BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran merupakan rencana yang dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, KARAKTER PERSONAL, DAN INFORMATION ASYMMETRY PADA SENJANGAN ANGGARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kontrak atau dokumen untuk komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat

Abstrak. Kata kunci: senjangan anggaran, partisipasi penganggaran, kepercayaan diri, komitmen organisasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. didefinisikan sebagai suatu kontrak yang terjadi pada saat prinsipal mulai

BAB I PENDAHULUAN. negara, tidak terkecuali di Indonesia. Baik pada sektor publik maupun pada sektor

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepentingan organisasi dibandingkan dengan tujuan-tujuan individu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. digunakan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang sedang diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Mardiasmo,

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB I PENDAHULUAN. 1977; Nori, 1996) dalam (Putu Novia, dkk: 2015). Mardiasmo (2002) dalam (Putu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan

BAB I PENDAHULUAN. dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. penganggaran menggunakan penganggaran kinerja (performance

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran,

BAB I PENDAHULUAN. serta tujuan jangka pendek dan jangka panjang (Hansen dan Mowen, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan masyarakat, tidak dipergunakan untuk kepentingan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan bahwa organisasi tersebut efektif. Sumber daya manusia

Prinsip-Prinsip Penganggaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan sasaran, penjabaran secara terperinci dalam bentuk rencana-rencana

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini akan memaparkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. administrasi publik memicu timbulnya gejolak yang berakar pada. ketidakpuasan. Tuntutan yang semakin tinggi diajukan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah pada era reformasi ini dituntut untuk melaksanakan. perubahan penting dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena kinerja pemerintah telah mengarah ke good governance.

BAB I PENDAHULUAN. dengan desentralisasi. Sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. secara mandiri. Masing-masing daerah telah diberikan kekuasaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. Peran penting anggaran dalam organisasi sektor publik berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada undang-undang nomor

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan teknis keuangan daerah mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. adanya faktor-faktor situasional yang dapat mempengaruhi variabel satu dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian

2015 PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN BUDGET EMPHASIS SEBAGAI VARIABEL MODERASI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. perusahaan untuk berbagai macam tujuan Otley (1980) dalam Suryanawa (2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan Aset Daerah Kabupaten Boyolali manajemen puncak

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB II TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara sangatlah besar. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan paradigma anggaran daerah dilakukan untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebuah hubungan kontraktual antara dua pihak, yaitu antara pemilik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Scott (2000) dalam Bangun (2009)

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. kinerja penyelenggaraan pemerintahan sehinggga tercipta suatu ruang lingkup. urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Schief dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan panitia, pengumpulan dan pengklasifikasian data, pengajuan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

Materi kuliah ASP dapat di unduh (download) di : Agus Widarsono, SE.,M.Si, Ak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Indra Bastian (2006),

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan antara atasan (prinsipal) dan bawahan (agen). Hubungan keagenan didefinisikan sebagai suatu kontrak yang terjadi pada saat prinsipal mulai mempekerjakan agen dan kemudian prinsipal mendelegasikan wewenangnya untuk pengambilan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling, 1979). Prinsipal dan agen diasumsikan mempunyai kepentingan sendiri dan perbedaan kepentingan yang dimiliki oleh prinsipal dan agen dapat memicu terjadinya konflik. Menurut pandangan teori agensi, kinerja dari organisasi ditentukan berdasarkan usaha dan pengaruh dari kondisi lingkungan (Lubis, 2011:91). Teori agensi menyatakan bahwa terdapat perbedaan sikap dari prinsipal dan agen dimana prinsipal bersikap netral terhadap risiko, sebaliknya agen bersikap menolak usaha dan risiko. Prinsipal menilai pemberian kompensasi kepada agen berdasarkan pada hasil, namun agen berpandangan bahwa pemberian kompensasi tidak hanya diukur berdasarkan hasil tetapi juga harus berdasarkan tingkat usahanya (Lubis, 2011:91). Pada instansi pemerintah daerah hubungan antara prinsipal dan agen adalah agen melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan terkait dengan anggaran daerah sedangkan prinsipal berperan dalam melaksanakan pengawasan (Hasanah dan Suartana, 2014) 1

2.1.2 Teori Atribusi Teori atribusi merupakan sebuah teori yang mempelajari bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya (Lubis, 2011:90). Teori atribusi dikembangkan oleh Fritz Heider (1958) yang berargumentasi bahwa perilaku dari seseorang akan ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal yaitu kekuatan yang berasal dari faktor-faktor dalam diri seseorang yang meliputi kemampuan atau usaha serta kekuatan eksternal seperti kesulitan dalam pekerjaan (Lubis, 2011:90). Teori ini diterapkan dengan menggunakan variabel tempat pengendalian internal dan eksternal. Tempat pengendalian internal adalah perasaan yang dialami oleh seseorang mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kinerja serta perilakunya secara personal melalui kemampuan, keahlian, dan usahanya, sedangkan tempat pengendalian eksternal adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang bahwa perilakunya dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar kendalinya. Kaitan teori atribusi dalam penelitian ini adalah, teori atribusi dapat menjelaskan mengenai karakter personal yang dimiliki oleh individu pada instansi pemerintah daerah. Karakter personal yang dimiliki oleh pelaksana anggaran akan dipengaruhi oleh kombinasi antara kekuatan internal yaitu keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki di dalam mencapai target anggaran, serta kekuatan eksternal yang meliputi kesulitan-kesulitan yang mungkin dialami di dalam mencapai target anggaran seperti adanya ketidakpastian lingkungan. 2

2.1.3 Anggaran Sektor Publik Anggaran sektor publik merupakan perencanaan keuangan yang mengungkapkan tentang estimasi mengenai penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi pada periode mendatang (Bastian, 2001:79). Anggaran dalam organisasi sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik. Terdapat tiga buah aspek yang harus ada pada anggaran sektor publik yang meliputi aspek perencanaan, pengendalian, dan akuntabilitas publik (Mahsun dkk, 2007:85). Anggaran beserta proses penyusunan anggaran pada organisasi sektor publik mempunyai dampak langsung terhadap perilaku dari pelaksana anggaran. Perilaku pelaksana anggaran muncul karena anggaran yang disusun akan menjadi alat untuk mengukur kinerja mereka. Kinerja tersebut dinilai berdasarkan pencapaian target dan efisiensi dari penggunaan anggaran. 2.1.4 Jenis Anggaran Sektor Publik Jenis anggaran sektor publik menurut Mahsun, dkk (2007:87) dibedakan menjadi dua yaitu: a. Anggaran operasional adalah anggaran yang didalamnya berisi rencana kebutuhan sehari-hari untuk merencakan kegiatan pemerintahan b. Anggaran modal atau investasi adalah anggaran yang didalamnya berisi rencana jangka panjang dan pembelanjaan aktiva tetap. 3

2.1.5 Fungsi Anggaran Sektor Publik Menurut Mahsun, dkk (2007:85) anggaran pada sektor publik memiliki fungsi sebagai berikut. a. Sebagai alat perencanaan seperti perumusan tujuan dan kebijakan, alokasi dana dan sumber pembiayaan, serta indikator kinerja b. Sebagai alat pengendalian terhadap pemborosan pengeluaran c. Sebagai alat kebijakan fiskal dimana anggaran digunakan untuk memprediksi dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi d. Sebagai alat politik, anggaran merupakan dokumen yang berupa kesepakatan antara pihak eksekutif dan legislatif atas penggunaan dana publik e. Sebagai alat koordinasi antarbagian dalam pemerintahan dan alat komunikasi antarunit kerja dalam lingkungan eksekutif f. Sebagai alat penilaian kinerja bagi pihak eksekutif terhadap pencapaian target anggaran g. Sebagai alat pemotivasi bagi pihak eksekutif beserta stafnya untuk bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien h. Sebagai alat untuk menciptakan ruang publik yang dikarenakan anggaran merupakan wadah untuk menampung aspirasi masyarakat. 4

2.1.6 Prinsip prinsip Anggaran Sektor Publik Prinsip prinsip anggaran sektor publik menurut Bastian (2001:81) adalah: a. Prinsip anggaran berimbang dan dinamis yaitu APBD harus mencerminkan keseimbangan pengeluaran dan penerimaan b. Prinsip disiplin anggaran yaitu setiap Dinas/Instansi/Lembaga/Satuan/Unit Kerja harus menggunakan anggaran secara efisien dan tepat waktu didalam mempertanggungjawabkannya c. Prinsip kemandirian yaitu anggaran yang disusun harus mengupayakan peningkatan dari sumber pendapatan sesuai dengan potensi untuk mengurangi ketergantungan dari organisasi lain. d. Prinsip prioritas yaitu anggaran yang disusun harus mengacu pada prioritas pembangunan di daerah e. Prinsip efisiensi dan efektifitas anggaran yaitu anggaran yang disusun dapat menyediakan penghematan dan pembiayaan sesuai dengan skala prioritas. 2.1.7 Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik Proses penyusunan anggaran sektor publik menurut Mahsun, dkk (2007:87) adalah: a. Tahap persiapan anggaran yaitu melakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia dengan mempertimbangkan faktor tingkat ketidakpastian 5

b. Tahap ratifikasi anggaran yaitu tahapan yang melibatkan proses politik, dimana pimpinan eksekutif harus menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas pertanyaan dari pihak legislatif. c. Tahap pelaksanaan anggaran adalah tahapan dimana manajer keuangan publik bertanggungjawab untuk membuat sistem akuntansi yang handal dan memadai untuk melakukan perencanaan dan pengendalian anggaran dimana sistem akuntansi yang baik meliputi sistem pengendalian intern yang memadai. d. Tahap pelaporan dan evaluasi anggaran adalah tahapan dimana anggaran dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan dan dievaluasi pelaksanaannya. 2.1.8 Senjangan Anggaran Senjangan anggaran merupakan perbedaan antara realisasi anggaran dengan estimasi dari anggaran yang telah diprediksikan (Suartana, 2010:138). Senjangan anggaran terjadi ketika agen sengaja memasukkan biaya lebih banyak dari yang seharusnya dan pendapatan lebih sedikit agar anggaran lebih mudah untuk dicapai (Harvey, 2015). Terdapat berbagai alasan yang mendasari bawahan (agen) untuk menciptakan senjangan seperti mempertimbangkan faktor risiko dan adanya ketidakpastian lingkungan (Dunk, 1998). Senjangan anggaran menjadi masalah bagi organisasi karena semakin pentingnya manajemen yang efektif dan produktif (Ozer dan Yilmaz, 2011). Terjadinya senjangan anggaran dalam suatu organisasi dikarenakan seringkali anggaran digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja dari karyawan. Keberhasilan pencapaian anggaran akan menjadi indikator bahwa 6

karyawan telah bekerja dengan baik. Hal ini menyebabkan timbulnya perilaku dari pelaksana anggaran untuk menciptakan suatu senjangan dengan tujuan untuk meningkatkan prospek kompensasi ke depannya (Suartana, 2010:138). Kecenderungan untuk melakukan senjangan anggaran akan lebih rendah apabila terdapat sikap dan motivasi yang tinggi dari pelaksana anggaran (Lu, 2011). 2.1.9 Kejelasan Sasaran Anggaran Kejelasan sasaran anggaran adalah sejauh mana anggaran dapat ditetapkan secara jelas agar anggaran dapat dimengerti dan sasaran anggaran dapat tercapai (Suhartono dan Solichin, 2006). Menurut Rahman (2009) kejelasan sasaran anggaran merupakan kejelasan tujuan anggaran yang dinyatakan secara spesifik sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Dapat disimpulkan bahwa kejelasan sasaran anggaran adalah anggaran yang disusun secara jelas dan spesifik agar anggaran dapat dipahami dengan mudah dan tujuan dari anggaran dapat tercapai. Sasaran anggaran yang jelas akan memudahkan organisasi untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan dari tugas yang telah dilaksanakan (Pitasari dkk, 2014). Ketidakjelasan dari sasaran anggaran dapat menyebabkan kondisi lingkungan menjadi tidak pasti sehingga pelaksana anggaran menjadi bingung dan tidak puas dalam bekerja (Suhartono dan Solichin, 2006). 7

2.1.10 Karakter Personal Karakter personal merupakan persepsi yang dimiliki oleh setiap individu di dalam menilai kemampuan yang dimilikinya untuk melaksanakan sesuatu di masa depan (Maksum, 2009). Karakter personal yang dimiliki oleh setiap individu dapat dibedakan menjadi dua yaitu pesimis dan optimis (Simon et al, 2002). Individu yang memiliki karakter personal pesimis adalah pribadi yang tidak memiliki kepercayaan pada kemampuan yang dimiliki untuk mewujudkan sesuatu di masa yang akan datang. Sebaliknya, individu yang memiliki karakter personal optimis merupakan pribadi yang memiliki rasa percaya diri terhadap kemampuan yang dimiliki untuk melaksanakan sesuatu di masa depan. Menurut Maksum (2009) karakter personal diperkirakan akan berpengaruh terhadap perilaku penyusun anggaran untuk melakukan senjangan anggaran. Individu yang memiliki karakter personal pesimis cenderung melakukan senjangan anggaran apabila berkesempatan berpartisipasi dalam penyusunan anggaran. Sebaliknya, individu dengan karakter personal optimis cenderung tidak melakukan senjangan anggaran walaupun memiliki kesempatan untuk melakukan senjangan anggaran (Maiga dan Jacobs, 2008). 2.1.11 Information Asymmetry Informasi yang jelas, tepat waktu, dan obyektif sangat diperlukan dalam proses penyusunan anggaran (Lavarda dan Almeida, 2013). Adanya informasi yang memadai akan memudahkan para penyusun anggaran untuk dapat menyusun anggaran dengan baik. Information Asymmetry merupakan suatu keadaan dimana 8

terdapat ketidakpastian informasi karena di dalam organisasi ada salah satu pihak yang memiliki informasi lebih banyak (Busuioc, 2011). Information asymmetry timbul karena adanya partisipasi di dalam proses penyusunan anggaran yang melibatkan atasan dan bawahan (Jermias, 2011). Partisipasi dalam proses penganggaran dilakukan untuk mentransfer informasi yang dimiliki bawahan kepada atasan (Shields danyoung, 1993). Partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat menimbulkan terjadinya suatu konflik apabila salah satu pihak menggunakan informasi yang dimiliki untuk kepentingannya sendiri (Lavarda dan Almeida, 2013). Apabila atasan (prinsipal) mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingakan dengan bawahan (agen), maka akan terjadi tuntutan yang lebih besar kepada pelaksana anggaran terkait dengan pencapaian target anggaran. Sebaliknya, apabila bawahan mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan atasan, maka akan menimbulkan keadaan dimana bawahan akan menyatakan target yang lebih rendah daripada kemungkinan untuk dicapai (Suartana, 2010:140). Pada saat bawahan (agen) menyatakan target pendapatan yang lebih rendah dan target biaya yang lebih tinggi, maka keadaan ini akan menimbulkan terjadinya senjangan anggaran. Senjangan anggaran yang terjadi akibat adanya information asymmetry dapat mengakibatkan terjadinya implikasi negatif berupa kesalahan alokasi sumber daya dan biasnya evaluasi kinerja bawahan terhadap unit pertanggungjawaban mereka. 9

2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran pada Senjangan Anggaran Pitasari dkk (2014) meneliti mengenai pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap senjangan anggaran pada Dinas Pemerintah Kabupaten Klungkung dan mendapatkan hasil bahwa kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat kejelasan sasaran anggaran maka risiko terjadinya senjangan anggaran akan semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kejelasan sasaran anggaran, maka akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya senjangan anggaran. Agusti (2013) meneliti mengenai pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap senjangan anggaran pada aparat pemerintahan Kota Pekanbaru dan memperoleh hasil bahwa kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran. Hasil dari penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suhartono dan Solichin (2006) pada instansi pemerintah daerah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang menunjukkan bahwa kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif signifikan terhadap senjangan anggaran. Berdasarkan penelitian penelitian terdahulu, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: H 1 : Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif pada senjangan anggaran. 2.2.2 Pengaruh Karakter Personal pada Senjangan Anggaran Penelitian mengenai pengaruh karakter personal pada senjangan anggaran sejauh ini masih cukup sedikit. Penelitian yang dilakukan oleh Maksum (2009) pada perusahaan manufaktur menunjukkan bahwa karakter personal mampu memoderasi 10

hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran. Penelitian yang dilakukan oleh Pradnyandari dan Krisnadewi (2014) pada SKPD Provinsi Bali menunjukkan bahwa variabel karakter personal mampu memoderasi (memperlemah) hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran. Hal ini berarti bahwa apabila penyusun anggaran memiliki karakter personal optimis, maka mereka akan memiliki rasa percaya diri dalam menyusun anggaran sehingga cenderung untuk tidak melakukan senjangan anggaran. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H 2 : Karakter personal berpengaruh negatif pada senjangan anggaran. 2.2.3 Pengaruh Information Asymmetry pada Senjangan Anggaran Information asymmetry merupakan suatu keadaan dimana terdapat salah satu pihak dalam organisasi baik atasan maupun bawahan yang mempunyai informasi lebih banyak dibandingkan dengan pihak lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Rukmana (2013) pada Pemerintah Kota Padang menunjukkan bahwa information asymmetry berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Alfebriano (2013) pada PT. BRI Kota Jambi, dan Cinitya dan Putra (2014) pada hotel berbintang di Kota Denpasar yang menunjukkan bahwa information asymmetry berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Adi (2014) pada Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar juga menunjukkan bahwa information asymmetry berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H 3 : Information asymmetry berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. 11