BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang jenis. termasuk di dalamnya jeep, sedan dan lain-lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas tinggi dalam menjalankan segala kegiatan. Namun, perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung. aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG

BAB III LANDASAN TEORI

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb

BAR II TINJAUAN PUSTAKA

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 20

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

tidak berubah pada tanjakan 3% dan bahkan tidak terlalu

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2

BAB II TIXJAUAX PUSTAKA. Sekarang ini pola arus lalu lintas jalan raya di Yogyakarta umumnya

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus. kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan

2.1 ANALISA JARINGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 13

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOL KRAPYAK - SRONDOL, SEMARANG 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

2014, No Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Perat

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua

BAB III METODE PENELITIAN. udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut. Pejalan kaki yang tertabrak kendaraan pada kecepatan 60 km/jam hampir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN LINTAS ANTAR PROPINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan pulang-pergi dengan menggunakan sepeda motor setiap harinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL ANALISIS DATA KECELAKAAN UNTUK MENGETAHUI KONTRIBUSI PENYEBAB KECELAKAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha. Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda Motor Jumlah

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 62 TAHUN 2006 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG

BAB III LOKASI DAN METODOLOGI PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermotor, manusia atau hewan (Suryadharma, Hendra Susanto, Benediktus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi

III. METODOLOGI PENELITIAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perkembangan sarana dan prasarana transportasi itu sendiri.

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 2005 TENTANG

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV METODE PENELITIAN

ANATOMI DATA LAKA LANTAS TAHUN 2016 POLDA NTB FEBRUARI MARET APRIL DATA PT JASA RAHARJA NAMA DATA LAKA JANUARI

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOYOTA KIJANG NOMOR KENDARAAN T 1756 DC TERJUN KE SUNGAI LUBAI, JEMBATAN BERINGIN

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

STUDI KARAKTERISTIK KECELAKAAN LALU LINTAS Studi Kasus : Jalan Nasional (Jalan Lintas Sumatera) Kabupaten Serdang Bedagai

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kecelakaan angkutan jalan pertahun ( darat)

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Klasifikasi Kendaraan Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga, yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang jenis kendaraan dapat dilihat sebagai berikut: 1. Mobil Penumpang (Passenger Car) Jenis kendaraan pribadi dengan daya angkut lebih kecil dari 12 orang, termasuk di dalamnya jeep, sedan dan lain-lain. 2. Mobil Bus (Bus) Semua jenis kendaraan penumpang yang daya angkutnya lebih besar dari 12 orang, termasuk di dalamnya Pick Up. 3. Mobil Gerobak (Truk Wagon) Semua jenis truk yang mempunyai roda 4 ke atas, termasuk mobil tangki. 4. Sepeda Motor (Motor Cycle) Semua jenis kendaraan bermotor beroda 2, seperti Honda, Yamaha, Suzuki, Vespa dan lain-lain.

2.2 Klasifikasi Fungsi Jalan Dalam UU No.13/1980 dan PP No.26/1985, dijelaskan mengenai penyusunan dan penetuan fungsi jalan. Seperti jaringan primer disusun mengikuti Tata Ruang dan Struktur Pengembangan Wilayah Tingkat Nasional yang menghubungkan simpulsimpul distribusi. Sedangkan jaringan sekunder disusun mengikuti ketentuan Pengaturan Tata Ruang Kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi primer kesatu, kedua, ketiga, dan seterusnya sampai ke perumahan. Jaringan primer atau sekunder dikelompokkan menurut peranan atau fungsi, yakni jalan arteri, kolektor dan lokal. 1. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-ratanya maksimum (kecepatan rencana > 60 km/jam, lebar badan jalan minimum = 8 meter) dan jumlah masuk dibatasi secara efisien. Jalan arteri primer yaitu jalan yang menghubungkan ibukota provinsi dengan jalan lain yang strategis terhadap kepentingan nasional. 2. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang (kecepatan rencana 40-60 km/jam, lebar badan jalan minimum = 7 meter), dengan jumlah jalan masuk semi dibatasi. Jalan kolektor primer yaitu jalan yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kotamadya terhadap kepentingan provinsi. 3. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat atau lokal dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, dengan kecepatan rata-rata rendah (kecepatan rencana 20-40 km/jam, lebar badan jalan minimum = 7 meter) dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

Menurut PP No. 26/1985, wewenang pembinaan jalan dikelompokkan menjadi Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan Khusus. 1. Jalan Nasional termasuk jalan arteri primer, jalan kolektor primer, yang menghubungkan antara ibukota propinsi dan jalan lain yang mempunyai nilai yang strategis terhadap kepentingan nasional. 2. Jalan Propinsi termasuk jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten atau kotamadya dan jalan lain yang mempunyai kepentingan strategis terhadap kepentingan propinsi. 3. Jalan Kabupaten/Kotamadya termasuk jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi, jalan lokal primer dan jalan lain yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi. 4. Jalan Khusus adalan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau perorangan untuk melayani kepentingan mereka masing-masing. 2.3 Kewajiban yang Harus Ditaati oleh Pengemudi Kendaraan Bermotor Kewajiban yang harus ditaati oleh pengemudi kendaraan bermotor antara lain: 1. Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat peristiwa kecelakaan lalu-lintas wajib: a. menghentikan kendaraannya, b. menolong orang yang menjadi korban kecelakaan dan c. melaporkan kecelakaan tersebut kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia terdekat.

2. Apabila pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada no.1 oleh karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada no. 1 huruf a dan b, kepadanya tetap diwajibkan segera melaporkan diri kepada Pejabat Polisi Republik Indonesia terdekat. 3. Pengemudi kendaraan bermotor bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang atau pemilik barang atau pihak ketiga, yang timbul karena kelalaian atas kesalahan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor, (dikutip dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Beserta Peraturan Pelaksananya PP No.41, 42, 43 dan 44 Tahun 1993 halaman 10-11). 2.4 Pengertian Kecelakaan Lalu-Lintas Menurut buku Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Beserta Peraturan Pelaksananya, PP Nomor 41, 42, 43 dan 44 Tahun 1993 (dikutip dari halaman 174 pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tentang Prasarana Lalu-Lintas), kecelakaan lalu-lintas adalah : suatu peristiwa di jalan yang tidak ada sangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan atau pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban jiwa atau kerugian lainnya. bagian, yaitu: Di dalam buku tersebut, korban kecelakaan lalu-lintas dibagi menjadi tiga 1. Korban meninggal

Korban meninggal adalah korban yang sudah dipastikan meninggal sebagai akibat kecelakaan lalu-lintas dalam jangka waktu paling lama tiga hari setelah kecelakaan tersebut. 2. Korban luka berat Korban luka berat adalah korban yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau dirawat dalam jangka waktu lebih dari tiga puluh hari sejak terjadinya kecelakaan. 3. Korban luka ringan Korban luka ringan adalah korban yang tidak termasuk dalam pengertian korban meninggal dan korban luka berat. 2.5 Jenis dan Bentuk Kecelakaan Kecelakaan lalu-lintas dapat digolongkan atas tiga jenis menurut akibat dari kecelakaan tersebut, yaitu: 1. Kecelakaan dengan korban meninggal 2. Kecelakaan dengan korban luka-luka 3. Kecelakaan dengan kerugian dan kerusakan kendaraan Sedangkan pelanggaran antara kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menurut bentuk kejadian kecelakaannya, yaitu:

1. Tabrakan depan, yaitu dua kendaraan yang tabrakan dengan berlawanan arah. 2. Tabrakan sudut atau samping, yaitu tabrakan antara dua kendaraan yang bergerak dalam dua arah yang berbeda dan bukan berlawanan. 3. Tabrakan depan belakang, tabrakan yang terjadi pada dua buah kendaraan yang sedang berjalan pada arah yang sama. 4. Tabrakan sisi, yaitu sebuah kendaraan yang dilanggar oleh kendaraan lain dari samping pada waktu berjalan di jalan yang sama atau berlawanan, biasanya terjadi pada jalur yang berbeda. 5. Tabrakan belakang, kendaraan yang mundur sehingga menabrak kendaraan yang ada di belakangnya. 2.6 Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu-Lintas Pada umumnya kecelakaan lalu-lintas diakibatkan oleh kombinasi beberapa faktor pendukung antara lain, yaitu: 1. Pelanggaran atau tindakan yang berbahaya oleh pengemudi. 2. Karena pejalan kaki (menyeberang jalan tidak hati-hati). 3. Kesalahan kendaraan (tanpa rem yang baik, tanpa lampu penerangan, tanpa lampu tanda berbahaya). 4. Kesalahan jalan (melewati jalur lawan). 5. Karena cuaca buruk (hujan, kabut, jalan licin).

Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa kecelakaan lalu-lintas merupakan wujud kegagalan dalam interaksi perjalanan dari pengemudi, pejalan kaki, kendaraan, jalan dan cuaca.