1 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk FH USI Di satu sisi masih banyak anggapan bahwa penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan adalah suatu cara yang sangat efektif untuk menanggulangi tindak pidana dan membuat jera pelaku tindak pidana. Akan tetapi di sisi lain ternyata pidana perampasan kemerdekaan sangat berdampak negatif baik yang bersifat individual maupun sosial yang ditimbulkan oleh tindak pidana. Sehubungan dengan hal itu, perlu diupayakan untuk mencari alternatif pidana perampasan kemerdekaan dan salah satu cara untuk itu adalah menerapkan pidana bersyarat bagi pelaku tindak pidana. Dengan penerapan pidana bersyarat bagi pelaku tindak pidana, maka beberapa manfaat positif dari penerapan pidana bersyarat ini baik bagi individu pelaku tindak pidana maupun masyarakat secara umum akan mendukung upaya mencegah/menanggulangi tindak pidana. Kata kunci : pidana bersyarat, pidana perampasan kemerdekaan -------------------------------------------------------------------------- Pendahuluan Hukum memegang peranan penting dalam mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara serta membawa konsekwensi bagi pelanggar hukum untuk dijatuhi hukuman, dengan tujuan supaya tercipta kerukunan dan kedamaian dalam menjalin kehidupan, sebagaimana dikatakan Soedjono Dirdjosisworo tujuan hukum yang sebenar-benarnya adalah menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Hukum itu mengisi kehidupan yang jujur dan damai dalam seluruh lapisan masyarakat (Soedjono Dirjosisworo, 1994:17). Pelanggaran terhadap hukum pidana disebut dengan tindak pidana. Dalam kenyataannya bahwa setiap tindak pidana dapat mengakibatkan kerugian-kerugian, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat sosial. Oleh sebab itu hukum pidana mengancamkan hukuman/sanksi bagi pelaku tindak pidana. Hukum pidana yang terdiri dari beberapa aspek yaitu: aspek sifat melawan hukum, kesalahan dan pidana, selalu menarik perhatian, terkait dengan sifat dan fungsinya yang istimewa. Hukum pidana mempunyai fungsi ganda yakni yang primer sebagai sarana penanggulangan kejahatan yang rasional (sebagai bagian politik kriminal) dan yang sekunder sebagai sarana pengaturan tentang kontrol sosial sebagaimana dilaksanakan secara spontan atau secara dibuat oleh negara dengan alat perlengkapannya. Dalam fungsi yang kedua ini tugas hukum pidana adalah policing the police, yakni melindungi warga masyarakat dari campur tangan penguasa yang mungkin menggunakan pidana sebagai sarana tidak benar (Muladi, 2008:16) Kesadaran untuk menjalankan kedua fungsi tersebut di atas secara hati-hati akan semakin menjadi besar bilamana seseorang
2 www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@201 mendalami lebih lanjut masalah-masalah utama yang terdapat di dalam hukum pidana yaitu perbuatan yang dilarang dan orang melakukan perbuatan yang dilarang dan dipidana. Selama ini telah tertanam anggapan bahwa suatu cara yang tepat untuk mencegah orang melakukan perbuatan yang melanggar hukum pidana adalah dengan menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan. Berdasarkan hukum positif Indonesia pada saat ini, maka pidana perampasan kemerdekaan yang paling utama adalah pidana penjara baik yang diterapkan seumur hidup atau untuk sementara. Ternyata hasil dari penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan ini tidak selalu berdampak positif tetapi justru menimbulkan dampak yang negatif yang merugikan pelaku tindak pidana dengan berbagai kerugian yang dialami pelaku tindak pidana selama menjalani pidana demikian juga bagi masyarakat yang akan menanggung akibat kemungkinan timbulnya penjahat-penjahat yang lebih berat. Terkait dengan masalah ini perlu dicari dan diterapkan alternatif-alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan, antara lain berupa peningkatan pemidanaan yang bersifat non institusional dalam bentuk pidana bersyarat (voorwaardelijke veroordeling). Rumusan Masalah 1. Apa saja hal yang harus dipertimbangkan hakim untuk menjatuhkan pidana bersyarat terhadap pelaku tindak pidana? 2. Bagaimana peran pidana bersyarat sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan? 3. Bagaimana penerapan pidana bersyarat dalam praktek penegakan hukum? Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui hal-hal yang harus dipertimbangkan hakim untuk menjatuhkan pidana bersyarat bagi pelaku tindak pidana. 2. Untuk mengetahui peran pidana bersyarat dalam menanggulangi tindak pidana. 3. Untuk mengetahui penerapan pidana bersyarat dalam praktek penegakan hukum. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Dengan kedua metode ini, data diperoleh melalui buku-buku kepustakaan maupun perundang-undangan yang ada relevansinya dengan judul yang dipilih dan masalah yang dirumuskan. Selanjutnya dilakukan pula penelitian di Pengadilan Negeri Kota Pematangsiantar dengan cara observasi dan studi dokumen untuk mengetahui penerapan pidana bersyarat bagi pelaku tindak pidana. Pembahasan 1. Hal-hal yang Harus Dipertimbangkan Hakim untuk Menjatuhkan Pidana Bersyarat Bagi Pelaku Tindak Pidana Pidana dengan bersyarat, dalam praktek hukum sering juga disebut dengan pidana percobaan, adalah suatu sistem/model penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada syarat-syarat
3 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan - Novelina MS Hutapea tertentu. Artinya, pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat yang ditentukan tidak dilanggarnya, dan pidana dapat dijalankan apabila syarat-syarat ditetapkan itu tidak ditaatinya atau dilanggarnya. Dalam pasal 14a KUHP ditentukan bahwa hakim hanya dapat menetapkan pidana dengan bersyarat dalam putusan pemidanaan bilamana memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Dalam putusan yang menjatuhkan pidana penjara asalkan lamanya tidak lebih dari satu tahun. Jadi dalam hal ini pidana bersyarat dapat dijatuhkan dalam hubungan dengan pidana penjara, dengan syarat hakim tidak ingin menjatuhkan pidana penjara lebih dari satu tahun. b. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan sehubungan dengan pidana kurungan, dengan ketentuan tidak termasuk kurungan pengganti denda. Mengenai pidana kurungan ini tidak diadakan pembatasan sebab maksimum dari pidana kurungan adalah satu tahun. c. Dalam hal menyangkut pidana denda, maka pidana bersyarat dapat dijatuhkan, dengan batasan bahwa hakim harus yakin bahwa pembayaran denda betul-betul akan dirasakan berat oleh si terdakwa. Tentang latar belakang ketentuan mengenai batas paling lama satu tahun bagi penjatuhan pidana yang dapat ditetapkan dengan bersyarat adalah bahwa untuk perkaraperkara yang lebih berat yang utnuk penyelesaiannya dengan pertimbangan hakim harus menjatuhkan pidana yang lebih berat dari satu tahun, dilihat dari sudut penjatuhan pidana sebagai pembalasan, tidak ada tempat bagi pidana bersyarat. Artinya pidana bersyarat itu hanya ditetapkan untuk pemidanaan bagi perkara-perkara yang lebih ringan, yang dipertimbangkan oleh hakim sebagai sudah cukup adil (dari sudut pembalasan) jika dijatuhi pidana yang lebih ringan dengan pidana penjara paling tinggi satu tahun. Dengan begitu tampaknya, rasio ketentuan batas maksimum satu tahun ini berlatar belakang bahwa dalam pidana bersyarat sudah tidak terdapat lagi rasa pembalasan, tetapi lebih menonjolkan maksud perbaikan. Rasa pembalasan itu perlu ada pada tindak pidana yang lebih berat yang dipandang adil dengan menjatuhkan pidana penjara diatas satu tahun. Sementara itu, ketentuan yang melarang menjatuhkan pidana dengan bersyarat atas pidana kurungan pengganti (denda atau perampasan barang), karena pidana kurungan pengganti bukan jenis pidana yang berdiri sendiri. Dengan kata lain, penetapan bersyarat itu hanya dapat dikenakan terhadap pidana pokoknya (primer), dan tidak terhadap pidana penggantinya (subsider). Pengadilan harus mempertimbangkan hakekat dan keadaan-keadaan yang menyertai suatu kejahatan, riwayat dan perilaku pelaku tindak pidana dan lembaga-lembaga serta sumber-sumber yang ada di dalam masyarakat. Pidana bersyarat harus mendapatkan prioritas utama di dalam penjatuhan pidana, kecuali pengadilan berpendapat bahwa perampasan kemerdekaan memang diperlukan untuk
4 www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@201 melindungi masyarakat terhadap tindak pidana lebih lanjut yang mungkin dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Berdasarkan hal itu pelaku tindak pidana membutuhkan pembinaan di lembaga pemasyarakatan untuk memperbaiki diri. Penerapan pidana bersyarat juga tidak boleh mengurangi kesan masyarakat terhadap beratnya tindak pidana tertentu. Selain dari hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka faktor lain yang harus diperhatikan dalam penjatuhan pidana bersyarat adalah terkait dengan masalah/keadaan: a. Terdakwa baru merupakan pelaku pemula dari suatu tindak pidana yang sebelumnya tidak pernah terlibat dalam pelanggaran hukum. b. Terdakwa masih berusia muda terlebih jika masih dalam status menjalani studi atau bahkan sudah sangat tua. c. Terjadinya tindak pidana itu karena kelalaian dan tidak menimbulkan kerugian yang terlalu besar. d. Tindak pidana terjadi karena peranan korban sendiri. e. Terdapat alasan-alasan yang cukup kuat yang cenderung untuk dapat dijadikan dasar memaafkan perbuatannya. f. Terdakwa dan korban telah melakukan perdamaian ataupun telah membayar ganti rugi kepada si korban atas kerugiankerugian atau penderitaan-penderitaan akibat perbuatannya. g. Tindak pidana tersebut merupakan akibat dari keadaan-keadaan yang tidak mungkin terulang lagi. h. Hakim dapat meyakini bahwa kepribadian dan perilaku terdakwa tidak akan melakukan tindak pidana yang lain dan masih dapat dilakukan pembinaan di luar lembaga. i. Pidana perampasan kemerdekaan akan menimbulkan penderitaan yang besar baik bagi terdakwa maupun terhadap keluarganya. j. Tindak pidana terjadi di lingkungan keluarga terdakwa sendiri. Guna mendapatkan data tentang hal-hal tersebut di atas, pengadilan harus dibantu secara sungguh-sungguh oleh suatu lembaga yang bertugas untuk membuat laporan pemeriksaan pribadi seorang pelaku tindak pidana di dalam setiap kasus. Fungsi utama dari laporan tersebut adalah untuk membantu pengadilan di dalam memutuskan perkara secara tepat dan di samping itu dapat dimanfaatkan pula dalam segala tahapantahapan program perbaikan pelaku tindak pidana. Laporan pemeriksaan pribadi ini harus disusun dalam bentuk yang fleksibel dalam kaitannya dengan intensitas pemeriksaan. Dalam kasus yang menyangkut tindak pidana ringan, keterangan-keterangan yang dihasilkan melalui pemeriksaan yang singkat tidak hanya akan cukup memadai untuk suatu pengaturan yang baik, tetapi juga akan bermanfaat untuk meningkatkan informasi yang sangat dibutuhkan pengadilan untuk memutus perkara secara tepat. Sebaliknya di dalam kasus-kasus yang menyangkut tindak pidana berat, sangat diperlukan laporan pemeriksaan pribadi yang sangat mendalam sebagai hasil pemeriksaan yang sangat intensif. Selanjutnya laporan laporan ini harus mengandung rekomendasi-rekomendasi se-
5 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan - Novelina MS Hutapea bagai kelengkapan untuk membantu pengadilan di dalam memutus suatu perkara atau untuk kegunaan-kegunaan lain di dalam rangkaian program-program perbaikan pelaku tindak pidana. Selanjutnya perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan laporan ini adalah sifat kerahasiaannya karena laporan ini sangat bersifat pribadi, sehingga sifat penggunaannya harus benar-benar untuk tujuan yang sangat terbatas. Untuk menjaga sifat kerahasiaan data pada laporan pemeriksaan pribadi, maka perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya tentang kapan laporan tersebut harus disiapkan dan kepada siapa saja laporan tersebut dapat diperlihatkan. Dalam hal ini dapat dikemukakan pedoman sebagai berikut: a. Pada prinsipnya laporan ini disiapkan menjelang hakim akan memutuskan pemidanaan terhadap seorang pelaku tindak pidana yang dituduhkan dan dinyatakan salah. b. Pengecualian terhadap prinsip tersebut hanya dapat dilakukan bilamana terdakwa sendiri menghendaki untuk kepentingan pembelaannya. c. Laporan tersebut hanya dapat diberikan kepada: 1). Hakim yang mengadili perkara tersebut. 2). Perseorangan atau badan profesional yang berkepentingan, misalnya dokter jiwa yang diminta untuk memberikan kesaksian sebagai ahli di pengadilan atau lembaga-lembaga yang mungkin akan diikutsertakan di dalam pembinaan terdakwa jika sudah dijatuhi pidana atau tindakan. 3). Hakim-hakim pada pengadilan banding, seandainya perkara tersebut dimintakan banding. 4). Pelaku tindak pidana atau para pengacara yang bertindak mewakili tedakwa dengan janji untuk merahasiakan data yang terdapat di dalam laporan tersebut. Sesuai dengan prinsip fleksibilitas dalam hubungannya dengan latar belakang sosial pelaku tindak pidana yang beraneka ragam, maka lembaga yang berwenang untuk membuat laporan tersebut dapat membuat laporan tersebut dalam tingkatan-tingkatan sebagai berikut: a. Laporan singkat yang dapat digunakan untuk menseleksi pelaku tindak pidana dengan maksud untuk membantu menentukan apakah laporan yang selengkapnya masih diperlukan. b. Laporan lengkap yang memuat hal-hal sebagai berikut: 1). Suatu deskripsi lengkap tentang tindak pidana dan keadaan-keadaan yang menyertainya. 2). Suatu deskripsi yang lengkap tentang catatan kriminil sebelumnya dari pelaku tindak pidana. 3). Suatu deskripsi tentang latar belakang pendidikan pelaku tindak pidana. 4). Suatu deskripsi tentang latar belakang pekerjaan pelaku tindak pidana, termasuk status pekerjaannya pada saat dilakukannya tindak pidana dan kemampuan-kemampuan. 5). Riwayat sosial dari pelaku tindak pidana, termasuk hubungan-hubungan kekeluargaan, status perkawinannya,
6 www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@201 kepentingan-kepentingan dan kegiatankegiatannya, riwayat tempat tinggalnya dan keagamaannya. 6). Riwayat kesehatan pelaku tindak pidana dan apabila diperlukan dapat mencakup juga laporan psikologi dan psikiatri pelaku tindak pidana. 7). Informasi-informasi yang menyangkut lingkungan kehidupan dalam mana pelaku tindak pidana akan kembali atau pelaku tindak pidana akan diawasi dalam hal yang bersangkutan dijatuhi pidana bersyarat. 8). Laporan tambahan dari lembagalembaga atau badan-badan sosial di tempat-tempat mana si pelaku tindak pidana pernah terlibat. 9). Informasi-informasi tentang sumbersumber sosial yang dapat membantu pembinaan bagi pelaku tindak pidana, seperti lembaga-lembaga pembinaan, fasilitas-fasilitas tempat tinggal, program rehabilitasi dari bermacammacam lembaga yang diikuti oleh pelaku tindak pidana, program-program khusus yang menyangkut kewajiban terpidana bersyarat dan programprogram lain yang terutama berkaitan dengan keadaan si pelaku tindak pidana. 10). Suatu ringkasan aspek-aspek yang terpenting dari risalah kemasyarakatan, termasuk rekomendasi-rekomendasi khusus yang berkaitan dengan pemidanaan, bilaman pengadilan yang mengadili perkara tersebut telah memintanya. 2. Peran Pidana Bersyarat sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan Di dalam peradilan pidana hendaknya diutamakan kemungkinan penjatuhan pidana bersyarat, kecuali terhadap kejahatan-kejahatan yang sangat berat, yakni kejahatankejahatan kekerasan yang menggunakan senjata sehingga jelas membahayakan korban, kejahatan kesusilaan yang membuat korban sangat menderita, kejahatan terhadap keamanan negara, ekonomi, bandar narkoba atau korupsi. Di satu pihak pidana perampasan kemerdekaan akan tetap ada, dan di lain pihak keburukan-keburukan yang melekat pada pidana perampasan kemerdekaan sulit dihindari, maka sekalipun pidana perampasan kemerdekaan diusahakan untuk tumbuh sebagai sarana reformasi dengan pendekatan manusiawi, namun sifat aslinya sebagai lembaga yang harus melakukan tindakan pengamanan dan pengendalian narapidana tidak dapat ditinggalkan. Hal ini menjadi dasar bagi negaranegara di dunia termasuk Indonesia untuk mencari alternatif pidana perampasan kemerdekaan antara lain berupa peningkatan pemidanaan yang bersifat institusional dalam bentuk pidana bersyarat. Pidana bersyarat sebagai salah satu alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan mempunyai keunggulan-keunggulan tersendiri dibanding pidana perampasan kemerdekaan, karena dalam hal ini pembinaan pelaku tindak pidana dilakukan di dalam masyarakat, sehingga kerugian-kerugian yang mungkin terjadi akibat
7 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan - Novelina MS Hutapea penerapan pidana perampasan kemerdekaan dapat dihindari. Dengan penerapan pidana bersyarat, maka diberi kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya di dalam masyarakat dan memungkinkannya untuk melanjutkan aktivitasnya sehari-hari sebagai manusia, sehingga tetap tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat ataupun keluarganya. Selain itu dengan menjalani pidana di luar lembaga dapat dicegah terjadinya cap/label penjahat bagi terpidana akan tetapi para petugas pembina dapat membina dengan menggunakan segala fasilitas yang ada dalam masyarakat untuk mengadakan rehabilitasi terpidana Sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan, pidana bersyarat akan berperan untuk memperbaiki penjahat terutama bagi penjahat pemula tanpa harus memasukkannya ke dalam penjara, artinya tanpa membuat derita bagi dirinya dan keluarganya, mengingat bahwa sosialisasi dalam penjara terbukti sering membawa pengaruh buruk bagi seorang terpidana, terutama bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana karena dorongan faktor tertentu yang ia tidak mempunyai kemampuan untuk menguasai dirinya, dalam arti bukan penjahat yang sesungguhnya. Pidana bersyarat juga akan memberi perlindungan bagi masyarakat, sebab dengan menghindarkan terpidana dari pengaruh buruk pidana pencabutan kemerdekaan, maka masyarakat akan terlindungi dari kemungkinan timbulnya penjahat yang lebih berat yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Selanjutnya dengan memberikan kesempatan bagi terpidana untuk memperbaiki dirinya di masyarakat yang secara fakultatif dapat dibantu oleh lembaga reklasering, hal ini merupakan cermin yang mengutamakan pengakuan, penggunaan, dan pengembangan atas rasa tanggung jawab yang merupakan bagian yang penting dari setiap manusia, termasuk pelaku tindak pidana Dengan penjelasan tersebut berarti pidana bersyarat juga berperan sebagai sarana mencegah/menanggulangi tindak pidana. 3. Penerapan Pidana Bersyarat dalam Praktek Penegakan Hukum Pelaksanaan pidana bersyarat, harus selalu dihubungkan dengan keseluruhan sistem penyelenggaraan hukum pidana dalam arti luas, sebab hampir segala sub sistem di dalam sistem penyelenggaraan hukum pidana dalam arti luas ini terlibat di dalamnya. Rasa keterlibatan tersebut masih harus ditingkatkan secara sistematis, sebab pelaksanaan pidana bersyarat sampai saat ini belum mencerminkan asas-asas umum yang mendasari pidana bersyarat. Dalam prakteknya berdasarkan penelitian di Pengadilan Negeri Pematangsiantar, jaksa dan hakim tampaknyamasih sangat selektif dan membatasi diri di dalam menuntut atau menjatuhkan sanksi pidana bersyarat walaupun terhadap tindak pidana yang tergolong ringan dan tidak menimbulkan kerugian yang besar. Hal ini tampak pada masih sedikitnya jenis-jenis tindak pidana yang menjadi dasar bagi hakim untuk menjatuhkan pidana bersyarat dan masih sedikitnya penjatuhan pidana bersyarat dibandingkan dengan penjatuhan pidana perampasan
8 www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@201 kemerdekaan, dalam hal mana pidana perampasan kemerdekaan masih banyak dijatuhkan. Melihat kenyataan tersebut, cukup beralasan untuk meningkatkan usaha-usaha guna melembagakan pidana bersyarat ini di dalam masyarakat. Lembaga legislatif baik pusat maupun di daerah diharapkan dapat memikirkan pembiayaan yang cukup memadai. Individu dan organisasi-organisasi sosial di dalam masyarakat serta lembaga-lembaga pemerintah yang ditugasi dalam pelaksanaan pidana bersyarat ini sudah seharusnya mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi kepada masyarakat serta kepada badan legislatif, dalam rangka memperkenalkan dan menggalakkan pentingnya penanganan pelaksanaan pidana bersyarat secara sungguh-sungguh sebab bila dilaksanakan secara efektif pidana bersyarat akan menjadi salah satu cara yang tepat untuk merehabilitasi narapidana dan sekaligus menanggulangi tindak pidana. Penutup Pidana bersyarat perlu dijatuhkan hakim bagi pelaku tindak pidana dengan memperhatikan dan mempertimbangkan hakekat dan keadaan-keadaan yang menyertai suatu tindak pidana, riwayat dan perilaku pelaku tindak pidana pada setiap kasus. Selanjutnya pidana bersyarat dapat diterapkan bila hakim memutuskan untuk menerapkan pidana perampasan kemerdekaan dalam jangka pendek. Sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan, pidana bersyarat akan berperan sebagai sarana untuk merehabilitasi terpidana, melindungi masyarakat dan mencegah/ menanggulangi tindak pidana. Dalam praktek penegakan hukum ternyata pidana bersyarat masing jarang diterapkan oleh hakim dan hal ini terbukti dari masih banyaknya penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan meskipun untuk tindak pidana yang bukan tergolong tindak pidana berat atau membahayakan dan menimbulkan kerugian yang besar bagi korban atau masyarakat. Daftar Pustaka Dirdjosisworo Soedjono, Pengantar Ilmu Hukum, Grafindo Persada, Jakarta, 1994. Ishaq, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Lamintang, PAF., Hukum Penintensier Indonesia, Armico, Bandung, 1988. Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, 2008. Prakoso Djoko, Hukum Penintensier, Liberty, Yogjakarta, 1988. Priyatno Dwidja, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2006. Waluyo Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, 2004. KUHP dan Undang-undang RI Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan KUHP Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, Asa Mandiri, Jakarta, 2006. Catatan : Tulisan ini telah dipublikasi pada Majalah Ilmiah : Dinamika, Vol. 9 No. 2 Mei- Agustus 2012; ISSN : 1693-1912.