerangka kesepakatan AFTA adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan nontarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Maka dalam melakukan pedagangan sesama anggota biaya operasional mampu ditekan sehingga akan menguntungkan. Ada empat klasifikasi produk yang termasuk dalam kesepakatan CEPT-AFTA, yakni : 20

1. Inclusion List (IL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Jadwal penurunan tarif b. Tidak ada pembatasan kuantitatif c. Hambatan non-tarifnya harus dihapuskan dalam waktu lima tahun. 2. General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap penting untuk alasan perlindungan keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan dari manusia, binatang atau tumbuhan, nilai barang-barang seni, bersejarah atau arkeologis. Ketentuan mengenai General Exceptions dalam perjanjian CEPT konsisten dengan Artikel dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). 3. Temporary Exclusions List (TEL). yaitu daftar yang berisi produk-produk yang dikecualikan sementara untuk dimasukkan dalam skema CEPT. Produk-produk TEL barang manufaktur harus dimasukkan ke dalam IL paling lambat 1 Januari 2002. Produk-produk dalam TEL tidak dapat menikmati konsensi tarif CEPT dari negara anggaota ASEAN lainnya. Produk dalam TEL tidak ada hubungannya sama sekali dengan produk-produk yang tercakup dalam ketentuan General Exceptions. 4. Sensitive List, yaitu daftar yang berisi produk-produk pertanian bukan olahan (Unprocessed Agricultural Products = UAP). a. Produk-produk pertanian bukan olahan adalah bahan baku pertanian dan produkproduk bukan olahan yang tercakup dalam pos tarif 1 sampai 24 dari Harmonized System Code (HS) dan bahan baku pertanian yang sejenis serta produk-produk bukan olahan yang tercakup dalam pos-pos tarif HS. 21

b. Produk-produk yang telah mengalami perubahan bentuk sedikit dibanding bentuk asalnya. Produk dalam SL harus dimasukkan kedalam CEPT dengan jangka waktu untuk masing-masing negara sebagai berikut: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand tahun 2003; Vietnam tahun 2013; Laos dan Myanmar tahun 2015; Kamboja tahun 2017. Negara anggota juga menyetujui untuk membagi produk kategori sensitif menjadi (1) sensitif, dan (2) sangat sensitif. Indonesia memasukkan beras dan gula pasir sebagai produk yang sangat sensitif (highly sensitive). CEPT- AFTA untuk komoditas beras secara ringkas diuraikan pada Tabel 10. Tabel 10. Common Effective Preferential Tarif for Asean Free Trade Area (CEPT- AFTA) untuk Komoditas Beras Indicative CEPT DESCRIPTION MFN CC AHTN 2007 Status Rates OF GOODS Tariff 2008 2009 2010 10.06 Rice. ID 1006.10.00.00 Rice in the husk (paddy or rough) 1006.20 Husked (brown) rice : ID 1006.20.10.00 Thai Hom Mali rice HSL Rp 450/kg HSL Rp 450/kg ID 1006.20.90.00 Other HSL Rp 450/kg 1006.30 Fragrant rice ID 1006.30.15.00 Thai Hom Mali Rp HSL rice 450/kg ID 1006.30.19.00 Other HSL Rp 450/kg ID 1006.30.20.00 Parboiled rice HSL Rp 450/kg ID 1006.30.30.00 Glutinous rice Rp HSL (pulot) 450/kg ID 1006.30.90.00 Other HSL Rp 450/kg ID 1006.40.00.00 Broken Rice HSL Rp 450/kg Sumber: Assocation of Southeast Asian Nations (ASEAN), 2010 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 22

2.6. Penelitian Terdahulu Menurut Widya (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia, yaitu (1) permintaan beras secara nyata dipengaruhi oleh harga riil beras Indonesia, jumlah penduduk, dan permintaan bertas sebelumnya; (2) penawaran beras dipengaruhi oleh produksi beras, jumlah impor beras, stok beras, dan stok beras tahun sebelumnya; (3) harga riil gabah tingkat petani secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pemebelian pemerintah, produksi padi, dan harga riil gabah tingkat petani tahun sebelumnya, dan (4) harga riil beras Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah. Beberapa alternatif kebijakan pemerintah dalam penelitian, pemerintah sebaiknya tetap menerapkan kebijakan subsidi pupuk, meningkatkan harga pembelian terhadap harga gabah dan beras, mendorong peningkatkan produksi beras melalui program intensifikasi. Andriana (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa jumlah penawaran impor beras dunia terhadap Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya produksi beras dunia. Peningkatan tersebut dikarenakan dukungan pemerintah negara eksportir pada petani melalui pemberian insentif untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan. Selain itu harga beras impor relatif lebih murah dibanding dengan harga beras domestik. Jumlah impor beras Indonesia cenderung menurun karena adanya peningkatan produksi dalam negeri dan menurunnya konsumsi beras per kapita. Beberapa kebijakan pemerintah sudah dilakukan untuk melindungi petani maupun konsumen beras. Namun, kebijakan pemerintah untuk melindungi petani maupun konsumen belum berjalan dengan efektif, karena Harga Pembelian Pemerintah (HPP), Operasi Pasar dan Raskin belum efektif dalam menstabilkan harga. 23