Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak

dokumen-dokumen yang mirip
DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

MODUL X CALINE4. 1. Tujuan Praktikum

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi,

Elaeis Noviani R., Titik Istirokhatun, Sudarno. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

OP-030 Uji Validasi Program Caline4 terhadap Dispersi Gas NO2 dari Sektor Transportasi di Kota Padang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGI TERHADAP KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DI JALAN GAJAHMADA KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi)

STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b)

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II.TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

ESTIMASI BESAR KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA BERDASARKAN KEGIATAN TRANSPORTASI DENGAN MODEL DFLS

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU

TUGAS AKHIR. Oleh REZA DARMA AL FARIZ PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

ABSTRAK ABSTRACT. Kata kunci: Laju emisi CO 2, dispersi CO 2, Transportasi, RSP Unand

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Gambar 8. Peta Kontur Ketinggian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Bandung

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang

TINGKAT PENCEMARAN UDARA CO AKIBAT LALU LINTAS DENGAN MODEL PREDIKSI POLUSI UDARA SKALA MIKRO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Analisis Dispersi Gas Sulfur Dioksida (SO 2 ) Dari Sumber Transportasi Di Kota Pontianak Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak win@pplh-untan.or.id Abstrak Pencemaran udara dapat disebabkan oleh sumber alamiah dan aktivitas manusia seperti kendaran bermotor yang dikatagorikan sebagai sumber bergerak. Pencemaran udara dari kendaraan bermotor diantaranya dengan dilepaskannya gas SO 2 ke udara dan akan terdispersi sehingga menyebabkan masyarakat menghirup udara yang tidak sehat dan berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian pencemaran udara yang melingkupi seluruh wilayah yang berasal dari sumber transportasi. Untuk mengetahui dispersi gas SO 2 dilakukan simulasi model menggunakan software Metilis. Penelitian ini dilakukan di Kota Pontianak untuk seluruh kecamatan yang ada. Konsentrasi tertinggi berdasarkan model terletak di Kecamatan Pontianak Barat dengan konsentrasi 4.4 μg/m 3, kemudian berturut-turut Pontianak Tenggara 3.7 μg/m 3, Pontianak Timur 3.6 μg/m 3, Pontianak Selatan 2.9 μg/m 3, Pontianak Kota 0.5 μg/m 3, dan Pontianak Utara 0.44 μg/m 3. Perbedaan konsentrasi pada setiap lokasi penelitian disebabkan karena kepadatan kendaraan yang berbeda pada setiap lokasi penelitian. Perhitungan dengan model memberikan hasil yang sedikit lebih kecil bila dibandingkan dengan pengukuran secara langsung di lapangan karena sumber gas yang terukur tidak saja berasal dari sumber transportasi tetapi sumber lain termasuk industri. Konsentrasi dari analisis model dan pengukuran lapangan masih lebih kecil dari ambang buku mutu berdasarkan PP RI No. 41 Tahun 1991 karena faktor suhu, kelembaban dan kecepatan angin yang membantu proses pengenceran konsentrasi polutan di atmosfir. Namun, kondisi pencemaran udara tetap harus dikendalikan sehingga konsentrasi polutan tidak melewati batas baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan. Kata kunci: Pencemaran udara, SO 2, dispersi, Meti-lis, baku mutu 1. Pendahuluan Salah satu dampak dari perkembangan sebuah kota adalah pencemaran udara. Di Indonesia dan di banyak negara berkembang lainnya semakin berkembang sebuah kota maka akan semakin tinggi pula tingkat pencemaran udara. Pencemaran udara merupakan turunnya kualitas udara akibat zat, energi dan atau komponen lain yang masuk ke dalam udara ambien sehingga udara menjadi tidak sehat bagi manusia, mahluk hidup dan lingkungan. Pencemaran udara dapat diakibatkan oleh sumber-sumber alamiah dan hasil dari gas buangan kegiatan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Industri, kebakaran hutan dan lahan, serta transportasi merupakan kegiatan-kegiatan yang potensial menyebabkan terjadinya pencemaran udara sebuah kota atau wilayah. Transportasi sendiri merupakan sumber pencemaran udara yang tergolong ke dalam sumber bergerak (Soedomo, 1999). Transportasi menghasilkan gas-gas seperti NO 2, CO 2, CO, SO 2 dan logam seperti Pb yang dapat menurunkan kualitas udara dan dalam jumlah tertentu menyebabkan gangguan kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan. Dibandingkan dengan Pb atau gasgas lainnya keberadaan SO 2 di atmosfir relatif singkat. Namun dampak yang

ditimbulkan cukup luas tidak saja terhadap kesehatan manusia tetapi juga terhadap lingkungan secara umum seperti tanaman, tanah dan bangunan. Sulfur Dioksida (SO 2 ) merupakan gas yang tidak berwarna, mudah larut dalam air, berbau tajam dan reaktif. SO 2 dihasilkan dari emisi kendaraan bermotor dan industri yang terbentuk saat bahan bakar yang mengandung Sulfur seperti bahan bakar fosil dibakar sehingga dapat menyebabkan hujan asam serta berdampak iritasi pada saluran pernafasan manusia seperti gejala sesak nafas. SO 2 di atmosfir merupakan pencemar primer yang dapat bereaksi dengan Oksigen (O 2 ) dan air (H 2 O). Sebagai kota yang sedang dan terus berkembang, kepadatan lalu lintas Kota Pontianak terutama yang disebabkan oleh kendaraan roda dua dan roda empat pada beberapa ruas jalan sudah tergolong kritis dengan nilai derajat kejenuhan jalan mencapai 0.75 (Rangga, 2014). Kepadatan lalu lintas ini berkibat secara langsung pada turunnya kualitas udara pada lokasi tersebut, sementara peruntukkan lahannya didominasi oleh permukiman, sekolah, perkantoran dan daerah komersil yang umumnya belum terlihat adanya upaya pengendalian secara serius dari masyarakat dan pemerintah daerah. Pengamatan secara langsung menunjukkan bahwa penataan kawasan di Kota Pontianak belum dipisahkan secara nyata antara kawasan permukiman dan komersial, terutama pada ruas-ruas jalan utama. Polutan yang dilepaskan oleh kendaraan bermotor ke udara tidak terkecuali SO 2 akan terdispersi ke udara yang berbeda antara satu titik dengan titik yang lainnya membentuk sebuah pola atau zona dengan tingkat kebahayaan yang berbeda-beda. Dispersi atau penyebaran polutan akan berbeda pula menurut waktu. Hal tersebut terjadi karena volume kendaraan dan faktor atmosfir yang berbeda-beda untuk waktu pagi, siang maupun sore hari. Untuk itu diperlukan sebuah penelitian yang melihat pola dispersi polutan khususnya SO 2 yang disebabkan oleh kendaraan bermotor dengan menggunakan program Meti-lis, dimana faktor atmosfir dan kepadatan lalu lintas merupakan faktor penentu utama dalam menentukan konsentrasi gas polutan untuk setiap titik tertentu hingga membentuk sebuah zona dengan tingkat kebahayaan yang berbeda-beda dan akan dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1991 untuk melihat tingkat pencemarannya. Di akhir penelitian akan diperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai konsentrasi SO 2 di berbagai lokasi di Kota Pontianak, pola penyebarannya, tingkat pencemaran udara dan diharapkan adanya rekomendasi yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam pengendalian pencemaran udara di Kota Pontianak. 2. Metodologi Persiapan Penelitian Tahap pertama adalah menentukan ruas jalan yang mempunyai volume kepadatan kendaraan yang tinggi dan mewakili daerah peruntukan lahan, disebuah kecamatan. Ruas jalan yang menjadi tempat pengamatan adalah Jalan Khatulistiwa, Perintis Kemerdekaan, Adi Sucipto, Ahmad Yani, Komyos Soedarso dan Alianyang. Keenam jalan tersebut dipilih karena dianggap dapat mewakili 6 kecamatan di Kota Pontianak. Pengumpulan Data Pengumpulan data pada tahap awal yaitu pengumpulan data primer berupa volume kepadatan kendaraan yang dihitung berdasarkan jenis kendaraan sepeda motor, bis, truk. Titik koordinat sampling diperoleh dengan menggunakan GPS ( Global Positioning System). Data pengukuran kualitas udara ambien road side parameter SO 2 di masing-masing ruas jalan dilakukan pada hari yang sama dengan perhitungan jumlah kendaraan pada waktu pagi, siang dan sore hari, untuk melihat hubungan nyata antara

jumlah kendaraan dan konsentrasi gas polutan. Data konsentrasi gas SO 2 road side selain sebagai pembanding juga digunakan sebagai akurasi model. Data sekunder yang dibutuhkan berupa data meteorologi seperti kecepatan angin, arah angin, temperatur dan lama penyinaran matahari serta Peta Jalan Kota Pontianak. Data faktor emisi untuk berbagai katagori kendaraan, yaitu data satuan massa polutan perjarak tempuh (gr/km), diperoleh dari studi pustaka yang diperlukan untuk mengkonversi data volume transportasi ke dalam bentuk laju emisi. Adapun data faktor emisi berdasarkan gas polutan dapat dilihat pada Tabel. 1. Pengolahan dan Analisis Data Sebelum dilakukan input data ke dalam Meti-lis, data meteorologi harus terlebih dulu diolah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Inputisasi dan penyimpanan data tersebut harus sesuai dengan format yang diinginkan Meti-lis yakni dalam bentuk file amedas.in.csv (lihat Tabel 3). Pengolahan data emisi transportasi dalam bentuk laju emisi rata-rata (gr/km/jam) agar data emisi transportasi dapat dimasukkan ke dalam Meti-lis (Rangga, 2014). Proses konversi data emisi dilakukan dengan cara sebagai berikut :.(1) dengan : : Beban emisi rata-rata (gram/m/h) : Faktor emisi setiap jenis kendaraan (gram/m) : Jumlah kendaraan sesuai jenis : Jenis kendaraan : Lama waktu pengamatan (jam) Tahap selanjutnya adalah penginputan data seperti yang ditunjukkan oleh Tabel.4 dan simulasi model dilakukan setelah data yang diperlukan telah sesuai dengan format yang diinginkan oleh Meti-lis. Sumber : Suhadi, 2008 Tabel 1. Data Faktor Emisi Indonesia Kategori CO HC NOx PM 10 SO 2 (gr/km) (gr/km) (gr/km) (gr/km) (gr/km) Sepeda motor 14 5.9 0.29 0.24 0.008 Mobil 40 4 2 0.01 0.44 Bis 11 1.3 11.9 1.4 0.93 Truk 8.4 1.8 17.7 1.4 0.82 Tabel 2. Format Data Meteorologi dalam Meti-lis (amedas.in.csv) Line Quantity Definition (units) 1 Longitude (F) Possitive for station EAST of Greenwich (0) Latitude (F) Possitive for station North of Equator (0) Anemometer height (F) Time Zone ( I) (m) Possitive for stasions East of Greenwich ( -) (eg. 9 in japan) 2 Number of data records (I) Number of line from line 3 on 3 Year I) Month (I) - Date (I) - Hour (I) 1-24 Wind Direction (I) 0-16 western year format

Wind Speed(F) Temperature (F) (m/s) (K) Sunlight Ratio (F) 0-1 Solar Radiation (F) MJ/m2/h Line Source Receptor Building Line Source Information Grid Building Information Tabel 3. Input Model Meti-lis Parameter Koordinat Lokasi Lebar jalan Emission Rate (laju emisi) Koordinat Titik Sudut Grid Area Ukuran Domain (lebar x tinggi) Satuan m m gr/km/jam (0,Y) m Jumlah Grid 80 x 80 Ketinggian Receptor Koordinat letak bangunan Tinggi Bangunan Meteorologi Lihat Tabel 3 m 1,5 m (X,Y) m 3. Hasil dan Pembahasan Hasil dan pembahasan disajikan untuk masing-masing kecamatan, sebagai berikut: Kecamatan Pontianak Kota Lokasi penelitian di Kecamatan Pontianak Kota dilakukan di Jalan Alianyang yang merupakan jalan terpadat dengan nilai derajat kejenuhan jalan mencapai 0.71 atau mencapai tingkat kritis. Analisis dispersi polutan gas SO 2 dilakukan pada ruas jalan tersebut. Berikut ini adalah hasil survei kendaraan di Jalan Alianyang pada waktu pagi, siang dan sore hari. Berdasarkan data tersebut, jumlah kendaraan yang paling padat terjadi pada waktu pagi hari dengan jumlah kendaraan mencapai 9526 buah, terutama sepeda motor dan mobil. Ini disebabkan karena pada pagi hari akivitas pergi ke kantor, ke sekolah dan aktivitas lainnya lebih tinggi dibandingkan dengan siang dan sore hari. Data ini akan dipergunakan untuk mengitung beban emisi gas SO 2 setiap jenis kendaraan dengan menggunakan persamaan 1. Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam Tabel 6. Tabel 5. Jumlah Kendaraan Di Jalan Alianyang Sepeda Motor 8682 6355 6405 Mobil 790 987 212 Bis 36 36 52 Truk 18 63 37 Jumlah 9526 7441 6706 Sumber: Survei Lalu Lintas, 2014 Tabel 6. Perhitungan Beban Emisi Jalan Alianyang SO Jenis Kendaraan Jumlah 2 (g/m/h) Sepeda Motor 8682 0.008 Mobil 790 0.0023 Bis 36 0.0037 Truk 18 0.00 Total 0.01 Sumber: Hasil Analisis 2014 Perhitungan beban emisi dilakukan hanya pada pagi hari karena volume terpadat kendaraan terjadi pada pagi hari. Nilai beban emisi akan digunakan untuk menghitung pola penyebaran dengan menggunakan Meti-Lis. Berikut adalah hasil dari pola penyebaran polutan di Jalan

Alianyang Kecamatan Pontianak Kota Kota Pontianak: Gambar 1. Isopleth SO 2 Jalan Alianyang Hasil analisis dispersi polutan yang telah dianalisis dengan Meti-lis menunjukkan bahwa polutan SO 2 tidak melewati ambang baku mutu udara berdasarkan PP. RI No. 41 Tahun 1991, yang mencapai angka 365 μg/m 3. Konsentrasi maksimal hasil perhitungan gas SO 2 adalah 0.5019 μg/m 3. Konsentrasi SO 2 udara ambien yang terukur untuk pagi hari mencapai 5,7 μg/m 3. Keduanya jauh di bawah baku mutu. Nilai yang rendah ini dapat dikarenakan suhu udara terukur yang cukup tinggi di atas suhu rata-rata harian Kota Pontianak yakni 27-28 o C. Kondisi ini tentu saja erat kaitannya dengan kestabilan atmosfer, semakin tinggi suhu di permukaan bumi maka semakin tinggi tingkat ketidakstabilan atmosfir dan tentu saja ketidakstabilan atmosfir menyebabkan konsentrasi gas pencemar diudara ambien semakin rendah karena gas pencemar dengan mudah bergerak ke atas secara vertical meninggalkan permukaan bumi (Winardi, 2014). Dari hasil analisis yang telah dilakukan tingkat penyebaran polutan masih tergolong aman sehingga belum adanya dampak terhadap lingkungan ataupun manusia, dilihat dari pola penyebaran yang berwarna hijau. Kecamatan Pontianak Utara Lokasi penelitian ditentukan Jalan Khatulistiwa, yang merupakan jalan utama di Kecamatan Pontianak Utara. Kawasan ini merupakan kawasan pergudangan, industri, pelabuhan, kantor dan pasar. Jalan ini juga merupakan akses menuju Kota Pontianak dari kabupaten dan kota lainnya di Kalimantan Barat. Angka derajat kejenuhan jalan dari waktu pagi dan sore hari stabil dengan angka 0.48, yang menunjukkan angka kejenuhan hampir mencapai kritis, dimana kepadatan kendaraan hampir memenuhi jalan hampir di setiap waktu pagi, siang dan sore hari. Berdasarkan hasil survei kepadatan lalu lintas yang dilakukan, kepadatan tertinggi terjadi pada pagi hari, yang didominasi oleh sepeda motor dan mobil. Jumlah bis cukup signifikan karena merupakan jalur lalu lintas antar kota. Berikut hasil survei kepadatan lalu lintas di Jalan Khatulistiwa: Tabel 7. Jumlah Kendaraan di Jalan Khatulistiwa Sepeda Motor 10417 6460 9156 Mobil 645 810 211 Bis 122 110 123 Truk 409 575 447 Jumlah 11593 7955 9937 Sumber: Survei Lalu Lintas 2014 Dengan jumlah kendaraan tertinggi di pagi hari maka perhitungan beban emisi hanya dihitung untuk waktu pagi saja, untuk selanjutnya diprediksi penyebaran polutannya. Berikut adalah hasil perhitungan beban emisi gas SO 2 di Jalan Khatulistiwa Pontianak: Tabel 8. Perhitungan Beban Emisi Jalan Khatulistiwa Jenis Kendaraan Jumlah SO 2 (g/m/h) Sepeda Motor 10417 0.009 Mobil 645 0.0019 Bis 122 0.0126 Truk 409 0.00 Total 0.02 Sumber: Survei Lalu Lintas, 2014

Berikut adalah hasil dari penyebaran polutan yang telah dilakukan: Gambar 2. Isopleth SO 2 Jalan Khatulistiwa Berdasarkan hasil analisis penyebaran gas SO 2 dengan menggunakan Meti-Lis angka konsentrasi gas tidak melawati ambang baku mutu udara. Nilai konsetrasi polutan masih aman karena daerah penyebaran masih berwarna hijau artinya konsetrasi yang dihasilkan dari analisis penyebaran yang telah dilakukan hanya berkisar antara 0.005-1 μg/m 3. Nilai konsentrasi SO 2 yang terhitung dengan program Meti-lis sebesar 0.44 μg/m 3.Sedangkan hasil pengukuran gas SO 2 udara ambien pada pagi hari sebesar 3.9 μg/m 3. Perbedaan ini salah satunya disebabkan bahwa pada program Meti-lis konsentrasi SO 2 yang terhitung hanya bersumber dari lalu lintas kendaraan, sedangkan untuk udara ambien yang terukur bisa berasal dari sumber lain terutama industri. Namun keduanya masih aman di bawah baku mutu. Pada waktu dilakukan pengukuran kelembaban ratarata udara berada di atas 65%. Kelembaban yang tinggi tentu saja akan mempercepat proses dilusi/pencucian zat pencemar, sehingga nilai konsentrasi beberapa parameter terukur sangat rendah (Winardi, 2014). Kecamatan Pontianak Barat Lokasi penelitian yang terdapat di Kecamatan Pontianak Barat adalah Jalan Kom Yos Soedarso. Kondisi ruas jalan yang lebar serta aktivitas masyarakat yang cukup sibuk mulai dari kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan, kegiatan perdagangan, perkantoran menjadikan ruas jalan ini seringkali dilalui oleh aktivitas mobilisasi kendaraan bermotor dan kendaraan berat seperti truk gandeng, trailer dan kontainer. Angka kejenuhan pada jalan ini adalah 0.7 dimana tingkat kejenuhan kepadatan kendaraan yang menggunakan jalur tersebut sudah kritis dan badan jalan yang ada hampir tidak dapat menampung semua kendaraan pada jam tertentu. Berikut adalah data hasil survei kepadatan lalu lintas : Tabel 9. Jumlah Kendaraan di Jalan Kom Yos Soedarso Sepeda Motor 9590 6204 8422 Mobil 522 730 228 Bis 278 234 227 Truk 213 278 239 Jumlah 10603 7446 9116 Sumber: Survei Lalu Lintas 2014 Dari Tabel 9 di atas, terlihat bahwa kepadatan tertinggi terjadi pada pagi hari. Aktivitas masyarakat pergi ke kantor, sekolah atau aktivitas di tempat kerja terjadi dalam rentang waktu yang relatif bersamaan. Berikut adalah hasil perhitungan beban emisi gas SO 2 di Jalan Kom Yos Soedarso Pontianak: Tabel 10. Beban Emisi Jalan Kom Yos Soedarso SO Jenis Kendaraan Jumlah 2 (g/m/h) Sepeda Motor 9590 0.026 Mobil 522 0.0045 Bis 278 0.0862 Truk 213 0.00 Total 0.12 Sumber: Hasil Analisis, 2014 Berikut adalah dispersi gas SO 2 hasil analisis menggunakan Meti-lis di jalan tersebut pada pagi hari.

mencapai 18.957 buah, yang didominasi oleh kendaraan roda dua. Gambar 3. Isopleth SO 2 Jalan Kom Yos Soedarso Dari isopleth di atas dapat dilihat bahwa penyebaran polutan mencapai angka 0.005-25 μg/m 3. Namun konsentrasi tersebut dapat bertambah apabila tidak terdapat pengendalian dari sektor transportasi yang disebabkan karena angka pertumbuhan jumlah penduduk semakin bertambah setiap tahunnya. Berdasarkan analisis dari Meti-lis konsentrasi SO 2 terhitung 4.4 μg/m 3. Nilai konsentrasi ini merupakan konsentrasi tertinggi dari 6 kecamatan yang terdapat di Kota Pontianak yang diperoleh dari hasil analisis menggunakan Meti-lis. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, konsentrasi gas SO 2 diwaktu pagi sebesar 7,6 μg/m 3. Namun masih di bawah ambang baku mutu udara ambien untuk SO 2 yang mencapai 365 μg/m 3. Faktor suhu, kelembaban dan kecepatan angin mempengaruhi rendahnya konsentrasi SO 2 di atmosfir. Dengan kecepatan angin yang terukur di atas 2 m/s tentu sangat membantu percepatan proses turbulensi sehingga dispersi gas dari permukaan bumi juga akan bergerak cepat menuju atmosfir. Kecamatan Pontianak Timur Lokasi penelitian di Kecamatan Pontianak Timur adalah Jalan Perintis Kemerdekaan dengan angka kejenuhan mencapai 0.9 yang terjadi pada pagi hari. Jalan ini merupakan jalan utama menuju Pontianak Kota dengan melewati Jembatan Kapuas I. Kepadatan tertinggi terjadi pada pagi hari dengan jumlah kendaraan Tabel 11. Jumlah Kendaraan Jalan Perintis Kemerdekaan Sepeda Motor 18035 8491 13481 Mobil 803 1197 192 Bis 101 148 130 Truk 18 33 19 Jumlah 18957 9869 13822 Sumber: Survei Lalu Lintas 2014 Tabel 12. Beban Emisi Jalan Perintis Kemerdekaan SO Jenis Kendaraan Jumlah 2 (g/m/h) Sepeda Motor 18035 0.048 Mobil 803 0.0070 Bis 101 0.0313 Truk 18 0.00 Total 0.09 Sumber: Survei Lalu Lintas 2014 Berikutnya adalah penyebaran polutan gas berdasarkan analisis Meti-lis : Gambar 4. Isopleth SO 2 Pontianak Timur Analisis menggunakan Meti-lis konsentrasi gas SO 2 terhitung 3.6 μg/m 3 dengan rentang 0.05-25 μg/m 3. Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi gas SO 2 udara ambien di pagi hari diperoleh hasil 5,6 μg/m 3. Angka ini sedikit lebih besar dari perhitungan Metilis, yang hanya memperhitungkan sumber dari kendaraan bermotor saja. Kualitas

udara ruas jalan Perintis Kemerdekaan dikatagorikan masih baik karena masih berada di bawah baku mutu udara ambien berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999. Faktor cuaca yang berupa kecepatan angin > 2 m/s, suhu di permukaan yang berada di atas suhu rata-rata harian Kota Pontianak 27-28 o C, angka kelembaban yang berada di atas 65% berpengaruh dalam mempercepat proses dilusi zat pencemar. Kecamatan Pontianak Selatan Lokasi penelitian di Kecamatan Pontianak Selatan adalah Jalan Ahmad Yani. Jalan ini merupakan jalan arteri dan pusat berbagai kegiatan di Kota Pontianak, seperti pendidikan, bisnis, perkantoran. Angka kejenuhan di Jalan A. Yani 0.7 dari waktu pagi hari dan sore hari. Berikut adalah hasil survei kepadatan lalu lintas di Jalan Ahmad Yani Pontianak: Tabel 13. Jumlah Kendraan di Jalan Ahmad Yani Sepeda Motor 26926 17077 21442 Mobil 5756 6035 644 Bis 192 179 137 Truk 111 371 266 Jumlah 32985 23662 22489 Sumber: Survei Lalu Lintas, 2014 Total kendaraan pada pagi hari mencapai 32.985 buah yang didominasi oleh kendaraan bermotor, namun jenis mobil cukup signifikan. Hasil perhitungan dari beban emisi Jalan Ahmad Yani, dapat dilihat pada Tabel 14, berikut : Tabel 14. Beban Emisi Jalan Ahmad Yani Jenis Kendaraan Jumlah SO 2 (g/m/h) Sepeda Motor 26926 0.024 Mobil 5756 0.02 Bis 192 0.02 Truk 111 0.00 Total 0.06 Sumber: Hasil Analisis, 2014 Gambar 5. Isopleth SO 2 Pontianak Selatan Konsentrasi hasil analisis penyebaran untuk konsentrasi SO 2 berdasarkan program meti-lis adalah 2.9 μg/m 3, lebih kecil dari pengukuran lapangan pada pagi hari yang mencapai angka 5,8 μg/m 3. Keduanya masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan baku mutu. Meskipun nilai kecepatan angin tergolong tenang ( calm wind) karena kecepatn anginnya < 1 m/s, namun suhu di permukaan cukup tinggi dimana pada pagi hari sudah mencapai 31 o C. Demikian pula halnya dengan kelembaban rata-ratanya cukup tinggi karena berada di atas 51%. Kecamatan Pontianak Tenggara Ruas jalan yang setiap harinya selalu terjadi kemacetan panjang dengan tingkat kecelakaan yang cukup tinggi adalah ruas jalan Adisucipto. Angka kejenuhan kepadatan kendaraan mencapai 1.6 artinya kepadatan kendaraan di jalan tersebut sudah cukup padat. Berikut adalah hasil survei kendaraan lalu lintas di Jalan Adi Sucipto: Tabel 15. Jumlah Kendaraan di Jalan Adi Sucipto Sepeda Motor 9333 5650 7675 Mobil 927 1521 407 Bis 148 103 110 Truk 309 611 434 Jumlah 10717 7885 8626 Sumber: Survei Lalu Lintas, 2014

Seperti halnya ruas jalan lain di Kota Pontianak, kepadatan tertinggi terjadi pada waktu pagi hari yang didominasi oleh jenis kendaran sepeda motor. Demikian juga mobil yang menunjukkan angka yang cukup signifikan. Kepadatan kendaraan pada pagi hari akan digunakan untuk menghitung beban emisi kendaraan yang selanjutnya akan digunakan sebagai input model Meti-lis untuk dianalisis penyebaran polutan. Hasil perhitungan beban emisi kendaraan di Jalan Adi Sucipto disajikan pada tabel berikut: Tabel 16. Hasil Perhitungan Beban Emisi Jalan Adi Sucipto SO Jenis Kendaraan Jumlah 2 (g/m/h) Sepeda Motor 9333 0.025 Mobil 927 0.01 Bis 148 0.05 Truk 309 0.00 Total 0.08 Sumber: Hasil Analisis, 2014 Berikut adalah hasil analisis penyebaran di jalan Adi Sucipto: > 2 m/s, suhu permukaan yang relatif tinggi dan kelembaban rata-rata yang berada di atas 65% tentu saja akan mempercepat proses dilusi/pencucian zat pencemar. 4. Kesimpulan Secara umum angka kepadatan lalu lintas tertinggi terjadi pada pagi hari. Analisis perhitungan menggunakan program Metilis yang menghitung polutan hanya berasal dari lalu lintas kendaraan bermotor memberikan hasil lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil pengukuran lapangan, dimana sumber polutan gas SO 2 tidak saja berasal dari kendaraan bermotor tetapi juga berasal dari sumber lain seperti industri. Namun keduanya relatif kecil dibandingkan dengan baku mutu, disebabkan oleh faktor suhu udara yang relatif tinggi sekalipun pada waktu pagi hari, kelembaban dan kecepatan angin yang tinggi. Selain itu keberadaan gas SO 2 di atmosfir yang singkat karena bersifat reaktif diperkirakan menjadi penyebab rendahnya konsentrasi SO 2 di udara. Penyebaran polutan SO 2 di Kota Pontianak masih tergolong aman, namun tetap memerlukan pengendalian pencemaran udara. Gambar 6. Isopleth SO 2 Pontianak Tenggara Konsentrasi SO 2 hasil perhitungan dengan Meti-lis adalah 3.7 μg/m 3 berada sedikit di bawah konsentrasi SO 2 yang terukur pada waktu pagi hari sebesar 6.6 μg/m 3. Namun tingkat konsentrasi gas pencemar udara masih di bawah ambang batas baku mutu udara, dan tergolong rendah, meskipun aktivitas pada ruas jalan ini sangat tinggi. Kondisi atmosfir dengan kecepatan angin

Daftar Pustaka 1. Pemerintah Republik Indonesia., 1999, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999, tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta 2. Rangga B, 2014, Analisis Dispersi Gas Karbon Monoksida (CO) dari Sumber Transportasi Menggunakan Model Meti-lis, Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura 3. Soedomo M., 1999, Pencemaran Udara, Jurusan Teknik Lingkungan- ITB. 4. Suhadi, 2008, Naskah Akademis Penyusunan Teknis Perkiraan Beban Pencemar Udara dari Kendaraan Bermotor di Indonesia, Vol 1-3, Jakarta 5. Winardi, 2014, Pengaruh Suhu dan Kelembaban terhadap Konsentrasi Pb di Udara Kota Pontianak, Jurnal Borneo Akcaya, Vol 1 No 1, Hal 16., Kantor Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Barat.