Keywords : Schaeffler, DeLong, WRC-1992, dissimilar metal weld.

dokumen-dokumen yang mirip
Volume 13 No.1 Maret 2012 ISSN :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

Prosiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN:

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun

PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK- MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4

Kata Kunci: Pengelasan Berbeda, GMAW, Variasi Arus, Struktur Mikro

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

BAB II KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS TITIK LOGAM DISSIMILAR AL-STEEL

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebagai media atau alat pemotongan (Yustinus Edward, 2005). Kelebihan

PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4

PENGARUH PWHT TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN LAS TAK SEJENIS AUSTENITIC STAINLESS STEEL DAN BAJA KARBON

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

POLITEKNOSAINS VOL. XI NO. 1 Maret 2012

Available online at Website

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

PENGARUH ARUS PENGELASAN LAS TIG TERHADAP KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS STAINLESS STEEL TYPE 304 ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. sampah. Karena suhu yang diperoleh dengan pembakaran tadi sangat rendah maka

PENGARUH PREHEAT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK LAS LOGAM TAK SEJENIS BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK AISI 304 DAN BAJA KARBON A36

Ir. Hari Subiyanto, MSc

EFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

STUDI PENGARUH MASUKAN PANAS PENGELASAN GTAW TERHADAP BENTUK HASIL LASAN DAN STRUKTUR MIKRO SS 316L

KARAKTERISASI SIFAT FISIS DAN MEKANIS SAMBUNGAN LAS SMAW BAJA A-287 SEBELUM DAN SESUDAH PWHT

Jurnal Teknik Mesin UNISKA Vol. 02 No.02 Mei 2017 ISSN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Parameter Post Weld Heat Treatment terhadap Sifat Mekanik Lasan Dissimilar Metal AISI 1045 dan AISI 304

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (2017) ISSN: ( Print)

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

ANALISIS KEBOCORAN PIPA REFORMER DI SEBUAH PERUSAHAAN PETROKIMIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

VARIASI ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT MEKANIK MIKRO SAMBUNGAN LAS BAJA TAHAN KARAT AISI 304

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS

REVIEW METALURGI LAS BAJA TAHAN KARAT

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

Teknik Pembuatan Baja Duplek pada Baja Karbon Rendah Sa dengan Pelapisan Elektroda

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI PENGARUH NORMALISING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN LAS SMAW PADA PLAT JIS SM 41B MENGGUNAKAN ELEKTRODA E 7016 DAN E 6013

KAJIAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN LAS GMAW BAJA KARBON TINGGI DENGAN VARIASI MASUKAN ARUS LISTRIK

PENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL. Sutrisna*)

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

PENGARUH HEAT TREATMENT

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.

PENGARUH SUHU PREHEAT DAN VARIASI ARUS PADA HASIL LAS TIG ALUMINIUM PADUAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN

Pengaruh Variasi Arus dan Jenis Elektrode pada Pengelasan Smaw Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon

Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF

ANALISIS KEKUATAN TARIK DAN KARAKTERISTIK XRD PADA MATERIAL STAINLESS STEEL DENGAN KADAR KARBON YANG BERBEDA

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS PENGELASAN ASTM A790 DAN ASTM A106 Gr. B HASIL PROSES PENGELASAN GTAW YANG DIAPLIKASIKAN PADA PIPA GEOTHERMAL

NASKAH PUBLIKASI STUDI METALOGRAFI PENGARUH ARUS DAN HOLDING TIME PADA PENGELASAN SPOT WELDING MATERIAL STAINLESS STEEL

Dimas Hardjo Subowo NRP

PEMBUATAN MATERIAL DUAL PHASE DARI KOMPOSISI KIMIA HASIL PELEBURAN ANTARA SCALING BAJA DAN BESI LATERIT KADAR NI RENDAH YANG DIPADU DENGAN UNSUR SIC

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. panas yang dihasilkan dari tahanan arus listrik. Spot welding banyak

Oleh Wahyu Ade Saputra ( ) Dosen Pembimbing 1. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng., Ph.D 2. Ir. Soeweify, M.Eng

DAFTAR ISI Error! Bookmark not defined.

STUDI PENGARUH BESARNYA ARUS LISTRIK TERHADAP DISTRIBUSI KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KEKUATAN IMPAK PADA BAJA KARBON RENDAH JENIS SB 46

BAB I PENDAHULUAN. semakin dibutuhkan. Semakin luas penggunaan las mempengaruhi. mudah penggunaannya juga dapat menekan biaya sehingga lebih

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

BAB II DASAR TEORI 2.1. Penelitian Sebelumnya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan efisiensi penggunaan BBM. Penggantian bahan pada. sehingga dapat menurunkan konsumsi penggunaan BBM.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

DUPLEX STAINLESS STEEL

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP HASIL PENGELASAN TIG PADA BAJA KARBON RENDAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print)

Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL

ARI BUDIANTO N I M : D

Pengujian Hardness dan Struktur Micro Pada Daerah HAZ Sambungan Low Carbon Steel dan Stainless Steel

STUDI METALOGRAFI HASIL PENGELASAN SPOT WELDING TIPE KONVENSIONAL DAN PENAMBAHAN GAS ARGON

WELDABILITY, WELDING METALLURGY, WELDING CHEMISTRY

PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS

BAB 3 METODE PENELITIAN

16 Media SainS, Volume 4 Nomor 1, April 2012 ISSN

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

INFO TEKNIK Volume 14 No. 2 Desember 2013 ( ) PENGARUH ARUS TERHADAP KEKERASAN HASIL PENGELASAN BAJA ST 60 MENGGUNAKAN PENGELASAN SMAW

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

Transkripsi:

VALIDASI DIAGRAM SCHAEFFLER, DELONG DAN WRC-1992 DALAM MEMPREDIKSI STRUKTUR MIKRO PADA PENGELASAN LOGAM BERBEDA ANTARA BAJA KARBON RENDAH DENGAN BAJA TAHAN KARAT Triyono 1, Zainal Arifin 2, Sutaryono 3 Abstract : The validity of Schaeffler, DeLong and WRC-1992 diagrams to predict weld metal microstructure of dissimilar metal weld between AISI C1010 low carbon steel and AISI 316L austenitic stainless steel has been evaluated. The TIG process was done with argon shielding gas, austenitic stainless steel filler metal and heat input 1750 J/mm. The result of this evaluation shows that Schaeffler diagram was the most suitable in predicting weld metal microstructure. According to Schaeffler diagram, weld metal microstructure consist of a ferrite, austenite with less than 5 % ferrite and martensite. It is relevant to the results of microstructure investigation. Keywords : Schaeffler, DeLong, WRC-1992, dissimilar metal weld. PENDAHULUAN Ruang lingkup aplikasi teknologi pengelasan di bidang konstruksi, baik dalam pembuatan maupun pemeliharaan sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, perpipaan, kendaraan rel dan lain sebagainya. Pada kasus tertentu, diperlukan sambungan las untuk logam yang berbeda (dissimilar-metal welds/ DMWs). Sebagai contoh, untuk ketahanan korosi baja karbon (carbon steel) dilas dengan baja tahan karat (stainless steel). Selain memenuhi syarat kondisi operasi, las baja karbon dengan baja tahan karat lebih ekonomis dari pada seluruh konstruksi menggunakan baja tahan karat. Pengelasan logam berbeda digunakan secara luas dalam industri minyak kimia, proses pengolahan makanan, pembangkit daya, pabrikasi trailer, kereta api dan lain sebagainya (Morris, 2003). Dalam hal las logam berbeda antara baja karbon dengan baja tahan karat, komposisi tiap logam dasar dan logam las dapat digunakan untuk memprediksi struktur mikro yang mungkin terbentuk setelah pengelasan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menentukan nilai Cr eq dan Ni eq dari logam dasar dan logam las, kemudian menggambar titik koordinat berdasarkan nilai Cr eq dan Ni eq pada diagram Schaeffler (1949), DeLong (1973) atau WRC-1992 (Welding Research Council-1992). Munculnya ketiga diagram tersebut sebenarnya adalah untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada diagram sebelumnya, misalnya diagram DeLong digunakan untuk mengoreksi diagram Schaeffler, diagram WRC-1992 digunakan untuk menyempurnakan kedua diagram sebelumnya. Tetapi pada kenyataannya kecocokan diagram tersebut terhadap suatu kasus sangat ditentukan oleh kondisi logam yang dilas. Sehingga bukan hal yang bijaksana seandainya dalam memprediksi struktur mikro logam las berbeda (dissimilar metal welds) menggunakan diagram keluaran terakhir tanpa memvalidasi hasilnya. 1 Staff Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNS 2 Staff Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNS 3 Alumni Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNS Validasi Diagram Schaeffler, Delong, dan WRC-1992 Dalam Memprediksi Struktur Mikro Pada Pengelasan Logam Berbeda Antara Baja Karbon Rendah dengan Baja Tahan Karat Triyono, dkk 1

Dari kenyataan itu maka adalah sangat penting untuk melakukan penelitian tentang kecocokan prediksi struktur mikro dari ketiga diagram tersebut, untuk berbagai kasus yang berbeda. Dan pada penelitian ini akan dilakukan validasi ketiga diagram tersebut pada pengelasan antara baja AISI C1010 dengan baja tahan karat AISI 316L. Dari validasi diagram ini dapat ditentukan jenis filler yang sesuai agar tidak terjadi keretakan sambungan las TINJAUAN PUSTAKA Sambungan logam berbeda biasanya terdiri dari logam las (weld metal) yang mempunyai komposisi berbeda dengan satu atau kedua logam dasar (base metal). Sifat logam las bergantung pada komposisi logam pengisi (filler metal), prosedur pengelasan dan dilusi relatif dengan setiap logam dasar. Selain itu, terdapat dua daerah terpengaruh panas (heat affected zones/ HAZs) yang berbeda pada setiap logam dasar yang letaknya berdekatan dengan logam las (Davis, 1995). Dalam pengelasan logam berbeda, logam dasar akan mencair dan sebagian larut dalam logam pengisi dan sebaliknya logam pengisi juga sebagian larut dalam logam dasar untuk membentuk ikatan metalurgi. Ikatan tersebut dibuat untuk sambungan yang lebih kuat. Akan tetapi, pencampuran logam berbeda dapat juga mendatangkan masalah, contohnya retakan (cracking) dapat terjadi ketika kombinasi antara logam dasar dengan pengisi menghasilkan paduan yang lemah atau getas dalam daerah lebur (fusion zone). Hal tersebut terjadi karena logam dasar atau pengisi terdilusi atau karena reaksi saat peleburan membentuk formasi struktur yang getas (Wisconsin Wire Work Inc., 2003). Kandungan austenit di daerah lebur tidak terlalu bergantung pada masukan panas tetapi terutama dikontrol oleh komposisi logam las. Selain itu struktur martensit juga dipengaruhi oleh komposisi logam dasar dan pengisi serta perbedaan dalam kecepatan difusi karbon. Bila migrasi karbon berkurang/terbatas, kemungkinan formasi martensit juga berkurang (Barnhouse dan Lippold, 2003). Diagram Schaeffler, DeLong dan WRC Komposisi kimia las mempunyai pengaruh signifikan pada performa las. Sifat mekanik dan ketahanan korosi merupakan sifat yang sangat bergantung pada komposisi las. Lasan akan peka terhadap retak panas bila terbentuk struktur seluruhnya austenit, tetapi retak akan berkurang bila austenit mengandung lebih dari 4 % ferit. Walaupun demikian, peningkatan kandungan ferit tersebut dapat mengurangi ketahanan korosi logam las. Dalam hal las logam berbeda antara baja karbon dengan baja tahan karat, komposisi tiap logam dasar dan logam las dapat digunakan untuk memprediksi struktur mikro yang mungkin terbentuk setelah pengelasan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menentukan nilai Cr eq dan Ni eq dari logam dasar dan logam las, kemudian menggambar titik koordinat berdasarkan nilai Cr eq dan Ni eq pada diagram Schaeffler (1949), DeLong (1973) atau WRC-1992 (Welding Research Council-1992). Nilai Cr eq dan Ni eq dapat ditentukan dengan persamaan berikut: Untuk diagram Schaeffler Cr eq = %Cr + %Mo + 1,5 x %Si + 0,5 x %Nb Ni eq = % Ni + 30 x % C + 0,5 x % Mn Untuk diagram DeLong Cr eq = %Cr + %Mo + 1,5 x %Si + 0,5 x %Nb Ni eq = %Ni + 30x %C + 30x %N + 0,5x %Mn..(1)..(2)..(3) (4) Untuk diagram WRC-1992 Cr eq = % Cr + % Mo + 0,7 x % Nb.(5) 2 Mekanika, Volume 3 Nomor 3, Mei 2005

Ni eq = %Ni + 35x %C + 20x %N + 0,25x %Cu.(6) Diagram Schaeffler akurat untuk deposit las baja tahan karat seri 300 yang dilas dengan elektroda terbungkus. Walaupun demikian, diagram ini tidak bisa digunakan bila terdapat kandungan unsur nitrogen yang tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat digunakan diagram DeLong, karena diagram DeLong mengakomodasi unsur nitrogen dalam perhitungan ekivalen Ni yang merupakan pembentuk austenit. Bila kandungan unsur nitrogen pada logam las tidak terdeteksi, maka diasumsikan unsur nitrogen adalah 0,06 % untuk GTAW dan 0,08 % untuk GMAW (Kotecki, 1995). Diagram DeLong mempunyai korelasi yang lebih baik dengan GTAW dan GMAW dibanding diagram Schaeffler karena diagram DeLong mengakomodasi unsur nitrogen yang kemungkinan meningkat akibat proses las dengan GTAW mau pun GMAW. Diagram WRC-1992 telah diakui oleh IIW (international institute of welding) sebagai diagram yang paling akurat dalam memprediksi ferit dalam logam las baja tahan karat austenitik atau dupleks feritikaustenitik. Untuk dapat memprediksi lebih akurat dibanding diagram DeLong, diagram WRC-1992 dikembangkan sehingga dapat memprediksi nomor ferit (ferrite number/ FN) sampai 100. Keberadaan ferit dalam logam las pada diagram Schaeffler dinyatakan dalam persen sedangkan pada diagram DeLong dan WRC-1992 dinyatakan dalam nomor ferit (ferrite number/ FN). Walaupun diagram WRC-1992 lebih akurat dalam memprediksi kandungan ferit logam las, diagram Schaeffler tetap digunakan untuk memprediksi ferit dalam las logam berbeda karena diagram tersebut dapat memprediksi martensit di dekat deposit las baja tahan karat (Kotecki, 1999). Komposisi las dipengaruhi oleh komposisi logam dasar, pengisi (termasuk dilusi antara logam pengisi dengan logam dasar), reaksi dengan fluks atau gas pelindung dan kemungkinan hilangnya material akibat proses pengelasan. Komposisi las dapat diketahui dengan melakukan uji komposisi kimia menggunakan spektrometer. METODE PENELITIAN Bahan yang diteliti adalah baja tahan karat austenitik AISI 316L dan baja karbon rendah AISI C1010. Kedua logam dasar tersebut dilas menggunakan las busur tungsten gas (GTAW) dengan gas pelindung argon dan logam pengisi baja tahan karat austenitik. Pengelasan dilakukan di Akademi Tehnik Mesin Industri (ATMI) Surakarta oleh juru las yang bersertifikat. Selanjutnya hasil pengelasan tersebut dipotong-potong untuk membuat spesimen uji komposisi kimia dan uji struktur mikro. Uji komposisi kimia dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia logam dasar (baja karbon dan baja tahan karat) dan logam las. Pengujian dilakukan dengan spektrometer. Untuk setiap pengujian dilakukan tiga kali pembakaran pada titik yang berbeda. Komposisi kimia hasil pengujian adalah rata-rata dari tiga titik pembakaran tersebut. Pengujian komposisi kimia dilakukan di PT. ITOKOH CEPERINDO, Klaten. Hasil uji komposisi ini digunakan untuk menghitung nilai Cr eq dan Ni eq. Nilai-nilai ini kemudian dimasukkan dalam ordinat diagram, dan dapat diketahui prediksi struktur mikro yang akan terjadi menurut masing-masing diagram. Uji struktur mikro dilakukan untuk mengetahui struktur mikro yang terbentuk pada logam las (weld metal/). Pengujian dilakukan dengan mikroskop metalurgi dengan perbesaran 200X. Pengujian ini sekaligus sebagai validasi dari hasil perkiraan diagram. Dari hasil validasi ini selanjutnya dapat ditarik kesimpulan diagram mana yang paling cocok digunakan untuk memprediksi struktur mikro logam las hasil pengelasan antara baja karbon rendah AISI C1010 dengan baja tahan karat AISI 316L. Uji struktur mikro dilakukan di Laboratorium Material Program Diploma III Teknik Mesin UGM, Yogyakarta. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Komposisi Kimia Hasil pengujian komposisi kimia dapat dilihat pada tabel 1, 2 dan 3. Validasi Diagram Schaeffler, Delong, dan WRC-1992 Dalam Memprediksi Struktur Mikro Pada Pengelasan Logam Berbeda Antara Baja Karbon Rendah dengan Baja Tahan Karat Triyono, dkk 3

Tabel 1 Komposisi kimia baja karbon Unsur Fe C Si Mn P S Ni Cr Mo Cu Al Nb V W Ti Kadar 99,51 0,065 0,016 0,253 0,016 0,007 0,027 0,046 0,004 0,004 0,015 0,01 0,00 0,04 0,00 Tabel 2 Komposisi kimia baja tahan karat Unsur Fe C Si Mn P S Ni Cr Mo Cu Al Nb V W Ti Kadar 67,23 0,023 0,506 1,844 0,020 0,005 10,850 16,719 2,398 0,300 0,002 0,00 0,05 0,05 0,00 Tabel 3 Komposisi kimia logam las Unsur Fe C Si Mn P S Ni Cr Mo Cu Al Nb V W Ti Kadar 72,75 0,036 0,431 1,167 0,028 0,008 8,696 15,455 0,945 0,366 0,003 0,01 0,04 0,07 0,00 Berdasarkan komposisi kimia pada tabel di atas, struktur mikro yang terbentuk pada logam las dapat diprediksi. Pertama, yang harus dilakukan yaitu menghitung nilai Cr eq dan Ni eq dengan persamaan 1 sampai 6, sebagai berikut: a. Untuk diagram Schaeffler (persamaan 1 dan 2) Baja karbon (logam dasar 1): = 0,046 + 0,004 + 0,024 + 0,005 = 0,079 Ni eq = % Ni + 30 x % C + 0,5 x % Mn = 0,027 + 1,95 + 0,1265 = 2,1035 Baja tahan karat austenitik (logam dasar 2) = 16,719 + 2,398 + 0,759 + 0 = 19,876 Ni eq = % Ni + 30 x % C + 0,5 x % Mn = 10,85 + 0,69 + 0,922 = 12,462 Baja tahan karat austenitik (logam las) = 15,455 + 0,945 + 0,6465 + 0,005 = 17,0515 Ni eq = % Ni + 30 x % C + 0,5 x % Mn = 8,696 + 1,08 + 0,5835 = 10,3595 b. Untuk diagram DeLong (persamaan 3 dan 4) Baja karbon (logam dasar 1): = 0,046 + 0,004 + 0,024 + 0,005 = 0,079 Ni eq = %Ni + 30 x %C + 30 x %N + 0,5 x %Mn = 0,027 + 1,95 + 0 + 0,1265 = 2,1035 Baja tahan karat austenitik (logam dasar 2) = 16,719 + 2,398 + 0,759 + 0 = 19,876 Ni eq = %Ni + 30 x %C + 30 x %N + 0,5 x %Mn = 10,85 + 0,69 + 0 + 0,922 = 12,462 Baja tahan karat austenitik (logam las) = 15,455 + 0,945 + 0,6465 + 0,005 = 17,0515 Ni eq = %Ni + 30 x %C + 30 x %N + 0,5 x %Mn = 8,696 + 1,08 + 1,8 + 0,5835 = 12,1595 c. Untuk diagram WRC-1992 (persamaan 5 dan 6) Baja karbon (logam dasar 1): Cr eq = % Cr + % Mo + 0,7 x % Nb = 0,046 + 0,004 + 0,007 = 0,057 Ni eq = %Ni+35 x %C + 20 x %N + 0,25 x %Cu = 0,027 + 2,275 + 0 + 0,001 = 2,303 Baja tahan karat austenitik (logam dasar 2) 4 Mekanika, Volume 3 Nomor 3, Mei 2005

Cr eq = % Cr + % Mo + 0,7 x % Nb = 16,719 + 2,398 + 0 = 19,117 Ni eq = %Ni+ 35 x %C + 20 x %N +0,25 x %Cu = 10,85 + 0,805 + 0 + 0,075 = 11,73 Baja tahan karat austenitik (logam las) Cr eq = % Cr + % Mo + 0,7 x % Nb = 15,455 + 0,945 + 0,007 = 16,407 Ni eq = %Ni +35 x %C + 20 x %N + 0,25x %Cu = 8,696 + 1,26 + 0 + 0,0915 = 10,0475 Langkah selanjutnya adalah menggambar koordinat (Cr eq, Ni eq ) pada diagram Schaeffler, DeLong dan WRC-1992 yang berturut-turut dapat dilihat pada gambar 1, 2 dan 3. Titik A adalah baja karbon (logam dasar 1), tetapi pada diagram DeLong titik A tidak dapat digambar karena berada di luar area diagram, titik B adalah baja tahan karat austenitik (logam dasar 2). Bila kedua logam dasar dilas tanpa menggunakan logam pengisi, maka akan terbentuk struktur mikro lasan di titik C yang seluruhnya berstruktur martensit (pada diagram Schaeffler). Pada diagram DeLong, titik C tidak bisa digambar karena titik C adalah titik tengah antara titik A dan B. Karena kedua logam dasar dilas dengan menggunakan logam pengisi baja tahan karat austenitik, maka diperoleh struktur mikro lasan pada titik D. Pada titik D, menurut diagram Schaeffler (gambar 1) struktur mikro lasan akan terdiri dari austenit, martensit dan ferit (A+M+F). Ferit yang dimaksud yaitu ferit delta (δ ferrite). Struktur martensit akan menyebabkan lasan sensitif terhadap retak dingin (cold cracking), demikian juga struktur austenit dengan kandungan ferit kurang dari 5 % (nomor ferit/fn (ferrite number) kurang dari 5) akan menyebabkan kurangnya ketahanan terhadap retak panas (hot cracking) (Kotecki, 1995). Gambar 1. Prediksi struktur mikro logam dengan diagram Schaeffler Gambar 2. Prediksi struktur mikro lasan dengan diagram DeLong Berdasarkan diagram DeLong (gambar 2), diperoleh struktur logam las terdiri dari austenit dan martensit (A+M), sementara kandungan ferit tidak terdeteksi karena titik D berada di atas FN nol. Struktur yang demikian akan menyebabkan lasan sangat peka terhadap retak. Gambar 3. Prediksi struktur mikro lasan dengan diagram WRC-1992 Validasi Diagram Schaeffler, Delong, dan WRC-1992 Dalam Memprediksi Struktur Mikro Pada Pengelasan Logam Berbeda Antara Baja Karbon Rendah dengan Baja Tahan Karat Triyono, dkk 5

Berdasarkan diagram WRC-1992 (gambar 3), struktur logam las (titik C atau D) tidak terdeteksi karena titik tersebut berada di luar garis-garis FN. Kotecki (1995) menyatakan bahwa prediksi nomor ferit (ferrite number/ FN) pada diagram WRC-1992 hanya akurat bila komposisi logam las berada di daerah garis-garis FN. Berdasarkan diagram Schaeffler, diperoleh struktur yang peka terhadap retak karena terbentuk martensit dan austenit dengan kandungan ferit kurang dari 5 %. Untuk memperoleh logam las yang mempunyai ketahanan retak lebih baik, harus dihasilkan struktur logam las yang terdiri dari austenit dengan FN (ferrite number) 5 sampai 10 (Feldstein, 1995). Struktur logam las yang demikian dapat diperoleh dengan menggunakan logam pengisi yang tepat. Dalam penelitian ini, dapat digunakan filler baja tahan karat tipe 309. Penentuan logam pengisi yang tepat akan efektif dilakukan sebelum pengelasan untuk memperoleh performa las yang lebih baik. Hasil Foto Strtuktur Mikro Hasil foto struktur mikro digunakan untuk memvalidasi hasil perkiraan struktur mikro oleh diagram-diagram tersebut di atas. Pengelasan dilakukan 3 lapis seperti Gambar 4. 2 HAZ Matrik austenit SS W M 1 CS Ferit HAZ 3 1,5 mm Ferit rangka Gambar 4. Foto makro penampang lintang sambungan las (12X) Gambar 5. Struktur mikro logam las lapis 3 (260X). Dalam pembahasan struktur mikro logam las, logam las dibedakan dalam 3 kelompok berdasarkan lapis las yaitu lapis 1, 2 dan 3. Hal tersebut dilakukan karena objek yang diteliti adalah las logam berbeda sehingga dimungkinkan karakteristik struktur yang terjadi pada logam las juga akan berbeda sesuai dengan posisinya. Pengelompokan berdasarkan lapis las dilakukan untuk mengetahui karakteristik las lapis banyak (multipass weld). Dari gambar 5, terlihat bahwa struktur mikro logam las lapis 3 di dekat baja karbon adalah terdiri dari matrik austenit dengan ferit (dalam pembahasan struktur mikro logam las, ferit yang dimaksud adalah ferit δ berbentuk rangka (skeletal ferrite) dan bilah (lathy ferrite). Gambar 6 menunjukkan struktur mikro logam las lapis 2. Daerah ini mengalami pemanasan mula (preheat) pada waktu pengelasan. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa struktur yang terbentuk adalah ferit dan matriknya adalah austenit. Morfologi dan ukuran ferit yang terbentuk berbeda-beda. Di dekat baja karbon, ferit yang terbentuk lebih halus dibanding yang terbentuk di dekat baja tahan karat, sedangkan di pusat las struktur yang terbentuk merupakan transisi dari keduanya. 6 Mekanika, Volume 3 Nomor 3, Mei 2005

Ferit Martensit Ferit Matrik austenit Matrik austenit Gambar 6. Struktur mikro logam las lapis 2 (260X) Gambar 7. Struktur mikro logam las lapis 1 (260X) Gambar 7 merupakan struktur mikro logam las lapis 1. Daerah ini mengalami pemanasan ulang (reheating) pada waktu pengelasan. Dari gambar-gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada saat pembekuan terbentuk struktur ferit. Ferit ini kemudian membentuk inti dendrit dengan matrik austenit tumbuh di sekeliling ferit. Pada Gambar 7 tersebut terlihat struktur martensit. Hal ini berarti bahwa akibat pengaruh pemanasan ulang, formasi martensit di logam las dekat baja karbon makin luas dibanding yang tidak mengalami pemanasan ulang. Hal ini terjadi karena difusi karbon dari logam dasar baja karbon ke logam las akan makin cepat dengan meningkatnya suhu (Davis, 1995) akibat pemanasan ulang. Dapat dilihat juga bahwa akibat pemanasan ulang struktur mikro logam las menjadi lebih halus. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Easterling (1983), bahwa salah satu akibat pemanasan ulang adalah penghalusan struktur mikro logam las. Dalam kasus ini, struktur mikro logam las lapis 1 diperhalus oleh lapis las 2 dan 3. Penghalusan struktur mikro tersebut pada dasarnya adalah mekanisme rekristalisasi. Struktur mikro batas antara logam las dengan logam dasar yang berupa daerah cair sebagian (partially melted zone/ PMZ), berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Dari gambar-gambar tersebut dapat dilihat bahwa karakteristik batas las antara logam las dengan baja karbon (logam dasar 1) berbeda dengan batas las antara logam las dengan baja tahan karat (logam dasar 2 ). Pada batas antara logam las dengan baja karbon (gambar 8) dapat dilihat bahwa pada saat pengelasan, hanya sebagian kecil baja karbon yang ikut melebur sehingga batas antara logam las dengan baja karbon terlihat seperti sebuah garis karena PMZ-nya relatif sempit. Sedangkan pada batas antara logam las dengan baja tahan karat (gambar 9) terlihat bahwa pada saat pengelasan, baja tahan karat yang ikut melebur lebih banyak dibanding baja karbon sehingga PMZ-nya lebih luas. Logam las Martensit Baja karbon Austenit Perlit Ferit Baja tahan karat PMZ Logam las Dendrit Gambar 8. Struktur mikro batas logam las dengan baja karbon (260X) Gambar Gambar 9. Struktur mikro batas logam las dengan baja tahan karat (260X) Pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa struktur mikro logam las di dekat batas lebur (fusion boundary) adalah martensit. Hal tersebut sesuai dengan analisa hasil 7 Validasi Diagram Schaeffler, Delong, dan WRC-1992 Dalam Memprediksi Struktur Mikro Pada Pengelasan Logam Berbeda Antara Baja Karbon Rendah dengan Baja Tahan Karat Triyono, dkk

pengujian komposisi kimia logam las, struktur yang terbentuk berdasarkan diagram Schaeffler adalah terdiri dari ferit, austenit dan martensit. Terbentuknya struktur martensit juga dipengaruhi oleh adanya migrasi karbon (carbon migration) dari baja karbon ke logam las (Barnhouse dan Lippold, 2003). Di daerah pertumbuhan butir pada HAZ baja karbon struktur mikronya adalah ferit dan perlit berbutir kasar. Daerah yang tampak seperti garis hitam yang memisahkan antara baja karbon dengan logam las adalah PMZ. Dari gambar-gambar strukturmikro di atas, secara umum terdapat 3 struktur utama yang terdapat pada logam las, yaitu struktur ferit delta, austenit dan martensit. Jika dihubungkan dengan diagaram Schaeffler, DeLong dan WRC-1992, strukturmikro tersebut sesuai dengan hasil prediksi diagram Schaeffler. Sedangkan diagram DeLong dan WRC-1992 tidak dapat memprediksi dengan tepat karena terdapat titik-titik yang berada di luar daerah diagram. KESIMPULAN 1. Struktur mikro logam las terdiri dari ferit, austenit dan martensit. 2. Diagram Schaeffler adalah diagram yang paling cocok untuk memprediksi struktur mikro logam las sambungan beda jenis antara baja karbon rendah dengan baja tahan karat. 3. Daerah lebur sebagian (PMZ) untuk baja karbon lebih sempit dibandingkan dengan daerah PMZ baja tahan karat. DAFTAR PUSTAKA Barnhouse, E.J. dan J.C. Lippold, 2003, Microstructure/Property Relationship in Dissimilar Welds Between Duplex Stainless Steel and Carbon Steel. Davis, J.R., 1995, Hardfacing, Weld Cladding and Dissimilar Metal Joining, ASM Handbook Vol. 6. Easterling, Kenneth, 1983, Introduction to the Physical Metallurgy of Welding, Butterworth & Co. (Publisher) ltd., London. Kotecki(1), D.J., 1995, Welding of Stainless Steel, ASM Handbook Vol. 6. Kotecki(2), D.J., 1999, A Martensite Boundary on the WRC-1992 Diagram, Welding Journal, May 1999, pp. 180-s 192-s. Morris, Ryan, 2003, Comparing the Physical Properties of Joining A36 Carbon Steel to 304 Stainless Steel. Rowe, M.D. dkk., 1999, Hydrogen-Induced Cracking Along the Fusion Boundary of Dissimilar Welds, Welding Journal, February 1999, pp. 31-s 37-s. Wisconsin Wire Work Inc., 2003, Welding Dissimilar Metals With Wisconsin Wire Works Copper-Base Filler Metals, USA. 8 Mekanika, Volume 3 Nomor 3, Mei 2005