BAB V ANALISIS HASIL DESAIN GUIDEWAY

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

BAB VI TINJAUAN KHUSUS PERBANDINGAN SISTEM PLAT LANTAI (SISTEM PLAT DAN BALOK (KONVENSIONAL) DAN SISTEM FLAT SLAB)

Oleh : AGUSTINA DWI ATMAJI NRP DAHNIAR ADE AYU R NRP

BAB III METODOLOGI. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Pustaka. Observasi Lapangan. Pengumpulan Data. Pengembangan Alternatif Lokasi

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

TUGAS AKHIR RC

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ganter Bridge, 1980, Swiss. Perencanaan Struktur Beton Bertulang

PROSENTASE DEVIASI BIAYA PADA PERENCANAAN KONSTRUKSI BALOK BETON KONVENSIONAL TERHADAP BALOK BETON PRATEGANG PADA PROYEK TUNJUNGAN PLAZA 5 SURABAYA

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN STRUKTUR ATAS. Proyek pembangunan Aeropolis Lucent Tower dibangun dengan

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Desain struktur merupakan salali satu bagian dari proses perencanan

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON

BAB III METODOLOGI. 3.2 TAHAPAN PENULISAN TUGAS AKHIR Bagan Alir Penulisan Tugas Akhir START. Persiapan

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH

Gambar III.1 Pemodelan pier dan pierhead jembatan

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I. penting. efek yang. tekan beton. lebih besar. Diilustrasikan I-1.

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR TABEL. Tabel 3.1 Koefisien-koefisien gesekan untuk tendon pascatarik

BAB III PEMODELAN STRUKTUR


BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kolom memegang peranan penting dari suatu bangunan karena memikul

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. umumnya digunakan untuk berbagai konstruksi jembatan : 4. Sistem Penggunaan Counter Weight dan Link-set

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT. manajemen yang baik untuk menunjang kelancaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI 3.1. Pengumpulan Data Lapangan 3.2. Studi Pustaka 3.3. Metodologi Perencanaan Arsitektural dan Tata Ruang

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA DENGAN BALOK KOMPOSIT PADA GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. memikul tekan pada semua beban bekerja distruktur tersebut.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH 4 LANTAI DENGAN SISTEM DAKTAIL TERBATAS

SEMINAR TUGAS AKHIR 5 LOADING. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN ITS SURABAYA

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Kolom merupakan suatu elemen struktur yang memikul beban Drop Panel dan

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA LAKARSANTRI SURABAYA MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SISTEM DINDING PENUMPU.

Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktur yang paling utama dalam sebuah bangunan. Suatu struktur kolom

APLIKASI SNI PRACETAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jl. Banyumas Wonosobo

tegangan pada saat beban transfer dan layan. Saat transfer, ketika beton belum

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. bagi wisatawan yang ingin berlibur atau wisatawan yang ingin melakukan

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pengetahuan Umum Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) diberikan sebagai dasar pemikiran lebih lanjut.

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

BAB IV DATA DAN ANALISA SKRIPSI

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN

PERENCANAAN BEAM-COLOUM JOINT DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRATEGANG PARTIAL GEDUNG PERKANTORAN BPR JATIM TUGAS AKHIR

Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial

G. PERENCANAAN STRUKTUR PRIMER

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN TEKNIS ke 03 TOWER THAMRIN NINE DEVELOPMENT

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

ANALISA PERBANDINGAN METODE PELAKSANAAN CAST IN SITU DENGAN PRACETAK TERHADAP BIAYA DAN WAKTU PADA PROYEK DIAN REGENCY APARTEMEN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat menuntut adanya sarana dan prasarana yang menunjang. Salah satu

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

Transkripsi:

BAB V ANALISIS HASIL DESAIN GUIDEWAY 5.1 UMUM Pada bab sebelumnya telah dilakukan proses permodelan terhadap kedua sistem bentang, baik bentang sederhana maupun bentang menerus terintegral. Hasil yang didapatkan pada kedua bentang tersebut memberikan keuntungan dan kerugian tersendiri. Keuntungan dan kerugian setiap sistem bentang itu sendiri juga tergantung dari sisi mana kita meninjaunya. Apakah dari sistem struktur, volume pekerjaan, metode pelaksanaan, atau estimasi biaya. Hasil yang sangat bervariasi ini disebabkan adanya perbedaan permodelan yang mengakibatkan perlunya berbagai perlakuan khusus pada setiap sistem bentang yang secara tidak langsung mempengaruhi hasil akhir desain. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian yang menyeluruh dari hasil akhir desain yang meninjau dari beberapa faktor yang berpengaruh tersebut. Pada tahap ini kedua sistem struktur akan dibandingkan dan dianalisa dengan seluruh beban yang sama sesuai dengan desain kriteria. Kedua sistem struktur akan ditinjau untuk bentang yang lurus, 4 bentang sederhana dengan dua girder untuk setiap bentang, single pier dengan kebutuhan elevasi setinggi 8 m, dan pondasi diasumsikan cukup kuat dan kaku untuk memikul seluruh beban yang dipikul sistem struktur. Dari permodelan tersebut dilakukan analisa beberapa aspek yang berpengaruh dalam menentukan suatu sistem struktur yang dianggap paling ekonomis untuk monorel jakarta. 5.2 ASPEK STRUKTUR Sebelumnya telah disampaikan bahwa adanya perbedaan permodelan sistem struktur akan menyebabkan perlakuan yang berbeda-beda untuk setiap sistemnya. Hal tersebut mempengaruhi keseluruhan gaya dalam yang dipikul oleh sistem struktur dan pada akhirnya memunculkan perbedaan yang cukup signifikan pada hasil desain struktur. Tinjauan aspek struktur ini memperlihatkan keseluruhan perilaku dan pengaruh tersebut dari segi struktur. Berikut ini merupakan hasil akhir dari desain untuk kedua sistem bentang : Kajian Comparatif Sistem Struktur Guideway V-1

Elemen Struktur dan Hasil yang Dikaji Girder Gaya dalam Mu max 1181 ton.m Vu max 186 ton Dimensi 800 x 2000 mm Volume Pengecoran 48 m³ Tendon Prategang 53 low relaxation Φ15.2 mm Tulangan Tarik 7D25 Sengkang D13-350 Torsi 4D16 Daerah Pengangkuran Pelat Angkur 300 x 300 mm Sengkang 8D13-300 Tulangan Spalling 5D13-200 Tulangan Spiral D13-60 Tabel V-1 Tabel hasil akhir kedua bentang Sistem Bentang Bentang Sederhana Bentang Menerus Terintegral 506 ton.m 187 ton 800 x 2000 mm 49 m³ 28 low relaxation Φ15.2 mm (span tendon ) 18 low relaxation Φ15.2 mm (continue tendon ) 6D25 D13-350 4D16 300 x 300 mm 6D13-400 4D13-250 D13-100 Pier Eksterior Interior Gaya dalam Pu max 810 ton 203 ton 704 ton Mu max 346 ton.m (arah-y) 512 ton.m 530 ton.m Vu max 129 ton 80.5 ton 133 ton Dimensi 1600 x 1200 mm 1000 x 1200 mm 1600 x 1200 mm Jenis Single Pier Double Pier Single Pier Jumlah Pier 5 2 3 Volume Pengecoran 5 @15.36 m³ = 76.8 m³ 2x2 @9.6 m³ = 38.4 m³ 3 @15.36 m³ = 46.1 m³ Tulangan Vertikal 48D25 40D25 64D25 Sengkang & Confinement Arah-X 10D13-100 at support 6D13-100 at support 10D13-100 at support 6D13-300 at mid 4D13-300 at mid 6D13-300 at mid Arah-Y 7D13-100 at support 7D13-100 at support 7D13-100 at support 5D13-300 at mid 5D13-300 at mid 5D13-300 at mid Pierhead Eksterior Interior Gaya dalam Mu max 761 ton.m 229.9 ton.m 735 ton.m Vu max 408 ton 116.7 ton 400.1 ton Dimensi 1600 x 1500 mm 1600 x 1500 mm Volume Pengecoran 5 @11.2 m³ = 56 m³ (5+2) @11.2 m³ = 78.4 m³ Tulangan Tarik & Tekan Atas 27D25 9D25 29D25 Bawah 14D25 3D25 9D25 Sengkang 4D13-100 Bearing Dimensi Tebal Kebutuhan Diafragma Dimensi Tulangan Tarik Ekspansion Joint Kebutuhan 350 x 500 mm 128 mm 16 buah 600 X 400 mm 7D13 10 buah 350 x 500 mm 128 mm 4 buah - 4 buah Dari hasil tersebut diketahui bahwa desain girder untuk sistem bentang menerus terintegral membutuhkan jumlah tendon yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan sistem bentang sederhana untuk dimensi penampang yang sama. Begitu juga untuk seluruh Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-2

kebutuhan tulangan dan daerah pengangkuran. Hal ini disebabkan pada sistem bentang menerus seluruh beban yang dipikul oleh girder dipikul secara bersama-sama oleh beberapa girder, sehingga momen ultimate yang dihasilkan pada tengah bentang menjadi jauh lebih kecil dibandingkan sistem bentang sederhana. Jumlah tendon prategang pada span tendon sendiri sebenarnya masih dapat direduksi jika girder didesain hollow seperti desain pada monorel Jakarta saat ini, karena pada akhir desain diketahui bahwa kapasitas yang dimiliki girder masih cukup besar yang sebagian besar diberikan dari kapasitas penampang beton. Apabila girder didesain hollow maka berat sendiri girder dapat direduksi dan secara tidak langsung akan mengurangi jumlah span tendon yang memang diperuntukkan untuk memikul beban mati girder. Pada sistem bentang sederhana girder membutuhkan perangkat tambahan seperti diafragma untuk mengurangi terjadinya momen guling pada girder. Berbeda dengan sistem menerus terintegral yang sudah menyatu menjadi satu kesatuan portal. Pada bentang sederhana, tanpa adanya diafragma tahanan guling yang dimiliki oleh girder hanya diberikan oleh berat sendiri girder dan beban kereta. Dengan menggunakan diaframa maka girder antara kedua sisi akan bergerak secara bersama-sama dan memberikan tambahan dari kapasitas guling girder. Secara keseluruhan hasil desain pier untuk sistem bentang menerus terintegral menghasilkan nilai yang lebih besar. Hal ini disebabkan aplikasi double pier di bagian eksterior sistem bentang menerus terintegral. Double pier ditujukan agar didapatkan perbandingan yang sama antara sistem bentang sederhana dengan sistem bentang menerus terintegral, dimana setiap bagian dari pier memikul girder beban bentang partial kiri dan kanan. Pada bagian interior hasil akhir desain menunjukkan sistem bentang menerus terintegral membutuhkan jumlah tulangan yang lebih banyak dibandingkan sistem bentang sederhana. Perbedaan dimensi pier dan pierhead pada sistem menerus terintegral terjadi karena adanya kekangan pada tengah bentang. Kekangan tersebut menyebabkan beban-beban yang sebelumnya kurang memberikan pengaruh pada bentang sederhana seperti beban differential, beban temperatur, susut dan rangkak beton menjadi sangat signifikan pengaruhnya di sistem menerus terintegral. Adanya kekangan menimbulkan sistem harus berdeformasi secara bersama-sama dan saling mempengaruhi antar pier dan girder yang lain dalam satu kesatuan sistem portal. Akibatnya pada bagian eksterior pier dan pierhead harus didesain untuk memiliki kekakuan yang kecil dan dapat mengikuti deformasi yang terjadi. Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-3

5.3 ASPEK KENYAMANAN Sistem bentang menerus terintegral didesain untuk setiap 4 bentang sehingga mengurangi jumlah bagian sambungan untuk keseluruhan desain guideway. Berbeda dengan sistem bentang sederhana yang terdapat sambungan untuk setiap satu bentangnya. Akibatnya kebutuhan akan ekspansion joint menjadi jauh lebih besar dibandingkan sistem menerus terintegral. Adanya ekspansion joint sebenarnya sudah memberikan tambahan pada tingkat kenyamanan, karena ekspansion joint didesain untuk mengakomodasi pergerakan akibat perubahan volume pada girder. Namun pada sistem menerus terintegral yang menggunakan wet joint pada daerah interior sudah tentu akan memberikan tingkat kenyamana yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan permukaan girder yang akan dilalui kereta relatif sama pada daerah interior. Selain itu ditinjau dari lendutan girder yang terjadi ditengah bentang, sistem bentang sederhana memberikan nilai lendutan yang lebih besar dibanding sistem menerus terintegral. Kekangan yang terjadi pada bentang menerus menyebabkan seluruh beban yang diterima dipikul secara bersama-sama dalam kesatuan sistem portal. Lendutan yang terjadi akan mempengaruhi kenyamanan pada saat kereta melaju meskipun relatif sangat kecil. 5.4 ASPEK PELAKSANAAN Secara garis besar seluruh pekerjaan pada Monorel Jakarta digolongkan kedalam pekerjaan beton. Umumnya kualitas hasil produksi pekerjaan beton tergantung kualitas bahan, pengelolaan bahan atau produk, dan kualitas sumber daya manusia yang ada. Masalahmasalah yang muncul pada pekerjaan beton diantaranya : - Kualitas material yang buruk - Kesalahan pada saat pengukuran, pencampuran, pengelolaan dan transportasi - Kesalahan pada formwork - Kesalahan pada saat curing dan finishing Ditinjau dari aspek pelaksanaan, Monorel Jakarta memiliki beberapa tahapan pekerjaan yaitu pekerjaan pondasi, pier dan girder. Pada studi ini pekerjaan pondasi dianggap sudah dilakukan dan tidak perlu dikaji kembali. Untuk pekerjaan pier dan pierhead pada kedua sistem bentang dilakukan secara in situ dengan metode conventional formwork. Penggunaan metode ini diambil dengan pertimbangan ketinggian pier yang tidak terlalu tinggi (8 m). Selain itu pada saat pelaksanaan metode ini dianggap lebih mudah dibandingkan dengan metode pengecoran beton untuk pier yang lain, seperti vertical slipforming. Metode vertical slipforming sering digunakan pada struktur dengan bentang yang tinggi, karena menghasilkan masa konstruksi yang relatif lebih cepat. Namun metode ini dianggap lebih sulit karena membutuhkan berbagai peralatan berat yang berfungsi untuk menaikkan pengecoran dan operasi pemasangan bekisting secara terus menerus ke bagian atas. Begitu juga pada pekerjaan pierhead dilakukan seperti pada pekerjaan beton Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-4

biasanya/conventional formwork dengan memperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan bekisting seperti beban dan tekanan beton, toleransi dan dimensi, shoring, ketepatan posisi dan kemiringan bekisting. Pada bab-bab sebelumnya telah disampaikan bahwa girder untuk Monorel Jakarta menggunakan beton precast. Beton precast digunakan karena guideway akan dibangun di pusat kota yang merupakan jalan dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi. Hal tersebut menyebabkan pada saat pelaksanaan konstruksi memiliki ruang gerak yang sangat kecil dan sangat sulit untuk dilakukan secara in situ. Proses transportasi beton precast sebenarnya mengalami beberapa kendala, karena girder direncanakan dengan panjang 30 m untuk setiap satu bentang partial yang dapat menimbulkan kesulitan untuk dibawa secara langsung ke lapangan berkaitan dengan tingkat kesulitan akses menuju lokasi. Karena pada studi ini lokasi guideway yang akan dibangun adalah di jalan HR Rasuna Said dimana merupakan jalan protokol yang cukup besar, maka kesulitan dalam hal transportasi dapat diatasi. Untuk menghindari banyaknya manuver yang dilakukan oleh flat bed, transportasi beton precast dapat melalui jalan tol. Disamping itu akses menuju lokasi tidak jauh dari pintu keluar tol kuningan, dan mudah untuk dijangkau flat bed dengan manuver yang tidak terlalu sulit. Dua hal tersebut menjadikan transportasi untuk pengadaan girder sepanjang 30 m tanpa dilakukan pemecahan dapat dilakukan. Apabila lokasi sulit untuk diakses dan membutuhkan manuver yang sulit, maka dilakukan pemecahan girder menjadi 4 bagian dengan 1 bagian sepanjang 7,5 m. Dengan pemecahan girder tersebut menjadi 4 bagian maka kendala pada transportasi dapat teratasi dengan penggunaan flat bed jenis hauler yang digunakan sebagai alat pendistribusian girder menuju lokasi proyek. Gambar V-1 Flat bed Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-5

Adanya pemecahan girder menjadi 4 bagian menyebabkan perlunya perhatian khusus pada proses pelaksanaan seperti presisi bagian sambungan, desain terhadap shoring yang sesuai dan proses penyatuan girder. Ditinjau dari aspek desain, pemecahan girder menjadi empat bagian juga mempengaruhi desain tulangan sengkang dari girder. Tulangan sengkang di daerah sambungan dibuat lebih rapat dari desain sebelumnya, dimana pada studi ini tulangan sengkang pada daerah sambungan didesain sama seperti pada daerah perletakan untuk mereduksi gaya geser yang terjadi. Gambar V-2 Pemecahan Girder menjadi 4 bagian Pengangkatan bagian girder dilakukan dengan menggunakan mobile crane dengan jenis roda karet yang menyesaikan kondisi di lapangan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan jenis crane adalah : Kondisi daerah kerja Ketinggian pengangkatan Besar beban Radius beban Dan beban-beban dinamik seperti angin, pergerakan ayun, kecepatan hoist/pengangkat dan penghentian pengangkat. Gambar V-3 Proses Erection Girder Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-6

Pada saat proses erection girder terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Untuk menjaga keseimbangan beban, mobile crane memiliki keterbatasan berputar pada saat mengangkat beban. Daerah berputar dari mobile crane disebut dengan crane s quadrant sebesar 90 dari bagian depan crane. Ketinggian hoist juga harus diperhitungkan dengan memberikan elevasi yang cukup untuk segmen girder yang akan diangkat. Setelah girder menumpu pada pierhead, dilakukan aplikasi prestressing pada girder tersebut. Pada tahap ini perbedaan pelaksanaan antar kedua sistem bentang mulai terlihat. Di lapangan sistem menerus terintegral memiliki tingkat kerumitan yang lebih. Setelah melakukan instalasi span tendon, dikerjakan juga apliksi jacking untuk continuity tendon, hal ini dinggap lebih sulit karena tendon sepanjang > 120 m ditarik pada saat girder sudah menjadi satu kesatuan portal dengan pier dan pierhead. Selain itu pada daerah sambungan interior sebelumnya dilakukan terlebih dahulu penyatuan antar girder dengan pier interior dan pierhead dengan melakukan pengecoran dan pemasangan beberapa tulangan agar sistem menyatu secara menyeluruh. Kebutuhan tulangan di daerah sambungan ini relatif cukup banyak sehingga menimbulkan tingkat kesulitan tersendiri yang disebabkan congested area di daerah sambungan interior tersebut 5.5 ASPEK BIAYA Dalam proyek konstruksi, biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan konstruksi mencakup seluruh biaya-biaya selama proses konstruksi. Kondisi lingkungan sekitar proyek juga turut mempengaruhi besarnya biaya proyek. Lokasi konstruksi jakarta monorel yang terletak di tengah keramaian kota membuat pelaksanaan konstruksi relatif lebih sulit. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis terhadap biaya. Komponen pembentuk biaya tersebut antara lain biaya bahan, biaya produksi, biaya upah, biaya peralatan,biaya transportasi, overhead, dan biaya tak terduga. 5.5.1 Biaya Bahan Dengan mengetahui besarnya volume bahan dan harga satuan bahan, dapat ditentukan besarnya biaya berdasarkan bahan-bahan yang digunakan. Analisis volume bahan dilakukan berdasarkan hasil desain yang telah ada dalam bab sebelumnya. Penentuan harga satuan berdasarkan Patokan Harga Satuan Bahan dan Upah Provinsi DKI Jakarta 2006. dengan mengetahui kedua hal tersebut, maka dapat ditentukan perkiraan biaya bahan pada kedua sistem struktur guideway yang dikaji. 5.5.1.1 Analisis Volume Bahan Meterial yang digunakan adalah berdasarkan spesifikasi material yang telah disebutkan pada bab 3. Berdasarkan hasil desain struktur guideway bentang sederhana dan bentang menerus terintegral, didapatkan dimensi-dimensi struktur dan detail-detail penulangannya. Desain struktur guideway bentang sederhana memiliki volume yang relatif lebih besar dari pada bentang menerus terintegral. Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-7

Keintegrasian elemen struktur pada 4 bentang dalam sistem bentang menerus terintegral mengakibatkan gaya-gaya dalam yang bekerja menjadi lebih kecil. Hal ini mengakibatkan dimensi, pendetailan, dan kebutuhan alat penunjang struktur yang berbeda dari kedua sistem struktur guideway tersebut. Desain penulangan yang berbeda menjadikan terjadi perbedaan volume penulangan antar kedua sistem. Volume penulangan pada bentang sederhana sedikit lebih besar dari pada bentang menerus terintegral. Tabel V-2 Volume Penulangan No Uraian Luas Penampang panjang Jumlah Volume (m 3 ) (mm2) (mm) sederhana menerus sederhana menerus 1Girder Tulangan lentur D25 1964,285714 30000 7 6 3,3 2,828571429 Tulangan sengkang D13 350 531,1428571 5600 23 23 0,5472896 0,5472896 Tulangan tors i D16 804,5714286 5600 4 4 0,1441792 0,1441792 daerah pengangkuran S engkang D13 531,1428571 3000 9 6 0,114726857 0,076484571 S palling D13 531,1428571 5600 6 4 0,1427712 0,0951808 Spiral D13 56/93 531,1428571 400 13 8 0,022095543 0,013597257 4,2710624 3,705302857 2Pierhead Eksterior Tulangan Tarik D25 1964,285714 5000 9 0 0,176785714 Tulangan Tekan D25 1964,285714 5000 3 0 0,058928571 Tulangan Geser D16 804,5714286 5000 20 0 0,160914286 0 0,396628571 3Pierhead Interior Tulangan Tarik D25 1964,285714 5000 27 29 0,795535714 0,854464286 Tulangan Tekan D25 1964,285714 5000 14 9 0,4125 0,265178571 Tulangan Geser D20 1257,142857 6200 50 50 1,169142857 1,169142857 2,377178571 2,288785714 4Kolom Eksterior Tulangan lentur D25 1964,285714 8000 40 1,257142857 perletakan C onfinement arah x D13 100 531,1428571 7200 6 0,045890743 C onfinement arah y D13 100 531,1428571 7000 7 0,052052 tengah bentang C onfinement arah x D13 100 531,1428571 4800 4 0,020395886 C onfinement arah y D13 100 531,1428571 4000 5 0,021245714 0 1,3967272 5Kolom Interior (tipikal) Tulangan lentur D25 1964,285714 8000 48 68 3,771428571 3,205714286 perletakan C onfinement arah x 10D13 100 531,1428571 12000 10 10 0,318685714 0,191211429 C onfinement arah y 7D13 100 531,1428571 11200 7 7 0,208208 0,1249248 tengah bentang C onfinement arah x 6D13 100 531,1428571 7200 6 6 0,114726857 0,068836114 C onfinement arah y 5D13 100 531,1428571 8000 5 5 0,106228571 0,063737143 4,519277714 3,654423771 6Diafragma Tulangan Lentur D13 531,1428571 2900 7 0,0862576 0,0862576 0 Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-8

Tabel V-3 Volume Bahan No Uraian Unit Volume Sederhana Menerus Integral 1Girder 2000X800 1.1 Beton readymix 50fc m3 384 384 1.2 Post Tensioning Tendon diameter 15,2mm kg 58.5 51.75 Angkur hidup bh 32 18 1.3 Penulangan 4.2710624 3.705302857 2PierHead eksterior 1000X1500 2.1 Beton Ready mix 37 fc m3 15 2.2 Penulangan m3 0.396628571 3PierHead interior 1600X1500 3.1 Beton Ready mix 37 fc m3 60 36 3.2 Penulangan m3 2.377178571 2.288785714 4 Kolom eksterior 1000X1500 4.1 Beton Readymix 37fc m3 24 4.2 penulangan m3 1.3967272 5 Kolom interior 1600X1500 5.1 Beton Readymix 37fc m3 96 57.6 5.2 penulangan m3 4.519277714 3.654423771 6Diafragma 600X400 6.1 Beton Readymix 37fc m3 5.568 6.2 Penulangan m3 0.0862576 7Bearing bh 16 4 8Ekspansion Joint bh 10 4 5.5.1.2 Analisis Harga Satuan Bahan Material yang digunakan berdasarkan pada desain kriteria yang telah disebutkansebelumnya. Penentuan harga satuan ditentukan berdasarkan Harga Satuan Bahan dan Upah Provinsi DKI Jakarta tahun 2006. Tabel V-4 Harga Satuan Bahan No Uraian Unit Harga Satuan 1 Beton Readymix fc 37 m3 Rp600,000.00 2 Beton Readymix fc 50 m3 Rp700,000.00 3 Baja fy 400 m3 Rp845,499.00 7 Tendon Prategang 15,2 mm kg Rp40,000.00 8 Angkur Hidup bh Rp3,229,400.00 10 Bearing bh Rp845,000.00 11 Ekspansion Joint bh Rp15,500,000.00 Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-9

5.5.1.3 Biaya Bahan Setelah diketahui besarnya volume dan harga satuan, maka dapat ditentukan total biaya bahan yang diperlukan. Tabel V-5 Perkiraan Biaya Bahan No Uraian Biaya S ederhana menerus 1Girder 2000X800 1.1 Beton readymix 50fc R p230.400.000,00 R p268.800.000,00 1.2 Post Tensioning Tendon diameter 15,2mm R p2.340.000,00 R p2.070.000,00 Angkur hidup R p103.340.800,00 R p58.129.200,00 1.3 Penulangan R p3.611.178,99 R p3.132.829,86 2PierHead eksterior 1000X1500 2.1 Beton Ready mix 37 fc R p9.000.000,00 2.2 Penulangan R p335.349,06 3PierHead interior 1600X1500 3.1 Beton Ready mix 37 fc R p36.000.000,00 R p21.600.000,00 3.2 Penulangan R p2.009.902,10 R p1.935.166,03 4Kolom eksterior 1000X1500 4.1 Beton Readymix 37fc R p14.400.000,00 4.2 penulangan R p1.180.931,45 5Kolom interior 1600X1500 5.1 Beton Readymix 37fc R p57.600.000,00 R p34.560.000,00 5.2 penulangan R p3.821.044,79 R p3.089.811,64 6Diafragma 600X400 6.1 Beton Readymix 37fc R p3.340.800,00 6.2 Penulangan R p72.930,71 7Bearing R p13.520.000,00 R p3.380.000,00 8 Ekspansion Joint R p155.000.000,00 R p62.000.000,00 Rp611.056.656,60 Rp483.613.288,05 Dari tabel dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan yang cukup signifikan antar kedua system struktur guideway yang dikaji. Dimensi yang lebih besar serta detailing penulangan yang relatif lebih banyak, mengakibatkan biaya bahan sistem struktur bentang sederhana menjadi lebih banyak dari pada bentang menerus terintegral. 5.5.2 Biaya Produksi Untuk bagian pondasi dan Pier, dilakukan pengecoran secara in-situ. Sedangkan untuk girder adalah beton precast yang diproduksi oleh pabrik. Baja tulangan yang digunakan juga merupakan pemesanan ke pabrik. Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-10

5.5.3 Biaya Peralatan Konstruksi struktur guideway tentu saja dalam pelaksanaan konstruksi memerlukan alatalat berat serta peralatan lainnya. Peralatan ini didapat dengan cara sewa atau milik kontraktornya sendiri. Untuk menekan biaya peralatan ini harus dilakukan pemilihan alat yang cermat. Pemilihan alat yang digunakan dilakukan dengan mempertimbangkan produktivitas dan keefektifan alat. Biaya untuk penempatan girder mencakup hal-hal yang dibutuhkan selama proses berlangsung. Pemasangan girder menggunakan dua buah mobile crane. Penggunaan dua buah mobile crane ini agar luas area manuver yang diperlukan tidak terlalu besar. Pemecahan girder menjadi 4 bagian ini mengakibatkan kebutuhan akan Scafholdingg sebagai tumpuan girder pada bagian sambungan. Scafholding di desain untuk menopang sementara girder yang belum disambungkan satu sama lain. Banyaknya mobile crane yang digunakan dan kebutuhan scafholding ini mengakibatkan perlu dilakukan analisis biaya tersendiri. Lalu lintas yang padat pada siang hari menjadikan pelaksanaan konstruksi pada siang hari dapat mengganggu aktivitas kota. Pelaksanaan konstruksi-konstruksi tertentu yang dapat mengganggu lalu lintas secara berlebihan, dapat dilakukan pada malam hari. Pelaksanaan konstruksi pada malam hari ini tentu saja mengalami hambatan pada pencahayaan. Agar membantu pencahayaan, tambahan peralatan yaitu lampu menjadi penting. Penggunaan lampu sorot pada beberapa titik akan sangat membantu. Biaya penggunaan lampu ini tentu saja tidak didapat dengan harga yang murah. Oleh karena itu diperlukan pertimbangan yang matang dalam menentukan pilihan waktu konstruksi. 5.5.4 Biaya Upah Biaya upah buruh terdiri dari upah langsung dan upah tidak langsung. Upah langsung merupakan upah yang dibayarkan kepada buruh pada tiap minggu sedangkan upah tidak langsung meliputi asuransi dan berbagai macam tunjangan. Untuk menentukan upah buruh dapat diambil berdasarkan upah buruh pada proyek terdahulu berdasarkan tingkat produktivitas buruh untuk tiap jenis pekerjaan. Seperti telah disebutkan sebelumnya, pelaksanaan konstruksi guideway ini dapat saja dilakukan pada malam hari. Pelaksanaan konstruksi pada malam hari ini berdampak pada akan adanya biaya upah tambahan bagi tenaga kerja yang terlibat. 5.5.5 Biaya Transportasi Letak konstruksi guideway monorel yang berlokasi di tempat dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi menjadikan pemasalahan transportasi dalam pengadaan material dan Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-11

bahan menjadi tidak mudah. Lokasi yang tidak mudah untuk diakses oleh kendaraankendaraan besar diwaktu terjadi kepadatan lalu lintas menjadi hal yang harus diperhatikan. Semakin sulit akses menuju lokasi, akan semakin mahal biaya yang diperlukan. Pemilihan waktu yang tepat dalam pengadaan atau pengiriman bahan, akan berpengaruh pada biaya transportasi yang harus dikeluarkan. Pengiriman pada saat kepadatan lalu lintas tinggi menjadi suatu pemborosan, dimana selain bahan-bakar yang boros, berpengaruh juga pada efektifitas pelaksanaan konstruksi 5.5.6 Overhead Biaya overhead adalah biaya yang diperlukan untuk biaya operasional selama di lapangan. Biaya ini meliputi mobilisasi peralatan dan pekerja, peralatan kantor proyek, listrik, telepon, mobilisasi perelatan dan pekerja, peralatan kantor proyek, dokumentasi, test material, test bahan, air, sewa kantor biaya perjalanan dinas, furniture, peralatan kantor, gaji pegawai kantor. 5.5.7 Biaya Tak Terduga Biaya ini diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga yang mungkin terjadi dalam suatu proyek seperti masalah differing site condition dimana kondisi di lapangan tidak sesuai dengan spesifikasi dan gambar kerja yang terdapat dalam dokumen kontrak. Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-12