BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang. dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat dididik dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN MATA KULIAH...

DISERTASI. diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan salah satu anugrah tidak ternilai yang Allah SWT

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Memasuki akhir milenium kedua, pertanyaan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH DASAR NEGERI KLEGO 1 KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

PERAN GURU DALAM STANDAR PROSES PENDIDIKAN KHUSUS PADA LINGKUP PENDIDIKAN FORMAL (SEKOLAH LUAR BIASA/SEKOLAH KHUSUS)

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rika Saptaningrum, 2013

Implementasi Pendidikan Segregasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Profil Kemampuan Matematis Siswa SLB di Jawa Tengah Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Matematika

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat dididik dan mendidik (Sa ud dan Makmun, 2007: 6). Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral, serta keimanan dan ketaqwaan manusia. Sistem pendidikan nasional menyisakan keterpurukan di sektor pendidikan, membentuk sumber daya manusia yang sarat dengan ilmu pengetahuan, kaya ilmu, intelektual, berwawasan, dan menciptakan manusia superior. Sistem pendidikan selama ini lebih menitik beratkan dan menjejalkan pada penguasaan kognitif akademis. Sementara afektif dan psikomotorik seolah-olah dinomor duakan (Isjoni, 2006: 111). Orientasi pendidikan di Indonesia pada umumnya mempunyai ciri-ciri cenderung memperlakukan peserta didik berstatus sebagai obyek, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktrinator, materi bersifat subjectoriented, dan manajemen bersifat sentralistis. Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 diamanatkan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk

2 memperoleh pendidikan. Dengan demikian berarti anak-anak yang dengan kebutuhan khusus seperti, tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras dan anak-anak berkesulitan belajar juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Kecenderungan dunia dalam memberikan perhatian terhadap hak-hak anak khususnya di bidang pendidikan terus bergulir. Dalam The World Education Forum (2000) di Dakar, ditegaskan kembali perlunya memberikan perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusi, yaitu pendidikan yang melayani semua anak temasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus. Dalam kenyataannya sebagian dari anak berkebutuhan pendidikan khusus dan anak berkesulitan belajar belum sepenuhnya mendapat perhatian secara maksimal. Orang tua dan masyarakat belum dapat berbuat banyak, karena semua proses pendidikan ditumpukan kepada guru dan jajaran pendidikan saja. Inklusi merupakan perkembangan dari konsep pendidikan terpadu, dimana yang kedua ini juga merupakan perkembangan dari konsep sebelumnya, ialah konsep segregasi, dan konsep pendidikan tunggal. Seperti kita ketahui bahwa dengan konsep segregasi, dalam banyak hal pendidikan anak berkebutuhan khusus terpisah dari pendidikan bagi anak normal (anak pada umumnya). Konsep segregasi ini dinilai masih diskriminatif, tentu saja masih banyak pula alasan lain, sehingga mendorong konsep pendidikan terpadu diterapkan, terutama di Indonesia.

3 Memasuki awal tahun 2000 dunia pendidikan Indonesia telah memasuki perubahan paradigma, yang menandai bahwa layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bergeser dari sistem layanan ekslusif menuju layanan yang bersifat inklusif. Melalui Pendidikan Inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah biasa dapat melayani semua anak, terutama mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Perintisan sekolah untuk inklusi agar pengembangan sekolah biasa yang melayani penuntasan Wajib Belajar bagi Anak Berkebutuhan Khusus sesuai dengan SK Mendiknas Nomor 002/U/1986 serta kebijakan terbaru yaitu Nomor Nomor 070/U/2009. Sebagai bagian dari masyarakat ilmiah, maka pendidik Indonesia juga sudah seyoganya mulai memasyarakatkan konsep ini dengan tidak lupa menggunakan pemikiran-pemikiran kritis dan kesadaran tinggi bahwa tidak ada proses sosialisasi dan implementasi apapun termasuk pendidikan, yang diharapkan terjadi dengan mudah dan dalam tempo yang singkat. Perubahan ini membawa konsekuensi yang sangat luas, dikarenakan sistem layanan pendidikan inklusif mempersyaratkan agar semua anak yang memiliki kebutuhan khusus dapat dilayani pendidikannya di sekolah reguler terdekat. Jika kita tengok lebih jauh banyak permasalahan dari kurang optimalnya pengembangan kemampuan bagi anak berkebutuhan khusus. Apabila anak berkebutuhan khusus (ABK) hanya dilayani pada sekolah luar biasa (SLB), tentulah menjadikan kenyataan yang miris. Seperti kita ketahui sebelumya, jumlah sekolah SLB di daerah lebih sedikit dengan jarak yang jauh pula.

4 Bukanlah hal yang mustahil apabila anak berkebutuhan khusus mempunyai intelektual yang normal atau bahkan di atas rata-rata tetapi di sekolahkan di SLB, tentu saja akan kurang optimal. Hal ini bukan bermaksud untuk mendiskriditkan sekolah luar biasa, tetapi lebih menonjolkan bahwa sekarang bukan jamannya lagi untuk mendeskriminasikan. Untuk itulah perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus memperoleh pendidikan di sekolah biasa (SD, SMP, SMA dan SMK) terdekat yang disebut dengan istilah Pendidikan Inklusi. Pembentukan sekolah-sekolah inklusi adalah persoalan pertama dan utama adalah persiapan dan pelatihan. Inklusi dalam hal ini adalah suatu persoalan pendidikan bagi guru dan penyelenggara sekolah mengenai makna kelainan atau hambatan, namun dapat memahami dan menerima teman sebaya yang menyandang hambatan di kelas mereka. Data dari Indonesia Education Statistics in Brief 2000/2001 Balitbang Diknas, jumlah sasaran pendidikan yang belum mendapatkan layanan sesuai dengan kebutuhan usia 7-12 mencapai 1.4221.141 (5,50%), usia 13-15 mencapai 5.801.122 (44,30%), usia 16-18 mencapai 9.113.941 (67,68%), usia 19-24 mencapai 22.095.706 (85,69%). Hal tersebut adalah persoalan pendidikan bagi siswa yang tidak memiliki hambatan dan atau kelainan, namun dapat memahami dan menerima teman sebaya yang menyandang hambatan di kelas mereka. Membantu sekolah memadang dirinya sendiri sebagai komunitas yang

5 inklusif yang harus menemukan cara-cara pemahaman dan pelayanan lebih baik bagi semua anggotanya. Ini adalah suatu persoalan pendidikan juga secara terintegrasi atau penyatuan dan menerima semua anak-anak serta jenis-jenis layanan terbaik bagi anak. Dengan dilaksanakannya program pendidikan inklusi, maka diharapkan anak berkebutuhan khusus tumbuh secara optimal sesuai dengan kemampuan mereka tanpa mendeskriminasikannya. Langkah awal yang dilakukan di SD Negeri 2 Sengi kecamatan Dukun Magelang merupakan upaya menjembatani kebutuhan khusus agar bersekolah bersama di kelas reguler. Memasuki tahun ke tiga program rintisan pengembangan program pendidikan inklusi, SD Negeri 2 Sengi kecamatan Dukun Magelang telah menerima siswa berkebutuhan khusus yaitu slow learner agar memperoleh pengalaman belajar dan bersama-sama berbagi dalam kelas inklusi. Salah satu karakteristik pembelajaran inklusi di SD Negeri 2 Sengi adalah memberikan layanan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu lamban belajar. Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika). Hal tersebut diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena faktor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar

6 berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti). SD Negeri 2 Sengi merupakan salah satu sekolah dasar yang memberikan layanan inklusi dari berbagai sekolah dasar yang ada di Kecamatan Dukun Magelang. Langkah yang diambil tersebut tentunya perlu diapresiasi dan didukung karena sangat membantu kesulitan belajar siswa khususnya bagi siswa yang lamban belajar. Dengan berbagai keterbatasan yang masih dialami sekolah seperti terbatasnya tenaga pendidik yang berlatar belakang pendidikan psikologi, kenyataannya tidak menyurutkan sekolah untuk tetap memberikan layanan inklusi. Sistem pendidikan inklusi yang berkembang telah merumuskan berbagai sistem pendidikan berupa pendidikan segregasi, integrasi dan inklusi. Model pendidikan inklusi adalah model menempatkan anak dengan penyandang kelainan (anak berkebutuhan khusus dan atau anak cacat) dari semua jenis dan ingkatan secara penuh pada kelas biasa. Salah satu yang merupakan bagain dari pendidikan inklusi adalah kesulitan belajar seperti lamban belajar. Kesulitan belajar (Learning Disability), terdiri dari kesulitan belajar umum seperti lamban belajar (Slow Learner), dan kesulitan belajar khusus yaitu kesulitan belajar pada bidang pelajaran tertentu saja misalnya kesulitan membaca (Disleksia), kesulitan berhitung (Diskalkulia) dan kesulitan menulis (Disgrafia). Anak-anak ini, seperti anak-anak yang memerlukan layanan khusus, merupakan bagian dari mereka yang berkebutuhan

7 pendidikan khusus yang juga mendapat layanan pendidikan yang tepat akan dapat dikembangkan potensinya secara optimal. Sebagian dari anak yang memerlukan layanan khusus itu mungkin sekali selama ini belajar di sekolah biasa atau regular. Namun karena tidak ada pelayanan pendidikan khusus di sekolah regular, maka anak-anak ini mempunyai potensi besar untuk mengulang kelas dan akhirnya putus sekolah. Hal tersebut tentunya akan sangat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, perlu dikembangkan manajemen pendidikan terpadu (inklusi) yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pendidikan bagi anak yang memerlukan layanan khusus. Selama ini pendidikan terpadu baru diselenggarakan untuk anak berkebutuhan pendidikan khusus, namun belum dilakukan sebagaimana yang diharapkan. Agar pengembangan pendidikan terpadu dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif dan tetap mengutamakan peningkatan mutu pendidikan, maka diperlukan adanya layanan pembelajaran bagi siswa inklusi. Kenyataannya, anak-anak yang lamban belajar sangat sering luput dari perhatian guru, karena secara fisik atau penampilan fisik anak-anak ini tidak menunjukan adanya perbedaan yang mencolok dangan anak-anak pada umumnya. Keberadaan anak lamban belajar sesungguhnya termasuk dalam jumlah yang banyak dan sering ditemukan di sekolah terutama di sekolah dasar di kelas rendah yaitu antara kelas satu hingga kelas tiga.

8 Di SD Negeri 2 Sengi terdapat berbagai macam kemampuan belajar siswa. Ada siswa yang cepat belajarnya, ada yang sedang belajarnya dan adapula siswa yang lamban belajarnya. Dalam hal ini, siswa yang lamban belajarnya, bisa juga disebabkan oleh salah satu kondisi siswa yang berkelainan yang dalam hal tertentu berbeda dengan anak lain pada umumnya. Salah satu upaya membantu mengatasi masalah tersebut, perlu diadakan pendidikan terpadu yang berorientasi pada masalah kesulitan belajar siswa diklasifikasi menurut tingkat kesulitannya. Tujuan diadakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 2 Sengi adalah untuk mengatasi kesulitan belajar siswa yang berkelainan, dapat belajar bersama anak lain atau normal sepanjang hari di kelas regular dengan menggunakan kurikulum yang sama demikian pula anak yang berbakat. Secara khusus bagi peneliti bahwa dengan keberadaan sekolah dasar inklusi tersebut menjadi hal yang menarik untuk dicermati serta diungkap kepermukaan untuk dijelaskan sebagaiman pembahasan pada latar belakang di atas. Karena sebagian dari sekolah dasar inklusi tersebut rata-rata masih termasuk baru berdiri dan belum memiliki guru pembimbing khusus. Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penulis bertujuan untuk meneliti tentang masalah pelayanan pembelajaran inklusi di SD Negeri 2 Sengi kecamatan Dukun Magelang.

9 B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, fokus penelitian ini adalah bagaimana karakteristik pelayanan pembelajaran inklusi di SD Negeri 2 Sengi kecamatan Dukun Magelang?. Fokus terdiri dari dua subfokus. 1. Bagaimana karakteristik pelayanan akademik dalam pembelajaran inklusi di SD Negeri 2 Sengi kecamatan Dukun Magelang? 2. Bagaimana karakteristik pelayanan non akademik dalam pembelajaran inklusi di SD Negeri 2 Sengi kecamatan Dukun Magelang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelayanan pembelajaran inklusi di SD Negeri 2 Sengi kecamatan Dukun Magelang. 2. Tujuan Khusus Ada dua tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini. a. Mendeskripsikan karakteristik pelayanan akademik dalam pembelajaran inklusi di SD Negeri 2 Sengi kecamatan Dukun Magelang. b. Mendeskripsikan karakteristik pelayanan non akademik dalam pembelajaran inklusi di SD Negeri 2 Sengi kecamatan Dukun Magelang.

10 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi peneliti dalam memperdalam kajian tentang pelayanan pembelajaran khususnya dalam pembelajaran inklusi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Kepala Sekolah Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pembelajaran inklusi dan dalam menetapkan kebijakan sekolah. b. Bagi Guru 1) Penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran, menambah wawasan dan pengalaman melaksanakan pelayanan pembelajaran inklusi. 2) Guru dapat meningkatkan kreativitas dan ketrampilan guru dalam merancang strategi pembelajaran inklusi. c. Bagi Peneliti, dapat memberikan inspirasi dan referensi untuk penelitian yang sejenis. E. Daftar Istilah 1. Pembelajaran inklusi adalah pembelajaran yang mengikutsertakan anakanak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anakanak yang sebayanya di sekolah regular normal dan pada akhirnya

11 mereka menjadi bagian dari masyarakat tersebut, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif. 2. Peserta didik adalah anak berkebutuhan khusus yang memperoleh pelayanan pembelajaran inklusi yang memiliki ciri tertentu yang melekat pada dirinya. 3. Layanan akademik merupakan serangkaian layanan yang diberikan kepada siswa inklusi terkait dengan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar. 4. Layanan akademik merupakan layanan yang diberikan sekolah untuk mendukung aktivitas belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar.