I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ruang Terbuka Hijau Perkotaan. Ruang terbuka hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang -ruang terbuka

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

ANALISIS DAN SINTESIS

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

BAGIAN KETUJUH PEDOMAN PENANAMAN TURUS (KANAN - KIRI) JALAN NASIONAL GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) BAB I PENDAHULUAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB III METODE PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

BUPATI BANGKA TENGAH

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 05/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN POHON PADA SISTEM JARINGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

D3 TEKNIS SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

Pemeliharaan merupakan pekerjaan yang terakhir. Keberhasilan pembuatan taman menunjukkan keberhasilan pemeliharaan taman dan sebaliknya.

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Pemeliharaan Lanskap (Landscape maintenance and management)

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BUPATI AGAM. Kep sempadan bangunan *Sesuai dengan aslinya*

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pe rancangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Jalan

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

f. Nilai estetis (Aesthetic values)

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006). Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1990), jalan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu Daerah Manfaat Jalan (Damaja), Daerah Milik Jalan (Damija), dan Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja). Daerah manfaat jalan merupakan ruas sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan dan diperuntukkan bagi median jalan, perkerasan jalan, pemisahan jalur, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman timbunan, dan galian gorong-gorong perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya. Lebar Damaja ditetapkan oleh pembina jalan sesuai dengan keperluannya. Tinggi minimum 5.0 meter dan kedalaman minimum 1,5 meter diukur dari permukaan perkerasan. Daerah milik jalan merupakan ruas sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan guna peruntukan daerah manfaat jalan dan perlebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari, serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. Daerah pengawasan jalan merupakan ruas di sepanjang jalan di luar daerah milik jalan 1

2 yang ditentukan berdasarkan kebutuhan terhadap pandangan pengemudi, ditetapkan oleh pembina jalan. Pada bagian jalan tersebut dapat dilakukan penghijauan dengan penanaman pohon atau tanaman. Daerah yang dilakukan penghijauan tersebut disebut dengan jalur hijau Jalur hijau merupakan salah satu bentuk dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terdiri atas jalur hijau jalan, jalur hijau sempadan sungai dan jalur hijau sempadan rel kereta api. Jalur Hijau Jalan merupakan suatu area di sepanjang jalan yang ditanami oleh berbagai tanaman dengan tujuan untuk peneduh, membantu mengurangi polusi, peresapan air, serta tujuan estetika. Di sepanjang tepian jalan dapat ditanami tanaman sesuai dengan luas dan lebar jalur yang digunakan. Beberapa fungsi jalur hijau jalan yaitu sebagai penyegar udara, peredam kebisingan, mengurangi pencemaran polusi kendaraan, perlindungan bagi pejalan kaki dari hujan dan sengatan matahari, pembentuk citra kota, dan mengurangi peningkatan suhu udara. Selain itu, akar pepohonan dapat menyerap air hujan sebagai cadangan air tanah dan dapat menetralisir limbah yang dihasilkan dari aktivitas perkotaan. Pada jalur hijau jalan, terdapat beberapa struktur yaitu daerah sisi jalan, median jalan, dan pulau lalu lintas (traffic islands). Median jalan adalah ruang yang disediakan pada bagian tengah dari jalan untuk membagi jalan dalam masing-masing arah yang berfungsi mengamankan ruang bebas samping jalur lalu lintas. Sedangkan daerah sisi jalan adalah daerah yang berfungsi untuk keselamatan dan kenyamanan pemakai jalan, lahan untuk pengembangan jalan,

3 kawasan penyangga, jalur hijau, tempat pembangunan fasilitas pelayanan, dan perlindungan terhadap bentukan alam (Carpenter, Walker, dan Lanphear, 1990). Jalur hijau jalan di Kota Yogyakarta merupakan salah satu jenis Ruang Terbuka Hijau Publik dengan prosentase paling besar di wilayah tersebut, yaitu sebesar 11,09 % atau 360,44 Ha dari RTH Publik 17,17 % atau 557,72 Ha dan RTH Kota Yogyakarta yaitu 31,65 % atau 1.028,79 Ha dari luas wilayahnya yaitu 3.250,01 Ha. RTH Jalur hijau jalan di Kawasan Perkotaan Yogyakarta berada pada jalan utama di Pusat Kota dan sebagian sudah tertata dengan fungsinya. Tanaman pada jalur hijau jalan di Kota Yogyakarta adalah jenis pohon, perdu, semak dan ground cover (Bappeda Kota Yogyakarta, 2010). Pengelolaan jalur hijau jalan tersebut memerlukan perencanaan yang baik agar kegiatan pengelolaannya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada kegiatan pengelolaan jalur hijau jalan terkadang terdapat permasalahan yakni dalam kegiatan pemeliharaan atau perawatannya, akibatnya pengelolaan tidak berjalan dengan baik dan tidak terpenuhinya ketersediaan RTH jalur hijau jalan. Permasalahan tersebut meliputi tidak dilakukan penyulaman terhadap tanaman yang mati, tidak dilakukannya penyiangan terhadap gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, tanaman tidak dilakukan pemangkasan sehingga bentuk tajuknya tidak teratur maupun ranting atau dahan yang patah atau jatuh tidak dibersihkan, pertumbuhan tanaman kurang subur karena tidak dilakukan pemupukan, tanaman layu karena tidak dilakukan penyiraman dan pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman (HPT) tidak dilakukan sehingga tanaman rentan terserang hama dan penyakit.

4 Melihat berbagai permasalahan yang terdapat dalam kegiatan pengelolaan jalur hijau jalan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai Pengelolaan Jalur Hijau Jalan di Kota Yogyakarta yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. B. Perumusan Masalah Keberadaan jalur hijau jalan penting dikarenakan bertujuan mengendalikan pertumbuhan pembangunan, mencegah dua kota atau lebih menyatu, dan mempertahankan daerah hijau, rekreasi, ataupun daerah resapan hujan serta struktur sisi jalan pada jalur hijau jalan berfungsi untuk keselamatan dan kenyamanan pemakai jalan, lahan untuk pengembangan jalan, kawasan penyangga, jalur hijau, tempat pembangunan fasilitas pelayanan, dan perlindungan terhadap bentukan alam. Pengelolaan jalur hijau jalan tersebut memerlukan perencanaan yang baik agar kegiatan pengelolaannya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada kegiatan pengelolaan jalur hijau jalan terkadang terdapat permasalahan yakni dalam kegiatan pemeliharaan atau perawatannya, akibatnya pengelolaan tidak berjalan dengan baik dan tidak terpenuhinya ketersediaan RTH publik jalur hijau jalan. Permasalahan tersebut meliputi tidak dilakukan penyulaman terhadap tanaman yang mati, tidak dilakukannya penyiangan terhadap gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, tanaman tidak dilakukan pemangkasan sehingga bentuk tajuknya tidak sesuai dengan yang diinginkan maupun ranting atau dahan patah atau jatuh tidak dibersihkan, pertumbuhan tanaman kurang subur karena tidak dilakukan pemupukan, tanaman layu karena tidak dilakukan

5 penyiraman dan pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman (HPT) tidak dilakukan sehingga tanaman rentan terserang hama dan penyakit. Adanya, identifikasi dan evaluasi terhadap pengelolaan jalur hijau jalan di Kota Yogyakarta diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kegiatan pengelolaan jalur hijau jalan tersebut. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan jalur hijau jalan di Kota Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai bahan kajian yang dapat memberikan saran kepada Pemerintah Kota Yogyakarta dalam pengelolaan jalur hijau jalan. E. Batasan Studi Penelitian ini hanya dilakukan di jalur hijau jalan Kota Yogyakarta yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kegiatan tentang pengelolaan jalur hijau jalannya. F. Kerangka Pikir Penelitian Kota Yogyakarta mempunyai Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbangun. Salah satu bentuk Ruang Terbuka Hijau yang selalu bersinggungan dengan masyarakat adalah jalur hijau jalan. Jalur hijau jalan di Kota Yogyakarta

6 mempunyai prosentase paling besar di wilayah tersebut, yaitu sebesar yaitu sebesar 11,09 % atau 360,44 Ha dari RTH Publik 17,17 % atau 557,72 Ha dan RTH Kota Yogyakarta yaitu 31,65 % atau 1.028,79 Ha dari luas wilayahnya yaitu 3.250,01 Ha. RTH Jalur hijau jalan di Kawasan Perkotaan Yogyakarta tersebut berada pada jalan utama di Pusat Kota dan sebagian sudah tertata dengan fungsinya. Tanaman pada jalur hijau jalan di Kota Yogyakarta adalah jenis pohon, perdu, semak dan ground cover (Bappeda Kota Yogyakarta, 2010). Kota Yogyakarta Kawasan Non Terbangun Kawasan Terbangun Taman Kota Kawasan Rekreasi Ruang Terbuka Hijau Jalur Hijau Jalan Kawasan Sempadan Sungai Kawasan Perkantoran Identifikasi Evaluasi 1. Kondisi Tapak 2. Elemen Penyusun 3. Kondisi Elemen Penyusun 1. Perencanaan Pengelolaan 2. Perawatan: a. Pemangkasan b. Pendangiran dan penyiangan c. Pemupukan d. Penyulaman e. Penyiraman f. Pengendalian HPT Rekomendasi Pengelolaan jalur hijau jalan di Kota Yogyakarta Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian

7 Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh penulis hanya mengenai tentang RTH jalur hijau jalan di Kota Yogyakarta dan dalam penelitian ini dilakukan pengidentifikasian terhadap kondisi tapak (mikro iklim, kemiringan lahan dan wilayah), elemen penyusun dalam bentuk elemen keras maupun lunak dan kondisi elemen penyusunnya. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap hasil identifikasi dalam perencanaan pengelolaan dan perawatan (yaitu pemangkasan, pendangiran dan penyiangan, pemupukan, penyulaman, penyiraman dan pengedalian HPT). Rekomendasi diberikan berdasarkan hasil dari identifikasi dan evaluasi yang telah dilakukan terhadap kegiatan perawatan ada yang tidak terlaksana agar pengelolaan jalur hijau jalan di Kota Yogyakarta berkelanjutan untuk menjaga kualitas dan fungsionalnya (Gambar 1).